VIRUS MERAH JAMBU

Cerpen (edisi khusus)

Vi Em Jie lagi????

Suatu hari, dua orang akhwat tengah berbincang-bincang dan mengeluarkan uneg-uneg mereka. Mereka adalah Naya dan Putri. Naya adalah pengurus BEM KM Unand dan Putri adalah pengurus FKI Rabbani Unand.
Ketika menuruni tangga, kedua gadis belia itu berpapasan dengan seorang ikhwan. Tapi,....tapi..., tunggu dulu? Kenapa dia seperti berwajah sungkan, bukan karena ketawadhu’an, tapi, seperti seseorang pemegang rahasia yang rahasia itu ketahuan. Dan..., dan...siapa akhwat yang jalan di belakangnya? Jalan barengkah mereka? Pacaran? Sungguh-sungguh tak enak untuk dilihat!
Ah, mungkin mereka sudah walimahan kali. Atau, saudari kandungnya?
Gadis itu berusaha untuk membuang jauh-jauh prasangka buruknya. Terlalu dini untuk menduga. Bukankah sebagian dari prasangka adalah dosa? Tabayyun terlebih dahulu tentu akan lebih baik.
”Naya..., pasti lagi mikirin ikhwan dan akhwat yang lewat barusan. Iya kan?” Putri menebak pikiran Naya.
”Hmm... iya sih.”
”Pemandangan yang sangat riskan bukan?”
”Mana tau, mereka udah walimahan.” Naya mencoba menanggapi, walau sebenarnya hatinya mengakui pernyataan Putri yang lebih mengarah kepada sangkaan buruk itu.
”Mereka seniorku. Belum walimahan.” Ujar Putri datar sambil memandang laut lepas dari puncak bukit Limau Manih. Mereka kini telah berada di belakang PKM, dekat Asrama Putri Unand. Angin segar bertiup dari arah lautan membuat jilbab mereka berkibar. Sungguh, pemandangan yang menakjubkan sekaligus membuat fikiran yang jenuh menjadi segar. Maka, syukur sudah selayaknya membasahi bibir setiap insan atas begitu besarnya nikmat yang diberikan-Nya.
”Dahulu, ketika awal masuk, aku kagum dengan kakak akhwat tersebut. Kalau boleh dibilang, kakak itu adalah representasi akhwat militan di Fakultas Hukum. Aku, bahkan sampai menganggap kakak itu nyaris sempurna. Selain militan, pintar, anak orang kaya, anggun, juga pandai menjaga hijab. Aku masih ingat bagaimana nasehatnya ketika kami pengadakan pertemuan antar sesama akhwat sefakultas. Tapi, jika dilihat sekarang kondisinya, aku lebih menilai semua itu hanya sekedar lips service saja.” Putri mengeluarkan uneg-unegnya. ”Ini semua, sebenarnya membuatku cukup jenuh dan membuatku ingin kembali ke masa-masa pertama kali ketika aku mengenal islam lebih mendalam.”
Ya, Miris! Kondisi yang sangat memilukan!
”Ya. Naya sebenarnya juga merasakan hal yang sama.”
”Tau gak Naya, Hal ini pula yang membuatku syok ketika memasuki dunia kampus dengan interaksinya yang begitu cair dan terkadang begitu dekat. Hingga masa-masa SMA seringkali begitu kurindukan. Dulu, waktu di SMA, aku merasakan hijab yang begitu kental. Bahkan, jika bertemupun, kami jarang bertegur sapa dan lebih banyak menghindar. Padahal, jika dibandingkan tingkat pemikiran antara anak SMA dan mahasiswa yang sudah tertarbiyah dengan baik, tentulah mahasiswa jauh lebih paham. Walau ada juga kekurangan dari semua ini, yaitu amal jama’i terasa sangat kaku. Entah karena bi’ah islamiyah yang terbentuk di Rohis kali ya?”
Putri melanjutkan curhatnya. ”Waktu terus berjalan, dan kondisi hijab yang kian cair saat ini. Okelah kita memaklumi adanya kondisi yang begitu heterogen membuat semua kita harus lebih konvergen dalam menyikapi sesuatu. Pintu-pintu hijab yang tadinya tertutup rapat, perlahan mulai terbuka perlahan-lahan. Kerja-kerja jama’i menjadi hal yang tidak terlalu sulit dan kaku serta beku seperti dulu. Syuro-syuro ikhwan akhwat adalah hal yang biasa. Namun, perlahan qadhaya-qadhaya mulai bermunculan, syuro berdua ikhwan dan akhwat dengan dalih amniah (terlebih tanpa hijab yang memadai, dan bukan dalam kondisi darurat), obrolan-obrolan tidak penting yang mulai sering dilontarkan, ghadul bashar yang perlahan ditinggalkan. Virus-virus Merah Jambu mulai bertebaran, dan proses pernikahan yang tidak Islami dimulai dari sini.”
” Tapi... walau bagaimana pun tak bisa pula dipungkiri, akhwat mempunyai potensi fitnah yang teramat besar. Entahlah, namun terkadang apapun dari diri seorang wanita tampak begitu menarik. Suaranya, lemah lembut mengundang fitnah, tegaspun terkadang membuat penasaran. Tapi, kondisi itu semua tidakkah menjadi alert bagi hati kita untuk lebih wara’ dan waspada. Bukankah itu semua semata untuk menjaga diri, menjaga hati, dan menjaga kehormatan, izzah akhwat itu sendiri?”
”Naya juga merasakan seperti ada dilatasi, ada pergeseran makna yang sangat signifikan. Naya sebenarnya sangat kecewa dengan kondisi di BEM, atau di lembaga kemahasiswaan lainnya. Seoah-olah, hijab tak lagi menjadi benteng utama. Canda-canda yang begitu cair antara ikhwan dan akhwat adalah hal yang lumrah. Naya bahkan sempat mendengar adanya celoteh dari teman-teman lain, dia bilang gini, ’dulu saya salut pada orang-orang rohis karena bisa menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan, namun kini mereka sama saja dengan kami. Apa bedanya orang-orang yang berjilbab lebar atau yang jenggotan dengan mengatung dengan ’kami’, jika sikap mereka kayak gitu’.”
