Beberapa kesalahan dalam mendidik anak

Aha..haa.., kayak yg udah pengalaman ajah nih yeee. Ehm..ehm.., enggak lah! Belum pengalaman koq.
Jadi begini loh, critanya. Suatu hari, di subuh yang sahdu (cieee, koq jadi puitis begini yah??), di sebuah mesjid yang tak begitu megah, ada kuliah subuh. Semacam kultum begitu. Nah, tema yang diangkatkan kali ini bagiku saaaangaaaaaaat menarik, karena memang kenyataan yang sering dijumpai di lapangan. Tentang apa hayyo?? Yap! Tepat sekali, KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK! Secara, diriku suka sekali mengamati anak-anak, tentulah tema ni menjadi snagat menarik bagiku.

Karena menarik itulah, akhirnya aku juga tertarik untuk menuliskannya di sini.
Beberapa kesalahan dalam mendidik anak.
1. Orang tua sering menuntut anak untuk melakukan suatu perintah tanpa menjelaskan alasannya.
Misalnya : cepat pakai bajumu! Jangan ganggu adikmu! Bikin PR kamu itu segera! Ganti bajumu! Bagun! Cepat mandi! Cepat tidur! Jangan main di sana! Dan sederet kalimat perintah lainnya! Hal yang seharusnya dilakukan adalah memberikan pemahaman dan alasan mengapa ia harus melakukan hal tersebut. Apa sebabnya, apa akibatnya.
Kenapa? Karena anak kecil, umumnya memiliki pengalaman yang terbatas. Mereka ga bisa mikir kalo larangan dan perintah yg kita berikan itu sebenarnya buat kebaikan si anak juga. Makanya, kita mestilah kasi pemahaman ke dia. Gimana sih baiknya. Gituuuh…

2. Kaku dalam menetapkan aturan bagi anak. Seorang anak yg dibesarkan di ranah otoriter yang kaku akan merasa putus asa, apalagi di saat orang tua gak pernah peduli dengan usaha terbaik yang ditunjukkannya pada orang tua. Ia jadi ngerasa berada dibawah tekanan, sehingga mempengaruhi masa depannya.

3. Tidak menyikapi kesalahan anak dengan penuh kesabaran
Hal yg penting yg harus dipahami oleh seorang pendidik adalah pengendalian emosi dan kesabaran, karena standar nilai dalam dunia anak jauh berbeda dengan dunia dewasa. So, ortu mesti membimbing anak-anak tuk bisa mendekati standar nilai yg baik. Trus, yg namanya dunia anak-anaka yaa dunia dengan penuh kesalahan karena mereka sedang mengeksplorasi semua yang ada di sekeliling mereka. Mereka blum bisa ngebedain mana yg benar dan mana yg salah, makanya arahan ortu ntu perlu banget.
Apa contoh?
Missal begini, “Baduuuuuuuuuu, jangan main laptop, nanti kamu merusaknya!!!”(uwiiih, hi tech banget nih yaa? Hehehe) si Badu langung ngelakuin pembelaan diri, “Gak kok mama, Badu ga bakal ngerusakin laptopnya koq!” mamanya langsung nyolot, “Mana pulak gak rusak. Kemaren aja kamu menghilangkan program ini, program tub bla..bla… lihat saja, sebentar lagi, kamu pasti ngerusakin tuh laptop!!” si Badu jadi bĂȘte, “ih, mama ni, aku bisa koq!!”. Gak lama berselang, ternyata tu lapotop emang rusak, si mama langsung bilang, “Tuuuuuuuh kaaaaaaaan!! Apa mama bilang! Jadi rusak tuh!!!!!”
Dalam contoh di atas, meski sebenarnya si ibu gak maksud apa-apa kecuali memperingatkan anaknya, tapi tetep aja sang ibu sesungguhnya belum bisa mngendalikan emosinya. Apa bukti? Di sana ada kalimat yg seolah-olah meremehkan sang anak,” Mana pulak gak rusak. Kemaren aja kamu menghilangkan program ini, program tub bla..bla… lihat saja, sebentar lagi, kamu pasti ngerusakin tuh laptop!!”, kalimat ini secara tak langsung meremehkan kemampuan anaknya. Ucapan tsb belum mampu mendorong anak utk berprilaku benar. Sikap matang dalam menanggapi, merespon kesalahan anak dengan kesabaran, dan emosi yg terkendali mampu membentuk kepribadian anak biar lebih baik.

