Memilih Pemimpin!


Terkadang, diriku heran sangat dengan “atas dasar apa pilihan itu jatuh!”. Sungguh. Seorang calon pemimpin yang : akhlaknya na’udzubillaah. Illegal loging dilegalkan. Narkoba diaminkan. Tetap saja ada yang memilih. Seorang calon pemimpin yang bahkan untuk menopang dirinya saja tak sanggup, hanya berbaring ditempat tidur saja dan bolak- balik harus ke RS, tetap saja ada pemilih. Sesorang yang selalu saja menyebarkan fitnah dan menjelek-jelekkan orang lain agar ia bisa naik, tetap saja ada pemilih. Padahal, secara fitrahnya, manusia pasti menginginkan kebaikan! Pasti menginginkan yang lebih baik.
Hmm…
Hmm…
Hmm…
Hmm…lalu kemudian aku jadi mengerti, bahwasannya, seseorang adalah tergantung kepada “orientasi apa yang mendominasi dirinya, pikiran dan hatinya.”

Jadiii, sebenarnyaaa, adalah perkara bagaimana merubah orientasi itu. Dan, semuanya insya Allah akan lebih mudah, jika kebijakkan itu dibuat oleh orang-orang yang berorientasi kepada kebaikkan.

Tapi, satu hal saja :

وَمَكَرُوا مَكْرا ً وَمَكَرْنَا مَكْرا ً وَهُمْ لاَ يَشْعُرُونَ

Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari 
(Qs. An-Naml : 50)

Insya Allah, ISLAM PASTI AKAN MENANG!

Direct Selling Experience


Hee…, tentu saja diriku takkan bercerita mengenai bagaimana trik-trik DS yang baik. Karena, sesungguhnya DS itu sendiri sebenarnya adalah perpaduan antara seni berinteraksi dengan the power of motivation plus ruhiy. (ng…benar tak yaaah hipotesanya?? Hhihi…). Aiih, whatever lah yaaah.

Aku hanya sedikit ingin bercerita soal pengalaman DS yang setiap kalinya tak pernah sama. Selalu aja ada hal-hal baru, gaya baru dan model manusia baru. (haaa? Model manusia baru?? Ada-ada ajah!).

Hmm… suatu kali, ada seorang bapak-bapak yang rumahnya kami kunjungi. Lalu, setelah proses opening dan promosi (cie ileeeeh, gayaa!) selesai, si bapaknya nyeletuk, “Dek, sampai sore2 begini masih giat? Banyak borongannya yaaah? Dibayar berapa siiiih?”
Diriku, eehh..kami langsung nyengir sambil bilang, “Hoo…free dong, Pak!”

Ng…lalu perbincangan pun berlanjut. Tak penting laah yaah perbincangan itu karena esensi yang pengen kusampaikan ini bukan soal diaog dengan si bapak. Ng…begini. Mari kita garis bawah pertanyaan si Bapak. “Berapa siih dibayar??”
Kesimpulannya apa?? Betapa sesungguhnya yang tertanam di pikiran masyarakat ituu, yang namanya politik, pastilah ada “uang-uangnya”. (heeh, ya iya laaah! Kalo tak ada uang, masa bisa bergerak tho???!). Tapi, benar loh yang ada di benak masyarakat adalah, bahwasannya kerja-kerja “mesin penggerak itu” adalah hanya dengan “uang!” saja… Ini kesimpulan mikronya. Konklusi makronya adalah, “untuk mencapai sebuah kekuasaan, maka modal dasarnya adalah uang. Dan, ketika kekuasaan itu didapat, adalah waktunya untuk mengumpulkan uang.”
Ini sepertinya telah menjadi paradigm berpikir masyarakat.

Maka, sesungguhnya adalah penting untuk secara mutawatir merubah paradigm itu. Memang lah tak pernah mudah untuk bisa merubahnya sedemikian cepat. Pastilah ada marhalah-marhalahnya. Dan, adalah penting pula, menunjukkan pada dunia bahwa tidak semua bisa di pukul rata. Ya iyalah, mana bisa pukul rata karena kecepatan dan kekuatan pukul setiap orang gak bisa sama. Halaaaaah, gak nyambung!! Hee… maksudnya, gak semuanya lah macam tuuu. Insya Allah masih ada para elit-elit yang orientasinya adalah untuk menyejahterakan kita, para rakyat jelataaaaaa.

Kepada sesama rakyat jelata, mari kita lebih membuka mata. Pilihlah yang lebih berpihak kepada kitaaa. Jika memang begini adalah salah satu wasilahnya, kenapa pula tak kita pilih jalan ini? Mudah2an keberkahan-Nya senantiasa menyertai kita. Amiiiiin.


