Pacaraaaaan?? No, Thank's!!


Huwaaaa…, sudah cukup lama rasanya tak kluar “dari peraduan”. Hehehe. Kalo di kampung siiih, aku lebih sering jadi anak rumahan yang tidak “palala”. Hihi. Abiiiiis, ga ada temen siiiih. Bawa motor buat “malala” jugah masih kagok. Naek ojek?? Ogaah! Jika tidak karena benar-benar amat sangat terpaksa sekali dan jika tidak ada ojekers perempuan, aku memilih untuk jalan kaki saahaaajaa.

Beruntung kemaren, akhirnya aku ketemu temen jugah. Hheee. Temen2 seumuranku di kampung (kalo dimatematiskan yang besar/kecil sama alias plus minus 2 tahun di atas atau di bawahku) udah pada baralek, udah pada punya anak, dan pada ikut suami semuaaa. Jadilah akuuu, ga punya temen. Huhu. Padahal kalo dikampus, seumuran diriku mah masih imut-imuuut. Hahaha. Nah, kemaren kebetulan aku ketemu temen lama yang kebetulan juga masih belum nikah. Jadinya, yaaaah enak diajakin ngobrol. Lumayaaaan, dari pada harus bengong sendiri. Heee…

Cerita punya cerita, akhirnya si temen curhat ke aku deeeh. Hmm…, pasti deeh ketebak arah pembicaraannya kemana. Hayyooo, apa coba?? Yup…yup…, bener! Soal perihal mengenai (pemborosan!) cowo’nya. Hmm…tumben yaaah si Fathel jadi pendengar yang baik yang kalem, yang komentarnya Cuma satu dua, dan gak balik bercerita. Hihihi.

Sepanjang cerita, yang diceritain yaah cowo’nya lah. Tentang kebaikannya. Tentang dia yang selalu perhatian. Dia yang bahkan ngasi duit bulanan (macam suami istri ajah niiiih). Dia yang setiaa. Wah…wah….saaaaluuut…(lho?lho? koq saluut sih Thel?? Eittt…ini bukan pembenaran loh yaaaah)

Hmmm…trus ngapain jugah nulisin curhatan temenku? Semua orang juga tau, kalo nyang namanya pacaran kebanyakan begitu. Iya tho? Is…is…is…. Tak laaaaah! Tak nak cerita macam tuuu. Aku hanya ingin memandang cerita itu dari sudut pandang yang berbezza. Hmm…, aku jadi berpikir seperti ini. Waaah….,masya Allah, berarti budaya ini (baca : PACARAN) sudah menjadi pemandangan dan hal yang SANGAT BIASA-BIASA SAJA! Sesuatu yang normal. Sesuatu yang sesuai dengan asasnya. Sesuatu yang sesuai dengan “adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah”. Sesuatu yang taat hukum dan taat undang-undang (haaaa??? Yang terakhir mah ngaco!)

Sungguh hebat yaaah. Mereka telah berhasil membuat sesuatu yang bukan budaya kita menjadi sangat biasa-biasa saja dan bahkan lumrah. Ibu-ibu malah sampai khawatir jika anaknya tak punya pacar, “kok anakku gak punya pacar yaaaah.” Nyanyi Kutak laku-laku jadi ngetrend banget.

Trus, si temen Tanya aku, “Pi, udah punya pacar jugah kaaaan?”
Howaaalaaaaahhh…, punya pacar?? Tuing…tuing…, gdubrakkkkk!
Ekpressi spontanku adalah, menggeleng-kuatnya sekuat-kuatnya (aaiiihhh…, jangan ampe keplintir tuwhhh leherrrrr! Hihihi….)
“Aaahh…, masa’ siiiiih??” si temen malah tak yakin.
Huwaaaa….apa aku bertampang bohong???

Is…is…iiiis….*nod-nod
Parah yaaaah?
Ketika umat Islam sendiri dijauhkan dari budayanya sendiri. Dan ketika budaya umat lain mengalami akulturasi menjadi solah-olah memang budaya islam.
Is...is…iiiiis…ape nak kite cakap lagi nii? Parah! Parah! Parah!

Ada yang berdalih begini,”Kalo gak pacaran, gimana bisa kenal coba?”
Waaaaahhh…, kebanyakan pacaran sebelum nikah itu, yang diliyatin ke pasangannya yang baek2 ajah, tho ?!! hayyyooo, ngaku ajah! Hihih. Nah loooh, jika udah giniiii, bagai mana bisa kenal cobaaa? Yang diperliyatkan yang manis2nyaajah, tho?!
Di Islam kan mengenal budaya ta’aruf tho? Yang mengharuskan untuk saling jujur dan mesti didampingi (gak berduaan ajah, tho??)
(Aaaahhh…, pembahasan kek gini mah udah banyak di buku2. Baca ajah sendiri yaaaaah. Hehehe)

Hanya saja, yang menjadi topic utama dan yang menjadi sudut pandangku adalah bagaimana mengalihkan budaya pacaran ini menjadi budaya yang lebih islam. Yang bener2 Islam. Missal dengan ta’aruf! Atau apaaa kek mediatornya, sing penting Islami! Gak ikut-ikut budaya mereka tuwwhhhh.

Aku jadi inget diskusi bareng temen2 PKP yang secara gak smuanya muslim kaan yaah? Nah…waktu diskusi itu kami kan kenalan lebih deket gituuuh, sampai2 temen2ku yang keisengan, pas memperkenalkan diri satu-satu, salah satu (eihh…salah dua ding!heee…) daftar pertanyaannya adalah apa statusmu dan “kapan target nikah?”. Howaalaaaaa!!! Dassaaarrr! Nah, setelah perkenalan tersebut dan cerita-cerita, temen2 yang non-muslim nyeletuk gini sama kami, “waaaahh…, kalo kalian kan gak pacaran yah? Tapi ta’aruf.” Nah looh? Temen2 non muslim ajah paham! Masa’ kita yang muslim gak tauuuuu! Maluuuuuuuu dooooooooong!

So??
mari sukseskan gerakan, “No Pacaran sebelum nikah” dan sukseskan jugah gerakan, “Ta’aruf sebelum nikah.”
Wahahahahaha….sotoy! Pake “gerakkan” pulak! Hihi.
Maksudnya giniii loooh, mari jadikan ini budaya kitaa! Githuuuu loooh! Yuk…yuk…yuk….
Mumpung pas maulidan jugah, mari…mari…back to asholah (kembali kepada kemurnianya) ajaran Islam. Gimana Rasulullah mencontohkan, mbok ya kita tiru tho nduk! Bukan membenarkan yang biasa, tapiiiii, memulai untuk membiasakan kebenaran!
Hayyyuuuuuu! Siapa takut!? (hooo…korban iklan!).

Ironi Acara Maulidan


Hmm…, mau cerita apa yaah? Aaah…tentang peringatan maulid nabi ajah deeeh. Sejak sepuluh tahun yang lalu (ituuung dulu aaah, 3 tahun SMP, 3 tahun SMA, nyaris 5 tahun kuliah), rasa-rasanya baru kali ini aku ikutan perayaan maulid nabi di kampung. Biasanya siiiih di sekolah (secara sekolahku kan gak di kampungku). Itu pun diisi dengan ceramah agama dan tabligh akbar.

Nah…nah…, kali ini aku ikutan acara maulidan di kampung. Gak sepenuhnya ikutan siiiiih, hanya saja kebetulan pas lagi acara kali ini aku lagi di kampungku ajah. Tapiii…, masya Allah aku gak nyangka acara maulidannya bakal semeriah ini. bahkan statusnya sama dengan hari raya yang lainnnya. Sama kek idul fitri dan idul adha (bedanya gak ada SMS selamat maulid nabi. Hehehehe). Ibu-ibu masak rendang, bikin kue dan malamang. Anak-anak pake baju baruu. Heeee….(gak juga siih). Pokok’e suasananya meriah banget, kaya layaknya hari raya. Waaah…, aku gak nyangka bakal semeriah ini. Aku pikir siiih, acara maulidan mah biasa ajah. Hmm…, pembedanya barang kali biasanya ada tabligh akbar. Gituuuuh ajah.

Masalah perayaan maulid Nabi Muhammad siiih, masih khilafiyah di kalangan ulama yaaah? Ada yang membolehkan dan ada juga yang mengatakan bahwa maulidan itu bid’ah. Hmm…, gimana kebenarannnya, dan mana pendapat yang paling kuat, yuuuuk kita cari sama-sama, mau Tanya ustadz kek, atau searching2 kek.(atau, ada yang bersedia memberikanku penjelasan??). Tapi yang jelas, aku gak punya kafa’ah dan kapabilitas untuk memutuskan bener apa tidak. Ilmu masiiiiiih seujung kuku beginiii. (makanyaaaaaa…., jangan pernah bosan nuntut ilmu…., yah…yah..yah..???). Dan lagi, sorotan pembahasanku sekarang bukan masalah dibolehkan atau taknya.

