GUNDAH DI HATI TIARASuntuk!!
Kuhempaskaan buku-buku yang dari tadi memang sudah berantakan diatas meja belajarku. Aku gak tau mesti ngapa-ngapain. Ugh,… udah tiga jam kubahas soal-soal ini, gak satupun dibenakku muncul penyelesaiannya.
Akhirnya, kurebahkan tubuh jangkung ku di atas difan bersprey biru tua di kamar kos2an ukuran 3 x 4 meter ini. Pandangan ku menerawang ke langit-langit kamar. Teringat papa mama yang menitip harapan ketika kaki ini melangkah meninggalkan kampung halaman tercinta demi sebuah cita-cita. Ingatanku kembali melayang pada per cakapan beberapa teman-teman selokalku yang sempat kucuri dengar ketika berada di mushalla kampus.
“ berapa IP lo Ran?”” 3,7”
“wow,,, kereen!!”
“lo brapa?”
“Cuma 3,2”
“kalo’ lo?”
“ aku sih,,, Cuma 2,9”
“lumayan lah”
Hatiku terasa miris. “ ah, mereka gak bersyukur banget sih,, tuh nilai udah tinggi, tauk” hati ku jadi gusar sendiri. Sekaligus iri melihat nilai2 mereka yang bisa dibilang tak mengecewakan.
Jika sudah begini, aku jadi selalu ingin menyalahkan diriku sendiri. Kenapa aku begitu rendah diri dan minder? Kenapa aku begitu tertutup? Kenapa aku tgak bisa interaksi dengan lingkunganku layaknya teman-temanku yang lain? Kenapa, kawanku itu itu hanya mau ngomong denganku seperlunya saja? Kenapa…kenapa…kenapa???
Tiba-tiba aku merasa jadi manusia paling malang didunia. Aku merasa semakin terpuruk. Apalagi semenjak KHS semester ganjil kemaren keluar. Aku merasa aku benar2 tak punya potensi apa2. aku merasa hanya sebagai sampah yg memang gak ada gunanya di dunia. Transkrip nilai yg tak sedap di pandang. Organisasi?? Apalagi!!! Punya teman aja gak, apalagi organisasi.
Ugh… beeteeeeee…..!!!!!
* * *
Dengan sisa hati yang gundah, kuseret langkah menuju kampus pagi ini. Aku sebenarnya sangat tak berselera untuk ke kampus. Tapi, apa hendak dikata? Lagi-lagi aku tercenung di pojok mushalla kampus. Pikiran ku melayang2 entah kemana. Masih terngiang di telinga ku pertanyaan retoris Pembimbing Akademisku “ Nak, kamu ngapain aja selama ini? Kok nilainya seperti ini?”
Aku? Yah… hanya bisa gigit bibir menanggapinya di waktu itu. Dan hampir terbelalak ku tatap KHS di tangan sang PA. nilaiku tak lepas dari range C dan D. paling tinggi Cuma Bahasa Indonesiaa. Itu pun Cuma B minus. Deu… nasakom(nilai satu koma) banget!!!!
Fiuffff…
Ku hembuskan nafas kuat2.melepas gundah yang menyapa jiwa, yang mendera hati. Apa yang salah dari ku???
Bosan dengan itu, kuedarkan pandangan ke seantaro mushalla yang mungil ini. Ku mencari satu sosok yang selalu tersenyum hangat kepadaku. Biasanya dia selalu ada disini jam2 segini bersama Al-Qur’an mininya. Suara merdunya yang membuat aku ter haru, meski hanya diam-diam aku nguping dia yang lagi tilawah. Atau hanya untuk sekedar melihat wajah teduhnya, aku betah berlama2 disini. Maklum, sepertia biasa, aku seolah2 layaknya pengamat sejati yg hanya bisa memonitor dari belakang. Aku tak punya satu orang teman pun tempat berbagi. Sifat pendiam ku yang tlaah mengekang smua itu.
Kembali ku mencaricari dengan sudut mata ku. Aha,, itu dia! Lagi-lagi sedang tilawah. Hmmm… apa sih yang kurang dari dia? Wajahnya sedap dipandang. Hatinya santun. Dia selalu ingain bersahabat dengan siapa saja. Termasuk aku yang hanya seperti ini. IP? Jangan di Tanya! Wisuda kemaren, dia lulus dengan pujian dan menjadi lulusan terbaik fakultas. Cumlaude!!! Lalu apa lagi yang kurang darinya???