4. Ga’ berusaha utk memahami, atas motivasi apa siih, anaknya ngelakuin kesealahan.
Yg pasti setiap anak gak terlahir dalam kedaan paham akan segala sesuatu. Ada banyak alas an sebenranya. Bisa jadi karena ia penasaran dan pnya rasa ingin tahu yg tinggi ataupun karena pengen dapet perhatian, jadi, dy neglakuin kesalahan. Atau bisa jadi, --na’udzubillah— TIDAK adanya kecendrungan dari ortu untuk menerima kekurangan dan kelebihan anak apa adanya. Anak yang dituntut sellau sempurna sehingga yang ada hanyalah kritikan-kritkan saja terhadap anak.

Bisa jadi juga ortu ga bisa memenuhi kebutuhan psikis sang anak. Bak itu kebutuhan fisik, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kaih saying, kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri.(yeee, ini kan piramida tingkat kebuthan menurut maslow. Pada tahu kan??)

5. Kesalahan yg juga sering dilakuin adalah, ortu seing kali obral janji. “Nak, kalau kamu dapet juara satu, mama belikan sepeda yah.” Eh, gak taunya, pas sang anak udah dapet juara, hadiahnya kagak datang2. Jadinya apa? Anak kagak percaya lagi sama ortu. Ini akan jadi pengalaman buruk baginya nanti.

6. Ngasi hukuman justru waktu anak neglakuin kebaikan.
Lha, apa maksud? Hmm…begini, missal lagi nih, si Badu bangun tidur, dan terselip niat di hatinya, “ahhh.., hari ini mau bantu mama ah. Mau beresin kamar tidur sendiri.” (biasanya diberesin sama mama). Trus, pas udah selese, si Badu ngelapor, “Mama..mama…, tengok, Badu udah beresin tempat tidur looooh.”
Bukannya menghargai, sang mama malah bilang, “Kamu ini!!! Seharusnya bangun tidur itu gosok gigi dulu, cuci muka dulu!!! Bla..blaa…”
Ini secara tak langsung “membunuh karakter” anak. Apa salahnya sih, diapresiasi dulu???

7. Ga’ ngasi hukuman waktu anak berbuat salah. Nah, sebaliknya, waktu anak salah, mbo ya dikasi hukuman lah yaaa. Kalo’ gak, mana mungkin dia bisa sadar dengan kesalahannya. Asalkan caranya wajar dan mendidik! Yaaah,, seperti yg udah dibilang juga di poin 3.
Inagt-ingatlah, HATI-HATI DENGAN HUKUMAN FISIK PADA ANAK!!
Jadikan hukuman fisik sebagai hukuman terakhir. Hukuman fisik jgn dilakukan ketika ortu dalam keadaan marah. Berikan fase hukumannya , dari yg paling ringan hingga berat. Tidak memukul wajah dan kepala. Jangan memukul anak hingga umurnya 10 tahun. Bila itu kesalahan pertama anak, hendaknya ia diberikan kesempatan untuk sekedar mengakui dan meminta maaf atas kealahannya. Pemberian hukuman jangan diwakilkan kepada saudaranya, karena akan menimbulkan kebencian anak kepada kakaknya/saudaranya. Trus, berlaku adil dalam memberikan hukuman.

HAL YANG HARUS DIHINDARI DALAM HAL MENGHUKUM ANAK ADALAH : menghukum satu anak yg melakukan kesalahan dan membiarkan yg lainnya. Minimpakan hukuman pada anak yg tidak bersalah. Menghukum kesalahan yang dilakukan anak dengan tidak sengaja. Menghukum anak yang melakukan kesalahan yang mana kesalahan itu sudah menyebabkan anak terluka secara fisik. Tidak meringankan hukuman anak ketika ia mengakui kesalahannya. Menjadikan hukuman sebagai suatu sarana untuk berinteraksi dengan kesalahan anak.

8. Membandingkan anak dengan kakak-kakaknya tau orang lain. Uwwihh, ini lama banget membekasnya nih. Dia ngerasa down tentunya. Padahal, kan kemampuan anak gak sama! Makanya, jangan sekali-kali membandingkan anak dengan kakanya atau temannya.