Hmm…, beginiiii…, kadang aku jadi miris sendiri. Untuk mengingatkan puuun, huwaaaa…aku belum menemukan cara. Jadiiii, yaaah…, berdiam diri saja. Aaahh…, setidaknya aku sudah menuliskannya di blog ini. Jadinya tak skedar berdiam diri ajah. heeee…berdalih mode :on.

Hmm….jad begini, acara maulidan di kampungku itu, huwaaaa….gimana yaaah cara membahasakannya? Sebenarnya, ada positifnya jugaah. Antusias dan semangat masyarakat datang rame2 ke mesjid untuk dengerin taujiiih, ampe itu mesjid jadi penuuuuuh banget. Tapiiiii…., sayang banget, mesjidnya rame pas acara beginian doang. Trus…trus…, yang cukup menggelitik adalah, acara dzikir rebbana (waaah, jujur ini baru pertama aku liyat. Mungkin waktu kecil dulu pernah jugah siiih, tapi, gak ingat lagi).

Dzikir rebbana itu adalah masyarakat berdzikir, bersholawat, sambil menabuh rebbana. (setahuku, ini gak ada siiih di contohkan Rasulullaah, apakah ini termasuk mengada-ngadakan hal baru dalam agama alias bid’ah? Aku siiiiih, tak berani jugah mengklaim ke masyarakat seperti itu. Huwaaaa…lemah! Lemah! Tapiiii, aku berharap, dengan memflorkannya di blog ini, setidaknya ada upaya yang dilakuin, dari pada diem-diem ajah ngurut dada.). Acaranya ampee malam. Pokok’nya, jam 12.30 dini hari, aku masih denger suara-suara rebbana ditabuh sambil bersholawat dari mikrofon mesjid.

Dan mirisnya lagiii, di luar mesjid, ada kumpulan anak muda (anak2 seumuran SMP dan SMA) yang campur baur ajah, ikhtilath tho? Yang pacaran laah. Yang mojok laaah. Dan, bapak-bapak yang nabuh rebbana sambil dzikir pun, ngerokok di mesjid. What? Merokok??? Bukankah itu perkara yang haram jugah? Huwaaaa…membingungkan, bukan??

Aku siiiiih sebenarnya cukup mengapresiasi semangat buat menyemarakkan siar agama Islam di kampungku. Tapiiii, yang disayangkan, kenapa hanya sebatas seremonial saja? Kenapa hanya sebatas perayaan saja (itu pun dilakukan dengan kegiatan yang sepertinya gak dicontohkan Rasulullaah –dzikir rebbana--, yang statusnya allahu’alam, bener apa gak). Dan lagiiii, yang semestinya, inti dari peringatan maulidan itu (jika memang dibolehkan) adalah bener2 menjadikan peri kehidupan Rasulullaah sebagai khudwah, kan yaaah? Dan itu sepertinya belum terlaksana sepenuhnya. Terbukti dari banyaknya kejanggalan-kejanggalan yang bertolak belakang dari apa yang dicontohkan Rasulullaah. Remaja-remaja putri yang tidak menutup aurat, ikhtilath, pacaran di luar mesjid, bapak-bapak yang ngerokok. Hmmmppphhh…(menghela nafas).

Setidaknyaaa, jika kita liyat dari sisi positifnya, barang kali, semangat masyarakat emang patut diapresiasi. Paling ga’, masyarakat gak cuek-cuek ajah. Masyarakat masi ingat bahwa mereka punya Rasulullaah yang patut untuk dicontoh dan dijadikan tauladan dalam hidup. Nah, sekarang tinggal mengarahkannya saja kepada arah yang bener. Iya tho? Hayyoooo…, ini tugasnya para da’i. tugas kita semua.
*Hmmpppphhh…ternyata PR kita masih banyak yaaah?

Adekku...Oohh Adekku..


Saat memeriksa finishing skripsiku, tiba-tiba aku jadi tertarik pada suatu *.wmp dengan judul “whuuus capek banget”. (aku kan pake recent document ajah). Ini apaan yaah? Pikirku. Yaah, segera saja dobel klik itu wmp. Dan, terdengarlah suara nyanyain tanpa music. Suara siapa lagi kalo bukan suara adekku yang baru menginjak usia remaja. Yang sebentar lagi umurnya 15 tahun. Hooo…rupanya pas aku lagi gak di depan kompi, dia malah “rekaman” di lepiku ituuuu.

Aaah…, cerita punya cerita, akhirnya skripsi belum terjamah jua. Malah tertarik buat menulis iniiii. Oh Allaaaaaah…, kenapa bawaannya kalo udah ngedit2 iniii, walaupun udah finishing gini, mal*s kek gini yaaaah (kata ayahku gak boleh sebut mal*s. makanya disembunyikan. hehehe). Adaaaaaa….ajah yang laen yang menarik. Huhuhu. Fatheeeeeeeel, fokuuus dooong! Iyah…iyyaah…, sehabis nulis iniii, janji deeeh ngerjain finishing ampe selese! Janji…janji…!!). hihihi.

Kembali ke cerita si Adek.
Hmmm…., gak berasa, sudah semakin besar ajah dia. Jauh lebih tinggi dariku sekaran malah. Huhuhu. Bukan hanya sekedar besar badannya, tapiii, jugah pikirannya. Udah gak kanak-kanak lagi. Daaan, lantunan nyanyi yang direkamnya itu kebanyakan isinya adalah nyanyi remaja pop masa kini. Entah apaa itu, aku pun tak tau, secara aku kurang interest dengan music. Dulu, waktu kutawarkan nasyid, dia siih okeh ajah. Dasar emang si adek suka banget music (beda banget denganku yaaah?), suaranya jugah jauh lebih baik dariku yang berantakan inii. Hehe. Tapiiiii, huufff…nyanyi-nyanyi ituuuu. Aaaahhhh….toloooooooong…!!!

Hanya sajaaaa, ada hal menarik yang ingin kusampaikan soal da’wah kepada keluarga. Aku semakin sadar, bahwa segala sesuatunya memang gak bisa dipaksakan. Ke adek2 kita misalnya. Mungkin akan berbeda perlakuannya kepada adek2 mentoring yang seumuran dengannya misalnya. Masalahnya, keluarga kita mengetahui luar dalamnya kita gimana kan yaaah?

Walau bagaimana pun, ternyataa... memberikan ia penjelasan terlebih dahulu kepadanya lebih baik ketimbang maen suruh ajah. “Deeeeeeeek, bla…bla…blaa….”. mengajaknya berkomunikasi, heart to heart kali yaaah?! Dan yang terpenting itu adalah…ternyata….khudwah! Memberikan contoh!

Aku banyak memperhatikan keluarga ikhwan akhwat yang pada akhirnya adiknya ikut “terjerumuskan” kepada jalan kebaikan setelah ngeliyat si kakaknya hijrah. Walau sbagian lain siih juga enggak. Hanya saja, pengaruh itu pasti ada.

Krisis Ruhiyah di Saat Haidh?


Hmm…bahasannya sekarang niih “girlie” banget yaah? Hihihi. Yup..yup…, ini pembahasan khusus perempuan tentunya.

Hmm…dilarangnya perempuan melakukan beberapa aktivitas ibadah di saat haidh terkadang bikin para muslimah pada nge-drop ruhiyahnya. Lumayan jugah yaah 5-8 hari minus sholat, minus tilawah, minus shaum. Apalagi, secara hormonalnya, hormone progesterone dan estrogen itu memberikan pengaruh kepada psikologis perempuan. Emosi jadi rada-rada kurang terkontrol. Dan bawaannnya teh ngamuuuk (lho?? Koq ngamuk yaah? Badmood kali) melulu. Ditambah lagi, di masa-masa haidh, secara fisiknya, kebanyakan perempuan mengalami kesakitan yang cukup parah. Jadiii, lengkaplah sudah semuanya!

Karena itu, kemungkinan untuk ngedrop ruhiyahnya juga besar. Makanya, ada jugah siih, muslimah yang sempet kesurupan di masa-masa haidh.

Nah…nah…, menyikapi hal ini, aku jadi tertarik niiih buat mencari tau, gimana siiih sebenarnya wanita haid itu dalam menyiasati ibadahnya yang gak boleh dilakuin? Yuuuk…, sama-sama kita plajari bareng2.

