Ngerokok
Ngerokok : Ga’ di angkot, di sekolah, kampus, pasar, pantai, kantor…bahkan di RUMAH SAKIT dan oleh PETUGAS RUMAH SAKIT!
MIRIS!
Seutas Tali...
Seutas tali,
Yang bahkan beban berat pun dapat diikatnya…,
Tetaplah merupakan kumpulan dari benang-benang kecil pada awalnya…
Kumpulan benang-benang yang terjalin begitu eratnya, lalu kemudian membentuk ikatan tali yang sangat kokoh.
Ada banyak ton berat yang mampu diangkatnya…
Dapatkah selembar benang kecil melakukannya?
Ah, tentu saja tidak…
Ia hanya akan kuat jika telah terjalin bersama…
Meskipun ia pada awalnya sama, hanya selembar benang kecil…
Begitulah jalan da’wah ini…
Sungguh, kekuatannya terletak pada amal jama’i nya. Bukankah domba yang sendirian dan terpisah dari romobongannya lebih gampang diterkam srigala dari pada domba yang bersama-sama?.
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدا ً عَلَيْهِ حَقّا ً فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِه ِِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِه ِِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar
(Qs. At-Taubah : 111)
Tentang Si Pengemudi di Suatu pagi
Musim hujan beginiii, memang kadang-kadang bikin kesal. Hehe, bukan kesal sama ujannya loh (karena aku suka hujan, hehe…), tapi kepada si pengemudi mobil dan motor yang senaknya saja mengemudikan mobil atau motornya dengan kencangnya, lalu kemudian melewati genangan air. Akibatnya??? Kita si pejalan kaki jadi kecipratan air becek yang udah kotor dan coklat ituuuh. Huhu. Apalagi, pake seragam putih pulak.
Tapiii, pagi inii, aku menemukan pengemudi yang baikkkkkk hati banget. Jarang dan langka banget kejadian seperti nii. Si mobil itu sepertinya cukup bergegas karena dari kejauhan udah keliyatan kalo dia mengemudikan dengan kencang. Aku dan kakak2 yang PKP di RSSN udah pada siap-siap niih, nyari tempat agar ga kecipratan air. Apalagi kami kan pake seragam putih gituuuh. Eeh…, tak dinyana, ternyata ketika melewati kami, si mobilnya eeh bukan si sopirnya ding, memperlambat kecepatan mobilnya, lalu setelah melewati kami, kembali dia menekan pedal gas.
Masya Allah, itu orang baik banget. pikirku. Soalnya, emang saaaangaaaat jarang ada mau toleransi dan mikirin nasib si pejalan kaki macam kami niiih. Aku sering dicipratin air becek sama mobil2, motor dan para angkot. Huhu. Dan, bagiku ini kejadian yang cukup langka.
Pelajaran yang dapat diambil, segeralah beli mobil dan kita harus jadi pengemudi yang baik, jangan jipratin air ke orang lain. Hehehehe, ga nyambung banget! aih, becanda ding!
Si pengemudi itu mengajarkanku bahwa, “terkadang hal-hal kebaikan yang kita anggap kecil itu, jusru memberikan ruang kebahagiaan yang besar bagi orang lain. Hanya orang-orang yang memiliki sensitivitas hati saja yang mampu memahami kesusahan orang lain dibalik sikapnya. Dan, hanya orang-orang yang mampu mendalaminya saja yang mampu melakukannya"
Terima kasih bapak pengemudi yang baikk.
Risoles Paling Enak Sedunia
Waah…, apa coba yang dinanti-nantikan oleh mahasiswa apoteker yang PKP di RSSN/RSUP Bukittinggi?? Hahay, bener sekali sodara-sodara! Risoles yang di jual Ayang di samping ruang konseling terpadu ituuuhh. Hehehe.
Humm….nyamiiii. eunaaak sangat! Hehe. Itu risoles, emang laris maniss sangaat! Sampai2, jadi alat penakar gituuuh. Apa contoh?? “waaah…, lumayan tuuh, kan bisa dapet dua risoles.” Hehe. Segitunyaaaaaah…
Itu risoles, biasanya dalam hitungan jam udah ludess abiiis…diserbuuu. Makanya, bisa ampe dua tiga kali diantar di empunya usaha, saking lakunya. Tapiiii, si empunya risoles tetep konsisten dengan ukuran dan rasa. Masih tetap sama. Jadi,peminatnya tetap bejibun banyaknya.
Ingat inii, aku ingat jugah sate (hehe, makanan kesukaannku) yang ada di kampuangku ituuh. Itu sate, bagiku, adalah sate paling lezaaaat seduniaa. Haha, lebay lagi! Sate kenangan jugah. Hihi. Ada pulak sate kenangan tuwh?
Tapiii, sayang karena manajemennya kurang mantab, si tukang sate yang tau satenya laris, malah mengurangi porsi dari biasanya. Wah…wah…, sayang sekali, si tukang sate kurang paham manajemen pemasarannya sehingga pelanggan malah lari.
Aahh, banyak analog yang kemudian bermain di kepalaku. Soal da’wah. Soal DF. Ini curhatan si ade’2,pernah ada yang bilang, “Ih, pada awalnya si uni ituu mah bageur pisan euy. (lho, koq jadi bahasa sunda begini. Hehe). Pada awalnya uninya kok yaaah elooooooook bana ko haaaa. Tapiii, ketika kita udah ngaji, koq si uninya ga kayak dulu yaaah? Masih baik siiiiih, tapi ga kayak dulu banget?” hehe. “Aaah, mugkin lagi ada masalah kalii.”, “Ah, ndak koq un, lagi baik2 ajah. Tapiii, kenapa setelah kita2 pada ngaji, keramahannya berkurang. Memang siiih, tetep bauk, tapi agak beda ajah gituuuh.”
Hehe…ini banyak kejadian siiih.
Pesona yang “menjual” pada awalnya menjadi berkurang (atau sedikit berkurang) ketika “jualannya” itu “terjual”. Atau karena si ade’ udah dianggap paham, lalu penyikapannya pun jadi lebih serius begitu?? Heeee… Hmm…, mestinya, tetap sama lah yaaaah?? Karena, ibarat penjual sate dan penjual risoles di atas. Yang konsisiten, jualannya laris manis. Dan yang mengurangi porsinya, perlahan-lahan langganannya pun berkurang. Allahu’alam…
Yang jelas, Allah pun memerintahan qta huat saling mengingtakan dan da’wah dengan cara yang penuh hikmah Dan cara yang baik kan yah?
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِه ِِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
(An-Nahl : 125)
Ini terutama buat diriku sendiri laaah…, heee….
Semangat!
Kedekatan Hati
Hmpph…, ini soal segala sesuatu yang cukup miris yang terjadi di lingkungan pelayanan rumah sakit (pemerintah). Kenapa yang ada di image masyarakat itu adalah perawat yang sangaaat jutek dan galak? Hmm…, padahal yang diriku liyat sendiri siih, ga semua perawat itu jutek dan galak. Banyak jugah yang baiiiik. Hanya saja, sepertinya pola pemikiran seperti itu udah tertanam di mata (eihh, koq di mata yah?? Di pikiran maksudnya) masyarakat.
Ini adalah pengalamanku dan jugah pengalaman teman2 lainnya. Bagiku, jika diberikan tanggungjawab untuk menangani obat paisen, maka seyogyanya aku mesti melakukan controlling terhadap penggunaan obatnya itu. Artinya, semacam visite mandiri laah.
Nah, di bangsal anak ini aku diberi tanggungjawab terhadap 3 orang pasien anak dengan penyakit yang berbeda-beda. Pertama, pasien hepatitis. Kedua pasien kejang demam/step namun dipicu oleh infeksi. Dan yang ketiga pasien demam tifus. Kepada ketiganya, biasanya aku bisa ngelakuin kunjungan ampe 4-5 kali. Heee...rajin banget! Terutama sama ibu bapaknya. Dengan agak “nyinyir” menginformasikan penggunaan obatnya, kapan dan bagaimananya. Biasanya siiih berlanjut dengan manghota ria. Hehe.
Banyak hikmah yang kemudian kuambil, soal pelanan medis ini. Inti yang paling utamanya yaitu membangun kedekatan hati. Yaph, membangun kedekatan hati. Aku sering bercerita-cerita dengan keluarga pasien. (kadang2 keder jugah, kalo diajuin pertanyaan yang cukup berat. Hihi. Kaya aku pahaaaam ajah semua bidang kesehatan niiiii. Padahal, ilmuku masih sangat2 sedikit sekali.).
Salah satu ibunya bilang begini, “sabananyo, anak wak ko alah step sajak jam salapan lai mah. Tapi, baru dibawo kasiko jam 12. Wa kecek an se ka perawat tu inyo mulai kajang2 tu jam sabaleh. Takuik wa kanai berang dek perawatnyo.”
