SMS Radiasi Tinggi



Jagalah hati…jangan kau nodai!!
Suara personel salah satu group nasyid yang cukup membumi itu terdengar nyaring di telingaku. Sumbernya adalah benda berkedap-kedip sekaligus menghasilkan vibrasi alias getaran yang cukup hebat untuk membangunkanku. Dengan malas dan setengah sadar kugapai-gapai benda mungil bervibrasi yang posisinya di bawah bantalku yang nyaman itu. Masih ngantuk banget sih...
Akh Faiz calling. Begitulah LCD ponsel keluaran model terkini itu memberitakan. Seperti disambar petir, aku terlonjak dan serta merta terbangun dari tidur panjangku yang indah. Dan tentu saja, neuron-neuron yang mengendalikan pusat refleks di tubuhku memerintahkan untuk mendekatkan benda abu-abu itu ke telingaku seraya berucap; ”Assalamu’alaikum.” Dan, ”Tiit...tiit...” Terdengar sambungan itu terputus.
Nada panggil itu telah berhasil membuatku terbangun seratus persen. Bukan setengah sadar lagi. Kalau dipasangkan alat Elektroensefalograf alias EEG yang bisa mendeteksi impuls listrik pada otak manusia, barangkali lonjakannya sudah tajam sekali. Wait! Wait! Siapa tadi? Akh Faiz? Tiba-tiba, vibrasi dari ponsel itu pindah ke suatu tempat yang jauh tersembunyi di bilik dadaku. Jauh...jauh...sekali, nun di pojok sana. Getaran yang menghadirkan simfoni pada dawai-dawainya yang lentur. Deburan pompa jantungku seperti mengalami perubahan ritme yang menghasilkan pompa jantung yang dua kali lipat lebih besar dan dengan frekuensi dua kali lipat lebih cepat. Palpitasi sekaligus tachycardia kalau bahasa kedokterannya.
Kenapa yah? Ada apa? Pertanyaan itu hadir di benakku tanpa bisa dicegah. Kulirik weker Winnie the Pooh nyengir di sisi tempat tidurku. Jam tiga dini hari. Atau, dia mau membangunkanku shalat malam?
Penat dengan itu, kuputuskan untuk segera ke kamar mandi. Berwudhu’ lalu menunaikan shalat malam. Bodo amat soal miscall-miscallan. Paling juga nyasar dia kali. Ke-GR-an amat sih?! Marahku kepada hatiku sendiri.
* * * * *
Kulangkahkan kakiku gontai. Tempat yang kutuju kali ini adalah mushalla. Barangkali aku masih sempat menunaikan dua raka’at dhuha sebelum mengikuti pleno Cardiovascular bersama Prof Dr. dr. H. Hadi Surya Pratama, SpJP, Sp.PD (huaa...panjang sekali namanya). Mana kelompok kami pula yang presentasi. Olala...!!! Lalu setelah itu, mengikuti skill lab dan selanjutnya pratikum di laboratorium anatomi. Wahh, bakalan ketemu lagi nih sama kadafer-kadafer yang ganteng dan cantik. Husy! Kok kadafer dibilang cantik dan ganteng sih? Walau bagaimanapun, mayat kan gak pernah mengenal lagi istilah cantik dan ganteng. Hi..hi...
”Hai Ya, senyam-senyum sendiri lo. Kenape?” Seseorang nyaris menabrakku ketika aku melewati gedung A fakultas kedokteran universitas negeri yang cukup bergengsi di wilayah sumbagut alias sumatra bagian utara ini. Bahkan mahasiswa dari Malaysia dan India pun ikut mengenyam pendidikan calon-calon dokter itu di sini.
“Eh…kamu, Yan. Ngagetin aja.” Aku pura-pura sewot.
”Abiis..., dari tadi nyengir mulu! Mana kagak ada siape-siape lagi. Gue cuma takut ajah, jangan-jangan sistem enkefalin-endorfin loe mengalami gangguan, gitchu...” Cewek gaul asal Betawi yang dibesarkan di ranah metropolis itu berujar, memberikan alasan.
”Yee... emangnya aku kehilangan rasa nyeri?! Gak nyambung lagi!”
”He...he...” Gadis itu nyengir.
Klian orang bedue ni, seronok sangat. Nak kemana ke?” Siti Nurhalisa, salah satu mahasiswa yang berasal dari Malaysia menghampiri kami.
Haa, nak ikuut?” Yana, sang gadis betawi mencoba menirukan logat melayu membuat Siti Nurhalisa mencibir. Yana membalas.
”Aku mau ke Mushalla, Ti. Ikut gak?” Tawarku.
Iyee lah.” Gadis berbaju kurung khas melayu itu mengambil posisi tepat di sisi kiriku. Lebih tepatnya menghindari Yana. Dua makhluk ini seperti ingin membuat perang dunia ketiga saja. Dua sahabat dari etnis yang berbeda yang kerap membuatku tertawa. Awal perkenalan kami memang unik. Aku dan Yana sering dibilang kembaran karena namanya mirip. Kalo’ sama Siti Nurhalisa, kami bertiga sama-sama satu kelompok tutorial ketika awal blok I dulu. Berhubung yang cewe’ cuma tiga biji, jadilah kami cewek-cewek yang solid. Cie ileeee.... Eh, enggak ding! Ada empat cewe’ sebenarnya, yang satu lagi Kalisma Kapoor (tulis) namanya. Hi..hi.... Tapi si Kapoor ni gak gaul ma kita-kita. Dia lebih enjoy sama temen-temen se-ordonya, bangsa Urdu aja.
Bersamaan dengan itu, sekelebat bayangan seperti hadir di hadapan kami ketika hendak mencapai mushalla. Satu sosok yang sepertinya tak asing lagi di mataku, di mata kami, juga di mata para bigos alias biang gosip. He...he...
”Eh Naya, liat tuh.” Tiba-tiba, Yana menyikut lenganku pelan.
”Siapa?” Aku pura-pura bertanya. Sebenarnya tadi sih udah ngeliat, walaupun cuma sekilas aja, tapi, hmm...jaim dunk! Jaga imej! Hi...hi....
”Aduh Naya, masa’ siy kagak liat! Itu lho...” Tunjuknya kepada seseorang itu. Kuikuti arah telunjuknya sebelum sosok itu menghilang di balik daun pintu mushalla. ”Dia itu cocok banget ama lo!” Bisiknya kemudian.
”Ih..., Yana nih. Bikin bete tauk!” Kupelototi gadis itu.
”Ngebetein...apa ngebetein...!?” Goda Yana.
”Ih...sebel deh.” Kumelangkah maju menuju tempat wudhu’.
”Yana ni..., tak baik lah macam tu...” Masih sempat kudengar Siti Nurhalisa membelaku.
Selesai kutunaikan sunnah Dhuha, aku terpekur di atas sajadah hijau tua yang menutupi lantai keramik mushalla ini. Diam-diam, godaan Yana ikut menggelitik satu pojok nun jauh disana. Jauh di tempat yang paling pojok kisi-kisi hatiku. Apa bener gak sih? Jangan-jangan...
Ucapan Yana kembali mengantarkanku pada beberapa malam yang telah kulalui dalam minggu-minggu terakhir ini. Tiada sepertiga malam terakhir tanpa misscall dari sosok itu. Bahkan, akhir-akhir ini bukan hanya misscall aja, tapi juga SMS-SMS tausiyah. Kata-katanya bagus sih, sangat menyentuh.
Ternyata dia puitis juga yah orangnya? Pake’ acara ngebangunin qiyamullail lagi! Tapi,... koq di kampus kayak ga’ terjadi apa-apa aja. Bahkan aku dan dia jarang banget interaksi. Paling juga di kepanitiaan forum kajian Islam. Apa sih sebenarnya maksudnya dia? Satu sisi hatiku berbisik.
Ah gak...gak...! Gak mungkin! Barangkali... dia tak hanya menghubungiku kali. Paling dia juga ngebangunin atau nge-SMS temen-teman ikhwan dan akhwat lain. Ah Masa’ siy? Sebanyak niy akhwat di Kedokteran..
Satu sosok hadir seperti membentuk slide memori di otakku. Ia seperti program yang terinstall begitu saja dan menampilkan suatu media player tanpa bisa kucegah. Tentang sosok itu. Yah, sosok itu. Kalau kata anak-anak sih, --terutama Yana yang suka godain aku--, dia tuh calon dokter masa depan cerah. Udah keren, aktivis, alim, hanif, cerdas, dan anak dokter lagi. Kabar-kabarnya..., bapaknya punya rumah sakit. Lumayan tuh, investasi masa depan. He...he.... Eit, astaghfirullah...ngelantur aku nih! Ya Allah ampunkan hamba...