Pertama, mengenai ketetapan Allah dulu deeh. Mungkin ada yang protes jugah niih, “Waaah…, cowo’ siiih enak! Bisa ibadah kontinu! Lha? Kita? Gimana dooong??”
Tenaaaang sodariku, jangan emosi doong. Hehe. Ikhlaskan diri kita atas apapun yang Allah tetapkan. Okeh? Pasti ada hal terbaik yang disiapkan-Nya untuk kita. Percayalaaah, Islam adalah agama yang sangat memuliakan perempuan. Dan, pasti ketetapan-Nya gak sia-sia kan yaaaah?

Jadiii, hal yang harus dilakuin pertama kali adalah, merubah persepsi kita bahwa masa haidh = masa libur ibadah! Waaah! Kebanyakan kita berpersepsi seperti ini kan yaaaah? Waaah, jangan! Jangan lagii! Karena masa haidh bukan sepenuhnya masa liburan ibadah! Bukan liburan malah!



Mari kita list, sebenarnya amalan apa ajah siiiih amalan yang kaga boleh dilakuin oleh kita-kita yang lagi haidh?
Pertama : sholat. Kedua : tilawah Al Qur’an. Ketiga : shaum. Keempat : thawaf. Kelima : I’tiqaf alias berdiam diri di dalam mesjid. Keenam : hub. Suami istri bagi yang udah nikah (dalil masing2nya insya allah shahih, dan kurasa para muslimah sekalian jugah udah pada tau kan yaah?).

Oiyyy…, Cuma 6 macam ibadah ajah yang kaga boleh! Catet niih yaaah, Cuma 6 ibadah ajah yang kaga boleh! Enam dari sekian banyak ibadah. Berarti, haidh bukan berarti liburan dooong!

Nah looh??
Jadiii, masa haidh bukan masanya buat liburaaaan ibadah. Penurunan ruhiyah, emang sih, harus diakui jugah! Apalagi yang ga’ boleh itu sholat. Tapiii, insya Allah bisa “ditambal” dengan ibadah2 yang laen tho?

Ketika haid, perempuan masih dibolehkan buat dengerin Ayat Al Qur’an, gak dilarang buat dzikir gak dilarang buat sedekah, gak dilarang baca Al Ma’tsurat / dzikir pagi sore, pokok’e amalan selain yang enam deeh! Insya Allah bisa nambalin krisis ruhiyah yang terjadi.

Ibaratnya tubuh kita, kalo lagi drop atau krisis, pasti deeh butuh asupan dari luar sono. Apa contohnya yaaah??? Haaaa, kaya’ gini misalnya. Kalo kita lagi kekurangan cairan, bisa akibat diare, pendarahan, kecelakaan, de es be, pertolongan pertamanya apa? Yaaah, tentu saja “diguyur”dulu dengan cairan infuse (hehehe, maksudnya dikasi infuse denganjumlah besar). Nah, ini sedikit banyak nya ini insya Allah akan menggantikan cairan yag hilang. Dan krisis pun dapat teratasi. Begitu pun halnya ruhiyah kita kali yaaah???

Sing penting, jangan berpersepsi bahwa haidh itu masa liburan ibadah, dulu laaah. Okeh??
(apa yang kutulis ini, sebenarnya buat diriku sendiri, tho!? Jika pun ada yang sempat membacanya, maka mari kita sama2 ambil hikmahnya ajah. Yuuk..yuuk.., fastabiqul khoirat!!)

Meng-autis-kan Diri Sejenak


Hehehe,istilahnya agak rada2 lebay niiihi.
Tapiiii, sejenak, ternyata mengautiskan diri itu cukup untuk mengembalikan separuh energy yang hilang.

Hmm…, kurasa saat ini, lagi ga stabil-stabilnya, baik stamina fisik maupun ruhiyaah. Waaah, berarti berada di lembah grafik sinus dong yaaah? Hmm…, mungkin. Ada banyak hal siiih sebabnya.

Padahal, aku sendiri tidak pada kondisi under pressure yang menyebabkan stress. Aku masi bisa nikmatin pemandangan hijau belakang rumah. Aku masi bisa nikmatin makan malam bareng ayah ibu dan adek2ku, aku masih bisa ketawa-ketiwi, menulis apapun. Masi bisa ngutak-atik bikin desain hanya sekedar menumpahkan sesuatu. PKP RS pun belum dimulai. Skripsi tingga edit2 sikit sebelum dijilid. Dan, kurasa, aku pun tak perlu disibukkan dengan siding pansus kasus century (lho? Ada hubungannya emang?? Hehe). Hmmm…lalu apa?? Semestinya aku bener2 bersyukur dengan nikmat yang Allah berikan ini yaaah? Tapiiii, entah kenapa, di banyak fase hidupku, aku merasa agak sedikit nelangsa. (apakah benar teori bahwa perempuan itu memiliki fase down dalam hidupnya seperti halnya laki-laki yang memiliki”gua”? aku sepertinya percaya deeeh, soalnya aku rasakan sendiri. Tapiii…, setiap orang adalah unik. Aaah…terserah deeh!)

Untuk itu, aku mencoba meng-autis-kan diri sejenak. Mencoba untuk tidak peduli (bahkan tidak berkomunikasi) dengan lingkungan. Sejenak saja siiih. Tapiii, hmm…alhamdulillaah, ampuh!

Mengautiskan diri, berarti merenung sejenak. Mengevaluasi. Sebenarnya apa siih? Kenapa sih? Karena apa sih? Buat apa sih?
Mencoba berdialog dengan diri sendiri (dengan diam2 tentunya. Kalo di lafadz kan, bisa-bisa ntar disangkain pasien RSJ yang baru kabur lagi! Na’udzubillaah. Sungguh, nikmat berakal itu adalah salah satu dari sekian banyak nikmat yang sungguh amat sangat besar yang Allah anugrahkan kepada kita, hamba-Nya).

Dan, biasanya dengan mengautiskan diri (baca : merenung), insya Allah akan mengaktivasi kembali semangat kita yang mungkin awalnya dalam kondisi dorman. Bisa juga, dengan mengautiskan diri sejenak, kita bisa melakukan muhasabah atas segala apapun yang kita lakukan.

Aaahhh…ternyata benar. Sungguh, energy yang paling besar itu adalah ketika hati kita bersama-Nya. Ketika hanya Dia yang mengisi folder2 di hati kita. Tidak dia, dia…ataupun dia. Hanya Dia saja. Adakah kekuatan dan energy yang lebih besar dari energy-Nya? Tak! Tak ada! Namuun, sering kali diri ini lalai. Sering kali diri ini lengah.

Ampunkan hamba-Mu ini ya Rabb…

Uniiiii....Pi Kangen...


Caution : Ini murni curhatan semata. Jadiiii, jika hendak mengambil hikmah, ini bukan bacaan yang tepat. Hehehehe.

Sepesial buat unii…

Uniiiiii….
Apa kabarmu Uniku sayang?

Uni, tau ndak??
Baru dua hari Pi meninggalkan Bandung, tapii, entah kenapa Pi tiba-tiba saaangaaat merindukan uni. Sangat!
(Uni…sekarang Pi tidak sedang menggombal loh. Ini serius, uniii….)

Uniiiii…,
Pi kangen uni.
Pengen ketemu lagii, pengen ngobrol bareng lagi, pengen makan malam bareng lagi sama uni.
Pengen berpetualang bareng lagi. Pengen makan bala-bala lagi. Pokoknya Pi kangen banget, Un!

Wahai Diri...

Wahai diri, sungguh…, dirimu hanyalah seonggok daging dengan belulang yang sangat dhaif. Lalu, apa yang dapat kau banggakan? Apa?! Tak ada!! Tak ada!

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Qs. Luqman : 18)

Tak sadarkah kamu, bahwa semua akan bersaksi kepada Allah atas apa-apa saja yang telah kamu perbuat??

“pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Qs. An- Nur : 24)

Wahai diri,
Kenapa kehidupan dunia ini melenakanmu? Kenapa? Kenapa misi-misi dunia membuatmu tergiur? Padahal ia adalah kesenangan yang semu! Padahal dunia hanyalah persinggahan sementara? Bukan dunia ini ujungnya! Bukan! Tak sadarkah kau wahai diri?

“Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan kehidupan akhirat.” (Qs. AL Qiyamah : 20-21)

“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.” (Qs. Muhammad : 36)

Wahai diri,
Seberapa besarkah bekal yang kau siapkan? Jika kau hendak berangkat menuju suatu tempat yang jauh, betapa kau harus menyiapkan bekal yang cukup. Lalu, bagaimana dengan bekal akhiratmu? Apakah kau sudah siapkan?

"Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Qs. AL Kahfi :45)

Wahai diri, sadarlah…bahwa kematian itu adalah sesuatu yang pasti, maka, sudahkah kau persiapkan diri??