”Bukan hanya BEM dengan tingkat heterogenitas yang tinggi. Bahkan dilingkungan LDK/LDF sendiri!” Putri segera menimpali. ”Hal ini juga linier dengan penurunan kualitas ADK itu sendiri, baik disegi ruhiyah maupun fikroh. Bahkan, saat ini halaqah bukan lagi menjadi kebutuhan kebutuhan, melainkan sambilan atau tempat mampir sepulang dari kuliah. Membina bukan lagi menjadi kewajiban tetapi paksaan atau beban yang memberatkan. Dauroh dan Tatsqifpun bukan lagi menjadi sarana untuk meningkatkan tsaqofah keislaman yang sangat dibutuhkan, tetapi program-program yang dipaksakan. Itupun diikuti dengan hati berat dan ngantuk ketika materi berlangsung.”
”Tapi, Put, bukankah rasa ketertarikan antara ikhwan dan akhwat itu juga adalah sebuah hal niscaya yang tak mungkin bisa dinafikan?”
”Yah, kita bukan malaikat. Kita juga punya rasa ketertarikan dan kecendrungan. Medan ketertarikan antara ikhwan akhwat itu jauh lebih besar dibanding antara akhwat dengan teman-teman lain, setampan apa pun dia, atau sebaliknya, ikhwan terhadap wanita cantik, secantik apapun apapun dia. Walau tak bisa pula dibilang tak mungkin hal itu terjadi. Namun, kebanyakan orang-orang, tertarik kepada orang lain tergantung orientasi terbesar yang ada dalam dirinya. Seseorang akan tertarik, jika ada persamaan antara mereka, seperti fikrohnya, fisiknya, kecerdasannya, atau apapun itu.”
”Lalu?”
”Setiap orang punya kisah yang berbeda, bukan? Bohong, jika ada yang tak mengakui kalau dia tak merasakan hal-hal tersebut. Apalagi, medan sekarang yang terlalu global, dengan kondisi hijab yang juga sangat memprihatinkan. Tapi, masalah yang paling banyak adalah penyikapan yang salah terhadap perasaan itu. Apalagi, ada feedback, ada respon balik. Percayalah, jika setiap orang mau bertanya pada hati terdalam mereka masing-masing, maka sungguh mereka akan menemukan jawaban yang sesungguhnya. Bahwa, ada rasa bersalah ketika interaksinya tidak lagi dikoridor syar’i dalam kepentingan da’wah, bahwasannya ada rasa malu yang teramat sangat jika berjalan berduaan dengan yang bukan mahrom sebelum menikah, bahwasannya ada rasa tak enak ketika SMS-an dengan lawan jenis hanya untuk bercanda-canda dan hal-hal yang tak penting. Itu semua, bagi orang yang sensitifitas hatinya masih peka.”
”Oya, satu hal lagi. Aku melihat fenomena yang mulai janggal. Masih dengan topik yang sama, hanya saja versinya berbeda. Ada pula sebagian yang bersikap cair sama teman-teman ammah, tapi, giliran ke akhwat dia godhul bashor, bener-bener kayak tembok yang tak bisa ditembus siapa pun. Mestinya kan proporsional ya?? Bukankah teman-teman kebanyakan itu juga perempuan yang sama-sama berpeluang untuk menimbulkan fitnah. Lain lagi, dengan kakak senior yang merasa ’udah senior’ yang sikapnya ke junior beda jenis cair banget! Maksudnya disini, dari senior akhwat ke junior ikhwan. Ngerasa n mengangap sebagai adek gituh. Tapi, Seolah-olah hijab tuh gak ada lagi, kendatipun dari senior ke junior. Siapa yang bisa jamin hati kita tetap akan bersih, coba? Lagian, selisih umur 2 atau 3 bahkan 4 tahunpun bukan rentang yang panjang, bukan?”
Naya bungkam dengan apa yang disampaikan Putri. Gadis itu bisa merasakan resah dari hati bening milik Putri yang juga ia temukan resah itu di hatinya. Ia, Putri, dan seluruh ADK bukanlah manusia yang sempurna yang tak bisa menjamin hati masing-masing. Bukan! Sama sekali bukan. Maka, mintalah penjagaan dari Allah, jagalah Allah dihati.
Jagalah Allah ,maka niscaya Ia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau mendapati-Nya bersamamu; jika engkau minta tolong, minta tolonglah kepada Allah…. ( H.R Tirmidzi ). Karena dengan tetap bersama Allah, kita dapat bertanya kepada hati kita saat mulai melangkah menjauh dari jalanNya. Dengan bersama Allah, maka Dia akan menjaga kita apakah lewat saudara-saudara di sekitar kita yang tetap mengingatkan kita. Sebab, hak saudara terhadap saudara lainnya yaitu nasehat menasehati karena Allah. Dalam sebuah hadits, dikatakan bahwa Allah berfirman: ”Jika Aku telah mencintai hamba-Ku, maka Aku menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya, menjadi tangan yang ia memukul dengannya, sebagi kaki yang ia berjalan dengannya...” (HR. Bukhari)
Kasus itu, sebenarnya hanya sekelumit saja. Hanya sampel diantara begitu banyak akktivis da’wah lainnya yang masih memegang teguh kemurnian da’wah dan hakikat hijab yang sesungguhnya. Namun, sering kali, yang sedikit itu meninggalkan noda yang begitu besar terhadap da’wah.
Perasaan cendrung, adalah fithrah, dan merupakan sesuatu yang absurd untuk dimatikan, dibunuh, dan dienyahkan. Jika di Unand ini ada dua ribuan ADK, maka pasti ada dua ribuan pula kisah ’cinta yang fithrah’ itu. Namun, kondisi yang telah mengalami dilatasi itu sedikit banyaknya telah menciptakan moreng di wajah da’wah. Apalagi kasus itu telah begitu menjamur, dan...na’udzubillah, mulai dianggap sebagai hal yang biasa. Dan, pelakunya sendiri adalah orang-orang yang dengan pemahaman yang bagus dan tertarbiyah dengan baik. Kondisi miris, yang hanya sekelumit itu, tanpa disadari akan mengotori hampir keseluruhan ’bangunan suci’ bernama da’wah yang dari dahulu berusaha kita dan para pendahulu kita rintis bersama dengan keringat, air mata, bahkan darah.