Ta..tapi,...tunggu dulu...dia kan sikapnya beda banget yah? Kenapa yah, koq aku ngerasain ada yang lain? Ah,...bodo’! yang jelas, SMS begituan ga baik. Setahuku sih gitu..., meskipun isinya melulu tausiyah, belum tentu maksudnya buat mentausiyahi....
”Duarrrr!” Tiba-tiba Yana ngagetin aku. Huaaa...kagetnya bukan kepalang.
”Astaghfirullah...Yan, ngagetin aja.”
”Abis, lo melamun aja siy. Sampe-sampe lo gak liat kalo’ gue udah ada di samping loe. Mikirin apa sih? Atau...., jangan-jangan lo mikirin Faiz lagi. Hayooo...ngaku aja deh loe.” Gadis itu kembali menggoda. ”Oo..ow, kamu ketahuaan..” Bibir ranumnya melafaskan salah satu lirik lagu yang sempat populer itu beberapa dekade lalu itu.
”Ih..., kamu nih. Cepet sholat Dhuha gih!” Kudorong tubuhnya. Gadis cantik itu mendelik.
”Males ah. Sholat sunat aja koq. Yuk pergi. Dah hampir masuk nih.”
”Ah iya...ya...” Cepat-cepat kukemasi mukenahku dan dengan segera pula menyambar ransel biru muda yang selalu setia menemani bahuku itu. Bersama kami menuju ruang kuliah. Siti Nurhalisa telah terlebih dahulu meninggalkan kami karena tuh anak emang ansietas kali yah?? Terlalu gampang cemas! Perlu tuh mengkonsumsi alprazolam. He...he...
* * * * *
Jagalah hati...jangan kau nodai...jagalah hati, lentera hidup ini...
Suara ponselku tersayang kembali menggema di lelapnya malam. Malam-malamku yang entah kenapa kini berubah merah jambu. Merah jambu yang kemudian berubah wujud menjadi rona humairah di pipiku. Secara ilmiahnya sih, sebenarnya karena asupan darah menuju batok kepalaku tinggi dengan adanya vasodilatasi alias pelebaran pembuluh darah. Makanya, wajah jadi memerah.
”Assalamu’alaikum.”
Tiit...tiit....Seperti biasa! Hanya miscall saja. Lalu, tiba-tiba HP tercintaku itu kembali bergetar. Satu pesan masuk.
[Sesungguhnya bangun diwaktu malam adalah lebih khusyu’ dan bacaan diwaktu itu lebih berkesan. Qs. 73:6. ukhti, qiyamullail yuuk... sender : Akh Faiz]
Begitulah kira-kira bunyi pesan masuk di HP-ku. Akh Faiz! Tiba-tiba saja ada gemuruh di dadaku yang dua kali lipat lebih hebat. Entah kenapa, radiasi yang dipancarkan oleh satu SMS itu sanggup menggetarkan hatiku. Tak ada yang istimewa dari SMS itu. Bahkan SMS yang hampir sama yang dikirim oleh akhwat sesama anggota forum pun memiliki efek yang berbeda dengan SMS yang dikirimkannya. Kenapa aku lebih cepat bangun kalo’ si Faiz yang bangunin dari pada si Siti Nurhalisa, misalnya. Kan judulnya sama; sama-sama membangunkan qiyamullail!
Ah, gimana nih?? Radiasinya itu loh, bahkan lebih parah lagi. Radiasi yang mampu membuat seluruh persendian batinku lumpuh. Pembuluh nuraniku kolaps. Sebab...sebab..., kalau boleh aku jujur nih yaa,...(sstt...tapi jangan bilang siapa-siapa loh, termasuk Siti Nurhalisa, apalagi Yana) sejujurnya...eng...sejujurnya...aku seneng juga di-SMS kayak gitu. Aku mulai seneng kalo’ dia ngirim taujih. Aku bahagia waktu dia misscall. Dan, yang lebih parahnya lagi, aku gelisah bukan kepalang kalo’ sehari aja dia gak misscall atau ngirimin SMS taujih. Aduh...gimana nih ya?
Iya, ii...iya! aku tahu aku salah. Seharusnya aku tegas. Iya, aku tahu. Tapi, teman, tolong jangan hakimi aku dulu. Aku kan gak pernah minta dihubungi sama dia. Aku gak pernah minta dibangunin tuh. Dia aja yang mulai duluan... Nah, salahnya siapa coba?!
* * * * *
Hari-hariku semakin kelabu saja. Ehm...kelabu atau merah jambu? Ah, entahlah...aku juga bingung membedakan dua warna itu sekarang. Aku merasa seperti menjadi makhluk paling munafik sejagad. Tampilannya aja yang bagus, jilbab yang panjang melambai-lambai ketiup angin, gak taunya dalemnya...? Aku merasa bersalah banget sama jilbabku, sama forum, juga sama Allah. Ta..pi, aku juga gak bisa pungkiri kalo’ juga senang dengan semua ini. Aku senang aja. Sejujurnya gak bisa kusembunyiin warna merah jambu yang kemudian menjadi rona di pipiku tatkala menerima SMS seperti itu.
”Naya...Assalamu’alaikum.” Seseorang menyapaku.
”Eh, kak Tyas, wa’alakumussalam. Dari mana kak?”
”Dari rumah sakit. Ikutan forum Annisa yuk.”
”Dimana, Kak?”
”Di kampus induk. Kali ini gabungan depertemen keputrian semua fakultas.”
”Wah..., koq Naya sampai lupa ya Kak?” ya ampuun, bahkan aku sampai lupa kalau ada acara forum Annisa gabungan. Oalah Naya! Kemane aje?? Makiku kepada diriku sendiri. Padahal aku kan salah satu pengurus bidang keputrian juga?!
”Yuk. Bareng-bareng ajah sama teman-teman yang lain.”
Kuikuti langkah kakak tingkatku yang tengah menjalankan co-Ass itu. Wajah yang teduh dan bercahaya, yang tentu saja seratus delapan puluh derjat kontras denganku. Ah kak, meski sudah co-Ass, dikau masih sempatkan diri untuk ikut kegiatan keislaman. Sedangkan aku? Ah,...aku merasa begitu jauuuh...jauuhh.
”Barangkali kita mesti jujur pada hati kita. Walaubagaimanapun, laki-laki dan perempuan dicipta bukan untuk saling bertentangan dan bermusuhan, tapi, tak pula saling bercampur tanpa batasan yang jelas. Saudariku, sungguh interaksi-interaksi itu sangat tipis perbedaannya antara interaksi yang murni karena da’wah atau interaksi yang dibumbui niat-niat lain.” Suara pemateri menyambut kedatangan kami. Rupanya acara sudah mulai. Deg! Jantungku seperti ditohok. Baru saja memasuki ruangan, aku sudah disambut dengan kata-kata yang sedemikian menohoknya.
”SMS misalnya, begitu banyak SMS kangen tapi dengan wajah SMS da’wah. Kata-kata ana, antum, anti, ukhti, akhi, ’afwan dan syukran seolah-olah menjadi pelegalan bahwasannya ini SMS masih dalam koridor syra’i, padahal belum tentu isinya. Ceritanya pemenuhan hak ukhuwah atas saudara sendiri, tapi, sebenarnya ada niat lebih dari itu. Sungguh, saudariku, kita tak dapat menjamin akan seperti apa hati kita setelah ini. SMS, e-mail, chatting, dan segalam macam itu sebenarnya bukan hijab. Dia melibatkan dua personel saja, wallahu’alam apapun niatnya. Yah! Hanya dua orang saja! Si pengirim dan penerima. Okelah niatnya mau memberikan taujih, tapi, belum tentu yang menerima mempersepsinya sama. Mungkin keliatannya aman dari publik, tapi, Allah melihat, Allah mengetahui apa yang ada di dalam dada kita, meskipun hanya yang terlintas saja!” Alamak, kali ini jantungku yang serasa disayat. Kalau aku boleh menamakannya, ini lebih mirip laparaktomi ruhiyah.
”Kita sebagai akhwat memang dicipta-Nya memiliki rasa pede yang cukup tinggi barangkali yah? Kalo’ bahasa gaulnya gampang ke-GR-an.” Tawa sang pemateri lebih mirip seringaian harimau di kebun binatang Bukittinggi menurut kacamataku saat ini. ”Bukankah perempuan secara fitrahnya sangat melambung ketika diberi perhatian? Sebaliknya, laki-laki memiliki kecendrungan untuk melindungi. Walau bagaimanapun, antara laki-laki dan perempuan tetap ada medan magnet yang memiliki potensi untuk saling tarik-menarik sekukuh apapun kita bertahan dengan alasan ’tidak akan terjadi apa-apa’. Tapi, siapa yang dapat menjamin hati kita esok?
Tepat! Yah, sangat tepat sekali! Di sini nih....menghujam dalam. Dalam dadaku! Ya Allah, malunya. Bukankah aku juga terimbas? Kalo’ ga dia yang misscall ya aku! Bahkan, SMS taujihnya juga kubalas SMS taujih. Oh Allah, malunya hamba pada-Mu...
”Tapi, yang ikhwan juga salah sebenarnya! Tak sepantasnyalah seorang ikhwan yang mengerti tentang bagaimana interaksi antara dua orang berbeda jenis mengirimkan SMS-SMS seperti taujih atau ngebangunin shalat malam misalnya. Makanya saudariku, kita mesti hati-hati banget! Bayangkan saja, syetan merentang jarak diantara dua HP itu. Menghembuskan kepada hati kita yang penuh dosa bisikan untuk melakukan maksiat sekecil apapun itu! Bahkan yang kita sendiri anggap itu bukan lagi maksiat karena sudah dikemas sedemikian rupa dengan label dan sampul seislami mungkin. Sesungguhnya Allah mengetahui apapun yang tersimpan di dalam dada. Ketahuilah saudariku, tak ada yang melarang kita untuk merasakan rasa itu, yang ada adalah penempatan yang bukan lagi di koridor syar’i.....”
Pemateri itu masih saja menguraikan cerita yang panjang lebar. Sesekali diselingi humor yang membuat hadirin tertawa. Tapi, tidak bagiku. Ada segenap rasa yang seperti meremas-remas persendian bathinku. Dan tetes demi tetes itupun jatuh. Membasahi hatiku yang kian kerontang.
-Selesai-