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” (Qs. An Nisa’: 78)

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al Munafiqun : 11)

Wahai diri…
Sadarlah…sadarlah…sadarlah…
Kembalilah…
Bukankah kenikmatan yang paling indah itu adalah kenikamatan kedekatan dengan-Nya? Tidakkah kau ingin berlama-lama menikmatinya atau berpuas diri dengan apa yang ada saja?

Balada Kunci Kosan


Temen2, aku punya cerita niih. tentang kejadian naas yang menimpaku malam sebelum hari terakhir PKP. (hoho..lebaynyaaaa!). Jadi beginiii, dari Dago (dengan kondisi yang hujan-hujanan dan banjir di jalan plus macet) aku balik ke Ujung Berung. Huhu…, tak dinyanaaa, ternyata kunci kosanku ilaang, entah kececer di mana. Awalnya cukup panik siih, tapiii, kemudian aku bilang, “Aaah…santai ajah. Easy going! Paling bu kos nya jugah punya kunci serep.”

Temen2, aku punya cerita niih. tentang kejadian naas yang menimpaku malam sebelum hari terakhir PKP. (hoho..lebaynyaaaa!). Jadi beginiii, dari Dago (dengan kondisi yang hujan-hujanan dan banjir di jalan plus macet) aku balik ke Ujung Berung. Huhu…, tak dinyanaaa, ternyata kunci kosanku ilaang, entah kececer di mana. Awalnya cukup panik siih, tapiii, kemudian aku bilang, “Aaah…santai ajah. Easy going! Paling bu kos nya jugah punya kunci serep.”

Pas nyampe di kosan, aku bilang sama si teteh punya rumah, (dengan redaksional yang berbeda tentunya)
“Waduuuh, punten teh, konci kosan ilaaang. Kececer kaya’na. Aya serepna atuh teh?”
(haha, sok-sokan bahasa sunda niih yeee. Hihihi. Aku kan terobsesi banget blajar bahasa sunda! Bahasanya lembut dan sopan euy!)
“Wah, teteh Tanya si Aa’ dulu nyak. Si Aa’ teh lagi sholaat.” Jawab si teteh.
Beberapa saat setelahnya, si Aa’ udah sibuuuuuuuk nyari konci serep. Udah dibongkar2 sana-sini kaga nemu-nemu! Hadduuuuh…, kunciiiiiiiiiiii….dimanakah kamu berada???

Hampir semua kunci yang ada udah dicobain, tapi kaga bisa-bisa. Aku nyaris frustasi. Huhu. Padahal besoknya, mau “kompre” (asesement industry sama pa direktur produksinya mengenai GMP). Aku belum belajaaaarrr. Huwaaaaaaaaa…

Aku gak menyangka, hal sepele (sesuatu yang kuanggap sepele pada awalnya)
menimbulkan dampak yang begitu besar. Nyaris 3 jam kemudian baru pintu itu bisa di buka dengan jalan memanggil tukang kunci. Sebelumnya, sudah banyak orang yang dilibatkan. Bayangkan! Perutku sudah keroncongan banget. yang lebih kasihan, temenku yang udah kelaperan banget, yang siangnya shaum. Eh, setelah pintu kebuka. Dan beres2 kamar, akhirnya aku tepar..par..par…sebelum sempet blajarrr. Huhuhu. Semua ini memberiku pelajaran, bahwa, hal-hal kecil yang barangkali kita anggap sepele bisa saja berdampak besar di kemudian hari. Bisa saja kita menganggap itu tidak apa-apa, aaah santailahh, easy going ajaaah, hmm..ntar juga bisaaa, tapiiii, kita baru merasakan akibatnya yang mungkin saja besar dikemudian hari.

Semua ini mengajarkanku agar tidak meremehkan hal-hal kecil!
Sama seperti halnya dosa2 kecil. Mungkin sering kita berpikir, “aaah…segini koq.”
Ketika hati kita telah meremehkan dosa-dosa kecil. Astaghfirullaah… Sungguh, sehalus-halus kehinaan di sisi-Nya adalah tercerabutnya kedekatan dengan-Nya. Ketika menganggap enteng dosa-dosa kecil. Astaghfirullaah.

The Fantastic Journey


Allahu akbar!
Aku ga nyangka, akhirnya kami ketemuan jugah!
Subhanallaah…
Masya Allah..
Trima kasih ya Allah, Engkau telah pertemukan kami!

Huaaaahhh…
Nyaris! Hampir saja kami ga jadi ketemuan. Karena keretanya terlambat. Tapiii, akhirnya, esoknya, alhamdulillaah, kami akhirnya bertemu!

Hehehe..
Ekspressi berlebihan!

Ketemuan sama siapa, coba?

The Last Night, The Last Story


Malam terakhir di Bandung, malam minggu.
Heee….
Malam kuliner party! Hehe.
Dan malam penuh traktiran (hahaha…, di mana-mana, yang gratisan itu enaaak. Hihi). Mulai dari sate Padang Dipati Ukur (bareng Iqy), hingga jagung keju pedes simpang Dago (bareng Ni Ren), daaaan…menyambangi “Serbuuuuu” Tubagus Ismail, jugah bareng Ni Ren.
Huhu….the last Day!

Aku terlanjur jatuh cinta pada kota Bandung. Pada Mesjid Salman terutama! Entah kenapa…(ga ada kekuatan magis nya dong yaaah?). Tapiiii, berlama-lama di Mesjid Salman menjadi kegiatan yang menyenangkan bagiku. Dan, di malam terakhir itu, aku jugah menyambangi Salman lagi, buat maghriban. Pokokna di Mesjid Salman mah betah pisan! Sukaaaa ajah! Meski ga ada yang kukenal. Tapiii, berasa banget nikmatnya.

Lho?
Trus mau cerita apaan?

Hmm…the last night…
Sehabis nyerbuu kuliner, akhirnya cerita-ceritanya berlanjut di teras belakang kosan Ni Ren. Malamnya penuh bintang. Subhanallaah…, cantik!
Dan, di malam itulah aku selesaikan cerita itu. Aku tuntaskan semuanya. Sharing. Jugah kotempelasi.

Hmm…
Baiklah…baiklaah…

The Last Day = the Last “Story”.

Menggilaaaa....(hehehe)


Heheheh…
Huwaaaa, kyaaaa…. Pagi-pagi, mengirup nafas Bandung yang dingin. Menggilaa. Hihih. Hummm, terkadang…, kita butuh sesuatu yang berbeda. Perbedaan yang menimbulkan sensasi luar biasa. Yang mungkin orang lain tak pikirkan. Karena, bagiku, setiap diri adalah unik.

Seperti pagi inii.
Mentari baru saja mengintip malu-malu. Agaknya ia belum berani memperlihatkan wajahnya kepada dunia. Dan, di sanalah kuberdiri. Di atas genteng. Huwaaaa? Genteng????
Hehehe… iya, genteng.

Ngapain?
Hahaha, melakukan apa yang orang lain tak lakukan. Duduk sendiri di atas genteng, membawa mushaf kecilku dan buku GMP (makluum, besok mau “kompre” industry niiih). Di seberang sana, terlihat seorang bapak-bapak yang jugah tengah menaiki genteng. Tapi, bukan untuk membaca melainkan memperbaiki genteng tetangga yang sudah rusak. Hehe.

Trus…trus…, sebenarnya aku mau cerita apaan siiiih?
Hihih…

Sebenarnya ginii,
Aku hanya sedikit tertarik membahas masalah “sudut pandang”. Seperti halnya duduk di genteng. Bagi sebagian orang, memang aneh. Tapii, bagi sebagaian lain, justru itu hal yang menyenangkan. (lho…lho…?? Koq bahas masalah genteng lagiiiih?? Huhuhu)

Bukan…bukan gentengnya, tapiii, sudut pandangnya. Beberapa waktu lalu, aku berdikusi mengenai beberapa hal, baik itu secara maya maupun diskusi langsung. Dari diskusi2 yang panjang itu, banyak kesimpulan yang bisa kuambil.



Yaaah, ini menyoal sudut pandang. Kadang, kita sering ngotot mengatakan, “heh, gini niiih yang benernyaa!”
“Aaah, seperti itu kan salaah!”
Mungkin, kita perlu belajar lagi untuk menghargai cara pandang dan cara berpikir orang lain tanpa harus mengabaikan diri kita dan pendirian kita. Belajar untuk mengontrol emosi diri kita ketika orang lain menyalahkan persepsi kita. Dalam hal-hal yang sifatnya fleksibel, bukan yang dihukumi “Ya atau tidak”, maka mungkin kita bisa menekankan pada diri kita seperti ini : “kita boleh saja merasa benar, tapi, orang lain belum tentu salah.”

Agar kita tidak berpikir sempit. Agar kita tak hanya berpikir hanya dari satu sudut pandang kecil. Agar kita tak terjebak pada satu kotak pola pikir saja, sementara ada banyak kotak-kotak yang lain.