Dan, satu hal lagi yang terkadang jarang disadari, bukankah khudwah adalah da’wah yang utama? Dan, bukankah, orang menilai dengan ’menggeneralisasi’ bahwa aktivis da’wah itu secara awam dinilai sebagai ’orang yang faham, yang tak mungkin akan melakukan hal-hal yang dilarang agama (walau, mustahil juga ADK tidak berbuat dosa). Lalu, ketika ada sekelumit oknum saja, yang berbuat kesalahan yang dilihat oleh banyak orang, --seperti kisah ikhwan dan akhwat tersebut--, maka orang akan menggeneralisasi bahwa semua ikhwan akhwat sama saja perangainya. Sedangkan aktivis da’wah aja begitu!? Masak sih kita ga boleh juga?! Bukankah itu semua akan menjadi pembenaran bagi orang lain? Lalu, apa gunanya lagi ikhwan/akhwat kita menyerukan suara kebenaran, bahwa pacaran itu haram, sementara saudaranya sendiri ’pacaran’, walau katanya sih, versinya ikhwan-akhwat. Sungguh naif!
Saatnya untuk kembali ke ashalah. Kembali, kepada kemurnian yang sesungguhnya. Begitu banyaknya media terutama buku bacaan, terkadang membuat kita sulit membedakan, manakah yang memang benar-benar murni mengajak kita kepada jalan yang hanif, dan mana cerita yang sebenarnya mengumbar syahwat, yang dikemas dengan gaya islami. Bayak sekali cerita-cerita yang berkedok islami, tapi, isinya na’udzubillah..., sama saja membenarkan tindakan nafsu syahwat. Kalaupun ingin mengungkapkan fakta dan kebenaran, maka seharusnya isi cerita itu tidak mengarahkan kepada hal-hal yang justru sebenarnya dilarang dengan disamarkan dengan topeng religius.
Yah, kembali ke Ashalah, makna dan penyikapan cinta yang sebenarnya. Sebab, kasus ini benar-benar telah menginvasi da’wah dari dalam. Seperti sel kanker yang sedang bertumbuh, yang jika tidak cepat-cepat dideteksi dan dipangkas dari sekarang, akan menyebar ke sel-sel sehat lainnya. Okelah, sekarang, kasusnya masih sedikit, tapi, bisa jadi suatu saat, --tanpa kita sadari--, telah mencapai stadium empat yang sulit untuk disembuhkan lagi, karena, yang awalnya masih murni, tak terkontaminasi, kini ikut terinfeksi dengan adanya pembenaran-pembenaran terhadap tindakan -tindakan yang mulai melenceng dari rel.
”Naya, ’afwan, aku harus balik ke sekre lagi nih. Mau rapat keputrian.”
”Oh...ya,..ya, tafadhol. Syukran yah, atas nasehatnya.”
“’Afwan. Sebenarnya, untuk menasehati diri sendiri kok.” Gadis itu tersenyum tulus. “Jika suatu saat, aku berada diposisi kakak seniorku itu, tolong diingatkan saja yah. Tak ada yang bisa jamin hati kita selain Allah kan? Assalamu’alaikum.”
”Wa’alaikumussalam warahmatullah.”
Sepeninggal Putri, Naya kembali tercenung. Tatapannya masih menyapu laut lepas yang terlihat biru berkilau-kilau diterpa sinaran mentari. Gumpalan awan menaungi lautan itu semakin membuat pemandangan lanskap itu terlihat menawan.
Panggilan adzan dari arah mesjid Nurul ’ilmi menyudahi lamunannya. Gadis itu beranjak. Meninggalkan sejumput asa yang menggumpal di dadanya. Segera ia mengistijabah panggilan Rabb, pemilik semesta.
***
Di lain kesempatan,
Secretariat BEM KM UNAND
”Mau kemana Kak?” Naya mendapati satu akhwat yang juga berkiprah di BEM yang wajahnya basah dengan wudhu’. Jam berapa ini? Masya Allah, jam 5 sore. Tapi, kok kakak itu...
”Mau shalat dulu.”
”Shalat?” Naya bertanya heran. Setengah terkejut. Masak sih jam segini baru shalat?
”Saya tadi rapat bareng ammah ukhti, jadi baru sempat shalat sekarang.” Sang Akhwat seolah mengerti keheranan Naya.
Masya Allah! Haruskah mengorbankan Allah? Padahal, justru ruhiyah yang bagus yang akan memberi kekuatan. Lha, kalau amalan yaumi sendiri sudah keteteran?
Memang, waktu yang tersedia adalah tidak lebih banyak dibanding agenda da’wah yang datang bertubi-tubi namun, kalau dilihat kondisi banyak saudara disamping kita, sungguh Naya merasa amat miris. Barangkali Naya juga. Bolak-balik sana sini, SMS sini situ, telpon sana sini, dan masih banyak sana sini lainnya, untuk da’wah katanya. Bagus memang, tapi, benarkah begitu?
Tanpa disadari, ternyata banyak yang terjebak agenda semacam ini. Akhirnya bagaimana? Katanya tuntutan profesinalitas, ibadah pun tergilas. Profersionalitas sempit kali ya? Apakah ini yang dimaksudkan ”rijal-rijal yang telah menjadi buih?” dulunya militan abis, sekarang, abislah militan. Nau’dzubillahi min dzalik.
Jika mesin butuh tambahan bahan bakar untuk dapat terus melaju, pun demikian, bahkan lebih dengan jiwa ini. Sungguh Allah lebih butuh bagi kita untuk diperhatikan. Semoga Naya termasuk orang yang menjaga Allah. ”Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu.”
Argumen-argumen itu bermunculan di relung fikirnya. Tiba-tiba, gadis itu merasa seolah-olah ada kekuatan energi yang menjadi dopping bagi ruhiyahnya. Gadis itu segera menyelesaikan pekerjaannya dan beberapa saat kemudian mulai tenggelam dengan tilawah Qur’an.
***
Be continue dengan kisah-kisah Naya yang lain....Sabar yaa nunggunya…hehehehe…
Nb: Kita saling mengingatkan ya Akhwat, jika nasehat adalah hak saudarimu, maka sudah menjadi kewajiban bagimu untuk memberikannya.