Kembali ke “Masa Muda”

Hummm…, sedikit berkotempelasi niih. Hehe. Memunculkan sedikit sisi-sisi melankolisku. Hahay. Eiihh…,omong2 koq aku ‘lepas-lepasan’ ajah di blog niy yah? Kaga peduli ada yang baca apa ga. Sing penting, numpahin ajah. Waaa…, lama2 aku jadi curhat di sini niih. Hehe. Yaph, tak ape laaah. Kata seseorang (yg udah kulupa siapa yg bilangnya, hehe) menuliskan pengalaman adalah salah satu cara untuk mengasah kemampuan menulis. Dan catatan harian salah satunya. Tapi, kalo catatan harian (bagiku), cukup hal2 yang sifatnya privat sangat saja laaaah. Kalo Cuma pengalaman, mending dicritain di blog sahhajaa.., biar bisa sama2 diambil hikmahnya (itupun kalo ada yg nyasar bacaaaa, hehehe). Kalo pun gak ada hikmahnya, setidaknya, “melepaskan” segala apa yang berdenyut2 di kepalaku. Hahahaha. Lebay!
(eheem….., bagi yg sempat nyasar di sini, sepertinya kuperlu berterima kasih, karena udah bersedia [mau tak mau, harus mau, hehe] menampung separuh bebanku. Hehehehe)


Kebetulan di masa liburan empat hari niih (hwaaaa…alhamdulillaah, seneng banget! Setelah berjibaku alias basitungkin sama kuliah propesi yang minta ampyuuuun padatnya berikut tugas2nya, diberi sikit kelapangan sama Allah) sempet silaturrahiim ke rumah Ayek-Pak Yek ku. Senang! Senang! Alhamdulillaaaah… (seperti biyasa, silaturrahiiim emang mendatangkan rizki. Hehehe).

Di sana, aku seperti diantarkan pada memori puluhan tahun silam (hahaha, puluhan tahun silam? Emang umurnya berapa sekarang nek? Hehe). Enggak ding! Lebih tepatnya 17 tahun silam. Saat aku masih umur 5 atau 6 tahunan laah. Ketika itu, ibu harus melanjutkan skolah ke seberang pulau sono. Aku tinggal sama Ayek.


Sejenak…, aku ‘kembali’ ke masa itu. Masa-masa ‘tak ada’ dosa. Tak ada masalah (eihh..ada ding, masalah versi anak-anak, hehe). Masa-masa mulai melengok dunia. Mulai belajar mengerti dan memahami. Hoho.

Layaknya anak desa lainnya. Hiihi, emang ko, aku kan wong ndeso. Orang desa. Atau, kembang desa?? (hahaha, yang terakhir TENTU SAJA TIDAAAAK). Aku menikmati hari dengan sawah, dengan sungai, dengan halaman hijau, dengan ayunan di pohon rambutan, ikut turun ke sawah menanam padi, dan permainan ala anak desa lainnya. Berteman dengan kerbau, sapi, (hoho…). Ingat ini, aku jadi terpingkal2 abizz waktu denger crita teman kuliahku yang katanya gak pernah liyat kerbau dan hampir2 gak bisa bedain kerbau dan sapi. Hahah. “Di mana sih, kotamu, Buk?” Dia sempat begitu euphorianya ketika pertama kali liyat kerbau. Haha. Ada-ada saja dunia.