9. Ortunya kontradiktif.
Missal nih yaaa,
Ortu bilang ke anak, “Nak, kita harus jujur kepada sesama yah…”
Sang anak pun mulai menanamkan dalam hatinya, bahwa kita harus jujur. Nah, suatu kali ada seorang tamu datang. Sang ortu langsung sembunyi, sambil bilang ke anak, “Badu, ntar bilang ya, mama lagi gak di rumah!”
Nah lho????
tadi katanya harus jujur???

10. Menghina, meremehkan dan membeda-bedakan dalam berinteraksi dengan anak. Wuihhh, ni parah loh akibatnya. Misalnya, ortu bilang, “kamu ini koq bodoh sekali. Masa’ ini aja ga’ dapat. Kamu ini kok pemalas sekali! Dasar, OON!”. Udah gitu, kluar lagi bahasa kebun binatangnya,…
“kamu itu……a*j*ng, m*ny*t,..” dan bahasa sejenis.
Nah, lama-lama, pernyataan itu akan tertanam pada jiwa sang anak, sehingga ia memang merasa dirinya bodoh alias OON.
Atau kata-kata, semacam :
“Kamu lebih jelek dari yg mama kira. Kamu Emang gak punya kemampuan apa-apa!”
“malu mama bawa kamu! Lebih baik gak usah mngakui aja kalau kamu itu anak mama!”
“kamu egois!”
“mama gak mau seorangpun tau kalau kamu itu anak mama!”
“kenapa kamu gak sepintar saudaramu, heh?”
“halaaah, itu ide kolot!”
“kamu itu idiot, tauk!”
“mama gak pernah bangga punya anak seperti kamu!”
Sungguh, kata-kata itu seperti bom waktu yang siap meledak suatu saat. Secara tak langsung, kata2 itu berarti tidak mengakuinya sebagai individu selayaknya!

Dan masih buuuuaaaaaanyaaaaaaaak lagi! Terlalu panjang untuk dituliskan. (ini aja udah segini panjangnya). Sing penting, kita semua sama-sama evaluasi, untuk kebaikan di masa mendatang. Sangat banyak kenakalan remaja disebabkan oleh orang tuanya sendiri yang tak paham bagaimana cara mendidik anak yg baik. Sehingga out put yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan. Meskipun inputnya bagus (berasal dari bibit unggul), kalau prossesingnya kacau, tetap saja hasilnya tidak baik.
(halaaaaaaaaaah, koq sok tau banget yah, diriku. Ehm..ga’ koq. Ini hanya mengutip pernyataan seorang sarjana psikologi)

Maka, aku sepakat sekali bahwasannya yang perlu dibenahi terlebih dahulu itu, yaaa..orang tuanya! Sekolah pertamanya! Madrasatul’ulaaa nya. Ibu, juga ayah! Bukan sepenuhnya tanggungjawab perempuan tentu saja.

Sungguh, peradaban di masa mendatang, ada di tangan mereka. Pada Seperti apakah kita mempersiapkan generasi Rabbani itu. Merekalah calon pemimpin bangsa ini kelak. Maka, ditangan kitalah kunci semua itu. Memberikan pendidikan Qur’ani dan tentu saja dengan harta yang halal lagi berkah. (ingat kisah ayahnya Imam Syafe’i yg berusaha untuk mencari siapa pemilik apel hanyut yang ia makan bukan? Sosok seperti apakah yang lahir kemudian? Sosok luar biasa sekaliber imam syafe’i, bukan?)



homeSWEEThome, 3 Syawal 1430 H.

Aku malu menjadi pharmacist

Hehe, mungkin judulnya rada-rada aneh. Tapi, barangkali kamu semua kemudian bakalan sepakat dengan apa yg aku rasakan saat ini (hahay, ke-PD-an diriku nihh)

Suatu hari, ada sebuah pernyataan dari Pak Dekan, lebih kurang bunyinya begini, “kalian itu apoteker odong-odong. Bukan apoteker, tapi ampongteker”.
Hiks…, sedikit ‘terpukul’ dengan kata-kata itu (meski tujuannya memotivasi sih).
Bayangkan, betapa susahnya melewati semester demi semester, dengan kegiatan kuliah dan pratikum yang begitu buaaaanyaaaaaaaak, sehingga bikin kepala jerawatan (hehehe, lebay!), dan dengan tangis darahhh,,(uwwihhh, makin lebay ajah niy), masa’ out putnya Cuma jadi APOTEKER ODONG-ODONG. Jadi buat apa dong, selama ini kita menggerus-gerus di lumpang biar bisa jadi tablet or jadi suspensi or eliksir, mentitrasi mendestilasi dan mengolom, serta rotary yang lamaaaanya minta ampuuuuuuuuuun, mengekstrak, maserasi, nyuntik mencit, membiakan bakteri, mengukur kadar suatu zat dgn alat yg mahal dan keterbatasan sarana dan prasarana, kalau pada akhirnya kita disebut APOTEKER ODONG-ODONG. Hiks…hiks…, sedih kagak siy??? T_T

Iyyah,,sedih sekaligus prihatin.