Dikutip dari Novel ”Rapsodi Sepotong Hati”, karangan Urang Keren Dari Syakuro

EPISODE TIGA MANUSIA

Episode Badu
"sialan tuh cewek!" Badu mengumpat keras persisi di gerbang kampus Ganesha yang selalu ramai oleh mahasiswa ini. wajah badu benar-benar terlihat sangat kesal dan marah. kemarahan itu sudah mencapai ubun-ubunnya.

badu berjalan sambil menendang apa saja yang ada di jalan. baik itu batu kecil, sampah minuman mineral, atau apa saja yang bisa ditendangnya. sampai-sampai batu runcingpun ikut jadi sasaran. namun, bukannya kecewa yang terlampiaskan, malah kainya kini berdarah.
kenapa? pasalnya, Mawar, ceweknya sejak setahun yg lalu tiba-tiba dilihatnya bersama orang lain (temannya sendiri pula!!!!) siapa yg ga kesal????

ingatannya melayang kepada kejadian beberapa minggu yg lalu, saat dia baru saja hendak melangkah dari ruang kuliah, dilihatnya wajah yang tak asing itu sedang berduaan dengan orang yang juga tak asing, teman se kosnya!
"Mawar???" badu terperangah. yg dipanggil malah cuek saja sambil senyum mengejek."teganya dikau!!!" badu masih sempat berbahasa puitis.
"Emang salah ya Mas? lo udah ga bisa diharapkan tuh!" mawar berkata sinis.

kembali badu menendang kerikil. kali ini lebih keras, hingga mengenai kepala satu orang mahasiswi. kontan mahasiswi itu marah. namun, badu tak peduli.
"hey..hey... mas! tahan dulu." tiga orang menghentikan langkahnya. tiga orang itu membopong tubuh penuh perasaan tertekan dan depresi itu.
"Sapa lo?" tanya badu serak.
"Lo ga usah takut deh. yang penting, gue akan bawa lo kepada kebahagiaan. "
"kebahagiaan? "
"Iya. lo ga percaya? ikut deh ama kita-kita." sambung yang satu lagi sambil melempar bahasa isyarat kepada temannya.
badu pasrah saja. asal ada yg mau membahagiaakannya, dia akan ikut. yang ada di benakknya hanya satu yaitu melupakan Mawar!

mereka membawa badu ke suatu kafe full musik dan 'aksesori2' lainnya. badu sih cuek aja, soalnya juga udah pernah ke tempat beginian meski masih coba-coba. disana badu ditawarin satu pil berwarna putih. awalnya dia ragu, namun, akhirnya dengan seteguk air, pil itu masuk saluran pencernaannya.

dalam beberapa menit, pemuda otu mulai merasakan kebahagian. serasa ke negri awan deh pokoknya. mawar? udah lupa tuh. badu benar-0benar merasakan dirinya fly, tanpa beban, tanpa masalah. pokoknya enak dah!!!

episode melati
"ayolah mel,... jangan kuper gitu donk." teman-teman se-ganknya merajuk.
"masak lo ga mau punya cowok siy? menyenangkan loh! lo bisa kemana-mana gratis. ada yg ngelonin deh pokoknya." yang lain ikut mendorong. si melati kebingungan. setahunya, pacaran itu kana ga boleh ya? tapi,... gimana ya?????
"alah! lo payah mel!" mereka berujar serempak. melati masih bingung, namun dia kukuh untuk ga bakalan pacaran. ga akan! kagak peduli apapun kata orang-orang!

selang beberapa waktu kemudian, sesuatu terjadi. (ternyata hati manusia itu bolak balik ya???)
waktu nungguin bus kampus menuju markas power ranger --kata orang-orang- - satu corolla mengkilap lewat. melati siy awalnya kagak peduli. abis, dah biasa siy berebutan bus kampus bersama ratusan mahasiswa lainnya di jam rawan. jam 8 pagi. tiba-tiba spion corolla mengkilap itu turun.
"Hey. melati kan?" tanya seseorang dari dalam. untuk sekian detik gadis itu terperangah. bukan hanya karena yang punya corolla tahu namanya, tapi, juga wajah "pierce brosnan' made ini padang itu yg membuat dia beberapa saat terpana.
"Kok bengong?" tanya si "pierce brosnan"
"Ka-..kamu siapa?"
"Aku dudu, temennya anggrek, kawan segank mu itu."
"oh.."
"Yuk bareng. pasti udah telat?" Dudu membukakan pintu.
melati naik. dan corolla itu pun melaju, meninggalkan ratusan mahasiswa lainnya yang masih berharap-harap iring-iringan bus putih datang.
"Jurusan apa melati?" tanya dudu.
"Sosial ekonomi peternakan."
"oh.." si dudu tersenyum. walah!!! melati kebat-kebit! daaa..n, melayang!

episode baba
"banci lo Ba!"
baba meradang karena dipanas-panasi begitu oleh rekan-rekan seangkatannya. mahasiswa arsitektur kampus yang akrab dengan serba yellow itu paling benci dibilang banci.
"Lo ga gentle banget deh. masak sama cewe' aja takut???"

merasa dipanas-panasi begitu, satu minggu kemudian dia berhasil memboyong cewe' manis bernama Bougenvil.
temen-teman se-ganknya bersorak.
"Nah, itu baru pejantan tangguh!" koor mereka.