Waktu itu kehidupan memang serba pas-pasan. Ayahku baru pegawai honor dan ibuku mesti lanjutin kuliah lagi. Jauh pula di seberang pulau sana. Tapi, seberapa pun pas-pasannya, aku menikmati dengan sangat masa itu. Aku bahkan ga keberatan kalo Cuma jajan dua kali seminggu. Hari kamis dan jum’at saja. Itu pun gak banyak. Hari kamis seratus rupiah dan hari jum’at lima puluh rupiah. Aku gak peduli dengan teman2 yang jajannya tiap hari, karena ayah ibuku gak biasakan aku suka jajan waktu itu (waaah…jadi terkenang masa itu). Kalo sekarang??? Hehehe….(Cuma bisa ketawa doang mah).

Waktu kecilku, tak kenal dunia “hebat di luar sono”. Gak kenal game tendo (sekarang pun kaga bisa maennya, hihi), gak kenal timezone, gak kenal alat-alat canggih macam computer dan barang sejenis, gak kenal mobil mewah (naik mobil mah, kalo mau ke pasar saja. Itu pun “cigak baruak”, hahaha). Hmm…apa lagi yaaaa? Siaran tipi pun Cuma TVRI doang yang isinya kebanyakan berita (waktu itu paling tak suka nonton berita, hehe).

Yang aku kenal adalah, ayunan kayu di batang rambutan, boneka yang dibuat sama ibuku sendiri (waktu itu merengek-rengek minta dibeliin boneka. Tapi, karena banyak kebutuhan yang lain lebih mendesak, ibu membuatkan boneka untuk kami. Aku dan adikku, alhmarhumah). Aku masih ingat, nama boneka itu kami beri : Cici dan Sari. Hehehe. Punten buat yg punya tuh dua nama. Maklum waktu itu masih lugu sangat. Denger di tipi nama begituan, langsung ajah dikasi nama itu. Hehe). Yang aku kenal adalah lumpur sawah. Waaah…girang sangat waktu diajakin ikut nanam padi. Sambil bersorak riang gembira, “Yaah, pi lah bisa nanam padi!”, horray…horray…! Rumah panggung yang ada “dangau”nya. Biasanya dijadiin tempat ngumpet kalo maen “cik mancik”. Trus, mandi-mandi di sungai, pake “pelampung ajaib”, hehe..bukan ding! Pelampungnya dari ban mobil bekas. Waktu itu siih, dampak global warming belom terasa. Sungainya masih sangat jernih dan kedalamannya lumayan. Di pinggir kiri kanannya ada pohon-pohon yang hijau dan asri.


Setelah tamat te-ka, melanjutkan skola ke es de Kuti Anyir, deket rumah Ayek. Hmm…di es de ini aku sempet bikin Ayek pusing tujuh keliling nyariin aku yang kabur ke pasar Jum’at selagi temen2 pada skola (waaaah..kalo dipikir2, aku nakal jugah waktu itu yah? Hehe). Di es de ini jugah aku kenal salah seorang temen, cowok, namanya ..(aku masih ingat namanya, saking berkesannya peristiwa itu. Namun, demi menjaga nama baek, namanya tak usah kusebutkan saja. Hehe). Ini anak terkenal sangat nakal. Karena mamanya jadi guru di es de itu, jadii, ngerasa pulnya dekingan kali yaah?. Nah, si y*d* ini (temanku itu) paling demen jailin aku. Pernah suatu kali (eihhh acap kali) dia merebut buku latihanku yang udah diperiksa sama bu guru (yg dapet sepuluh, hehe) trus dia contek abis-abisan. Setelah puas nyontek, dia meludahi bukuku itu lalu mengembalikannya padaku. Huaaaaaa….nakalnya! Aku Cuma bisa nangis waktu itu. Huaaa..kyaaaaa!!! udah lebih dari 17 tahun kaga ketemu sama dia. Gimana kabar anak itu yaah? Hehe.

Dulu, malah aku yang lugu niiih, hahay, kaga ngerti apa itu arti juara satu. Pembagian rapor pertama cawu satu kelas satu adalah hari yang istimewa namun tak kumengerti waktu itu. Waktu ditanyain kakak kelas, “Siapo nan juara satu di keals satu?”, aku malah balik nanya, “Juara satu tu apo?”. Hahaha. Namun, setelah-setelahnya, pembagian buku warna merah yang dibagiin tiap akhir catur wulan itu menjadi begitu ditunggu-tunggu (bukan karena mau dapet hadiah, tapi karena bakalan ada liburannya. Hehe). Dulu tuuuh, nilai delapan, nilai Sembilan itu “dibeli” sama ayah. (hayyoo..pasti di antara kamu jugah ada yang kek gituh kaaan? Hehe). Duitnya ditabung. Alhamdulillaah, dari “hasil jualan nilai delapan ‘n Sembilan” itu, bisa beli sepeda baru (ditambahin duit hasil lomba matematika jugah siiih). Senang! Senang! Senang! Bawaannya pengen bersepedaaaa ajah ke mana-mana. Pamer sepeda baru ni yeeee. Hehe.


Wuuuuuussss…. Setelah cukup lama bernostalgila eihhh bernostalgia di alam ‘itu’, mari kembali ke dunia nyata. Kalo Kak Ros triak, “Cepat balik!!!”. Hehe. Tak baik lama-lama di masa lalu. Karena, semua itu juga gak bakal kembali koq. Apapun kendaraan yang digunain buat kesana, mau pesawat jet sky kek, mau roket kek, apalagi “pintu kemana saja” punya doraemon, tak bakal mengembalikan kita pada masa itu, kan ipi kan? Hoho.

Tapi, semua itu mengingatkanku betapa sejenaknya waktu ini berlalu. Rasanya baru “kemaren” semua peristiwa itu terjadi. Rasanya baru kemaren pake rok merah, rok dongker, rok abu-abu, tak berasa, sekarang sudah tamat S-1 (insya Allah wisudanya satu minggu lagi, hehe). Dan, selama masa itu pula, sudah begitu banyak dosa2 yang telah diperbuat. Siapkah aku bertemu Dzat yang Maha Abadi, Dzat yang persidangan di pengadilan-Nya amatlah detil?

“Wahai Allah, tutuplah aku di kala semua perkara dibukakan, ya Rabb…”






Sehari sebelum balik ke Padang lagi

Belajar Berdamai dari Mereka


Hwaaaaa….senangnyaaa, hari ni jumpa banyak anak-anak. Huummm…, refreshing tingkat tinggi niih. Bener2 refreshing. Tawa ceria mereka. Wajah-wajah tak berdosa. Wajah-wajah tanpa masalah. Dan hari-hari mereka, adalah kegembiraan.




Aku jadi banyak blajar dari kebahagiaan mereka. Dari dua bahasa yang mereka gunakan, yaitu tawa dan tangis. Belajar dari mereka bagaimana mereka membangun sebuah pertemanan. Dengan egosentris masing-masing yang masih sama-sama tinggi. Waaaa…, ‘berteman’ dengan mereka benar-benar sangat menyenangkan (hehe, berhasil melupakanku sejenak pada setumpuk tugas2 kuliah yang menunggak minta dikerjain)




Huummm…, mari sejenak belajar dari anak-anak bagaimana mereka “berdamai”. Berkelahi sesama teman adalah hal yang lumrah di kalangan anak-anak, bukan? (Lagi2 soal egosentris, ngerasa diri selalu bener bagi anak-anak itu masih sangat tinggi, barang kali yaaah?). Tapi, secepat apa mereka bertengkar, secepat itu pula mereka berdamai.