Wah…wah…, si ibunya bohong sama perawat dan mengatakan bahwa anakanya kejang satu jam sebelum di bawa ke RS. Padahal, kejangnya sudah 4 jam lamanya! Alsannya apa?? Karena takut sama perawatnya?? Nah looh??? Ini bukan satu-satunya loh. Ibu2 yang lain banyak juga yang bersikap demikian karena ….takut sama perawat! (waaaah…, segitunyaaaah…).
Sebenarnya, apa siiih untungnya bohong sama perawat? Si perawat juga ga dirugikan. Udah dosa boongnya dapet, eeh…si anak juga jadinya ga dapat terapi sebagaimana mestinya lagi kan yaaah?? Tapii, ini kembali kepada membentuk kedekatan hati. Betapa pentingnya membangun kedekatan hati antara perawat dan pasien.
Aku merasakan sangat hal ini! Betapa kalo kedekatan hati itu sudah terbangun, si pasien akan berterus terang tentang penyakitnya. Dan kitapun jadinya enak. Bahkan, si ibu-ibu pun jadi curhat ke kita. Dan ada yang malah sampai minta tolong bilangin ke si bapaknya agar berhenti ngerokok.
Heee… Banyak deeeh, kisah-kisah suka dukanya kalo udah di RS inii.
Yaaah, intinya memang membangun kedekatan hati! Dan, aku jadi mengambil pelajaran jugah, betapa pentingnya membangun kedekatan hati dalam da’wah fardiyah. Kenapa? Karena ketika kedekatan hati itu sudah terbangun, kita akan dengan mudahnya menyampaikan suatu kebenaran yang kita ketahui kepada orang lain. Makaaa, hayyuuuu…kita bangun kedekatan hati.
Okeh?
Okeh??
Heee….,
Special buat adik2 manis yang membuat hari-hariku lebih berwarna di PKP inii. Ada Irvan, Rahim, Melinda, Zakri, Adi, Nanda, Faiq, Kevin dan Viko . Jugah dedek2 Bayi yang tangisannya cukup menjadi simfoni melodi indah yang menjadi kenangan manis PKP-A RS ini, Nezi, Mutia, Jul, dan dedek bayi yang umurnya baru 3 hari iniii. Semoga adik2 semua cepat sembuh yaaaaaah…”_”
Di Hadapannya, Lidahku Kelu
Ini hanya sekedar curhat doang mah. Jadiii, ‘afwan dah. Mungkin ga banyak plajaran yang bisa kubagi. Hmm…, sekedar melepaskan curahan hati di blog sendiri mah, teu nanaoun nyak? Namanya juga rumah (maya) sendiri. Iya tho? Heee…
Huuuffhht…, diskusi kedua…, tak pala jauh dengan diskusi pertama. Tetap saja, semuanya menguap dari kepalaku. Padahal, aku sudah membacanya dan aku sudah menghunting berbagai referensi. Tapii, entah kenapa, di hadapannya eihh…dihadapan beliau, (“nya” refers to : si Ibu Preseptor, si Ibu dokter spesialis) semuanya menguap. Abiiiis, pertanyaannya itu benar2 “kedokteran abizzz” siiiih. Aku kan bukan dokter, Bu. Hehe. Tapiii, siibu memang sering membuat kami “skak matt”. Menjebak! Dan unttuk kesekian kalinya kami masuk dalam “perangkap jebakan” pertanyaan si Ibu.
Uhm…, lalu, si uni perawatnya ikut-ikutan jugah nanya, dan….sekali lagiiii…, aku jadi makhluk paling bengong sedunia. (halaaaaaaaa..lebay!). Aku ga tau deeh, apakah aku memang paling bloon jika udah giniii. Tapiii, temen2ku yang cumlaude pun mengeluhkan hal yang sama. Temen2 yang paling pinter dengan IPK top cer pun mengenluhkan ketidaktahuan yang sama. Jadiiiii, sebenarnya yang salah apanya niih? Kurikulumnya atau orang2nya?? (aku dah tuliskan jugah di tulisan sebelumnya, di “Apoteker Hanya Bisa Diam”. Hehee…, ini mah mencari pembenaran dan mencari kambing hitam. Hehe.
Haaah…
Entah kenapa, biasanya kalo udah ginii…, aku jadi semangat mempelajarinya. Aku akan jadi teriak2 (dalam hati siiih. Kalo kuat2 kan orang2 bisa marah dan bisa2 pula aku diamankan di IGD dengan suntuk luminal 1000 mg ntar. Waduuuwwhh…, kalo suntik luminal segitu mah tenang selama2nya. Hehe.). Aku akan bilang dalam hati, “Lihat sajaaaa, akan kutaklukaan topic ituu. Lihat sajaaaa. Hahay!”. Tapiii, kali ini (dan di banyak kali yang lain…hihi), aku ngerasa nge-drop banget. down se down-down nyaaaaa. Aku jadi ogah-ogahan membahasnya. Hadduuuuwhh…
Lalu, temenku mengingatkan kata-kata yang cukup ampuh, “Fathel…ingat Ibu Thel.”
Waaah…, jika memnag udah diingatkan sama ibu, biasanya menjadi dopping paling ampuh. Heeee….
Baiklah…, kalo aku emang pengin farmasis ke depan jadi lebih baik, satu kuncinyaaa…., yaah dimulai dari diriku dong. Blajar….belajar…dan belajaaaarrr! Okeeeeh?? (sekali-kali (atau sering kaliiiii???heee) bolehlah maen2, keliling Bukittinggi…, ke jam gadang kek, ke kebun binatang kek, ngarai sianok kek, ke benteng van der kock kek, hihihi….)
Wah…wah….
Makin kacau ajah ini tulisan. Udah aaah, ga usah diteruskan lagi, Fathel. Ujung-ujungnya bakalan lebih parah niih. hehe
.
نَرْفَعُ دَرَجَات ٍ مَنْ نَشَاءُ وَفَوْقَ كُلِّ ذِي .ِلْمٍ عَلِيم ٌ
….
...Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki: dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.
(Qs. Yusuf : 76)
Apoteker Hanya Bisa Diam
Akhirnya, kenyataan-kenyataan yang selama ini dipaparkan kutemukan jua di lapangan. (sebenarnya sejak awal PKP udah mau menuliskannya. Tapiii, masih mau mengkaji semua-muanya dulu. Hmmphh…, akhirnya kutuliskan jua)…
Betapa mengenaskanya nasib para apoteker, kebanyakan. (hooo…iya, sebelumnyaa, aku hanya pengin membahas secara generalisata, jadiii, meski ga semuanya terjadi, tapi emmang kenyataanya seperti iniiii..hoohh…). sungguh menyedihkan. Betapa, hanya menjadi “bulan-bulanan” saja.
Lihatlah, siapa yang paling miskin??
Hmm…apoteker tentu saja! Padahal, biaya obat nyaris menyerap 50 % dari total keseluruhan pembiayaan rumah sakit! Obat yang nota bene gawe’an farmasis. (meski ga bisa pula disangkal, kalo banyak jugah farmasis yang “bermain” di sini. Pun begitu halnya dokter). Yang gajinya paling kecil jugah, apoteker dong (dengan tingkat profesi yang lain). Tapi, soal materi, ga usah diungkit deeeh, ini kan relative jugah. Memang siih, kebanyakan apoteker itu rata2 “du’afa”. Tak berbanding lurus antara input setelah di dunia kerja dengan out put yang harus dikeluarkan untuk biaya kuliah yang…huwaaa…mahal! Kuliahnya cape’. Gradenya jugah ga main2. Eeh…, di lapangan?? Bikin kepala geleng-geleng. Ck..ck..ck…
Jika aku menilai, sungguh dunia kesehatan masih dipegang kuat oleh “otoritas sang dokter”. Yang lain?? Hmm…dayang-dayang! Kalo boleh (sedikit kejam) kubahasakan, “keangkuhan para dokter”. (sekali lagi, ga semua siiiiih, tapi ada, secara generalisata). Lantas, di mana letak peran profesi lain, yang notabene kita dibesarkan di ranah tingkat pendidikan yang sama?? Sama-sama sarjana, sama-sama melalui pendidikan profesi!
Apoteker ga bisa ngomong!