Namun, jika berkaca pada kenyataan yg ada selama ini, aku merasa itu semua WAJAR ADANYA. Bukan bermaksud meremehkan profesi kita sendiri. Tidak.
Hanya saja, ada yang perlu dipertanyaakan. “Selama ini apoteker ntu ke mana ajah sihhh??”

Di pelayanan-pelayanan klinis, adakah apoteker turut serta? Paling juga ngaciiiir dibelakang apotek. Kagak brani kluar-kluar. Pernahkah liyat apoteker ikut serta ke ruang konseling rawat jalan, atau berkunjung ke bangsal-bangsal rawat inap untuk mengevaluasi pengobatan pasien??
Uwwwiiih……., jarang banget. Paling juga bwt rumah sakit yang udah besar (kira-kira tipe A atawa B lah) yang merangkap sebagai rumah sakit pendidikan. Lha, bisa diitung dengan jari kan!!!???

So, apoteker ntu ngapain ajah? Moso’ Cuma ngurusin barang masuk dan barang kluar doang. Moso’ Cuma ngatur2 barang di gudang doang. Itu mah, ekonom dan sarjana laen juga bisa!
Waduuuuh…, miris Gan! Kalo’ udah gini, wajar banget mah, jasa medic rumah sakit yang diperoleh apoteker sama saja dengan satpam. Iya tho?? Padahal, kuliahnya susaaah, bikin wajah lebih tua dari umur sakit berkerutnya. Hehehe. Trus, ilmunya mahal, dapetin gelar sarjananya minta ampun perjuangannya. Masa’ ujung-ujungnya disamain satpam yang bole kuliah bole tidak? Haduuu…h, kesiaaan yah??

Idealnya, kan semua aspek PELAYANAN KEFARMASIAN itu adalah tugas apoteker. Dan satu-satunya yang bisa ngelakuin ini kan Cuma seorang PHARMACIST! Nah, bisakah pharmaceutical care, evidence base pharmacy, Meeting patients needs, self-medications, quality assurance of pharmaceutical care, clinical pharmacy, dan pharmacovigilance itu dilakuian oleh profesi lain??? Yah kagak lah!! Wong, ini tugasnya tenaga professional. Tapi, apakah apoteker sekarang pada siap, ‘n pada bisa ngelakuin ini semua? Huuuff…, sejujurnya aku angkat bahu deeh! Allahu’alam!

Sejujurnya, aku (dan mungkin kebanyak orang) menginginkan pelayanan yang terpadu antara sesama tenaga medis. Ah, andai semuanya saling bersinergi untuk meningkatkan kualitas pelayanan itu. Sekarang kan, semua SAMA-SAMA BEKERJA, bukan BEKERJA SAMA. Aneh dan lucu bukan, kalo’ misalnya : pagi-pagi pasien dikasi obat, trus setengah jam kemudian, diambil darahnya untuk cek. Itu kan aneh, secara, kadar obat dalam darah masih banyak. Nah, mempengaruhi hasil pemeriksaan lab bukan? Alangkah lebih baiknya, kalau semua saling bersinergi, dalam sebuah tim yang solid. Betul kagak????