Aku jadi ingat suatu kejadian, di mana dua ibu-ibu saling bertetangga, dan anak-anak mereka seumuran juga saling bermain di salah satu halaman rumah. Lalu, tak dinyana, terdengar tangis kedua anak itu membahana membelah dunia (hahay, lebay banget!). Sontak, kedua ibu itu keluar mendengar tangis anak mereka. Ada yang masi pake daster dengan jepit2 gulungan rambut dan wajah penuh masker, dan yang lain, tangannya masi dipenuhi busa detergen.

Anak pertama (sebut saja Melati) teriak : “Mamaaaaa…, mainankuuuuu…huk..huk…diambil diaaaaa.” Ia nangis sambil nunjuk-nunjuk ke arah anak yang satu lagi (sebut saja namanya Mawar) yang lagi pegang sebuah boneka.

Merasa tak rela dituduh Melati, Mawar membela diri sambil memeluk erat mainannya, “Ini punyakuuuu…, Bunda!” teriaknya, juga disertai tangis.

Apa yang terjadi kemudian???

Bukannya menenangkan anaknya, malah kedua ibu itu terlibat emosi dan malah ikutan bertengkar.

“Heh.., Bu Dahlia! Kalo ngurus anak itu yang becus! Masa’ mainan anakku dicuri gitu! Pasti kamu mengajarkan anakmu mencuri yaah???”
“Enak saja Bu Anggrek bilang gitu! Kamu tuuh yang gak becus mengurus anak! Ini mainan, papanya yang belikan, tauk!”
“AAaaaaah! Alasan! Sini, kembalikan!”
“Enak sajaaaa!”
“#$%^&^*(*&%$#!!!”
“%$#@^&*^%$#@+=.....!!!!!”

Dan perseteruan itu pun semakin seru, lalu berujung pada aksi saling jambak-jambakan. Tinggallah Mawar dan Melati pada bengong ngeliyatin mama-mama mereka pada jambak-jambakan. Serta merta tangis keduanya langsung brenti dan berganti dengan keheranan yang amat sangat.

Eeeh…, pas sorenya, Mawar dan Melati udah kembali berteman dengan akrab dan main boneka sama-sama lagi, sementara Bu Dahlia dan Bu Anggrek masih sama-sama tersulut emosi. Masih sama-sama saling buang muka. Padahal, anak2 mereka udah berdamai dengan sendirinya.

Hehehehehe….

Mari, belajar berdamai dari anak-anak…^_^








...homeSWEEThome eXpedition...

alhamdulillaaah, setelah sekian lama ndak pulkam , akhirnya dapet kesempatan pulkam jugah. Eeh..., baru kepikiran buat ngelakuin "ekspedisi". Berikut ini adalah hasil-hasilnya. Alhamdulillaah, original kecuali penambahan nama saja. hehe...

yuuuk..slamat memanjakan mata, hihii...





















yang iniii adalah pohon2 "ateng" yang dari ketinggian setengah meter hingga sepuluh senti, bisa diambil buahnya. Subhanallah... (semua buahnya bisa dipetik langsung tanpa harus manjat-manjat dulu. hihi)








Subhanallah... Maha Agung Allah... Maha Indah ciptaan-Nya...

Belajar dari Sebuah Ujian


Sedikit berbagi ceritera, hehe. Beberapa waktu lalu, kami mengikuti ujian akhir Farmasi Industri. Sejujurnya, materi2 yang berhubungan dengan industry bagiku memang “agak berat”. Karena, udah tertanam duluan di pikiran, bahwa aku gak ambil konsentrasi ke Industri. Soalnya, industry itu agak banyak menyita waktu. Kurang tepat untuk perempuan. Udah gituu, di mana-mana tawaran, biyasanya lebih diutamakan laki-laki. Yaaah, karena itu tadi, industry kerjanya dari pagi ampe maghrib. Caapeee’. Selain itu lagi, aku pengennya pulang kampuang, dan industry farmasi mana ada di kampuangku. Hehe.

Jadi, ujiannya itu mengenai GMP atau CPOB (baca : Cara Pembuatan Obat yang Baik alias Good Manufacturing Practises). Masya Allah, bahannya seabrek-abrek banyaknya! Apalagi kalo baca yang kluaran tahun 2009. Huaaa…, bukunya sebesar A4 dan tebelnya lebih tebel dari kamus Hassan Sadily. Hehe. Aku mah lebih pilih yg terbitan 2006 ajah. Udah tebelnya Cuma sepertiga kamus Hassan Sadily, ukurannya pun sebesar buku tulis. (lho, koq Hassan Sadily jadi pembandingnya yah? Hihi). Tapi, satu yang amat sangat disayangkan dari buku terbitan 2006. Materinya tersusun dengan “padat berisi” dengan poin2 kayak 1.1, 1.2, …1.10 ..hingga 11.34…. Kaga ada bagan atau gambar, dan yang lebih parah, ukuran fontnya pun lebih kurang 7 pt. Kecil-kecil sangat! Kebayang kaga, gimana mau ngapalin sebanyak ituuu?


Walhasil, malam-malam qobla ujian, jam 9-an, daku masi “mengalay-ngalay” saja. Ditambah lagi, tetangga sebelah bertadang ke wisma kami. Jadi hebooh sangat! (pantang ketinggalan, maksudnya. Hehe). Trus, baru mulai baca jam setengah sepuluh. Baru sampai bab 3, udang ngantuk. Eeeh…, ketiduran deeh. Bangun qobla subuh lagi (niatnya mau lanjutin blajar), eeeh…malah ngga’ jadi. Ba’da subuh, skitar jam 6-an baru kembali ngelanjutin baca bab 4 ampe bab 11. Trus, buka buku validasi jugah. Karena ujiannya jam 8.30, kuputuskan buat baca screening ajah. Kaga sempat lagi kalo harus baca semua bab.

Waaah…, penuh tekanan jugah siiih. Apalagi, pas nyampe di kelas, temen2 udah pada sibuk komat-kamit ngapalin bahan. Keder jugah diriku. Kecut mengkerucut. Hihi. Berharap sangat dalam hati, mudah2an ujiannnya diundur ajah (secara Bapak Dosennya kan PD 3, jadi kan sibuk banget. hehe). Harapannya, kalo diundur, punya ruang waktu lebih lebar untuk blajar. Meski, sebenarnya PENGUNDURAN ITU ADALAH PENCURI WAKTU TERHEBAT. Betul tak?

Nyampe di kelas, aku pinjem catatan anak sebelah (kelas B maksudnya, secara aku berada di kelas A). karena, mereka lebih banyak kesempatan diskusinya bersama dosen dibanding kami. Catatanku??? Hehe, aku kaga punya catatan kecuali orat-oret ajah di buku secara langsung, dan aku lebih suka orat-oret langsung ke bukunya dari pada dikhususkan nyatat di buku tulis. Gaya banget! hehe. (padahal dulu waktu es em pe, dan es em a, aku lumayan suka nyatatin plajaran. Pas kuliah aja yg lebih hoby ngopy, apalagi yg dosennya ngasi print out slide. Hadduuuh…). Kebetulan bapaknya lagi ada urusan, jadi ujiannya diundur ampe jam 9. Waaah, khusyu’ banget aku baca catatan punya temenku ituu. Setelahnya, nyambi dan pedekate sama beberapa orang yg lagi bahas soal. Lalu, sedikit baca orat-oretku di buku.