Hmm…, bukan berarti semua apoteker itu bloon soal obat. Apalagi yang telah mendalami dan mengambil spesialisasi bidang FRS. Tapi apa yang terjadi di lapangan? Hmm…jangan ditanya! Kenapa harus “tertutup” dengan segala masukan yang ada? Okeh, salah satu tugasnya farmasi klinis adalah melakukan analisa DRP. Udah dilakukan. Tapiii, ketika diberikan masukan, bahwa obat ini yang disalut begini ga bisa dijadiin puyer. Jika obat ini dicampur dengan yang ini, bakal ada interaksi. Interval dosis antibiotic ini mestinya begini. Tapiiii, kenapa si dokter tetap kekeuh dengan instruksinya itu??? Kenapa??? Bukankah kita dibesarkan di ranah profesi yang berbeda untuk kemudian saling bersinergi?? Lalu, pada akhirnyaa…, apoteker hanya bisa diam. Cape sendiri mengkaji obat, DRP nya, interaksinya segala macamnya, tapi kemudian ga digubris, ga dianggap. Ujung-ujungnya, yang menanggung akibatnya, yaaah pasien. Kasihan pasiennya, yang dalam hal ini tentu adalah pihak yang “lugu” begitu, yang mau tak mau mesti patuh sama instruksi dari dokter. Di lain hal,(bahkan ketika PP 51 thn 2009 telah membolehkan farmasis mengganti obat dengan zat aktif yang sama, si dokter tetap kekeuh dengan pendapatnya, “saya maunya yang itu!”. Sekali lagi, kasihaan pasiennya, harus nyari2 dulu. Padahal, tersedia obat dengan zat aktif yang sama. So what?? Seklai lagiii, farmasis hanya bisa diam! (kasihaaaan….)
Sebenarnya, peran farmasis itu saangaaaaaaaaaaaat besar, untuk menyelamatkan nyawa pasien jika kesalahannya adalah obat. Peran farmasis itu dituntut banget. selain itu, buat menyelamatkan resistensi antibiotic misalnya. Bukankah ini gawe’anya farmasist??? Dan bukankah DRP itu adalah masalah yang paliiiiiiiiiiing banyak menyebabkan kematian???
Aaaaah, pengin sekali aku bisa ngeliyat kerja sinergis antara sesama petugas medis siapapun itu. Kerja yang sifatnya parallel, yang penempatan sikapnya seperti mitra kerja, bukan atasan-bawahan! Toh, dokter, farmasis, perawat, ahli gizi, adalah orang-orang yang berada pada range profesi yang parallel. Jadiiii, bukan hanya dokter yang semestinya menjadi otoritas kesehatan itu! Sekali lagi, harus ada kerja yang sinergis! Masa’ siiiih, dokter tau semua, mulai dari diagnose, obat, asuhan keperawatan sampe gizinya?? Masa’ siiiih?! Bukankah masing2nya udah ada rijal2nya? Makanya, perlu sekali adanya kerja sama yang solid, mitra kerja yang bai. Karena, kuyakin, dokter jugah ga belajar semua. (hehehe, temen2 kedokteran pun balajar ttg obat Cuma sedikit koq. Bahkan pada bilang, farmakologi itu plajaran paling ribet! Nah loh?? Berarti, kita sudah diseparasi berdasarkan profesi kita kan yah?)
Nah, dari sisi farmasisnya. Sebenarnya, apa yang membuat farmasis itu “dipandang sebelah mata” dan ga’ dianggap beituw oleh rekan2 medis yang lain?? (huhu, ini kisah sedih temen2 yg praktek di RS). Satu hal, karena farmasis itu Ga terlalu mendalami bidangnya. Bukan karena farmasisnya bodoh, enggak! (kalo ga salah, dimana2 universitas kebanyakan, grade farmasi itu termasuk tinggi dan peminatnya jugah ga sedikit, yang artinya persaingan masuknya cukup ketat. Hihi, sayang aku ga sempat memperhatikan ini dulunya sebelum masuk farmasi). Intinya, bukan farmasisnya yang bodoh, tapiiiiii, karena penggodogannya yang begituww. Seorang sarjana farmasis dituntut untuk mengerti semua hal, mulai dari bahan awal, API hingga ituw obat dikeluarkan dari tubuh pasien. Banyak yang diplajari, tapiiiii, sedikit2 ajah. Dicomot sikit-sikit! Ga mendalam. Jika beginiiiiii, pantasan ajah farmasis selalu di judge sebagai tenaga medis yang “bloon”. Bahkan, asisten apoteker sendiri yang bilang gituwh. Haduuuh, kasihan ga tuwh??
Makaaaa, aku (sebagai seseorang yang suka protes. Hehehe….) menyarankan kepada siapapun ituu yang berwenang (aaiih, bahkan aku ga tau kepada siapa harus ngomong) untuk melakukan perbaikan di dunia farmasis ini,khususnya di institusi pendidikannya. Biar ke depannya permasalahan obat ga menggunung macam gunung singgalaang (hehe, ga nyambung!). Usulannya adalah…agar farmasi itu memang dibikin jurusan2nya, lebih spesifik belajarnyaaaa, lebih runcing pembahasannya. Kalo farmasis sains, yaaah dari awal ampe akhir ckup ngebahas sains ajah. Kalo farmasis analisis yaah cukup bagian analisis ajah. Manajemen farmasi dan komunitas, yaah cuup di sana saja. Farmasis industry, yaah cukup balajar formulasi dan tekonolgi farmasi ajah, kalo bagiannya klinis, yaaah..cukup klinis ajaah. Lebih spesifik. Okelah belajar semuanya dulu, tapi cukup di semester dan dua ajah sebagai dasar dan pengantar. Lalu kemudian, diplajari berdasarkan spesifikasi jurusannya. Tapi lebih mendalam. Sehingga dihasilkan lulusan farmasi yang benar2 ahli dan kompeten di bidangnya.
Kukatakan semua ini adalah karena aku cinta farmasi dan aku ingin farmasi ke depan lebih baik. Aku hanya tak ingin, seorang farmasis, sarjana pula, jadi bahan ejekan, yang ga paham apa-apa. Jadiiii, selama ini apa ajah yang diplajari?? Ini karena kosong atau saking banyaknya yang harus diplajari?? Huhu, aku sudah rasakan sendiri (mungkin semua temen2 PKP yg laen jugah), betapa ga enaknya. Padahal, kuliahnya berat, mesti praktikum2 dulu, tamatnya susaah, ga enak deeeh pokoknyaaa, namun pada akhirnya jadi bahan olok-olokkan beginiii. (hehe, sampai aku kepikir, ntar kalo punya anak, pona’an de es be, aku sarankan ga usah masuk farmasi ajah. Hihihi. Padahal di AS sendiri yang kiblatnya farmasi sedunia, jurusan farmasi klinis tetep jadi most wanted to be bagi pelajar menengah atas untuk di jadikan pilihan yaah?? Karena aplikasi ilmu perubatannnya bener2 kerreeen abiiizz di sana). Ah ga ding! Aku ga bermaksud untuk menjelekkan farmasi. Intinya aku sangat ingin farmasis ke depan lebih baik. Itu ajah.
Maafkanlah, Dik....
Tubuh lemah itu tergeletak, pasrah.
Dadanya naik turun, mencoba meraup oksigen sebanyak-banyaknya.
Di pergelangannya terpasang selang infuse yang menetes satu demi satu, seolah menanti detik demi detik…
Matanya mendilik, kiri dan kanan…tak beraturan…
Kakinya tampak pucat…
Ah, tidak…
Sungguh aku tak sanggup lagi berdiri di hadapannya lebih lama.
Bahkan, untuk menyematkan sebingkai senyum saja…aku tak sanggup…
Ada yang tersekat di kerongkonganku…
Ah, maafkanlah, Dik…
Maafkan kakak yang tak bisa menemanimu lebih lama…
Kuselamatkan diri, menuju ruang belakang.
Sungguh, cairan bening itu tak terbendung lagi.
Sendiri, aku tergugu…
Dalam diam, bahuku terguncang…
Aku tak bisa menghalau pikiranku, dan sungguh aku tak bisa menghentikan perasaanku…,
Tentang segenap rasa itu yang tiba-tiba mencuat…,
Tentang segenggam ingatan yang tiba-tiba muncul…
Tubuh lemah itu, denyut nadi itu…memaksaku untuk kembali pada masa lalu.
Pada tatanan masa yang mungkin takkan bisa kulupa.
Ia tetap tersemat dalam satu lembar memori hatiku. Hatiku yang basah, kini…
Tentang semua memori indah yang pernah ada, tentang kesedihan mendalam atas kepergiannya…, seseorang yang padanya aku teramat cinta…
Tentang kebaikannya, tentang kecemerlangan daya pikirnya, tentang cerita indah kami dan tentang apa pun itu…
Ah, Allah…
Sungguh, aku tak hendak menggugat segala keputusan-Mu…
Sungguh, wahai Rabb, yang jiwa ini ada dalam genggaman-Mu…
Dan bukankah hanya kepada-Mu, segalanya akan kembali
Suatu saat, yang telah Engkau tetapkan, akupun pasti akan menyusulnya
Wahai Allah,
Engkau lebih menyayanginya…
Tiba-tiba, salah satu temanku menyentuh pundakku…, perlahan…
“Ada apa, Thel?”
Aku menggeleng. Pelan.