Hehehe…, sebenernya ini untuk mengingatkan diriku saja, karena sering kali diriku berpikiran sempit seperti ini. Apalagi jika sudah diskusi (a.k.a mendekati debat). Dahulu, aku lumayan demen “debat” dan tak mudah menerima pendapat orang lain begitu saja. Barang kali, aku termasuk orang yang berpikir dari satu sudut kecil saja. Dan aku biasanya keukeuh dengan pendapatku.Hehe, sekarang…, sedang belajar untuk tidak menanggapi orang lain yang berbeda pendapat dengan kita dengan tanggapan yang mengandung muatan emote, muatan ego atau apapun itu. Sedang belajar untuk mengkaji dulu, seperti apakah maksudnya, baru kemudian jika benar, diakui dan jika tak sesuai dikomunikasikan dengan kepala dingin. “Hati boleh panas, tapi kepala tetap dingin”
(hahaha, ini kan semboyan angkatan 2005 FMIPA Unand waktu Ospek. Hihihi….)

Okeh....Activied Again!


Haaaa, lagi-lagi soal dunia per-eFBe-an.
Abiiiiiiisss, temen2 PKP keknya berhasil ngomporin diriku niiih. Ooohhh…., tiddaaaaaak! Hehehe.
Waaah, aku bener2 terinfluence oleh mereka2 ituuuh. Apalagi pas jam2 break. Biyasanya di ruang meeting besar/kecil atau perpus QA. Mereka pada eFBe’an. Akuu?? Hehehe, biyasanya siiy nuliis. Tapiii, karena ga bole bawa kompi ke industry, ya sudaaah, ditulis di buku catatan sahaajaa. Makanya, ngetik ulang ke MS. Word itu bawaannya maleees, karena udah ditulis, udah ditumpahin duluaan. Jadinya ga terlalu menggebu-gebu untuk mengetiknya lagi. Hehe.

Aku terinfluence karena dari kemaren-kemaren ga segera ajah non aktifkan secara permanen. Alasanku siih, mau nyimpen NOTE aku yang sebagian belum di save langsung ke files. Kalo non aktif permanen, ntar kan ilaaang. Aku ga tega ajah melenyapkan tulisan2 itu. Tapiiii, karena ga sempat (lebih tepatnya belum tertarik login hanya buat nyimpen) ya sudaah, kubiarkan sahhaajaa deactivated. Kalo bahasa genetisnya, dalam kondisi “dorman”. Hehe.

Nah…nah…, pembicaraan mengenai FB ini mulai mencuat waktu cerita2 sama temen2 PKP. Yaa, seperti yang aku certain di tulisan sebelumnya. Kompornya pannass banget ssiiihh. Hihi.

Nah…nah…, kami kan discuss2 an. Mengenai mudharat dan manfaatnya.
Kajian manfaatnya dulu deeh. Sebenarnya banyak manfaat yang bisa diambil dari eFBe. Banyak banget. info2 apapun biasanya cukup update. Apalagi yang berkaitan dengan kuliyah. Hadduuuh, karena apoteker kaga punya milis, temen2 nginfokan tugasnya lewat messej di eFBe. Aku kaan jadi ketinggalan terusss.

Trus…trus…, eFBe jugah jadi media ukhuwwah. Misalnya baru kenal sama seorang akhwat, jadinyaa, yaaah, gitu deeh, akhirnya ujung2nya kan minta alamat eFBe, biar update. Aku jadi senyum kecut biyasanya.

Selain ituu, eFBe jugah bisa jadi media dan sarana da’wah. Aku ga bisa pungkiri jugah, kalo eFBe memang lebih aksesibel ketimbang blog. Peminat blog ga sebanyak dunia eFBe siiih. Tapi, blog jugah sangaaaat bagus karena segala tulisan2, ide2, bisa di search dari gugel. Selain itu, blog bisa lebih menyalurkan kreatifitas karena banyak widget2nya yang menantang kreatifitas. Bedanya, komunitas blog tak seupdate eFBe.

Trus, eFBe jugah bisa untuk sarana jalin silaturrahiim. Ketemu temen2 yang bahkan udah lebih dari 10 tahun kaga jumpa.

Tapiiii…
Tapiiii…,
eFBe memiliki mudharat yang juga buaaanyaaaak sangat! Aku sudah ceritakan jugah di dua tulisan di blog ini sebelumnya.
Menganai “ikhtilath virtual” (kalo boleh kubahasakan seperti ini) yang terjadi. Aku cukup syok jugah waktu ngeliyat ikhwan dan akhwat yang bedaaaaa sangat antara kehidupan nyata dan di kehidupan maya. Di dunia nyata, super duper gebe abis2an. Kalo ketemu kaga mau nyapaa. Nunduuuk begete (ati2 kejedot tuuwhh! Hihi). Kalo mau ngomong, liyatnya bukan ke kita, tapiii, ke arah lain, kaya lagi ngomong ama tembok. Tapiiiii, pas di dunia maya, di dunia per-eFBe-an, masya Allah…, 180 derjat deeh! Caiirrrr…banget!

Tapiiii,
Yang namanya interaksi, meski lewat dunia maya, tetap saja men-connect-kan “dua hati”. Antar personal! Kalaulah kaitannya udah ke hati, waah….susyaaaah! Apalagi yang namanya hati teh gampangan! Gampang dipengaruhiii!

Lewat jejaring sosial itu, “batasannya” suliit untuk didefinisikan (kalo secara nyata or ketemu fisik mah jelas kan yaaah??). kalo dunia tak bertepi macam nii? Meski sama2 di kamar masing2, dipisah ama tembok yang tebel (tembok cina sekalipun!), terpisah oleh jarak yang jauuuuh, tooh tetep ajah ngerasa deket!

Mungkin terlalu jadul dan klise kalo kusebutkan pameo “Dalamnya laut bisa dikira, dalamnya hati siapa tau.”
Bener ssiih!
Nyang namanya hati mah susah ditebak! Udah gitu, amat gampang dipengaruhi lagi!

Aku, menonaktifkan eFBe sebenarnya, alasan utamanya itu adalah KARENA MASALAH INTERAKSI dan IKHTILATH VIRTUAL ini jugah. Aku (bisa dibilang, salah satu “korban” keganasannya yang sekarang tengah mencoba untuk melakukan treatment pada diriku sendiri. Hihih, lebay deeh!). ikhtilath virtual yang membuat qta sangat sulit untuk membedakan mana yang masih dalam batas wajar dan mana yang udah ga lagi bener. Karena, sesungguhnya, akuuu, kalo udah di dunia maya, kayaknya tergolong sangat cairrrr siih! Cair banget! apalagi dengan style tulisanku yang seperti ituu (katanya, kalo yang suka nulis, punya style tulisan tersendiri, dan tulisanku stylenya begitu laah. Rada2 cairrr!). Aku hanya khawatir ajah interaksinya menjadi “ga terkendali”. Mungkin salah satu titik lemah jugah kali yah? Pada akhirnya aku merasakan dampaknya jugah! Astaghfirullaah. Ampuni aku ya Allah.

Bukannya apa-apa, suadah buanyaaaaaaaaaaaaaaak banget case yang terjadi lewat dunia maya. Seperti yang kubilang jugah sebelumnya, ada ikhwan-akhwat yang mediator nikahnya lewat eFBe. Waah…, berarti media perantaranya sekarang udah hi-tech dong! Ta’arufan lewat “ustadz” eFBe. Ini artinyaaaa, jejaring sosial macam eFBe bisa mencetuskan potensi kecendrungan, tendency, atau apapun deeeh istilahnya! Dengan adanya interaksi maya itu, bukan gak mungkin terjadinya saling suka, saling kagum. Okelah ada yang “gentle” langsung ngajakin nikah (meski jalurnya udah rada2 keperosok ke pinggir jurang (belom jatoh ssiiih; jatoh a.k.a pacaran dan seterusnyaaa..seterusnya…), karena diawali dengan interaksi yang jauuuuuuuuh kelewat batas). Nah, gimana kalo TIDAK??? Kasihan kan yaaah, hati udah terkotoriiiii….

Di lain sisi, terkadang, ada segolongan orang yang cuek. “Aaaahh, aku kan ga ngerasain apa-apa. Aku ga punya feeling koq sama dia! Aku mah orangnya cuek.”. trus…, dia tetep ajah keukeuh berinteraksi dengan orang lain yang bisa dibilang huwaaah…. keseringan deeh! Haddduuuh, mungkin kaga sadar kali yaaah, feel nya dia, belom tentu sama dengan feel orang lain! Secara tak langsung, itu “menyakiti” orang yang diinteraksiin kali yah? Nah…nah…, barangkali, menurutku, salah satu bentuk penjagaan itu adalah dengan >> tidak usah komen, tidak usah “likes this”, tidak usah “menggentayangi” akunnya lawan jenis. Syukur2 Cuma lewat doing. Cuma liyat2 doang. Kecuali nih yaaa, kalo untuk menginfokan sesuatu. Mengundang sesuatu, atau hal2 sejenis. Dengan demikian, insya Allah kita juga tengah membantu dan menjaga saudara/saudari kita.