Dan, kemudian ujian pun berlangsung. Soalnya essay! Ada lima soal, waktunya Cuma 30 menit. Masya Allah, betapa kagetnya aku, ternyata soalnya bukan isi buku seabrek2 dengan font 7 pt yang mesti jungkir balik diapalin itu! Tapi, dari orat-oretan di bukuku sama catetan temanku yang sempat kubaca menjelang ujian. Waaaah…, masya Allah. Ba’da ujian, sambil melewati koridor farmasi-MIPA-pertanian-peternakan (buat nyariin bapak pembimbing dua ku), aku jadi tersenyum dalam hati. Banyak hikmahnya dari kisah ujian kali ini. Ternyata, hidup itu memang UNPREDICTABLE yaah? Banyak hal2 tak terduga yang kemudian kita temui di kehidupan ini yang sebelumnya tak terprediksi. Sungguh-sungguh sangat banyak. Seperti ujian GMP yang kulalui itu, ternyata soalnya ga’ seperti yang kubayangkan. Justru, kebanyakan dari orat-oretku di sela-sela paraghraf tuh buku yang kluar di ujian. Begitu pun hidup niy. Banyak di antara kita yang udah terpaku dengan satu hal, tapi lupa menyisakan ruang untuk hal-hal yang tak terduga itu. Sehingga, ujung2nya banyak kekecewaan.

Memang benar, sebaik-baik rencana kita, maka rencana Allah jauh lebih baik unuk diri kita.

Allah udah katakana melalui taujih Rabbani-Nya, “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (Qs. Al Baqarah : 216)

Jika kita terlalu berharap akan sesuatu dan ketika sesuatu itu tak sesuai harapan, sering kali merasa sangat kecewa. Iya tak? Namun, (seperti nasehat seorang temanku, dan nasehat ini adalah nasehat di saat yang tepat untukku waktu itu, jadi mengena banget), gantungkanlah harapan itu hanya pada Allah saja, niscaya, kita takkan pernah kecewa. Takkan pernah! Karena, apa pun itu, PASTILAH YANG TERBAIK UNTUK DIRI KITA!

Sebab, seoang muslim dan mukmin itu semua kondisi dan keadaan adalah BAIK baginya. Tak pernah buruk. Kendati pun barang kali tak sesuai dengan rencana kita semula, ia tetaplah yang terbaik! Pasti Allah sudah punya sebuah rencana bagi diri kita bukan? Positive thinking itu penting, optimis itu harus, namun mempersiapkan diri untuk kemungkinan terbutuk itu lebih baik. Dan, apa pun kemungkinan terburuknya, jika memang itu telah ditetapkan-Nya, maka tetap saja itu adalah yang terbaik dari-Nya. (ini bukan berarti kepasrahan tanpa ikhtiar looh).

“Sungguh amat menakjubkan kondisi seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah adalah baik baginya. Apabila memperoleh kelapangan, ia bersyukur maka itu adalah baik baginya. Dan apabila ditimpa kesempita, ia bersabar maka itupun baik baginya.” (HR. Muslim)

Jadi, menyisakan ruang untuk sesuatu yang tak terprediksi itu adalah baik, bukan? Semua mengajarkan kita akan arti pentingnya menghadirkan Allah di setiap jenak-jenak kehidpan yang kita lalui. Allahu’alam.





homeSWEEThome, didepan “tabekku, the source of my inspiration”, 9 Dzulhijjah 1430

Haduuuuh....Dis-Konek!!!


Akhir2 ni, jaringan komunikasi memang agak suka error. Lebih tepatnya pasca gempa niy laaah. Komunikasi via telepon seluler (Tanpa menyebutkan nama GSM-nya, demi menjaga nama baik, hehe), menjadi sangat tak efektif. Kadang2 nyambung kadang2 ga’. Sering kali SMS yang dikirim hari niy, nyampenya baru besok malam. Siapaaa coba yang ga’ bete. Barang kali karena penawaran SMS gratisan untuk SMS pelanggan GSM yang sama kali yaaah, jadinya operatornya pada sibbuuuk gara2 SMS2 konyol beredar di mana-mana. Diriku saja sering nrima SMS gokil macam tuu di samping SMS taujih. Sebagian siiih memang menjadi moment banget, kesempatan emas buat ngirim taujih online via SMS ke semua pengguna GSM yg sama. Missal : diriku lagi di perjalanan bus yg memakan waktu 6 jam itu, kesempatan buat ngirim SMS (lebih tepatnya memforward, hehe) ke teman2. Mumpung jaringan lagi tak masalah dan mumpung masi gratisan. Hihihi…



Maka, di suatu sore nan cerah, setelah seharian ga’ nrima SMS apapun (bahkan jarkom kuliah sekalipun, yang membuat kami bertanya2 “kuliah pa ga’, hari niiy”. Maklum, pasca gempa, jadwal kuliah juga ikutan terganggu. Jadi, jadwal kuliah kami berganti tiap hari dan dijarkom tiap malam, karena harus banyak penyesuaian), tiiba-tibaa…,


“ting-ting…” (anggap saja bunyinya begitu. Bunyi standar SMS laah. Hihihi)
Bunyi itu berulang kali. Kuraih henpon soakku yang udah rada-rada butut itu, eihhh…salah, maksudnya, henpon bututku yang udah rada2 soak itu. Hehe. (iyyah, henponku itu memang udah rada2 tuirr. Sering error. Kalo udah banyak es em es yang masuk, bisa ketuker-tuker pengirimnya sama isi SMS nya. Missal, si pengirim si Melati, malah isi SMS-nya dari Badu. Mungkin, maling ajah perlu berpikir puluhan kali buat nyuri tuh henpon kali yaaah? Hehe. Udah dosa nyurinya sama ajah, belom tentu laku di jual. Hehe. Udah fisiknya jadul, fiturnya jugah bener-bener es te de sangat! Tapiiii, betapapun soaknya henponku itu, aku tetap mencintainya apa adanya. Karena, cinta itu butuh pengorbanan, tho? Lagian, no body perfect. Hoho, kaga nyambung. Pokok’e aku tetep cinta sama tuuuh henpon. Apalagi ada 700 nomer telpon tersimpan di sana. Hehe. Kaga muat siihh sebenarnya, aku harus mendelet suatu nomer dulu untuk bisa meng-entry nomor baru lagi. Memo nya udah sangat2 full! Tapi…tapi…tetep kaga mau diganti (halaah, bilang ajah belom ada duit, hiihihi). Setidaknya, aku masi bisa nelpon, masi bisa SMS, masi bisa digunain buat alaram, dan masi bisa dijadiin tempat nyimpan ide yang terselip2 di jalanan. Betatappun soaknya, henponku itu telah berjasa sangat besar padaku, dan sudah selayaknya aku tak perlu ‘menghinanya’. Aihhh, aku menyukuri keberadaannya koq. Cuma ajah, agak sikit lebay niih. Hehe). Hadduuuuh, udah ngelantur kemana-mana niih. Kembali ke lapotop deeh.