Dan tiba-tiba saja, diskusi siang ini membuat apa yang kuplajari menjadi lenyap.
Segenap rasa itu, masih tergugu. Bahkan, sejenak sebelum aku meninggalkan bangsal itu…, rasa itu masih saja bersemayam.
Bangsal Anak, 25 Maret 2010
Selamat Jalan, Nek
Sabtu yang lalu, aku masih sempat mengulaskan sebuah senyum untukmu, Nek… Untukmu yang membuat hatiku dihinggapi berbagai rasa tak bernama… Entah itu mungkin haru…
Hari ini…,
Janji itu telah datang…
Innalillaahi wa inna ilaihi rooji’un…
Seseungguhnya segalanya berasal dari Allah, dan kepada-Nya kita kembali…
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوج ٍ مُشَيَّدَة ٍ ...
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh,
(An-Nisaa : 78)
اللَّهُ يَتَوَفَّى الأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الأُخْرَى إِلَى أَجَل ٍ مُسَمّى ً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَات ٍ لِقَوْم ٍ يَتَفَكَّرُونَ
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir
Qs. Az Zumar : 42
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ
Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali, tidak dapat dikalahkan,
Qs. Al Waqi’ah : 60
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلاَ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَل ٍ قَرِيب ٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (10)
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسا ً إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِير ٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
(11)
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Al Munafiqun : 10-11)
Bangsal Neurologi, 25 Maret 2010
Baiklah, Aku Mengerti...
Baiklah,
Aku mengerti...., apa yang semestinya harus kulakukan...
BELAJAR, BELAJAR dan BELAJAR!
وَتِلْكَ الأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ الْعَالِمُونَ
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada
yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.
(Qs. Al Ankabut : 43)
…يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ
آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَات
...Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…
(Al Mujadilah : 11)
Pasca Visite dan Diskusi bersama Preseptor I,
Kala Aku tak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu...
huhuhu...
Aku harus lebih banyak belajar lagi!
Harus!Aku harus lebih banyak belajar lagi!
Episode Bangsal Anak
Waaah, episode baru dimulai.
Bangsal anak! Bangsal yang sangat menyenangkan! Horre…horreee…, hehehe. Dassaaar! Tapiiii, aku memang sangaaaaaaaat menyukai anak-anak.
Alhamdulillaah, akhirnya berakhir jugah episode perburuan (lho, koq?? Heee…, maksudnya episode IFRS yang lebih banyak bertemu dokumen, kapsul daaaan…(aaah…, ga usah disebut deeeh). Lalu,sekarang gilirannya masuk bangsal. Hmm… pengalaman yang menarik. (semua ini membuatku betah di sini. Wah…wah…, semua ini seperti gelombang grafik sinus yaah?? Hehehe. Baru saja kemaren bilang aku ingin memutar waktu, sekarang malah amat sangat menikmati. Hihi)
Anak-anak itu, wajah lugu itu, wajah polos itu, --dan yang sungguh sangat menyedihkan--, wajah penuh kesakitan itu…
Ahh…, aku menyayangi mereka…dan betapa inginnya aku membagi semangat ini, untuk mereka…
Sungguh…
Adalah kebahagiaan tersendiri bagiku ketika berkesempatan membersamai mereka, Melemparkan seutas senyum, lalu berkata, “cepat sembuh yah De’.” Atau sekedar pura-pura marah dan mengatakan, “Adee’, jangan banyak gerak dulu! Istirahat yaaaah. Ga mau lama-lama di sini kaaan?”.
Sungguh, aku banyak belajar dari anak-anak itu. Tentang kasih orang tua, terutama! Semuanya mengajarkanku, betapa besarnya kasih ayah dan ibu itu. Bahkan pilihan diksi manapun takkan dapat mewakilinya. Mungkin kita tak pernah tau, dahulu, ketika pikiran kita belum mampu mencerna apa itu artinya sedih, gembira, karena kita hanya punya dua bahasa, tangis dan tawa, barangkali ibu ayah ibu kita sering mencemaskan kita. Menangis untuk kita. Mengkhawatirkan kita. Dan, melakukan apa saja untuk kesembuhan kita, ketika kita sakit. Maka, memang sepantasnyalah penghormatan dan kata-kata yang baik dan mulia yang kita persembaahkan untuk beliau.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاه ُُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانا ً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفّ ٍ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا ً كَرِيما (23)ً
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرا (24)ً
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
(Qs. Al Isra : 23-24)
Aku jadi teringat masa kecil dulunya. Ketika aku baru saja mulai mengingat. Dan sungguh, kisah ini memang telah terekam sangat jelas di ingatanku hingga sekarang. Dan aku perlu menyeka air mata setiap kali mengenangnya.
Kala itu, mungkin umurku masih 4 atau 5 tahun. Dan, aku mengalami demam tinggi. Wajah ibu waktu itu saaaangat cemas. Nafsu makanku benar2 menurun. Namun, waktu itu aku lagi pengin makan sate. Lalu, aku bilang sama ibu bahwa aku pengin sate. Ibu tampak berpikir. Ibu sedang tak punya uang. Kondisi keluarga kala itu mungkin sedang sulit. Aku masih ingat waktu itu, akhirnya ibu membongkar celengannya, menghitung receh demi receh, lalu ibu pun berjalan menuju tempat si penjual sate. Seingatku, tempat penjual sate itu lumayan jauh dari rumahku. Sekembalinya dari sana, dengan sumringah ibu menyodorkan suapan untukku, berharap agar aku bisa makan. Namun, hanya sedikit saja yang masuk ke saluran pencernaanku. Aku bilang pada ibu, bahwa semuanya pahit. Ga enak. Padahal, aku sangat ingin sebelumnya. Dan, alangkah mubadzirnya itu semua karena ibuku sama sekali tak menyukai sate.
Sungguh, betapa tak mengertinya aku tentang kesusahan ibu, betapa tak mengertinya aku bahwa ibu berusaha memenuhi semua keinginanku agar aku bersedia makan, betapa tak mengertinya aku bahwa ibu membutuhkan usaha banyak untuk bisa mendapatkan sate itu. Lalu kemudian, dengan gampangnya aku mengatakan pahit. Tapiii, ibu tidak marah dan kesal. Ibu tak menyesali apa yang beliau lakukan. Ibu tetap berusaha untuk tersenyum menyemangatiku, agar aku lekas sembuh.
Begitulah ibu. Kasihnya yang tiada pernah berujung. Tiada akan pernah…
Aku…sangaaat mencintai ibu, sangaaat mencntai ayah. Aku…hanya ingin mempersembahkan yang terbaik untuk beliau. Yang terbaik yang kupunya. Aku ingin…mempersembahkan mahkota untuk beliau di akhirat kelak, yang cahayanya melebihi cahaya matahari. Aku sungguh sangat ingin… Perkenankanlah ya Allah…
Save Palestine
Aksi Solidaritas Palestina,
DPW PKS Sumatera Barat...
Kantor DPRD Tk I Sumatera Barat, Ahad, 21 Maret 2010
Hikmah
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرا ً كَثِيرا ً وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوا الأَلْبَابِ
Allah menganugerahkan al hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
(Qs. Al Baqaroh : 269)
Visite Experience (2)
Visite lagi! Masya Allah…, selalu saja ada pengalaman luar biasa, dan selalu saja ada muhasabah jika visite begini. Maka, sesi visite adalah sesi yang sangat kutunggu-tunggu. (hehe, seperti yang sudah kubilang sebelumnya, alhamdulillaah, aku semakin “menikmati” PKP ini. Sungguh, begitu banyak pelajaran yang bisa diambil dari visite).
Seperti visite yang sebelumnya kulalui, bangsal yang sama, bangsal neuro, dimulai dengan melakukan evaluasi pasien. Masya Allah, aku…aku…sungguh tak dapat menahan tangis lagi, meski harus kusembunyikan. Yang terbayang di kepalaku adalah, bagaimana jika yang terbaring sakit itu adalah diriku? Tergeletak begitu saja. makan, mesti harus disonde (NGT) yang makanannya langsung di masukkan ke lambung. (Padahal enaknya makanan itu di mulut yaaah?). Jika mau buang air, ke pispot. Ga bisa jalan. Ga bisa menikmati indahnya alam. Ga bisa ngapa-ngapain. Sungguh, -sekali lagi--, betapa amat sangat berharganya nikmat kesehatan. Ia adalah asset yang amat sangat tak ternilai.
Barang kali, aku kelihatan agak sedikit norak. Heee… Kaya’ sekali-kali liyat orang sakit ajah! Tapiiii, sungguh..kemudian aku belajar bahwa sensitivitas (hati) itu bisa saja perlahan akan tereduksi dengan suatu ke-istimroriyah-an. Bisa saja seorang dokter, perawat de es be memandang itu semua adalah hal yang biasa saja karena memang melihatnya setiap hari. Tapiii, sebenarnya poin utamanya adalah, bagaimana kita mengasah sensitifitas (hati) itu untuk melihat dari sisi lain yang barang kali akan memberikan pelajaran berharga buat diri kita, sesering apapun kita melihatnya. Setidaknya, untuk meng-up date rasa syukur kita bahwa Allah masih mengkaruniakan nikmat berharga bernama kesehatan untuk diri kita.