Kembali, episode Badu.
badu merasakan tubuhnya menggigil. benar-benar menggigil. denyut jantungnya berubah tachycardia/ denyut jantung dengan frekwensi tinggi. keringat mengucur disekujur tubuh yang gemetar hebat itu. ada kesakitan yang amat sangat! dia merasakan seolah-olah akan mati saja!
"Aku harus mendapatkannya! !!!!!" badu berteriak! namun ia kesakitan. pil putih itu benar-benar tak ada. padahal dia sangat ingin mendapatkannya. atau, setidaknya satu jarum suntik yang berisi morfin. tau, paling ga, daun ganja!!! "Aku harus mendapatkannya! !!!!" kembali badu berteriak penuh kesakitan. tiga orang yang dulunya memberikan cuma-cuma kini menyeringai ganas.
"Ho..ho..., tak bisa kawan!!!! ga ada yang gratis di atas dunia ini!"
"Lo ambil deh handphone gue!" badu menyerahkan sony erricson W810 nya.
"INi belum cukup!!!!"
"plis...."
"Konci motor!"
demi barang haramnya, badu akhirnya menyerahkan jua benda yg diminta.
dan beberapa menit kemudian, kembali sosok yang semakin kurus dengan mata cekung itu terlihat fly. yah,... euforia!
sungguh,... hanya kenikmatan sesaat yang dijanjikan oleh barang perusak generasi itu. sanyang, badu tak menyadarinya. sem,entara, yg dipunyanya sudah dipersembahkannya demi mendapatkan satu jarum suntik berisi morfin. termasuk uang semsternya.

episode melati.
wajah melati terlihat sumringah! abis, kemana-mana dianterin cowo' guanteeeeeng, and perhatian lagi. persepsinya tentang pacaran berubah total.
"Walah. ga bener tuh pacaran itu haram! buktinya, aku merasakan manfaat yg begitu besar. kuliah tambah semangat. kalo' ada apa-apa, ada yg perhatian. pokoknya asyik dah! serasa dunia hanya milik berdua"
manfaat lainnya, kalo' ada gempa di labor, kan bisa cepet2 minta dianterin sama si dia. apalagi markas power ranger ini terbilang sudah hampir tak berdaya guna saking seringnya gempa. labor-labor yang berserakkan alat-alatnya. dinding yang hampir roboh. kalo' ada apa-apa, kan minta tolong ke dia! lagian, masak cowo' kayak dudu di sia-sia in siy? udah keren, tajir, baik lagi!!!"

tapi, satu hal yg ga disadari melati, semakin hari dia semakin ngerasa "safe' dengan dudu. yang awalnya cuma cerita-certia doang,... dengan radius 3 meter, 2 meter, lalu satu meter. dan,... dudu semakin berani aja megangin tangannya melati, dan seterusnya.. seterusnya. ... melati siy awalnya risih, tapi, dah enjoy aja sekarang. apalgi, ngeliat temen-temen se gang nya yang 'jauh lebih berani'.

hmm,.. hati manusia memang sering bolak balik ya? apalagi, antara amanusia dgn hatinya sendiri ada hijab. (Qs. al-anfal:24) . bermain api, memang kudu hati-hati. sebab, sedikit saja terjerumus, maka rentetannya akan panjang.ternyata syetan memang paling pinter mengambil celah dengan membuat sesuatu yang buruk seolah-olah terlihat indah.
okelah si melati terlalu yakin untuk bisa jaga diri "Aku yakin koq, aku gak bakal ngapa-ngapain sama dia. aku yakin bisa jaga diri". tapi,... besok-besok siapa yg jamin coba? siapa yg bisa jamin hatinya akan kekeuh. lah, kalo' ntar terperangkap gimana????

episode baba lagi.

baba dengan bogenvil makin serasi aja. kemana-mana berduaan. baba sampai rela-relanya beliin pernak-pernik mahal untuk bogenvil. abis, bogenvil mintanya macem-macem siy, mana barangnya mahal mahal lagi.
hari ini, "Mas, beliin ini ya?"
besoknya, "Kayaknya yg itu bagus deh Mas."
besoknya lagi, "Eh ya Mas,... aku ngidam ini loh. itu tuh yang kayak gitu."
besoknya lagi, "Mas, baju yang ini kayaknya cocok banget deh buat aku."
baba terbelalak, Hah?? masak satu helai baju aja 300 ribu? mana bajunya kekurangan bahan lagi! alias ngatung ke atas, ngatung ke bawah. baba mendengus. namun, demi bogenvil, demi nama abaiknya sebagai pejantan tangguh, demi pembuktian kongkrit kalo' dia tuh bukan cowo' banci, akhirnya dibelikannnya jua.

apa harga seorang pejantan tangguh cuma segitu doang siy? walah, si baba ada-ada saja! wah, persepsinya diliat dari sudut pandang mana tuh ya, si baba nya???
padahal, orang yg kuat, (pejantan tangguh) itu bukan yg hebat gulat, tapi, yg bisa nahan marahnya (kata nabi). olalalala... ., kok nyambungnya kesini siy.??

kembali ke Badu.

badu meringkuk disebuah kamar mungil. pandangannya kosong menatap kedepan. badu kepergok ketika lagi fly di kamar kosnya. rupanya ibu kos sudah curiga.
kali ini dia di panti rehabilitasi buat pengguna narkoba. lebaran semakin dekat. dan tentu saja hanya penyesalan besar yang ada di benaknya kini. kuliah terbengkalai. harta benda habis. masa depan hancur. dan badan remuk. terkenanglah badu pada kampung halaman,... sambil meratap, "Mak, maafkan badu. anakmu yg durhaka ini. engkau susah payah nyariiin biaya kuliah jauh-jauh ke kota kembang ini dengan membanting tulang, daku malah jadi begini.oh mak. daku tak punya apa-apa lagi. sia-sia sudah semuanya. sia-sia sudah daku bersussah payah nembus kampus yg kata orang tempatnya orang-orang cerdas ini. sia-sia sudah daku blajar dan nyiapin SPMB kalo' hanya akan begini ujungnya. padahal, daku bangga sekali bisa kuliah disini dulunya."