Jadi, beruntunlah bunyi SMS masuk waktu itu. Masya Allah, 19 messeges received. Sembilan belas! Jarang2 aku dapet SMS beruntun macam tuhh kecuali pas lebaran. Hehe. Isinya mulai dari jarkom, hingga yang nanyain prosedur lab. Ada jugah taujih. Ada pemberitahuan kuliah. Ada SMS gokil.. Paling banyak siih pertanyaan. Semisal, “Thel, jam bara pulang?”, “Thel, lagi dima?”, “Thel, bapakny dah masuk.” etc



Hoho, baru aja sehari jaringan error, sudah segitu pelik nya permasalahan komunikasi. Bahkan jadwal kuliah pun jadi kacau bliau gara2 jarkom yang kaga nyampe2. Skali lagi kubilang, itu baru sehari! (hummm…,jadi ingat waktu gempa kmaren. Saking kaga bisa nya komunikasi, banyak ortu (dari berbagai daerah, mulai dari sumbar dan skitarnya, hingga Jambi, Medan, Pekan Baru) yang stress dan bersliweran di Pasar Baru dan dareah2 lainnya, mencari anak2 mereka yang hilang, apakah anak mereka selamat apa kaga? Apakah salah satu anak mereka adalah korban gempa? Lagi-lagi masalah komunikasi!)


Sekarang, kita sedikit memandang dari sudut pandang yang berbezza. Jika, komunikasi sama manusia ajah yang sikit error, sudah banyak yang kelimpungan, lalu bagaimana dengan komunikasi dengan Allah. Sholat adalah salah satu bentu “komunikasi” antara hamba dengan Rabb-Nya. Tapi, yang amat mengherankan, kenapa masi banyak yang membiarkan komunikasinya dengan Allah terputus dalam jangka yang sangat lama??? Napa masi banyak orang yang dengan entengnya ninggalin sholat??


Ketika nada tilpun ‘n SMS yang masuk, dengan segera diistijabah alias di respon. Tapi, pas giliran adzan, ogah2an, bahkan dicuekin! Na’udzubillah… Dengan entengnya meninggalkan sebuah ‘komunikasi’ yang jauh lebih indah ketimbang tilpun-tilpunan or SMS-SMS-an! Kenapa orang2 tak sholat menjadi pemandangan yang biasa? Kenapa kalo diingatkan, jawabnya “ntar deeh” melulu?


Huffff… Mengingat ini, aku teringat pada suatu perjalanan. Jadi, perjalanan itu start sebelum subuh. Supirnya kaga brenti2 kecuali setelah jam 7-an pagi. Nah, orang2 yang di dalamnya, koq entengnya ninggalin subuh? Ada yang berdalih dengan “husnudzon” sama Allah, “aaah…, Allah kan ngerti, kalo kita lagi di jalan. Allah kan Maha Tahu. Allah kan maha pemaaf. Mudah2an kali ini dimaafkan deeh.” Ck…ck…ck…. Na’udzubillah. Padahal, Allah kan udah kasi kemudahan dengan cukup bertayamum saja dan sholat dengan kondisi duduk saja dan menghadap ke mana kendaraannya melaju. Bukankah Allah sudah ngasi rukhsokh? Dan, yang lebih mengherankan lagi, justru yang ngelakuin sholat subuh dengan tayamum malah dipandang aneh! Padahal, sejak esde hingga tingkat perguruan tinggi, udah diajarkan, berulang-ulang pulak! Apakah hanya sekedar teori sajakah? Kenapa lebih mengherankan orang yang sholat dengan tayamum dari pada orang yang tidak melaksanakan sholat?? Kan, subuh kaga ada jama’ nya.


Huuuffff…. Dan, yang anehnya, kenapa sering kali merasa cukup dengan apa yang ada saja? Dibilangin, kitanya dianggap anak kecil yang baru setaon jagung yang kaga pantes ngingatin orang yang udah lebih setengah abad bermukim di dunia. Mungkin, caranya aja yang kurang pas, lalu kemudian2 lebih memilih untuk diam. Aaahhh….ternyata PR-nya kita masih banyak yaaaah??? Huff…, jadi ingat kajian tatsqif. Musibah yang lebih berbahaya itu adalah musibah agama! Bahkan, gempa 8,3 SR kmaren tuuh belum apa-apanya dibanding musibah agama yang menimpa umat manusia. Jika musibah dunia bisa mengenai siapa saja, dan akibat paling parah itu yaa..kematian. Toh, hanya dalam beberapa saat, Ranah Minang sudah mulai berbenah koq. Musibah agama itu “pilihan”, maksdnya ga menimpa semua orang. Hanya mereka2 yang berpaling dari agama saja, dan ia tiada berujung. Bukan main musibahnya. Naar! Na’udzubillah… Smoga Allah selamatkan umat ini dari musibah agama.










Dzulhijjah, 1430 H Setelah enam jam berada di atas bus. Alhamdulillaaaaah, akhirnya bisa pulkam jugah dan beraye sama kluarge kita orang niih. Hehehe. Sekalian deeeh, Selamat Idul Adha 1430 H.

Haruskah Aku Nge-DRUG???


Mungkin, banyak yang bilang, “Ah, males makan obat. Obat itu kan racuuun.” Hohoho…

Memang koq, obat itu adalah racun. Apalagi vaksin. Vaksin flu burung, berarti memasukkan virus flu burung itu ke tubuh manusia. Dan obat karsinoma, berarti orang sehat yang memegangnya beresiko berat terkena kanker jugah. Antibiotic terputus, artinya resiko resistensi yang tinggi. Memakan obat dengan MTC kecil, kelebihan sedikit saja menimbulkan toksisistas dan keracunan yg bisa berakibat kematian. Waaooooo…., betapa berbahayanya obat!

Sebagai orang yang berinteraksi dengan obat, mungkin aku sedikit berbagi cerita niiiy. Semua obat memang adalah RACUN! KECUALI, yang digunakan DALAM DOSIS YANG TEPAT. Jadi, suatu obat berefek MENYEMBUHKAN jika digunakan pada DOSIS yg TEPAT!

Terjadinya medication error selama ini (gara2 ahli obatnya kaga bekerja dengan baek, hehe) adalah disebabkan oleh PENGGUNAAN YANG TIDAK TEPAT TERHADAP OBAT.

Penyebabnya bermacam-macam, bisa karena ketidak patuhan patien, polifarmasi (maksudnya : satu pasien dapat buanyaaaaaaak obat, bisa sampai delapan macam. Padahal, banyak jugah diantara obat2 ntu yang gak dibutuhkan oleh pasien sebenarnya. Kayak PCT yg dikasi sama orang yg ga demam), karena interaksi obat, ketidak tepatan indikasi, ga ikut sama aturan pakai, regimen dosis alias waktu pemberian (maksud’e yang tiga kali sehari, dua kali sehari itu looh), hummm…apa lagih yaaa? Pokok’e buanyak sangat lah penyebab ketidaktepatan obat ntu sehingga obat statusnya jadi racun.

Jadi, kesimpulannya? Tanya pharmacist sajaaaa. Hehehe. Kan, no pharmacist no service…(PP. no 51thn 2009 looooh! Baca gih, undang2nya. Hehe)


Eihhh, bukan! Bukan ding! Maksudku bukan ituu. Bukan untuk promo pharmacist atawa memboomingkan PP 51. Aku hanya ingin mengambil sikit analog saja di sini.

Jika diumpamakan kepada kehidupan ini, pun begitu adanya. Jika kita berjalan pada koridor yang lurus, berarti itu semua itu insya Allah akan mengantarkan kita pada kebaikan, pada Jannah-Nya (amiiiin). Tetapi, jika kita tidak melaksanakan aturan pakai sesuai dengan dosis yang tepat, maka berakhir kepada kesengsaraan, yaitu Naar (Na’udzubillah, tsumma na’udzubillah).