Apalagi casenya gini, ada satu pihak yang ga “feel” amah pihak ke dua (halaaaah, kaya nota akta tanah ajah! Emangnya pejabat pembuat akta tanah alias p.p.a.t?? hihi). Tapi pihak kedua sebaliknya, ia ngerasa ada “serrr….serrr an” ama pihak pertama. Ketika pihak pertama berinteraksi dnegan pihak kedua, haddduuuh kasihannyaaa. Pasti pihak kedua bakal kesusahan ngejaga hatii. (kalo kek gini mending dicut ajah kali yaaah?)

Jadi…jadii…, kesimpulannya gimana?
Apakah aku tetep akan mengaktifkan eFBe???

Jawabannya adalaaaaah…..

IYA!
NA’AM!
YES!


Aahhh…, mungkin kamu2 bakal bertanya heran.
Lho? Lho? Lho?
Kenapaaaaaaa?

Ya, insya Allah akan tetap aktif tapiiii, dengan persyaratan yang ketat!
Apa saja persyaratannya??
Pertama….,FB nya harus jadi RUANG KHUSUS PEREMPUAN!!!
Maksudnya, cecowokkan harus diremove semuanya, kecuali yang Bapak2 (Bapak2 dosen).
Heeee, bukan khusus banget buat perempuan siih, karena bapak2 nya masih ada.
Tapiii, yang terpenting cecowokkan udah diremove.
Kedua, gak boleh komen di status/nulis di wall cecowokkan/dan activity terkait lainnya (ya iyaaah laah! Kalo udah remove kan ga bisa komen. Hehe)
Ketiga, frkuensi eFBe-an nya mesti diregulasi jugah! Ga boleh keseringan, sehingga malah menyita waktu, nyita duit, nyita pulsa (untuk ini aku bersyukur siiih, HP jadulku ituuu kaga bisa FB-an. Bisanya Cuma SMS, nelpon, alarm, and…maen games jadul doing. Hihi)
Keempat, eFBe-an nawaitunya mesti jelas, terarah, dan tervalidasi yaitu sarana da’wah, sarana komunikasi, sarana untuk saling mengingatkan.
Kelima, jika ada yang tersalah dari interaksi dunia mayaku, TOLONG INGATKAN AKU yaaaah…



Nah….nah…, ada yang mau mengikuti jejakku??
Hehehe.

Ini Soal Interaksi, Kawan!


Waaaah…, aku pengen crita sikit niiiih.
Di hari ke-5 PKP-ku, di mushalla PT. Tanabe Indonesia, jam dhuha. (inilah yang membuatku begitu takjub di Tanabe ini. Hmm… a good habbit. Di jam dhuha sebelum bel kedua, mushalla udaah penuh banget sampe ngantre oleh ibu-ibu dan teteh-teteh karyawan yang mau dhuhaan. Pas jam dzuhur dan asyarnya jugah, habbit untuk sholat jama'ah, meski sering ga kedenger ampe jama'ah yang perempuannya. Udah gittuu, ada DKM Al Ikhlas jugah. Waaah, pokok'e suka banget laah di sini tuuuh. ~_^)
Nah, pagi ituu, Seorang karyawan, ibu-ibu yang jugah tengah berada di mushalla. Kusapa sang ibu. Si ibu menjawab dengan sangaaaaat ramah! Subhanallaah, aku sering kagum sama orang sunda. Semuanya ramah2 pisan euy! Bahasanya halus, lembut, sopan dan menyenangkan hatii. Dan crita2lah aku sama si Ibu sebentar.

Truss, si ibu nanya dengan logat sundanya yang kental:
“Dari SMK mana yah, Nak?”
Hwaaaa..kyaaaa…SMK..a.k.a SMA??? (emang siiih, ada jugah anak SMK kimia analisis dan teknik industry yang lagi PL di sana, khususnya di bagian analisnya).
Apakah wajahku terlalu childish dan imut2 (hueeeek!!)??
Tapiii, masih mending ntu ibu bilang aku anak SMA, aku pernah disangka anak SMP ama seorang penjaga toko. Haddduuuuh, kesian yaaah?? Huhuhu…>,<

Hmmm…, tapiiii, tak apalah…, jika pun harus disamakan dengan anak SMA. Hemat wajah critanya. Udah 23 gini masih disangkain sweet seventeen. Itu artinya, ketika kepala tiga, masih berasa umur duapuluhan! Hhehehe. Kadang aku suka heran jugah, temen2 sesama PKP komen gini, “Fathel teh henteu cocok jadi apoteker. Cocoknya mah jadi anak SMA ajah!” haduuuuuuh!

Seumur2, baru sekali aku klepek2 disangkain lebih dewasa dari umurku. Trima kasi yaa bu Dokter atas apresiasinya yang luar biasa! (heeee…..). si Ibu adalah salah satu dosen FK Unand. Waktu itu bareng di acara training PCR di lab Mikrobiologi RSUP M. Djamil dengan tim riset dari SCEAS Kyoto University, Jepang. Pas selesai training, diskusi dan semacamnya, si ibu bilang gini; “Fathel mahasiswa S-2 yaah?”
Hoalaaaah! Si ibu! Aku kan masih S-1. Trus…trus…, pas rapat persiapan seminar jugah, si Ibu masih memastikan, “Fathel lagi S-2 bukan yaaah?”. “Aahh, ibuuu, insya Allah baru mau kompre S-1, Bu.”
(hehehehehe….apaaaan siiiiiih!? Kaga penting banget!

Trus…trus…., ngapain jugah nulis ini, coba?
Hmmm…., dari banyak pertemuan, aku jadi memperoleh pelajaran darinya. Hmm…., gini…, dalam hal interaksi, apalagi dengan orang yang baru dikenal, hal pertama yang harus kita lakukan adalah, : Menganggap semua orang itu adalah BAIK! Tanamkan estimasi positif terhadapnya sehingga yang memenuhi pikiran kita adalah asassement positif dan nilai2 positif sahajaa. Trus, kedua, jangan posisian diri kita “di atas” dia karena akan mempengaruhi paradigm kita dan dampaknya pada penempatan sikap. Singkatnya begini, andai hidup itu punya IPK, maka pertama-tama berilah nilai B untuk orang itu! Ketigaa, jangan pula lupa untuk menyisakan sedikiiit ruang waspada. Ingat, waspada, bukan curigaan, apalagi suudzon! Apalagi bertemu dengan orang2 baru yang secara kultur keluarga, latar pendidikan, atmospier kehidupannya yang tidak kita tahu. Mungkin ini pula pentingnya belajar membaca bahasa mimic dan gesture yaah?
(halaaaah, dasar si Fathel ajah yang ekspressif! Hehehe)

Barulah setelah berinteraksi banyak, kita bisa mengenalinya lebih jauh. Naaah, jangan siakan kesempatan. Ambillah sisi positif dari orang tersebut dan ditanamkan dalam hati,
 “Waaaah, aku senang diperlakukan seperti ini oleh orang ini, maka aku pun ingin memperlakukan orang lain dengan perlakuan ini.”
Sebaliknya, jika ada hal negative yang tak kita suka, maka, tanamkan pula dalam hati,
”Waaah, kalo aku diperlakukan seperti ini aku jadi kesal, marah, dan ga eunakeun. Aah, aku jugah ga mau aaaah memperlakukan orang lain seperti iniii.”

PKP-A, a Sweet Memory


Hmmm…, a great moment.
Tulisan ini kudedikasikan khusus buat fren2 sesama PKP-A (praktek kerja profesi apoteker) ku. Waaaah, terima kasih atas kebersamaanmu yah kawan2. Mantabs daah!

Special for my pren2:
Anna Uswatun Hasanah Rochjana (Sunda)
Ni Desak Nyoman Arie Tri Widayanti (Bali)
Nur Asmi (Makassar)
Yusri Grace Secilia Ch (Jayapura)
Azizah Ashary (Bukittinggi)

Hmm…, trima kasih atas semua-muanya. Meskipun PKP belom selese, tapiiii, sejak semula aku memang sudah sangat ingin menuliskan ini semua ^____^.
Ahhhh, iyaaah, sejujurnyaa, aku sangadh seneng dengan perjumpaan kita dari berbagai etnis ini. Share masalah kebudayaan, agama, suku, bahasaaa. Waaaah, jadi terobsesi banget niiih blajar bahasa sunda and Makassar. Hehe, sepertinyaaaa, diriku lebih tertarik belajar budayadan bahasa ketimbang membahas industrinya. Haha, ngaco! Engga’ ding, tujuan utama kita PKP kan yaaah, jadiiii…tak leh lah melenceng macam ntuu.
eh..eh.., tapi bener looh. Diriku terkesan banget dengan ":ta'aruf" qta sore ini, preen. Saling sharing keluarga, alasan memilih farmasi, trus..kebudayaan and agama masing2. Waaaahh...., kalo begini terruss, insya Allah ga kerasa tuuuh jam 7.30 ampe jam 16.00 berlaluu..di perpus QA, hehehe...