Di sini aku juga belajar tentang kesetiaan…
Hmmm…dari sekian banyak pasien yang di-visite, aku tertarik pada salah satu pasien. Umurnya masih muda. Hanya satu tahun di atasku. Tapiii, di umurnya yang masih 24 tahun itu, ia telah menderita stroke dan hipertensi. Itu terjadi, 6 hari setelah dia melahirkan. Di sampingnya, suaminya yang setia menemani. Aha, subhanallaah, aku kagum pada kesetiaan laki-laki itu, di saat begitu banyak orang-orang yang rela melepas akad sacral itu karena permasalahan yang bahkan sepele.
Stroke menimbulkan kematian sel otak pada bagian yang diserangnya. Dan sel otak adalah satu-satunya sel yang tidak mengalami regenerasi sehingga pada umumnya stroke menyebabkan cacat seumur hidup. Dan, hal itu bisa saja terjadi pada sang wanita. Tapii, sang suami tetap setia menemani. (hmm…., sepertinya ada banyak orang yang perlu belajar dari suami si wanita itu. Belajar tentang kesetiaan)
Juga tentang semangat!
Aah, apa yang terpikir olehmu tentang seorang nenek umur 75 tahun? Tua, pikun, dan segalanya harus dibantu?
Hmm…tidak selalu. Nenek ini adalah salah satunya. Sejak awal berkenalan, aku sudah “jatuh cinta” pada si nenek. Pada semangatnya. Pada enerjiknya. Pada canda-candanya. Aaah, kau terlalu bersemangat, Nek! Dan, aku sangat menyukai itu. Waktu kutanya, berapa umurnya, beliau menjawab dengan penuh semangat. “Waaah, saya masih muda nak! Baru 75 tahun!”. Aah, terima kasih Nek, atas semangatmu, yang tertular padaku. Hehe…
Bahkan tentang olah raga!
Rasulullah telah wasiatkan agar umat ini juga melakukan olah raga. Di antara olah raganya yang dianjurkan adalah berkuda, memanah dan berenang kan yaaaah? Akuu…, hehe…, kadang-kadang sering berdalih, “Aaah…, ke Unand itu adalah salah satu olah raga kan yaaah??” hehehe. Maklum, kampus di puncak bukit begituww. Kalo akhwat se-wisma pada senam, aku seing lebih memilih duduk di depan kompi, atau ikut sebentar doang! Waduuuwwhhh…. Tapiii, kemudian, aku menyadari, betapa pentingnya olah raga ituuu. Di rumah sakit ini, aku semakin sadar akan pentingnya olah raga! Olah raga untuk antisipasi hipertensi maupun diabetes.
Visite Experience (1)
Masya Allah, untuk pertama kalinya aku ikut ronde visite dokter, perawat, farmasis, ahli gizi dan fisioterapi di PKP kali ini. (karena yang 2 minggu pertama ini, aku dapet giliran di instalasi dan apotek sehingga ga berinteraksi langsung dengan pasien). Wah…, masya Allah, luar biasa. Tak terdefinisikan rasa ini lagiii. Hehe. (Waah…, kalo seperti ini terus, insya Allah aku bakalan betah niih, di sini. Hee. Insya Allah 6 minggu ke depan adalah hari2 penuh visite. Huffff…, akhirnyaaa, aku jadi menyukai semua pekerjaan ini. Alhamdulillaaah, kutemukan spirit itu!)
Aku, hmm…tentu saja visite di bangsal neuro yang pasiennya adalah pasien2 stroke. Masya Allaah. Aku benar-benar tak dapat definisikan rasa ini lagi. Sungguh, aku terharu. Benar-benar terharu. Ah, entah apa namanya. (mungkin karena aku memang selama ini ga pernah visite dan berkunjung ke Rumah Sakit pun tak bisa dibilang sering. (dulunya, aku siih sering jugah menyaksikan kondisi ini waktu sering ke M. Djamil. Tapi, kalo untuk visite yang lengkap begitu, yaaah…baru sekarang).
Satu pelajaran yang dapat kuambil, betapa berharganya dan betapa mahalnya ni’mat sehat itu. Sungguh amat sangat berharga. Sungguh merugilah orang-orang yang mengejar ni’mat harta melimpah untuk kebahagiaannya dengan mengabaikan kesehatan. Karena, sehat itu sendiri adalah suatu kebahagiaan. Coba bayangkan, ketika kita memiliki segalanya, harta yang melimpah, namun kita tidak bisa menimatinya. Ga boleh makan ini makan itu. Ga’ bisa jalan kesana-kesini. Ga bisa ngomong apa-apa. Manakah yang lebih bahagia ketimbang seorang penjual makanan kecil yang hidupnya amat pas-pasan namun ia masih bisa tertawa, masih bisa berjalan. Manakah yang lebih bahagia?
Maka benarlah bahwa ni’mat kesehatan itu adalah ni’mat luar biasa yang sering luput untuk disyukuri, termasuk diri ini. (Jika udah gini, kusarankan, kunjungilah rumah sakit. Hehehe…).
Di bangsal lain (yang kebetulan aku ga ikut visite ke sana) di jam yang sama juga ada pasien yang menghembuskan nafas terakhirnya. Masya Allaah, dahsyatnya maut. Dahsyatnya…. Menggigil aku mendengar kisahnya.
Sungguh, hari ini, rumah sakit ini, menciptakan muhasabah tersendiri bagiku. Subhanallaah. Sungguh, amat sementaralah kehidupan dunia ini. Sungguh. Di sini, aku merasakan begitu dekat dengan kematian. Mengingatkanku bahwa aku pasti akan mati. Sekarang, dengan cara seperti apakah aku inginkan ending kehidupan ini? dan sudahkah aku siapkan bekal untuk berangkat kesana?
كُلُّ نَفْس ٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.
(Qs. Al Ankabuut : 57)
Bangsal Neorologi, RSSN Bukittinggi 19 Maret 2010
Saf Anak-Anak dalam Sholat Jama'ah
Hmm…aku hanya ingin berbagi sedikit pengalaman. Semoga bermanfaat. Beginii, di suatu maghrib, aku beserta seorang ibu-ibu menjadi masbuq. Nah, shaff yang terisi waktu itu di bagian perempuannya adalah hanya shaff depan saja. Lalu, sebelum aku dan si ibu itu ikutan sholat jugah anak-anak yang telah memenuhkan shaf itu, oleh si ibu disuruh mundur. Lalu, si anak yang tengah melaksanakan sholatnya akhirnya menghentikan sholatnya dan mengikuti kemauan si ibu untuk mundur.
Dalam perjalanan pulang, aku jadi mikir-mikir mengenai tindakan si ibu tadi. Hmm…, bukan sekali dua kali aku menghadapi kejadian macam niii. Dan, bukan pula di satu mesjid, di satu daerah. Tapi, diberbagai tempat. Katanya, anak-anak itu akan menghalangi sahnya sholat karena shaf nya terputus. Karena anak-anak belum baligh.
Aku ga’ tau soal tinjauan fiqih nya mengenai putusnya shaff jika ada anak-anak di antara dua orang dewasa (jika ada yang tau…tafadhol, berbagi ajah….). dan lagi, aku ga berkafaah mengenai hal ini. Yang diriku pernah dapat plajaran, sholat ga’ boleh diputus kecuali kalo benar2 emergency yang dibolehkan seperti jika ada bahaya yang mengancam jiwa, atau kalo wudhu’nya batal. Ga’ tau deeh, kalo saf anak-anak jugah ikut membatalkan sholat jama’ah. Sejauh ini aku belum pernah dengar. (hmm…, makluum, ilmuku masih-masih sangat miniiiim sekaliii.)
Dan lagi, dalam sholat jama’ah kan sudah RAsulullaah berikan pedoman kan yah?
"Nabi SAW mengatur shaf laki-laki dewasa di depan shaf anak-anak dan shaf perempuan di belakang shaf anak-anak." (HR. Muslim).
Jika memang demikian, kenapa ga ikut apa yang Rasulullah contohkan saja, tho?? Missal niih yaah, si bapa pengurus mesjidnya membuat kebijakkan bahwa shaff terakhir di bagian laki-laki dikhususkan untuk anak-anak, dan shaff terdepan di bagian perempuan jugah dikhususkan buat anak-anak perempuan. Baru shaf kedua atau ketiga dan seterusnya untuk ibu-ibu. Agar gak ada lagi penarikkan paksa anak-anak yang harus mundur ke belakang.