Suatu obat yang tidak dimakan, akan menyebabkan penyakit bertambah parah. Sebaliknya, jika dimakan dengan dosis yang berlebih, juga menyebabkan efek keracunan. Jadi, semua harus diminum dengan dosis yg tepat dan regimen yang tepat pula. Begitu pun dengan amalan yang kita lakukan. Jika tidak kita laksanakan, akan menimbulkan kesengsaraan (ya jelas dong yaah?). Jika dilakukan dengan berlebihan dan tidak sesuai dengan “aturan pakai” nya, dengan kata lain mengada-adakan sesuatu dalam agama/bid’ah, pun akibatnya jugah adalah “keracunan”. Obat yang dimakan dengan dosis tinggi menimbulkan keracunan. Sementara amalan yang dilakukan di luar apa yang semestinya, atau berlebihan (macam sahabat yang mau puasa sepanjang masa, yang gak bakalan tidur2 atau gak bakalan menikah itu) juga menimbulkan “keracunan”. Hehehe.

Jika semua aturan pakainya kita patuhi, insya Allah akan mendatangkan kesehatan bagi kita. Pun begitu halnya dengan “aturan pakai” hidup ini, Semua aturan pakai yang tepat dan dosis yang tepat, telah Allah dan Rasul-Nya tuangkan dalam Al Qur’an dan Sunnah. Yang jika kita berpedoman pada keduanya dan mengikutinya, insya Allah akan selamat.

Nah, untuk mengetahui obat-obatan yang tepat itu, kita kan mesti punya ilmunya dulu tuuuh. Missal, ada yang lagi mengalami sakit, tapi suhu tubuhnya gak naik, tetap ajah dikasi paracetamol. Atau, suatu infeksi yg ga perlu ditangani dengan anti biotic, tapi malah dikasi antibiotic. Itu kaaan, medication error. Hanya akan memberatkan si sakit. Makanya, untuk mengetahuinya, gak bole pakai ilmu kirologi(atawa ilmu mang-kiro-kiro sajo dengan kata lain perkiraan atawa estimasi saja. Atau, “kayaknya gini deeeeh” berdasarkan kebiasaan “nenek moyang” terdahulu. Mesti Tanya ahlinya. Siapaaaa? Ya pharmacist laaah. Hehehe. Begitupun dengan amalan yang kita lakuin. Jangan pake kirologi, atawa menuruti kebiasaan “nenek moyang” saja. Mesti ditanya dulu, ini benar apa tidak yaah? Kepada siapa? Yaaah, kepada yang berkafaah dalam ilmu Fiqih laaah. Atau, bidang2 lainnya. Bahasa kerennya, ilmu yang amaliyah dan amal yang ilmiah. Iya tho?


Humm…., ini hanya sekedar analog saja. Yo weisss, gak mungkin persis sama, tho? Semoga saja bisa diambil hikmahnya. Karena, alam takambang jadi guru. Apapun yang ada di alam ini, merupakan plajaran bagi qta semua. ‘afalaaa tatafakkaruuun? Banyak hikmah2 di balik fenomena alam yang sebenarnya mirip sekali dengan Psikologi science dan social science (omong2, istilah ini ada kaga yaaah? Hehe. Kalo gakada anggap saja ini istilahku. Hihi). Bahkan, menurutku, segala rumusan2 yang diturunkan secara matematis itu adalah penyederhanaan konsep kehidupan. Ia adalah sebuah model matematis dari hidup ini. Apapun itu. Karena semua berjalan sesuai dengan sunnah-Nya. Allahu’alam.





Al Hurriyyah, baiti jannatii, ba’da agenda Rohis bab Fiqih Sunnah. Hehe.

(ide tulisan ni muncul waktu kuliah Herbal Medicine. Pas ba’da dzuhur ngetem di Sekre FSI, eeeh..tiba2 dapet SMS dari teman kalo bapak dosennya udah masuk. Padahal baru jam 13.20 WIB. Di jadwalnya kan jam 13.30. akhirnya, sejenak kuhentikan ngetik, lanjut ngecirr ke ruang kuliah. Dan, nulisnya dilanjutkan lagi ba’da agenda Rohis di wisma. Hehe. Skedar intermezzo saja)

Wisma Award



Alhamdulillah…,wisma dari hari ke hari, semakin inovatif saja. Waaah…perlu acungan jempol deeh buat BPW (badan pengelola wisma) yang sudah sangat kreatip mengelola wisma MIPA-Farmasi (suatu saat farmasi insya Allah bakal bikin wisma sendiri tho). Semoga, ke depan, wisma menjadi lebih baik lagi, daaan lebih baik lagi. Menjadi projek percontohan bagi wisma fakultas lain atau universitas lain. Semoga lebih berkualitas, Baik dari segi programnya, Ruhiyyahnya, aktivitas da’wahnya, “ramah lingkungan” dan bersahabat dengan masyarakat di sekitar, punya agenda entrepreuneurship dan akademisnya jugah okeh! Soal akademis niih, wisma belum mencapai target. Mudah2an di momen wisma Award ke depan, ada perbaikan-perbaikan. (huhu, berat rasanya jika harus meninggalkan wisma). Dan, semoga dihasilkan alumni2 yang hmm…berkepribadian luar biyasa. Allahu akbar!!!


Huumm…,sekilas tentang Wisma Award dengan beberapa kategori yang diperlombakan. Kategorinya adalah : wisma terbersih, wisma ter-friendly, wisma aktivis, wisma entrepreunership, wisma akademis dan wisma dengan program terbaik.


Pesertanya adalah delapan wisma FSI FMIPA Unand, 3 wisma ikhwan (wisma iqro’, wisma ukhuwwah, dan wisma Lasqar) dan 5 wisma akhwat (wisma Al Hurriyyah, wisma Muthi’ah, wisma Syakuro, wisma Shafiyyah, dan wisma Pelita Sholehah).


Pemenangnya adalah :
Untuk kategori yang digabung antara wisma ikhwan dan akhwat :
Wisma aktivis (yg isinya aktivis2 smua dung. Hehe) : Wima Muthi’ah
Wisma akademis (yg paling tinggi rata2 IPK nya) : wisma Al Hurriyyah.
Wisma dengan program terbaik (program2 yg diadain di wisma) : Wisma Muthi’ah

Kategori wisma terpisah antara ikhwan dan akhwat :
Ikhwan :
Wisma terbersih : Wisma Lasqar
Wisma entrepreunership : wisma Iqro’
Wisma paling friendly : wisma Iqro’

Akhwat :
Wisma terbersih : Wisma Al Hurriyyah
Wisma entrepreneurship : wisma Muthi’ah
Wisma paling friendly : wisma Shafiyyah

Hehe…, Alhamdulillah wisma Al Hurriyyah memenangkan dua kategori. Wisma terbersih dan wisma akademis. Alhamdulillaah. Semoga jadi motivasi agar ke depannya lebih baik dan lebih baik lagi…
Semangat!!!


Tentang Hurriyyah


Hurriyyah adalah Al Hurriyyah (para bidadari), cieee (k'Jen)


 
Hurriyyah itu merubah karakter pendiamku…hehe (ima)


  Hurriyyah itu adalah wisma terindah (Lilis)
  Hurriyyah itu totemo sutekina wisma, menyenangkan, heboh dan ukhuwahnya kuat banget (nany)



Hurriyyah tempat ketingal kedua setelah wisma bunda (nina)









Wisma Adalah tempat yang menyenangkan (uul)











Hurriyyah itu, wisma paling gokil, wisma gila-gilaan, bisa berekspressi sebebas-bebasnya, dan “cinta” baserak di sana. Hiihii (Fathel)