Yang jelass :
Abdi bagja pernah ngenal anjeun sadaya…
Tiang demen kenal side selapuk…
Massangna’ isseng ngasangkamu’….
Sa bahagia sa pernah mengenalmu samua..
Aku bahagia pernah mengenalmu semua….
^___^

Setidaknya, semuanya membuka wawasanku, membuka cakrawalaku, dan membuka pikiranku. Biar tak macam koncat dalam tempurung (hehehe, koncaaat?? Katak kaleeeee!)

Tapiiiii, satu hal yang aku suka dari perjumpaan ini, bahwasannyaaa, ternyata kita semua punya mimpi yang sama mengenai dunia farmasi ke depan. (uwwiiiih, sebenernya pengen ikutan sosialisasi PP 51 itu di horizon bareng Anna ‘n Desak. Langsung dari IAI pusat pulak (kalo dulu mah sebutannya ISFi yah?)! Tapiii, yaaaaah…, jadwalnya overlap siiih sama l*q* an dirikuuu. Yaaaah…, tentulah lebih mementingkan yang prioritas dulu, tho?). Nahh, ini niih yang penting dari pembahasanku dalam tulisan kali iniii. Masalah2 mimpi2 di bidang farmasi.

Mumpung masih berstatus mahasiswa, bolehlah sedikit ideal. Iya tak? Hihi. Naaah…, ini niih adalah salah satu pembahasan kami di jeda-jeda break PKP (yang agaknya cukup lama yaaaah? Maklum, lagi2 masalah confidential!). Masalah kurikulum PTF yang agaknya terlalu ngambaaaaaang sekali, dan benar2 teramat sangat luwwaaaasss. Sehingga mahasiswa farmasi dituntut untuk serba bisa di segala bidang. Padahal, untuk tau semuaaa, kayaknya sulit, secara hampir melingkup semua bidang (mulai dari precursor eiitt bahan alamnya, jadi API, jadi zat aktif, manufacturing, hingga ke marketing, drug evaluation, drug monitoring sampai obat ntu dikeluarin pasien dari tubuhnya, semua2 menjadi tanggung jawab pharmacist). Selain itu, kita jugah dikasi ilmunya yaaaah secomot-secomot. Sedikit2. Makanya, suka blo’on sahaaajaaa waktu ditanya macem2. Husy! Mestinya kalo ga puas, yaaaah dicari lagi lah yaaaah. Mau nanya ke datuak gugel kek, diskusi dengan dosen kek, bahas journal kek. Hahay, tapiiii inilah yang kurang kulakuakan!
(Hmmm…, enak jugah yaah PKP dari berbagai etnis iniiih. Bisa saling share mengenai ilmu2 yang gak didapat di kampus masing2).
Lagian, kecendrungan orang kan beda2 kan yah? Nah, jika memang bisa memilih dari awal, kenapa tak memilih saja? Tapiii, begitulah adanya. Semoga kedepan, berharap banget adanya perbaikan!

Hmmm…,
Satu hal lagi, mengenai kurikulum program profesi di PTF. Kenapa yaaah koq beda2 gituuuh? Tak adakah persamaan sehingga tenaga professional yang dihasilkan jugah memiliki kompetensi yang sama? Kayak temen2 di kedokteran, dimanapun profesinya, kurikulumnya hampir sama. Tapiii, yang farmasis? Di Unpad PKPnya plus di BPOM, di Unhas ada agenda tour industrinya, di Unand beda lagi. Laaah, entar tenaga farmasisnya beda dong???

Hmmm…, tiadalah harapanku selain berharap semoga dunia farmasis ke depan lebih baik! Semoga lebih baik lagi, aaamiiiin. Dan, aku melihat mimpi2 itu! Aku melihat harapan ituu. Lewat “fiqroh” , idiologi dan pemikiran, serta keprihatinan yang sama yang kami rasakan.

Mungkin Ini Hikmahnya...


Hmmm….,
Kadang, kita mengetahui rahasia terbaik dari scenario-Nya itu jauh ketika kita meninggalkan masa itu. Sering kali, permohonan kita pada sang Rabb, ketika kita menginginkan sesuatu, dan Allah memberikan bukan sesuai dengan rencana kita, maka PASTI ada hikmah yang tersembunyi di balik semua itu. PASTI! Meski, ngomongnya gampaang, tapi pelaksanaannya susyeeeeee minta ampyuun yaaah!

Mungkin begitulah kisahku. (hehehe, koq lebay banget siih!). Stiap orang punya kisah kaleeeee!

Menghirup udara Bandung memang terkadang menyenangkan. Hmm…, udaranya sama dengan Padang panjang. Segerrr.Meski sempat syok jugah waktu ngeliyat betapa berbezza nya di sini dengan Padang soal interaksi. Kuaaggeeet aku, mak! Seriusss! Dulunya, taon lalu, aku tak terlalu memperhatikan hal ini kaleee. Makanya baru keliyat sekarang. Ditambah lagi, aku cerita2 langsung dari akhwat sini yang udah “berkecimpung” di dalamnya.

Sejujurnya, banyak siih yang aku suka dari kota ini. Jadi ingat, empat setengah taon lalu, betapa sangat ingin kuisikan pilihan di Arsitektur kampus ganesha ini. Sebab, aku bener2 sukaaaa dengan layout, desain, rancangan bangunan dan dimensi tiga. Tapiii, kemudian, ayah ibu merasa berat melepasku untuk memilih di luar Padang. Hmm…, aku…siih..agak down awalnya. Bahkan, pilihan di farmasi sendiri adalah pilihan yang kuisikan di kampus FK Unand (tempat mengembalikan formulir PL-Unand waktu ituu), hanya beberapa saat sebelum hendak mengembalikan formulir SPMB saja. Tapii, qadarullaah. Inilah yang terbaik dari Allah. Allah tempatkan aku di farmasi. (meski, sampai sekarang masih ada jugah temen2 yang bilang aku salah masuk jurusan. Katanya, mestinya aku masuk desain grafis atau psikologi sajaa. Hahahay)

Empat tahun kujalani kehidupan di dunia farmasi yang hmm…bisa dibilang butuh energy beberapa kali lipat lebih besar! Yaaah, hasilnya pun pas-pasan laah. Untuak lapeh makaan! (sekarang mah, memang harus dihadapi yaaah. Aku sudah tjinta koq sama pharmacy. Lupph pharmacy pull. Hihi. Betul jugah, tjinta itu hadir karena kedeketan fisik dan panjangnya interaksi. Dan interaksi inilah yang kemudian membuat aku tjinta. Hehehe. Eeeh, nyambung gak yaaah?)

Tapiii, aku baru menyadari kemudian, hikmah apa yang ada di balik smua kehendak-Nya itu. Bener jugah kata uni-uni itu, kalo dah di “luar”, maka suliiiiit balik ke kampuang lagi. Temen2 SMA-ku jugah, hampir semua temen2 yang kuliyah di luar Sumbar (di pulau seberang) tak ada yang balik ke kampuang lagi. Pada nyari kerja di daerah tempat mereka kuliyah semua…. Sebegitu menarikkah negeri rantau? Mungkin memang menarik yaaah? Aku sajaa, yang baru beberapa hari, udah kesengsem sama ini kota. Hehe.

Filosofi Pahitnya Obat


Apa paradigm orang-orang tentang obat??
Hmm…Pahit! Yaah, pahit!
(meskipun kecanggihan teknologi industri farmasi sekarang dengan desain formula yang super duper mutakhir telah berhasil menyulap begitu banyak obat-obatan yang awalnya pahit menjadi lebih maniis, sedap dan menyenangkan (hhooo). Bahkan parasetamol yang tak larut air saja bisa dibikin tablet efferfescent. Iiiihh.., apaan siih Fathel?) Okeh….okeh, untuk sementara, mari kita samakan persepsi kita bahwasannya obat adalah pahit! Okeh?

Meski pahit, tapi, yang namanya obat, insya Allah menyehatkan… Kadang, kita perlu merasakan pahitnya obat terlebih dahulu, untuk kemudian dapat kembali kepada “kenormalan” rasio dan fithrah.