“Ada pa dek? Kok kayaknya suntuk banget?” tiba-tiba sosok itu sudah ada disamping ku. Membuyarkan semua lamunanku.
“Eh,..kakak! ah, gak pa-pa. gak papa kok kak” aku tergugup
“ Benar?”
“ Hmmm…gimana yah?”
“Tuh kan!? Hayo… gak boleh boong! Lagi ada masalah kan?”
Ragu kutatap sosok itu. Cerita gak yah????
“ayo lah! Cerita aja!” waaajah itu masih tetap ramah dengan senyum yang hangat. Binar di mata beningnya itu, ah…terlalu bersahabat sekali.
“Hm… kak, tiara minder!
“minder kenapa tiara?”
“ itu,…nilai ku kak,,, ancur smua. Aku memang orang yang tak bisa diharapkan, kak!” gumamku putus asa.
“sttt…gak boleh ngomong kayak gitu!”
“tapi ini bener, kak!”
“tiara sayang,,, tau gak?” kakak itu menaruh kedua tanganya di bahuku. Aku mendongak sedikit pebnasaran.
“apa kak?”
“kakak liat potensi bagus pada diri kamu” katanya datar, tak terlihat berbohong.
“benar kak? Untuk pertama kalinya aku merasa berharga.
“he em” kakak itu mengangguk mantap.
“tapi kak… kakak gak tau gimana tiara”
“emang tiara kenapa?”
“itu, yang tadi tiara bilang. Kakak kan gak tau gimana tiara. Nilai tiara. Gimana tiara dengan teman2. ah, tiara emang gak berguna!” air mata ku yang dari tadi masih berbendung di pelupuk mata, akhirnya jebol juga, membentuk dua anak sungai.
“sttt,,, tiara gak boleh ngomong kayak gitu.” Kali ini kakak itu meraih tanganku dan menggenggamnya erat “kakak mau cerita sesuatu. Tapi, kamu harus janji , klo setelah kakak cerita nantinya, kamu harus bersemangat. Key???”
ragu-ragu kuanggukkan kepalaku.
“tiara tau, gimana kakak 4 tahun yang lalu?” aku menggeleng.
“empat tahun yang lalu kakak bukan seperti kakak yang sekarang. Kakak mungkin lebih buruk dari yang kamu kira. Kakak punya rasa minder yang tinggi dan sulit berinteraksi. Gak hanya itu,kakak juga males2an kuliahnya. Kuliah bolos terus. Titip absenlah. Pura2 sakitlah. Ujian nyonteklah. Nah, pas UAS fisika, kakak benar2 gak siap waktu itu. Kakak mutusin utk membuat catatan kecil yang panjang n bisa dilipat2. pas waktu ujian kakak nyoba nyontek rumus dari situ. Tapi…ketahuan! Kakak langsung di usir ke luar ruangan dan lembaran jawaban kakak disobek. Dan otomatis nilai kakak langsung E! gak hanya itu, catatan kecil itu dipajang di jurusan n foto kakak juga dipajang beserta surat permohonan maaf! Bayangkan, betapa memalukannya!” aku terbelalak mendengar uraian kakak itu. Gak nyangkaaa….
“ kalo tiara dihadapkan diposisi yg sama n andai tiara menjadi kakak di waktu itu, apa yang akan tia lakukan?”
“tiara akan cabut aja kak. Tiara pasti gak bakal pernah menginjakkan kaki di kampus lagi. Atau… bunuh diri aja sekalian!!” kujawab spontan
“kakak juga berpikiran sama dengan kamu waktu itu. Hanya saja itu semua gak kakak lakuin. Kakak dengan muka badak tetap aja datang ke kampus, meski tatapan aneh semua orang selalu menguntit kakak. Kakak merasa dikucilkan dari pergaulan. Pokoknya, smua orang rasanya menilai negative aja terhadap kakak.”
“ kakak benar2 putus asa. Gak tau mesti ngapa2in. mau pulang, takuuut banget. Rasanya almarhum ayah marah banget sama kakak. Kakak takut sekali telah mengecewakan ibu yang udah berharap banyak sama kakak! Hingga beberapa minggu kemudian, PA kakak manggil ke ruangannya. Dari sana lah awal segalanya. Bapak itu, adalah bapak terbaik yg pernah kakak kenal. Jarang2 dosen mau berbaik hati macam beliau. Kakak dikasih nasehat,
“ saya melihat potensi besar pada diri kamu. Khususnya mata kuliah yg saya ajar (waktu itu, kakak emang jago untuk kimia tapi, yang lain benar2 ancur) Tapi sangat disayangkan kamu berbuat demikian. Saaya yakin kamu sedang khilaf. Ya bukan?” pertanyaan bapak itu membuat kakak sedikit bersemangat. Kakak bukannya khilaf, tapi sengaja malah!!