episode melati

melati tersedu-sedu. hampir saja dia terjerumus lepada dosa besar. untung, Allah masih menyelamatkannya. "Ternyata dudu itu buaya darat!!!" umpat melati di sela isak tangisnya.
teringat itu, maka dia kembali mengenang, dulunya dia tak pernah terpikir akan seperti ini ujungnya."Dudu sialan!!!"

gadis itu kembali ingat, dudlu dia pernah belajar mengaji, belajar shalat. namun, dudu membuatnya lengah. hiks, padahal ramadhana tahun lalu dia bisa khatam 1x tilawah qur'an. gara-gara dudu, dia cuma bisa namatin satu juz saja.

episode baba

baba kehabisan duit.
ongkos pesawat di habisin untuk membelikan pernak pernik bugenvil. wah, mau pulang kampung pake apa?????
"maafkan aku maaaaaaaaaaak! !!" tangis baba pilu.

_the end_

INFEKSI IMAN

Saudaraku, istilah infeksi tentu tak asing lagi bagi kita. Mungkin kita pernah berteriak kepada anak yang mengalami luka, “Hei, mengapa lukanya tidak dikasih perban, nanti infeksi loh” atau “Liaht tuh, bekas luka kemaren bernanah. Pasti infeksi ya?” Bisa juga, “Tuh anak meninggal karena terjadi infeksi di dalam kepalanya akibat kecelakaan kemaren.” Singkatnya, istilah infeksi tentu sudah sangat akrab ditelinga kita, yaitu suatu peristiwa tumbuh kembangnya mikroorganisme berupa bakteri atau virus ataupun jamur dalam jaringan tubuh kita.
Tahaukah kau saudaraku, ternyata ada rentetan panjang peristiwa yang telah terjadi di dalam tubuh kita sebelum terjadinya infeksi tersebut. Barangkali tidak kita sadari, bahwa ada satuan terkecil dari tubuh ini yang bekerja dan perperang melawan perkembangan mikroorganisme tersebut untuk mencegah terjadinya infeksi.
Ketika suatu benda asing (misalnya bakteri) masuk ke dalam jaringan tubuh kita maka serta merta tubuh akan memerintahkan satuan keamanan untuk melakukan pertahanan terhadap serangan yang dilakukan sang ‘makhluk’ asing. Pertahanan lapis satu adalah pertahanan benteng luar yaitu pertahanan fisik berupa kulit dan selaput lendir. Misalnya, jika memasuki sistem pernafasan maka tubuh akan bersin untuk mengeluarkan zat asing itu. Jika sang kuman atau zat asing masih bandel dan berhasil lolos maka sistem pertahanan tingkat dua akan berperan yaitu dengan mengeluarkan zat-zat kimia yang memungkinkan untuk membunuh kuman atau zat asing tersebut. Salah satu contohnya adalah zat asam pada lambung.
Jika pertahanan lapis kedua gagal, maka pasukan keamanan yang ketiga akan mengambil peran. Pasukan ini yang disebut imunitas atau sistem kekebalan tubuh. Nah, pertahanan lapis benteng ketiga ini bekerja dengan lebih mikroskopis. Pasukan pada benteng ketiga ini akan segera mengenali zat asing kemudian membentuk pagar betis. Pasukan pagar betis inilah yang akan bekerja terhadap zat asing dengan jalan menetralkan benda asing tersebut, lalu kemudian menghancurkannya dan terakhir mengeliminasi dari tubuh.
Ternyata itu saja belum cukup, saudaraku. Masih ada juga yang berhasil lolos dan menembus pertahanan itu dan mampu menembus sampai ke tempat terkecil dari tubuh kita yaitu sel. Untuk ini, tubuh akan membentuk benteng pertahanan yang keempat di bagian terkecil dan tempat yang paling ’terpencil’ itu. Pada benteng pertahanan ini akan membunuh kuman dengan jalan memakan zat asing itu lalu membuangnya. Jika benteng keempat ini tidak berhasil, maka bisa dipastikan tubuh kita terpapar apa itu yang kita sebut infeksi.
Saudaraku, jika tubuh kita saja melakukan perlawanan demikian rupa terhadap benda asing, lalu bagaimana dengan hati kita? Tentu saja, hati kita memiliki benteng pertahanan yang analog dengan sistem kekebalan tubuh tersebut. Kalau kita boleh menamakannya, barangkali bisa disebut imunitas keimanan. Sebuah proteksi terhadap keimanan di bilik hati.
Sungguh godaan dunia, bisikan syetan la’natullah, rong-rongan nafsu, dan begitu banyaknya kemaksiatan yang menari-nari di depan kita akan mempengaruhi keimanan kita. Ada grafik naik dan ada grafik turun. Yazid wa yankus. Dalam penciptaan diri kita, Allah pun telah menganugrahkan kepada kita dua potensi, yaitu fujur dan taqwa.
”Demi jiwa serta penyempurnaan ciptaannya, maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan (fujur) dan ketaqwaan. Sungguh beruntung orang-orang yang menyucikan jiwa itu, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (Qs. Asy Syams [9] : 7-10)
Sudah jelas bahwa dalam diri kita potensi untuk berbuat kejahatan itu pasti ada. Namun, Allah juga berikan potensi ketaqwaan dan kecendrungan kepada kebaikan. Di sini, Allah telah berikan pilihan kepada kita apakah kita termasuk orang yang menyucikan dan selalu mewarnainya dengan kebajikan atau sebaliknya, mengotorinya dengan lumpur dosa-dosa.