Jika diliyat dari sisi lainnya, menurutku siiih (aku yang nyaris ga’ berilmu iniiiii, heee..), tindakkan menarik anak ke belakang, menyuruhnya berhenti sholat untuk pindah, merupakan tindakan yang kurang bijak. Sedikit banyaknya, pasti akan memberikan dampak kepada jiwa anak. Padahal, ini masa2nya bagi anak untuk mulai belajar. Mulai membiasakan sholat berjamaah. Bukankah anak-anak adalah plagiat paling hebat???
Satu hal lagi, kemauan si anak untuk ke mesjid itu, semestinya patut diapresiasi ditengah2 keinginan untuk bermain bagi mereka lebih mendominasi. Dikhawatirkan, ini malah menyurutkan semangat anak untuk sholat ke mesjid. Di pikiran polos mereka bisa saja terbentuk paradigma, “ Ahh, malas ahh ke mesjid. Masa’ siih, harus disuruh2 mundur terus. Lalu, kapan saya mau sholatnya?? Apa sholat hanya buat ibu2 yang udah besar ajah?” (heee…, waktu kecil dulu pun aku sering diperlakukan seperti ini dan aku pun jadi kesal dan protes seperti ini, waktu itu. Ini saking membekasnya di kepalaku niih. udah merasuk ke amygdale. Hehe, lebay! Tapiii, kata ayah, aku memang termasuk anak yang suka protes dulunya. Hihi.)
Aku…., hanya berharap semoga apa yang Rasulullah contohkan ini bisa diterapkan di masyarakat. Meskipun, buat ngomong langsung ke ibu-ibunya, aku..hm…aku belum cukup nyali. Setidaknya, aku belum menemukan cara yang pas dan paling ahsan (mungkin si ibu2 masih menganggap aku anak umur setahun jagung barang kali, hehehe). Paling, yang bisa kulakukan..yaah…menuliskannya di blog ini. Heee…
Hobby vs Ahli
Hmm…, terkadang aku merasa, aku adalah orang yang “tak penah mendalami” suatu bidang begitu dalamnya. Well, kusebut saja aku ini cukup “generic”. Hee…(bukan generic volume lho, apalagi obat generic. Haha, tak nyambung banged!). Kemudian aku baru nyadar, kalo aku itu memang memiliki dominasi hemisfer otak yang lebih kanan (lho??) Hehe. Maksudnya, potential hemisfer otak kanan lebih dominan, sehingga, aku lebih senang mengerjakan sesuatu yang memang mengundang imajinasi. Tapii, aku bukan seorang yang ahli. Hmm…, bisa disebut sekedar hobby.
Nah…, sesekali, aku coba melirik-lirik kiri-kanan! (huup! Ge-Be uy, gebe!) heee…, bukan itu maksudnya! Aku memperhatikan, temen2 yang meraih IPK lima besar tertinggi dan terbaik di angkatan, mereka adalah orang-orang yang fokuss, yang kerjanya Cuma blajaaaaaaaaaarrr ajah. So, maka dia memang sangat pantas mendapatkan itu semua. Lalu, yang punya keahlian bahasa jepang misalnya, bisa membuatnya jalan-jalan ke mana-mana dengan kehalian bahasa jepang yang dimilikinya, bahkan peluang beasiswa ke negeri sakura itu. Yang punya keahlian elektronik dan computer, selalu dihunting banyak orang untuk mengadukan masalah komputernya. Yang memang focus bisa nulis, mereka pun kemudian menjadi penulis-penulis hebat yang karyanya sangat mengudara (koq mengudara yaaah? Seharusnya kan membumi! Hehe). Yang memiliki keahlian jahit menjahit, mereka selalu “dicari” untuk keperluan jahit menjahit (ya iya laaah, masa’ untuk keperluan desain. Kecuali kalo dia punya dua-duanya keahlian! Hehehe). Yang memiliki keahlian desain, selalu dihunting oleh orang-orang untuk mendesainkan apa saja. Bahkan di kampus misalnya, sepertinya desainnya itu ada di mana-mana. Aku melihat, mereka adalah orang-orang yang focus dan sangat mendalami bidangnya sehingga, kita bisa menyebutnya seseorang yang “ahli”.
Aku???
Hmm….aku…., tidak termasuk orang ahli di suatu bidang, yang sangat mendalam. Aku menyukai banyak hal. Aku menyukai dunia jurnalistik, aku menyukai desain, aku menyukai ilmu kejiwaaan (heee….), aku menyukai rekayasa foto, aku menyukai fotografi, Tapiiii, aku tak menjadi ahli seperti yang mereka. Aku tidak mendalami semuanya, meskipun aku menyukai. Hanya sekedar hobby saja. Dan tentu saja, aku tak pantas disebut sebagai seorang yang ahli. Di bidang akademis, hooo…aku jugah bukan apa-apa. Semua serba sedang-sedang saja.
Aku bisa mengerjakan dua pekerjaan sekaligus. Ga’ focus. Hehe. Apa contoh?? Kuliah sambil tidur. Menghafal sambil ”mahota”. Hahaha, becanda! Mana bisalaah! Maksudnya, aku sangat gampang pindah ke suatu pekerjaan lain, bahkan sebelum pekerjaan pertama selesai. Heeee…
Lamat-lamat, aku menyadari, betapa “menjadi ahli” itu sebenarnya “menghasilkan”. Ketika bisa focus di suatu bidang, maka, itu akan menghasilkan! Atau, melakukan komersialisasi terhadap hobby?
Hmmm…, setidaknya, dengan keahlian yang dimiliki, bisa membantu orang lain (kalau pun tidak dikomersialisasikan). Bermanfaat bagi orang lain. Bukankah itu lebih indah? Ketika kita menyukai suatu pekerjaan tentulah melakukannya tidak berat bagi kita. Karena, kita menyukainya. Sebaliknya, kita dapat membantu orang lain yang membutuhkannya. Bukankah itu adalah kebahagiaan tersendiri?
So??
Kesimpulannya??
Jadilah ahli (
Tentang Stroke
Aku hanya ingin sedikit berbagi. Aku berharap, semoga ada yang bisa diambil manfaatnya dari informasi ini.
Ini mengenai stroke. Hmm…, angka kejadian untuk msyarakat Sumatera Barat siiih cukup tinggi, hingga RSSN (Rumah Sakit Stroke Nasional) itu mesti berlokasi di Sumatera Barat. Setelah dilakukan sedikit survey, katanya siiih, yang terkena stroke yang di luar Sumbar, setelah diliyat2, ternyata punya garis keturunan minang jugah. Nah lho??? Apa karena makanannya yang cendrung bersantan yah? Sementara, factor resiko stroke jugah disebabkan oleh keturunan. Jika si bapa atau ibunya pernah stroke, kemungkinan anaknya kena jugah ada karena gennya diturunkan kan yah? Allahu’alam.
Baiklah, berikut ini, aku paparkan sedikit mengenai penyakit stoke. Mudah2an bermanfaat. Sumbernya adalah dari RSSN langsung, dengan pengubahan bahsa tentunya, biar ndak susah dipahami karena banyak istilah-istilahnya. Heee…
Penyakit stroke adalah penyakit dimana terjadi gangguan pada pembuluh darah otak berupa terjadi penyumbatan atau pun pecahnya pembuluh darah sehingga asupan oksigen dan makanan menjadi terganggu. Akibatnya, terjadi kematian saraf otak di lokasi tempat terjadinya gangguan tersebut.
Makanya, orang stroke itu jadi beragam gejala sakitnya, maksudnya akibatnya jadi beragam, tergantung DI MANA LETAK SERANGANNYA. Kalo pembuluh yang pecahnya itu di bagian yang mengatur pergerakan, maka orang tersebut akan lumpuh. Kalo yang kenanya di bagian saraf yang mengatur emosi, yaah bisa depressi tuh orang. bisa mempengaruhi kejiwaan. Kalo yang kenanya dibagian saraf yang mengatur indra, yaah si orang bisa ajah jadi ga bisa ngomong, ga bisa melihat, ga bisa mendengar, ga bisa menelan. Bisa hilang kesadaran. Sempoyongan. Mati rasa atau kesemutan. Terganggu penglihatan. Pelupa dan pikun. Dan banyak lagi…, tergantung bagian otak mana yang kena.
Penyebabnya, yang ga bisa dihindari adalah : umur yang semakin tua dan factor keturunan. Ini adalah penyebab yang ga bisa dikendalikan. Ya iyalaaah, bagaimana coba mau menghindari pertambahan umur atau menghilangkan salah satu gen! mustahil!
Penyebab lainnya yang insya Allah bisa dikendalikan atawa bisa di lakukan treatmen terhadap itu yaitu : hipertensi, diabetes/gula, gangguan fungsi otak sementara, permasalahan jantung, banyaknya lemak dalam darah, obesitas/kegemukkan, perokok, pengkonsumsi alcohol, ataupun yang stress!