Pesan bapak itu yang paling berkesan sekali adalah
“ nak, satu yang harus diingat, setiap manusia itu telah diberikan Allah potensi. Potensi itu sangat luar biasa sekali. Tapi, amat jarang manusia bersyukur. Kenapa sangat jarang manusia yg bersyukur? Karena sedikit yang mau menghargai potensi itu. Kita semua mungkin sangat tau betaapa luar biasanya potensi itu.
Nak, pikiran kamu itu kini terbelenggu. Kamu selalu merasa gak bisa bukan?? Itu pembelenggu utama yg membuat kamu seperti ini. Bukankah manusia itu seperti apa yang dipikirkannya terhadap dirinya sendiri? Manusia akan membentuk paradigma dalam hidup sesuai dengan apa yang menjadi pola pikirnya. Dan, pola pikir itu yang membuat kamu seperti itu!!
Nak, bumi Allah ini luas. Ayat2 Allah yang bertebaran di muka bumi ini belum terlalu cukup untuk dipelajari. Bukankah Allah telah memberikan penuntunnya di dalam AlQur’an yang kariim? Kitab yang terjaga kemurniannya. Dan kitab itu akan terus dibuktikan2 dan dibuktikan lewat pembuktian ilmiah. Allah sendiri sudah bilang, kalo kelak kebenaran Al Qur’an itu sedikit demi sedikit akan tersibak.
Nak, kita adalah generasi penerus perjuangan itu. Dan kita berkecimpung di dalam dunia yang dekat dengan pembuktian ayat2 Allah bukan?? Lalu, kenapa kita tidak ikut pula menjadi salah satu prajurit-Nya lewat bidang yang kita geluti?
Nak, muraqabatullah! Itulah kuncinya yang belum dimiliki oleh kebanyakan mahasiswa. Rasa bahwasannya kita selalu di awasi oleh Allah. Kalu hanya untuk menjadi sarjana, cara apapun bisa dilakukan. Tapi, setelah itu? Apa kita akan terus-terusan jadi sarjana yang tak tau apa-apa? Nak, di lain pihak, Allah maha tau apa yang kita perbuat. Kita mencontek, mungkin dosen pengawas terkibuli. Tapi, Allah? Apa kita bisa bersembunyi dari Allah? Dan yang lebih ruginya, kita telah mengibuli diri kita sendiri!
Nak, bapak yakin, kamu adalah salah satu dari orang yang akan memngkitkan islam lewat ilmu yang kamu geluti. Bapak sangat yakin sekali itu”
Kakak tercenung mendengar nasehat bapak itu. Ada gemuruh di hati kakak yang membuat kakak terasa ingin bangkit! Tapi, lagi2 kakak merasa tak berguna, mengingat kejadian itu. “ tapi pak, apa semua yang telah saya lakukan ini bisa mengantarkan saya kesana? Bagaimana saya bisa mengembalikan kepercayaan semua orang??? Saya tak yakin dengan itu pak”
“saya berani menjamin!”
“bba..ba..gai mana cc..caranya pak?”
“saya berani menjamin, asalkan kamu mau berjanji pada Allah untuk lebih baik dan memberikan kontribusi bagi tegaknya islam. Asalkan kamu mau merubah paradigma dan cara berpikir kamu bahwasannya kamu memang bisa!!! Kamu sanggup???”
“sanggup pak! Insya Allah saya kan wujudkan itu” kakak teriakkan takbir seraya bergemuruh sebuah spirit baru dalam hati bahwasannya kakak harus berubah. Harus!!!!!!
Ada rasa yang bergemuruh di hati ku. Yah, spirit yang ditularkan sosok di hadapan ku ini. “Allahu akbar! Allahu akbar!!!” gemuruh takbir memecah ruang sunyi di hatiku.
“ kamu mau pula berjanji, kan tiara???”
padang, 23 rabi’ul awwal 1427 H
by, TYF ( thelvi yulea faris)