Saudaraku, sungguh hati adalah benda yang sangat sensitif. Apapun pengaruh yang diberikan kepada hati, sekecil apa pun itu, akan memberikan suatu after effect yang kemudian berujung pada positive feedback atau negative feedback terhadap kondisi ruhiyah dan kondisi keimanan kita.
Sama seperti imunitas pada tubuh, ketika hati kita terpapar zat asing berupa dosa-dosa maka imunitas keimanan akan bekerja. Jika hati yang senantiasa dihiasi dengan keimanan, sungguh akan ada alert memberi peringatan kepada jiwa kita bahwa bahwa apa yang kita lakukan itu sudah tidak lagi berada pada koridor-Nya. Hati akan segera memberikan peringatan agar menghentikan perbuatan dosa tersebut. Jika kita bersedia mendengar kata hati itu, sungguh akan kita dengar sebuah warning yang akan menjadi benteng pertahanan dan protektif terhadap ruhiyah. Sungguh beruntung orang-orang yang menyucikan jiwa itu...
Bukankah sebuah kebaikan adalah sesuatu yang jiwa kita merasa tentram karenanya dan dosa itu adalah sesuatu yang membuat hati menjadi kacau, gelisah, tertutup dari nasehat serta tidak senang jika diketahui oleh orang lain? Rasulullah telah memberikan alert tentang hal ini dalam sabdanya dari Wabishah bin Ma’bad yang datang kepada Rasulullah. Lalu beliau bertanya ”Apakah kamu ingin menanyakan tentang kebaikan?” Wabishah bin Ma’bad menjawab ”Ya.” Beliau bersabda : ”Tanyakanlah kepada hatimu sendiri. Kebaikan itu adalah sesuatu yang membuat jiwa menjadi tenang dan juga membuat hati menjadi tenang. Sedangkan dosa itu adalah sesuatu yang membuat kacau pada jiwa dan membuat ragu-ragu pada hati, walaupun orang memberi nasehat kepadamu.”
Jika kita mulai mengabaikan warning yang diberikan hati, maka itu artinya benteng imunitas keimanan kita yang pertama sudah jebol. Benda asing atau toksik yang menyerang pertahanan ruhiyah kita berhasil menerobos sampai ke celah-celah hati terkecil sekalipun. Hal ini analog dengan kondisi kekebalan tubuh yang tak mampu menghancurkan kuman yang masuk ke dalamnya. Bayangkanlah jika hati kita terus-menerus terpapar zat-zat toksik berupa dosa dan mengabaikan peringatan dari hati. Sungguh, ia akan bertumpuk dan terus bertumpuk, terakumulasi di hati membentuk noda hitam yang menutupinya dari cahaya hidayah-Nya, dari nasehat, dari nilai-nilai kebaikan yang diberikan kepadanya. Ia menjadi kebas dan tidak lagi merasa bersalah dengan dosa-dosa yang telah diperbuat. Saat dosa sudah dianggap sebagai hal yang biasa saja. Sungguh, jika sudah demikian, telah terjadi infeksi pada keimanan kita. Mikroorganisme bernama dosa itu ternyata telah berhasil bertumbuh kembang di hati yang semakin hari semakin jauh spektrumnya. Bukankah setiap kejahatan yang kita lakukan akan diikuti dengan kejahatan berikutnya? Merugilah orang-orang yang mengotori jiwanya...
Saudaraku, sungguh sehalus-halusnya kehinaan di sisi Allah adalah dengan tercerabutnya nikmat kedekatan kita dengan-Nya. Hal ini ditandai dengan berkurangnya kualitas dan kuantitas keimanan kita. Penurunan yang drastis grafik keimanan tanpa ada peningkatan yang berarti dan signifikan. Apalagi syetan la’natullah senantiasa menggoda dan membuat terasa indah bagi kita suatu perbuatan dosa.
Na’udzubillah, pada ujungnya infeksi keimanan ini akan mencapai taraf akut dengan status yang sangat berbahaya. Saat itu, Allah kunci mati hati kita dari kebenaran. Saat hati tidak mampu lagi membedakan mana yang yang benar dan mana yang salah. Saat itu, hati mengalami kelumpuhan.
”Maka, apakah mereka tidak berjalan di muka bumi lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada.” (Qs. Al Hajj [22] : 46)
Maka dari itu saudaraku, mari kita segera cegah berkembangnya infeksi itu. Mari kita obati infeksi yang telah terlalu jauh menggerogoti iman. Jika kita mengharapkan kita bebas dari infeksi semua kuman, barang kali kita hanya bisa hidup di ruang steril yang vakum. Tentu hal itu takkan pernah mungkin terjadi. Sama pula halnya dengan iman kita yang takkan pernah mungkin bisa steril dari dosa dan kemaksiatan. Sebab hampir setiap saat kemaksiatan itu ada di sekeliling kita. Akan tetapi, setiap infeksi akan ada pertahanannya dan akan ada obatnya. Demikian juga infeksi iman. Allah telah sediakan fasilitas taubat sebagai penawarnya. Allah bahkan merasa gembira dengan taubat hamba-Nya. Bukankah ini sebuah tawaran yang menggiurkan? Allahu'alam bish shawab. Astaghfirullahu li wa lakum ajma'in. Hadanallahu wa ajma'in. Hafadzakumullah.
”Ya muqalillibal quluub, tsabit qalbi ’alaa diinik, watho’atik.
Wahai Dzat yang Maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati ini atas agama-Mu dan keta’atan kepada-Mu.”

Home Sweet ”Syakuro”, 25 Syawal 1429 H
Fathelvi Mudaris

PERNIKAHAN

PERNIKAHAN
By : ipi tyf
Pernikahan!
Sebuah kata yang sesungguhnya masih sangat jauh dari jangkauan fikiranku saat ini. Akan tetapi, entah kenapa, aku begitu tergelitik untuk menuliskannya.