Tipe stoke ada 3 macam. Pertama, karena adanya penyumbatan pembuluh darah karena menumpuknya lemak, sehingga darah terhambat mengalir ke otak. Ini namanya thrombosis. Kedua, jika lemak2 yang ada di pembuluh darah lain ikut ke otak, lalu menyumbat aliran otak sehingga asupan oksigen ga bisa masuk. Ini disebut emboli otak. Ketiga, pecah pembuluh darah di otak karena tekanan darah tinggi. Ini disebut pendarahan. Ketiga hal tersebut menyebabkan stroke.
HATI-HATI, HIPERTENSI MERUPAKAN SALAH SATU PENYEBAB STROKE YANG PALIIIIIIIIIIIING BUANYAAAAK! HIPERTENSI ADALAH PENYEBAB UTAMA STROKE.
Gejala hipertensi : Sakit kepala bagian belakang, pandangan kabur, sakit dada, mudah tersinggung dan cepat marah.
Satu hal lagi : HIPERTENSI TIDAK DAPAT DISEMBUHKAN!
Obat yang diberikan bukan untuk menyembuhkan hipertensi melainkan hanya untuk menurunkan tekanan darah. Jika tekanan darah stabil, maka itu berarti si penderita telah berhasil mengendalikan dan mengontrolnya secara baik.
Apa yang harus dihindari dan apa yang harus dilakukan oleh seorang penderita hipertensi agar tidak stroke?
Jaga berat badan normal, jangan ampe obesitas deeeh. Trus, tenangkan hatimu, tenangkan jiwamu, kendalikan stress. Karena stress merupakan salah satu penyebab hipertensi. Trus jugah, jangan lupa MENGURANGI konsumsi garam, santan dan minyak. Disarankan untuk memakan manakan yang rendah kolesterol. Lalu, banyak makan sayur dan buah, serta olah raga yang teratur. Jangan lupa juga lakukan pemeriksaan tensi darah, minimal satu kali sebulan untuk pencegahan dini.
Karena hipertensi merupakan penyakit yang cukup buanyaaaaaaaaaaakkk terjadi, maka marisama2 kita terapkan yaaaah???
Okeeeh???
Malory Towers
Pernah baca serial Malory Towers?? Hmm…, buku lama siiih. Terbitan tahun 1984. Heee… Jadi beginiii, sepulang dari PKP aku lagi piyuzing2nyaah. Bawaannya pengen refreshing gituh. Ke Jam gadang?? Lagi males. Baca buku berat?? Oohh…, sepertinya bukan saat yang tepat. Aku hanya pengin membaca sesuatu yang “ringan-ringan” saja. Tapi sayang, aku tak membawa banyak buku ke Bukittinggi. Apalagi novel2an atau cerpen-cerpenan.
Akhirnya, aku mematung berdiri di depan rak buku milik ibu kos. Hehe. Kubilang sama si uni, anaknya bu kos, kalo aku mau pinjam buku2nya. Akhirnya kupilih majalah Kartini terbitan ’97, daan…hehe…serial Malory Towers.
Pertama soal majalah Kartini dulu deeh yang terbitan ’97 dimana Pak Suharto waktu itu masih menjadi presiden (halaaaah, semua orang jugah tau. Hehe. Udah aah dari tadi mukaddimahnya panjang bangeeeeeeeet!). Dari majalah itu aku mendapat pelajaran bahwa…eng ing eng….pertama: Ibu Kita Kartini, Harum namanyaa…, berarti nama beliau Harum dong? Panggilanya?? Har, Rum, atau Um?? Hahaha, sotoy banget!! ga’ ding! Becanda! Becandaaaa… Bukan ini. tapiii, sebelumnyaaa, mari kita menghitung dulu, dari tahun 2010 higga ke 1997 itu hanya 13 tahun! Tapii…, tapi…, sungguh..sungguh…betapa cepatnya waktu itu bergulir, dan betapa dahsyatnya perubahan dan pergantian zaman itu. Hanya 13 tahun saja. dan aku juga berkesimpulan, betapa derasnya arus ghazwul fikry itu.
Kenapa aku berkesimpulan seperti ini? Salah satu contohnya adalah, soal fasion. Di tahun itu, ditampilkan fashion yang alhamdulillaah masih terbilang cukup sopan. Baju yang longgar. Rok yang longgar dan panjang. Bahkan tinggal menambahkan jilbab saja. Tapi sekarang?? Lihatlah, model2 fashion yang ada? Wah…wah…, na’uzdubillaah. Kebanyakan mengumbar aurat.
Juga dari segi fikroh. Aku melihat dari fiksinya ajah yaah, karena ini sisi yang cukup menarik bagiku dari sebuah majalah. Hehe. Isi yang disampaikan di fiksinya jugah bagus. Tentang bakti anak kepada orang tua,tentang bagaimana memaafkan de es be. Hmmm… Dahsyat jugah yaah arus ghozwul fikry itu. Hanya 13 tahun saja.
Tapi, semestinya dibalik semua itu, kita bersyukur jugah yaaah, bahwa sekarang jilbab telah menjadi sesuatu yang bukan aneh lagi. Ga kaya dulu. Udah membumi deeh. Kalo dulu2 ibu2 pergi acara kondangan pake sanggul dan kebaya, sekarang udah pake jilbab kan yaah?? Dan media2 islam pun jugah bermunculan untuk mengimbangi propaganda yang dilancarkan oleh2 media2 ghozwul fikry. (makanya, nge-blog doong, biar kita juga jadi salah satu yang melawan arus ituu. Hehe.)
Kedua kita masuk ke Malory Towers karangan Enid Blyton. Hmm…, sebenarnya, aku ga terlalu suka baca novel terjemahan. Tapii, setidaknya, aku bisa refreshing. Hehe. Malory Towers mengisahkan tentang anak-anak umur 12-15 tahun yang tinggal di sekolah berasrama bernama Malory Towers. Hmm…, kisah-kisah jahil anak-anak yang tinggal di asrama itu jadi mengingatkanku pada asrmaku dulunyaa. Hehehe
Inti dari novelnya itu adalah bagaimana kita mesti berkepribadian baik, bagaimana kita menghadapi masalah, bagaimana kita berteman, bagaimana kita bersosialiasai, mengendalikan emosi, mengambil plajaran dari setiap tindakan yang kita lakukan, memahami orang lain, memaafkan, berjiwa besar dan sikap-sikap positif lainnya.
Sang novelis cukup bijak dan rasional mengolah peran masing2 tokoh. Ga sama kaya sinetron2 jaman sekarang yang sangat2 tidak realistis. Tokoh protagonisnya bener2 baiiiiiiiiiiiiiiiiiikkk bangeeeeeeeeeet sehingga nyaris ga ada cacat yang dia punya. Sebaliknya, tokoh antagonis, bener2 jahaaaaaaat abiss seolah-olah dia gak punya sedikitpun kebaikan. Ini kan aneeeh. Ya ga?? Nah, kalo di novel ini, bagus siih. Manusiawi. Darrell si tokoh utama yang cerdas, bijaksana, dan jujur tapi gampang marah. Lalu, Alicia yang sangat pintar, bisa menankap plajaran dengan cepat, selalu menjadi pusat perhatian, slenge’an tetapi jahil banget dan “bermulut tajam”. Ada Sally yang bagus, berjiwa pemimpin, tapi gak terlalu pinter. Ada Mary-Lou yang sangat penakut tapi dia memiliki loyalitas yang tinggi terhadap sahabat serta suka berbagi. Juga ada Gwendoline si tokoh antagonis yang bener2 menyebalkan karena selalu membanggakan kekayaan tetapi dia juga memiliki kesadaran. Ada juga Irene yang jenius banget tapi sangat pelupa terhadap hal-hal kecil.
Lalu, apa pelajaran yang dapat diambil? Hmm…, banyak siih. Ternyata, sikap-sikap baik itu adalah “suara hati” setiap orang, tak peduli apapun agamanya (jangan bilang aku menyamakan semua agam yah! Tentu saja berbeda!!). Tapi, ini soal fitrah atau hati kecil, siapa pun itu pasti sangat menyukai kebaikan dan apapun yang baik2 dan membenci keburukkan. Aku hanya sedikit belajar dari “fikroh” novel terjemahan ini bahwa nilai2 baik itu merupakan God-Spot setiap orang. tentang apaaaaaaa ajah yang baik-baik.