Hmm…, mungkin beginilah yang kumaksud dengan filosofi obat tersebut.
Pahit, untuk menyehatkan. Jika orientasi kita adalah sehatnya, maka pahitnya pasti akan terlewati. Tapiii, kalau takut sama pahitnya, yaaaah…, sakitnya kaga sembuh2 dong? Sekarang, pilih yang mana??

Hmmm…, aku jadi kepikiran mengenai satu hal.
Begini, terkadang kita butuh merasakan pahit dulu untuk dapat menikmati sehat. Begitu lah kira-kira. Aku teringat sebuah analog sederhana di buku “untuk Muslimah yang tak pernah lelah berda’wah” karangannya Rochma Yulika sama Umar Hidayat yang diterbitin oleh penerbit Uswah (waaaah…, lengkap deskripsinya. Hmmm, ini untuk menghindari ke-plagiat-an sahaajaaa. Maklum, di skripsi2 emang macam ni kan yah?) Jadi begini…, ada seorang tukang bangunan tinggi yang ingin menyampaikan pesan kepada temannya yang berada di bawah. Ketika dipanggil-panggil, ga kedengeran. Untuk menarik perhatian temannya, ia melemparkan uang logam. Naah, duit diambil, tapi si temen henteu liyat-liyat ke atas. Si tukang lalu punya ide untuk melempar batu kecil. Nah, setelah dilemparin dan si temen ngerasa sakit, barulah dia tengok ke atas. Setelah itu, baru si tukang melemparkan pesan kepada si temennya.

Heeee, gak tau deh analognya mirip apa tidak, tapii, setidaknyaa, kita barangkali perlu merasakan “kesakitan kecil” ataupun kepahitan dulu untuk menarik hikmah, untuk mengingatkan kita.

Transformasi Energi


Hmmm…, aku teringat pada hukum kekelan energy. Hayyooo, bunyinya apaaa? Seingatku, bunyinya adalah…. energy tak dapat diciptakan, dan tak dapat pula dimusnahkan. Tetapi energy dapat dirubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
(Jika salah, sok atuh, diingatkan sahhaajaaa)

Nah…nah…,
Dalam hidup sering kali kita merasakan keterpurukan kan yah? (atau aku saja yah? Hihi). Ada beberapa fase dalam hidup yang membuat kita tiba-tiba merasa down. Mungkin memang ada sebabnya. Barangkali influence dari lingkungan kita. Pengaruh pandangan negative. Hmmm…, pengaruh yang menarik kita kepada polar minus. Seperti cluster-cluster atom pada H2O yang saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Iya tho?

Tapi, jika kita percaya pada hukum kekekelan energy, maka, insya Allah, kitapun dapat merubah energy itu. Energy tak dapat diciptakan maupun dimusnahkan. Tapi, dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lain. Nah, bukan tidak mungkin kan yah, jika kita merubah energy itu dari NEGATIF menjadi POSITIF. Ketika energy negative itu berhasil kita ubah menjadi energy postif, justru, ia akan menjadi potensi besar bagi diri kita, insya Allah.

Aku sangat merasakannya, ketika aku berada pada titik kulminatif, pada titik saturasi yang membawaku pada kejenuhan. Pada kondisi “kusut masai” yang sangat tak menyenangkan. Jika “dipaturuik an”, maka sering kali aku berada pada lembah grafik kosinus. Tapi sebaliknya, ketika energy negative itu diubah menjadi positif, justru aku merasa lebih terlecut.

Contoh paling kentara adalah perasaan cemburu. Cemburu ketika melihat seseorang yang subhanallaah, luar biasa. Sering terselip rasa “iri” dan cemburu di hati, “waaaah, itu dia, subhanallaah, pemahamannya bagus banget. ilmu diinnnya kereeen. Waaah…, aku bisa gak yaah seperti itu?”. Kalo lagi down nya biyasanya follow up nya adalah kalimat, “aaaah.., dia siih memang dasarnya hebat begitu. Akuu, aaah….kayaknya gak bisa deeh. Aku kan hanya begini…begini…dan beginii… Sepertinya aku tak bisa punya kemampuan yang sama sepertinya.” Tapi, coba kalo kecendrungan polar negative itu dirubah seperti ini,” Waah, subhanallaah, hebat sekali dia! Hmmm…, aku insya Allah jugah bisa menyamainya! Okeh..okeh…., qta fastabiqul khairat!” Nah loh? Betul kaaan?? Energy positif justru akan memicu semangat kita!!

Sama seperyi posisi khouf dan roja’ dalam beramal. Khouf dan roja’ yang mesti balance itu. Khouf yang bukan menjadikan qta pasrah tak bermakna dengan dalih, “aaah…, aku takut Allah tak menerima amalanku. Ng…, dari pada cape’-cape’ beramal dan tetep ga diterima, mending ga usah!”. Bukan ini! tapi khouf yang membuat qta ngerasa takut bahwa amalan itu belum mencapai spesifikasi dan qualifikasi yang ditentukan-Nya(heeee, ini kebawa2 validasi nya Quality assurance niih. hihi), yang membuat qta seemakin hari semakin ingin lebih baik! (ini terutama untuk DIRIKUUUUU iniiii!)

Tobucil-an Yuuuk....


Hoooo, pren-pren sekaliyaaan. Hehehe.
Hadduuuh, ekpressi tak terkendali niih. heheh.

Saudara-saudariku sekalian…, apa yang mahal dari sesuatu itu? Yak…benneeeer sangat! Idenya!
Orang bisa membayar puluhan bahkan ratusan juta untuk sebuah ide. Betul? Nahh..nah…, beruntunglah orang2 kreatif yang kaya idée. Sebab ide mereka bisa dihargai dengan tumpukan rupiah.

Nah….nah…, aku mau melempar ide niih. mana tau ada yang tertarik. Secara pribadi siih, aku sebenernya sangat tertarik. Tapii yaaaah, skarang nih, pertimbangan waktu lah yaaah. Mungkin aku ga punya cukup waktu untuk mengerjakannya sekarang. Setidaknya, sampai PKP dan profesi ini selesai. Setidaknyaaa. Seiyanya kapan?? Hehe.

Refleksi Angka 23

Waaaah…, masya Allah. Tak pernah terbayangkan olehku akan menggenapkan angka 23 di negeri orang. Hmm…sebenarnya siih bukan masalah tempat yaaah. Lebih tepatnya masalah momen.

Angka 23!
Bagiku angka ini lebih menarik ketimbang angka 17 (yang lazim orang2 sebut sebagai sweet seventeen itu). Heee, ini tak sdeang bermain2 dan berspekulasi soal angka hoki loh yaaah!

Angka 23, angka transformasi.
Jika ditelik lima tahun ke belakang, maka sungguh, aku merasa “malu” dengan semua target-target hidup yang pernah aku tuliskan lima tahun silam. Tepatnya ketika angka itu adalah angka 18.

Kenapa angka 23 begitu ajaib di mataku?
(hahaay, ini bukaan soal nomor BePe loh yaaah!).
Tapi, sesungguhnya ada rencana besar yang ingin kutuangkan dengan angka 23 ini.
Targetku, dari 5 tahun belakang!

Activied or No???


Aktifkan Ga Yaaah?

FB??
Hmmm, sudah cukup lama gak aktif. Kemaren sempat siiih diaktifkan lagii, tapii, Cuma sebentar, mau copy note yang ada di FB dulu. Hmm…, dulu siiih sudah semangat banget untuk menonaktifkan permanen. Tapiii, karena pertimbangan beberapa tulisan belum sempat disave ke kompi (yg diketik langsung ke note-nya), jadinya di-mati suri-kan sahaajaa dulu. Jika suatu saat sempat di-save and udah selesai, baru permanen. Begitu pertimbangannya duluu…
Tapiii, ternyata buanyak jugah yaaah yang “merindukanku”?? hahahahahaa…ke-GR-an deeeeh! Ke-PD-an deeh!
Hmm…, banyak jugah yang nanyain.
“koq gak ada yang nge-tag lagi di note??” hehehe

Bener siih, FB ada sisi positifnya jugah!
Missal, untuk saling share ilmu, untuk menyambungkan antara satu dengan yang lain.
Aku sebenarnya masih pengen istiqomah untuk tidak aktif, tapiiiii, ba’da diskusi sama Anna (temen sesama PKP)-ku yang memberikan pertimbangkan buanyaaaak, aku jadi tergoda jugah!
“Ayolah Thel. Ntar gimana dung kalo qta udah balik lagiiike daerah asal masing2. Biar komunikasinya terjaliiiin.”
Hadddduuuuuuh…
Si Anna teh ngomporin jugah euy!
(Tiap hari ditanyain, "eeehh..., udah aktif belom? eh udah aktif beloom??")
Hadduuuuuhhh....
Annnnaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!