Nyaris setiap hari begitu banyak orang yang datang ke rumah untuk menanyakan berbagai permasalahan rumah tangga. Suatu hari, aku menerima tamu seorang perempuan muda yang masih seumuran kakak sepupuku. Wanita itu hendak mencari ayahku untuk meminta solusi mengenai permasalahan rumah tangganya yang sudah seperti diujung tanduk. Sayang sekali ayahku waktu itu sedang ke luar kota, jadi yang kebetulan ada di rumah waktu itu adalah aku dan adikku yang masih kelas IV SD.

Wanita itu pada akhirnya menumpahkan cerita padaku. Jadilah aku penasihat dadakan seorang wanita yang sudah berumah tangga. Padahal, aku Cuma gadis di awal masa dewasa yang sama sekali tak mengerti akan permasalahan rumah tangga dan, tentu saja aku belum menikah!

Sang wanita bercerita, bahwa sudah lama dia cekcok dengan suaminya. Suaminya yang kerap bermain tangan dan sangat kasar. Nafkah lahir pun sangat jauh dibawah standar. Bayangkan, dengan 20 ribu, hari gini apa sih yang bisa dibeli? Belum lagi, suaminya itu sekarang tengah berpacaran dengan teman dekatnya yang juga sudah punya suami dan anak. Setela puncak pertengkaran sengit, ketika wanita itu sudah sangat capek menahan hati, akhirnya sang wanita pulang ke rumah orang tuanya beserta dua orang anak dan satu calon bayi yang tengah dikandungnya. Ironis!

Aku tak ingin membenarkan sepenuhnya apa yang disampaikan wanita itu. Sebab, aku belum mendengar cerita dari sang suaminya. Namun, sebagai perempuan, aku memang cukup merasakan apa yang dirasakannya. Hanya saja, aku patut acungkan jempol ketika wanita itu tetap ingin mempertahankan bahtera rumah tangganya yang porak poranda hanya demi anak-anaknya, dikala kebanyakan wanita sepertinya lebih memilh untuk bercerai saja. ”Saya tak bisa mencari penghasilan, bagaimana saya akan menghidupi anak-anak saya nanti?” paparnya.

Ada banyak kasus lagi yang sempat kudengar. Hanya karena biji cabe rawit saja, ada sepasang suami istri yang melepas akad yang sakral itu di pengadilan. Lalu, karena ketidaksesuaian sedikit saja perengkaran terjadi. Adapula yang mengedepankan ego sehingga yang ditemukan bukan saling mengalah tapi saling menonjolkan urat leher. Ada pula yang berpendidikan tinggi, seorang guru pula, yang tanpa angin tanpa hujan, tiba-tiba meninggalkan istrinya demi seorang janda yang juga seumuran dengan istrinya. Padahal tak ada yang kurang dari pelayanan sang istri terhadap suaminya itu. Sebaliknya, banyak juga laki-laki yang ditinggal oleh istrinya tanpa sebab dan musbab yang jelas. Bahkan, ada pula keluarga ustadz yang bermasalah. Keluarga yang semstinya menjadi teladan bagi lingkungan disekitarnya. Huaa..., semua serba ruwet lah!

Mendengar semua kisah ini, aku jadi berpikir ulang. Mencoba membuka-buka kembali lembaran file-file catatan harian yang sekaligus sebagai self upgrading, masterplan serta lembar muhasabah.
Target jangka menengah! Menikah! Membina keluarga ideal yang jauh dari pertengkaran. Sebuah keluarga da’wah, keluarga Al-Qur’an yang membina generasi-generasi qur’ani. Mapan. Cerdas. Aku ingin, suatu saat nanti menjadi istri yang terbaik dan ibu yang profesional. Aku ingin menjadi ibu yang terbaik. Aku ingin, suatu saat melahirkan dan membina calon-calon pemimpin masa depan yang tak hanya cerdas cara berpikirnya, tapi, berisi dadanya dengan intensitas keimanan.
Huaa...., ideal bukan?

Yah, aku yakin banyak yang memimpikan keluarga seperti ini. Tapi, semua kenyataan diatas membuatku kembali berpikir ulang. Dan pada akhirnya, aku mengambil sebuah konklusi bahwa, tak selamanya sesuatu yang idealita itu sesuai dengan realitanya. Dalam mempersiapkan diri untuk menuju jenjang itu, kita semua juga mesti siap dengan berbagai konsekuensi. Tak hanya yang manisnya, tapi, pahitnya juga.
Satu hal yang menjadi garis bawah dalam pandanganku saat ini adalah, untuk membentuk keluarga yang cerdas dan ideal, mesti BUTUH PERSIAPAN. Tidak bisa hanya sekedar learning by doing saja. Sungguh akan sangat berbeda produk yang dihasilkan dari orang-orang yang sekedar menikah lalu punya anak dan kemudian anaknya besar lalu menikah lagi, dengan orang-orang yang memiliki persiapan dan strategi-strategi tertentu dalam mempersiapkan sebuah bahtera rumah tangga.

Setiap anak yang terlahir keatas dunia ini akan dibesarkan oleh lingkungannya. Dan hampir setiap anak yang lahir kedunia ini mengatakan, ”Ibu saya adalah ibu yang terbaik.” apapun metoda yang diberikannya. Kenapa? Karena, pikiran dan persepsi anak tentu sudah terpola metode tersebut. Dan, tentu saja, semua berawal dari apa yang diterapkan oleh ibunya. Maka benarlah, bahwa ibu itu adalah madrasatul ’ula, sekolah pertama bagi anaknya. Menurutku, : INILAH SAATNYA UNTUK MEMBANGKITKAN CALON PEMIMPIN MASA DEPAN YANG BERADAB DIMULAI DARI PENDIDIKAN ANAK YANG BAIK DARI SEKOLAH PERTAMANYA. Itu artinya, inilah saatnya untuk memperbaiki pola pendidikan bagi calon-calon ibu. Bagaimana seorang calon ibu, mempersiapkan semua itu. Learning! Learning!! Baca....baca........baca..........!!!