Dan, sungguh-sungguh sangat beruntung seorang muslim, bahwa Allah telah menyempurnakan diin ini dan telah memberikan seorang khudwah yang luar biasa! Yang ada pada diri beliau adalah kebaikan, kebaikan dan kebaikan! Sungguh beruntung seorang muslim bahwa selain penjelasan secara tertulis juga telah Allah hadirkan contohnya langsung, yang semestinya setiap peri kehidupan beliau adalah sesuatu yang harus kita idolakan dan kita tiru.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَة ٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرا ً
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
(Qs. AL Ahzab : 31)
Nah, jika seorang yang diluar Islam pun bisa mengaplikasikan nilai-ilai kebaikan itu (tergambar dari isi bukunya si Malory Towers), maka seyogyanya umat Islam tentulah HARUS LEBIH BAIK DARI ITU! Iya tho?
Tapi, yang membuat hati miris itu adalah…ternyata pelaku kejahatan pun banyak juga dari kalangan muslim yah? Yang koruptor tapi muslim. Yang memenuhkan penjara juga kebanyakan muslim. Yang mengumbar aurat, juga seorang muslim. yang banyak tawuran juga remaja muslim. Lha?? Tanya kenapaaa….
Andai Aku Dapat Memutar Waktu
Aaah, andai aku dapat memutar waktu, sungguh betapa ingin aku melihat jarum jam itu berputar layaknya kipas angin. Sungguh, betapa aku sudah mencapai titik saturasi. Hoo, tunggu! Ini baru hari ke delapan kawan! Masih ada 7 minggu plus tiga hari lagi. Huwaaaaa…parah!
Aku tak mengerti mengapa aku sedemikian jenuhnya dengan semua ini.
Padahal, dari awal2, aku sudah mengumpulkan energy ekstra untuk melewati dua bulan ini. Bagiku, sesungguhnya ini di luar kebiasaan. Begitu cepat aku merasa jenuh.
Hmm…, sebenarnya kalo soal kerja dan pembagianya bukan masalah bagiku. Aku rela koq mengisi kartu stok dan menelusuri ratusan tumpukan kertas itu (yang memang sangat monoton). Toh, namanya juga belajar. Tapiii, ini soal sentimental profesi. Fiuuuff…, segitu jelekkah apoteker itu? Jika memang demikian, lalu, buat apa aku cape-cape harus kuliah deengan biaya yang tak sedikit dan harus lanjut pula jika memang begini pada akhirnya? (hmm…, apa ini karena aku terlanjur menancapkan pikiran yang lebih menarikku pada energy negative? Ah, barang kali iya. Dari dulu aku juga udah sering dengar masalah sentimental AA vs APA ini. Makanya, hal ini sangat berpengaruh. Apa aku lupa member nilai B yaaah? hehe )
Mari aku tunjukkan apa yang mereka katakan,
“iih, apo tu apoteker? Santiang lay awak darinnyo. Ndak ado nan tantu ciek alah se doh! Caliak lah tu si ****, ma ado nyo pernah kamari? Inyo tantu beres se nyo!”
(hmm…, masih panjang siiih sebenarnya. Tapiii aku hanya tak tega menuliskannya di sini).
Fiufff….fiuffff…
Sejujurnya, secara pribadi sih emang tertarik dengan segala sesuatu yang menyoal membangun komunikasi secara interpersonal beginiii. Tapi yang ini, aaah…, aku seperti manusia paling kaku sedunia. Aku kehabisan bahan untuk memulai komunikasi. Tak seperti biasanya. Dan akibatnya, aku menjadi cepat jenuh. Apalagi kebanyakan AA (atau mungkin yang terpola di pikiranku) sangat sentiment terhadap apoteker itu, maka untuk membangun komunikasi yang baik pun jadi sangat sulit.
Oh no! No! ini ga boleh terjadi lagi! Ini benar2 harus dihilangkan! Dan, tak boleh ada keluh kesah lagi! Harus semangat! Meski ga ada hubungannya, tapi aku mesti belajar dari semangat mujahid2 palestin yang tidak hanya terintimidasi raganya, tapi juga jiwa dan nyawa. Toh, tetap saja selalu semangat baru! Bahkan, mereka bisa menghafalkan Al Qur’an dengan kondisi yang begitu sulit. Masya Allah, sungguh luar biasa mereka. Lalu, kenapa aku tidak belajar saja dari mereka yang memiliki energy positif demikian? Kenapa harus mengikuti energy negative?
إِنَّ الإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعا ً (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعا ً (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعا ً (21) إِلاَّ الْمُصَلِّينَ (22) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاَتِهِمْ دَائِمُونَ (23) وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقّ ٌ مَعْلُوم ٌ (24) لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (25) وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (26) وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (27)
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.(19). Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah(20). dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir(21). kecuali orang-orang yang mengerjakan salat,(22) yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya(23). dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,(24), bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),(25) dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,(26) dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya(27)
(Qs. Al Ma'arij : 19-27)
Elegi Dua Anak Peminta
Jika kau sempat berjalan2 (atau berobat??) ke Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi, maka berkunjunglah ke samping Ruang Konseling Terpadu. Di sana, ada ibu-ibu penjual makanan kecil (yang biasa kami hunting kalo lagi istirahat siang. Risolesnya euunaaaak sangat, coy! Hihi). Nah, berkenalanlah dengan si IBu penjualnya yang sangat lucu, unik, suka berteman, dan..hmm…menyenangkan untuk diajak ngobrol. Hehe.
Suatu hari, ketika kami sedang duduk-duduk bersama si ibu penjual, datanglah dua anak-anak peminta-minta gituh. Setelah si anak pergi, si ibu langsung bergumam,
“Ndeh, ibo wak mancaliak anak tu hee. Apak amak nyo urang kayo, anak nyo, tuuu..mode itu! Kok dapek he, anak tu yo jadi tangguangjawab awak mah! Ibuk ha, manjua dari pagi sampai patang di siko, yo demi anak mah. Kok dapek anak tu jan talantar. Ibuk, walaupun cando ikoo, anak ibuk kini lah jadi PNS di Payokumbuah. Lai tasakolahan anak…”
Si ibu bersemangat sekali bercerita.
Aku jadi tercenung. Hmm…sedih juga siiih. (hee, tapi ini bukan soal mendidik anak sekarang niiih). Aku jadi teringat akan ni’mat luar biasa yang Allah anugrahkan, yang mungkin sering ga disadari. Yaitu, Ni’mat KELUARGA! Sungguh, begitu banyak di luaran sana mungkin, anak-anak yang tak memiliki keluarga. Yang untuk sesuap nasi saja mereka harus berjuang melebihi batas umur mereka.
Sungguh, semestinya kita patut bersyukur atas ni’mat keluarga yang Allah berikan.
(hwaaaa…, jadi pengen pulaaaaaang. Huhu)
Jeruk dan Kulit Jeruk
Horreee…horreee…musim jeruk! Hmm…saatnya menikmati jeruk muraaaah.
Yeiyyyh…yeiyhh…berjaye! Hehehehe.
Hmm…, ini kisah sebuah jeruk dan bagaimana memilih jeruk yang baik. Cihaaaaa…
Setelah melalukan “penelitian” dari beberapa sampel jeruk yang kami beli, diperoleh kesimpulan, tidak semua jeruk berkulit mulus rasanya manis dan tidak semua jeruk yang berkulit buruk rupa alias jelek rasanya asam. Huwaaaa, bahkan jeruk yang kulitnya lebih jelek malah banyak yang lebih manis isinya.
Di sela2 buku IFRS dan buku sejenis yang cukup membuatku pusing tujuh keliling, yang kemudian yang tergeletak begitu sajaaa, pikiranku mengembara. Membentuk analog tersendiri! Aha! Benar! Don’t judge the book from the cover only! Jangan liyat luarnya doang, atuh! Karena Allah pun ga nilai hamba-Nya dari rupanya bukan? Maka, sesungguhnya, yang lebih penting itu sebenarnya “isi” bukan “pembungkus” (yang bukan berarti pembungkus ga penting loh yaaah! Toh, sgala sesuatu memang yan pertama kali terlihat adalah covernya, bukan isi dalamnya). Hmmm…, seperti yang kutulis sebelumnya juga (mengenai hal interaksi), bahwasnyaa….harus diberikan dulu asassement postif terhadap semua orang baru yang dikenal. Berilah dulu nilai B. Jika pikiran kita udah dipengaruhi oleh nilai C, D atau E, maka pola interaksi itu akan berubah. (aku sangaaaaaat merasakannya, huhu). Meski ini memang sulit, apalagi udah terbentuk sebuah poradigma di pikiran kita tentang sesuatu yang negatifnya.
Jadiii, kesimpulannyaaa, kalo memilih jeruk, maka pilihlah jeruk yang kulitnya udah agak jelek, yang udah coklat2 gituuh. Insya Allah rasanya manisss. Hhahay, ngaco banget! Tapiii, aku memang sudah mencobanya. Membeli jeruk di Pasa Bawah Bukik Tinggi dan memilih jeruk yang jelek. Dan hasilnyaaa, hummmm….maniiiisss. (ngaco mode : ON!)