Tapi, ada satu pertanyaan besar sekarang ini. APOTEKERNYA SENDIRI PADA SIAP KAGAK??? Selama niy, apoteker ntu kalo’ ditanya pada ngaciiiiir semua. Iya tho? Ni bukannya nyalahin siapa-siapa nih ya. Contohnya saja diriku sendiri. Jika kebetulan pulang kampuang, dan kebetulan ada yg sakit, kan diriku ditanyain nih. “Apo ubek untuak panyakik iko, panyakikny kek giko, kek giko..bla..bla…” yg bisa diriku lakuin Cuma apa? Bengong!!!!! Asli!
Uwwwiiiih, malunyaaaa. Apoteker, pharmacist, yang notabene kuliah di bidang obat-obatan, KAGAK TAU APA-APA SOAL OBAT???? Aib banget nih. Nah, ini jadi warisan turun temurun. (kurasa, bukan aku saja yg seperti itu, anak farmasi yg lain, kebanyakan (gak semua nih yaaa, tapi sebagian besar), mungkin juga banyak yang tidak tahu. Hayyyooo, ngaku ajah deeh. Hehehe).
Sekarang nih yaa, kalo ditanya “merepenem” saja obat untuk penyakit apa, mungkin banyak yg kagak tau. Jangankan obatnya untuk penyakit apa, golongan obatnya ajah kagak tau!!! Apakah antibiotic, antipiretik, analgetik, dan sederet tik-tik lainnya. Lha, jadi selama ini apoteker itu kemana sajaaaaaaaaaaaaaaa????? Gimana mau ngelakuin pharmaceutical care, kalo obat saja tidak tahu!!!!
Kalau udah ditanya obat kagak tau, maka benarlah, sejujurnya, AKU MALU JADI SEORANG PHARMACIST, yang katanya ahli obat, tapi gak tau apa-apa soal obat.

So, gimana dong??
Tak ada cara lain yang bisa dilakuin selain MEMPELAJARI SEMUANYA LAGI! MENG-UPGRADE KEILMUAN kita lagi, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan itu hingga yang ada kemudian adalah, AKU BANGGA JADI SEORANG PHARMACIST, karena obat adalah barang penting dalam kehidupan manusia. Tanpa obat, manusia takkan hidup. (lha, emangnya ada yg seumur hidup tidak pernah sakit, tho?). Percayalah teman sejawatku (halaaaah, kayak yg udah apt ajah, pake istilah teman sejawat pulak!hi..hi…), obat adalah kebutuhan umat manusia. Dan adalah ladang amal terbesar bagi kita jika ikut berkontribusi menyelamatkan kesehatan manusia di bidang profesi kita(cihaaaaaaa, koq kedengarannya berat gituh yak??).

Sebagai penutup, barangkali ini adalah curahan hati seseorang yang masi ‘ingusan’ di bidang kefarmasian ini. Aku tahu, aku belum apa-apa. Bukan ingin berlagak sok tahu, tapi hanya ingin mewacanakannya. Hanya ingin, kita semua benar-benar menjadi orang yang professional di profesi kita. Agar jangan ngaciir lagi waktu ditanyain pasien soal obat. Sebab aku punya mimpi, ingin mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup dan kualitas pelayanan kesehatan ini khususnya di bidang kita, sebagai seorang pharmacist (aihh, kalau aku sihh, belum pharmacist yah? Masih ada waktu, insya Allah, untuk belajar lebh banyak).



3 Syawal 1430 H, homeSWEEThome

Aku terlanjur jatuh cinta

Eheeemm…., judulnya rada2 ngepink yah? Hehe. Wokeh..wokeh.., anggap saja ini syndrome dua puluh walaupun sebenarnya isinya bukan sepenuhnya soal ini (wuduuuh, tak kasi bocoran duluan nih…).

Sebelumnya, diriku sedikit bertanya (mungkin retoris kali yah), sebenarnya apaan tuh cinta???
Hayyo…, semua juga pasti bisa jawab. Iya tho?? Hehe. Jawab ajah sendiri giiih. Tapi, yang kumaksud di sini bukan yang “itu tuuuh”. (yahh, seperti definisi kebanyakan orang kali yahh…)

Lalu, apa dong?? Apaaaaaaa?!! (duuh, jangan emosi gituh….hihi, ngaco!). eheem…, begini! Dahulu, ketika diputuskan untuk ditempatkan di sebuah tempat yang lazim dikenal (baru2 ini) dengan istilah wisma jompo, hatiku sedikit pilu. Huaaahhh…, apakah aku harus meninggalkan kebersamaan yang begitu indah di homeSWEEThome, Syakuro ku tercinta? Apakah?? Huhu…, sediihnya bukan kepalang. Aku harus ninggalin semua-muanya, dan diungsikan ke wisma jompo. Hiks…hiks…

Dengernya aja rada2 serreeem. Ih, jompo! Emang tua banget yah?? Mentang2, rata2, and kebanyakan di antara kami udah pada semester 9. (eh, kami semua dapet KTM baru looh, hehehe). Wal hasil, keputusan bwt pindah itu benar2 terlaksana. Bahwasannya, aku harus say gudbai to syakuro homeSWEEThome.

Alhamdulillah, akhirnya, aku beserta beberapa “jompo’ers” lainnya berkumpul lah di sebuah rumah (yang ahiks…ahiks.., terlalu tega disebut WISMA JOMPO dan yang parahnya lagi, ada yg malah bilang WISMA PEMBUANGAN! Huaaaaaa……!!! T_T).

Dan, masya Allah…, luar biasa! Sungguh luar biasa!!! Amazing!! (duuh, daku gak punya perbendaharaan kosa kata lagi nih, buat ngungkapinnya. Hahay, lebay!)

Aku menyadari kemudian, bahwa aku perlu menyukuri keputusan ini. Aku benar-benar bersyukur ditempatkan-Nya di tempat ini. Sungguh. Aku menyukai, setiap apapun yang ada di dalamnya, dan orang2 luar biasa yang memiliki segenap kelebihan (tentu saja kekurangan) yang aku belajar banyak dari mereka. Aku dipertemukan-Nya dengan sosok-sosok yang sungguh dalam sekejap kami langsung merasa dekat, dengan kedekatan hati. Sebagian nyeletuk, “Aihh, sekarang ukhuwwahnya lebih berasa yah? Mungkin karena kita senasib kali yah? Sama2 jompo’ers” hehehe. Becanda memang. Tapi, kurasa ada benarnya.

Aku, sudah terlanjur jatuh cinta pada mereka (para jompo’ers), aku terlanjur jatuh cinta pada kebersamaan kami, pada hari-hari kami yang penuh tawa (dan, kadang, rada sedikit ‘gila’!!! pokok’e gokil abizz dah!!!
Semoga, kemudian yang menjadi masalah bagi kami adalah : bingung mencari masalah. Hehe…
Di sini, aku belajar banyak hal. Menyelami setiap dasar2 hati mereka, hingga yang kutemukan adalah keunikan. Sungguh, sekali lagi, aku belajar banyak dari mereka.

Ah iyyyah…,
Aku belum perkenalkan apa itu wisma kami.
Okeh..okeh….,
Kami menyebutnya : Wisma Al Hurriyyah. Wismanya para bidadari yang bermata jelita (hehehe….kan artinya memang bidadari yg bermata jelita, hihi). wismanya para jompo yg masi jomblo. Dan wismanya para jompo yang lagi pusing mikirin penelitian, yang kemudian menjadi salah satu alasan untuk ma-‘ere-ere (hahay, istilah baru nihhh) dengan tawa yang bahagia. Yang di sana, ada bermacam2 kebiasaan dan hobby. Pertama, yang hobby masak (daku tukang makan ajah). Yg hobby nyuci piring, daku dapet yang bersihnya ajah. Yang hobby nguras bak mandi, aku tinggal pake. Yang hobby nyapu, daku dapet yang kinclongnya ajah. Yang hobby bersihin tempat tidur, eeh…, punyaku dirapiin jugah.Hahaha. Maunya yang enak doang mah! Hi..hi…. Trus,ada yg hobby tilawah jugah. Aiih, jadi pemicu semangat, tentunya. Oohh.., indahnya ukhuwwah. Dan aku terlanjur jatuh cinta pada mereka semua.

Lha, tujuannya nulis ini apa? Buat promo doang??
Aihhh, ya enggak lah!
Entahlah…,aku benar2 merasakan sekali apa itu istilah, “JIka semuanya sudah menjadi solusi, lalu siapa lagi yang akan menjadi masalah?”
Kurasa, mereka semua(yg kucintai itu) benar2 menerapkan ini semua, di kala permasalahan ukhuwwah terkadang mencuat ke pemukaan.
Aih, ukhuwwah. Benar sih, masalah yg satu ini tak pernah ada habis-habisnya. Mulai dari jaman Habil dan Qobil (inget kan kisahnya??), hingga ke jamannya Rasulullah dan sahabat (Perang jamal & shiffin), hingga saat ini. Tapi, kita juga perlu belajar dari kisah itsarnya sahabat hingga semuanya syahid.

Ah, sungguh, kedekatan hati itu sesuatu yang takkan mungkin terbayar dengan dunia dan seisinya…dan takkan mungkin bisa diciptakan hanya oleh manusia tanpa campur tangan-Nya.
“Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yg beriman), walaupun kamu membelanjakan (semua) kekayaan yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”


Al Hurriyyah, Baiti Jannati, 23 Ramadhan 1430 H