(howalaaaaa…., ini tulisan kacaww banget yaaaah. Heee… Harap dimaklumi yaaah. Telah terjadi disintegrasi sepertinyaa! Apaan sih???? >,<)

Senja Ini Begitu Indah



Sebuah Pemandangan indah di suatu senja...
Di wisma Hurriyah Tercinta....


Tak kulewatkan momen ini....
Kyaaaa!
Ceklek! Ceklek!
Kujepret semuanyaaaa...


Heeee....


Original Photografi...by Fathelvi...^__~

Bukan Sekedar Kata!


Mencintai itu…adalah sebuah keputusan!! Begitu yang dituliskan Ustadz Anis Matta dalam Serial Cinta Majalah Tabawi*. Sebuah ulasan yang menurutku sangat menarik. Di sana, ustadz Anis Matta menyampaikan, Sekali kamu mengatakan kepada seseorang : “Aku mencintaimu.” Maka kamu harus membuktikan ucapan itu. Sebab itu adalah deklarasi jiwa. Bahwa setiap sang pencinta mestilah siap untuk memperhatikan, menumbuhkan dan melindungi.

Deklarasi cinta. Hmm…, andai mereka tahu, bahwa deklarasi cinta itu sesungguhnya tak mudah. Sebab, ada konsekuensi dibelakangnya. Bukan sekedar kata…

Orang-orang bilang, aku gombal! Cintaku begitu murah. Aaah, andai saja mereka tahu, bahwa sesunguhnya tak mudah bagiku untuk mengatakan cinta, kecuali hanya kepada orang-orang yang aku cinta. Yaah…, mereka…yang kucinta.

Sering, haru meliput jiwaku atas cinta saudari-saudariku. Mereka yang cintanya bukan sekedar kata. Ada cinta di setiap tindakkan mereka. Setiap apapun jejak indah yang mereka tinggalkan. Aku…mencintai mereka. Terungkapkan atau pun tidak, sesungguhnya aku mencintai mereka. Saudari-saudariku yang bersama mereka ada gelak tawa, ada tangis duka.

Maka, adakah lebih manis dalam pertemanan selain indahnya ukuwah di jalan-Nya?

Terkadang, ada rasa-rasa yang menggelitik persendian batinku. Bahwa, betapa hanya sebentar lagi saja… Sungguh hanya sebentar lagi saja…Setelahnya, aku…mereka…memilih arah yang berbeda. Suasana yang berbeda dan tempat yang berbeda. Ada gamang yang menelusup di relung hatiku. Aku masih ingin bersamamu lebih lama, saudari-saudariku… Sungguh!

Terima kasih atas cinta dan kebersamaan kita!
Satu penggal episode bersamamu adalah sepotong fragmen indah yang akan kukenang selalu.
Sungguh, aku telah belajar begitu banyak dari kebersamaan kita. Sebuah pelajaran berharga yang takkkan pernah dapat dirupiahkan. Begitu mahal!

Bekerja dengan CINTA!


Semua pekerjaan itu : MENYEBALKAN, MEMBOSANKAN, MEMBETEKAN, MEMUAKKAN kecuali yang dikerjakan dengan CINTA!

Kesimpulannya : jika ingin menikmati pekerjaanmu, maka, KERJAKAN APA YANG KAMU CINTAI atau CINTAI APA YANG KAMU KERJAKAN!

Wang Solok Selatan, Ngumpul Yuuuuk!!!


Oiiyyy…Wang Kampuaang Wang, Solok Selatan…

Sobaik2, ikhwan2 dan akhwat2 sakaliyaaan nan kampuang no di Solok Selatan (Muaro Labuah, KaPeGeDe, Pauah Duo, Sangir Jujuan, Padang Aro, dan sakaliliang no). Wang Kampuang wang. (wueeh, bahaso Muaro Labuah thothok niyeeee. Hehehe).

Wang kampuang nan tacintooo, bakumpu wak laaa. Bilo jo lai kan?!
*Pek la…Pek la…Pek la…! 

Insya Allah, ado agenda pulang basamo satiok aghi Jumat sampai Akad (sabalun tanggal 30 juni no!). Pai DS samo-samo. Heee…
Wak buek lo forum mode Faspar, Fosmipa, Fosmi Agam, e te ce. Nan daghi kampuang wak mano no ko? Ndak ado ro kan?!!?

Lai basapakaik Kaaan?

Nah..nah…, siapo nan bisa pulkam jum’at ko, insya Allah difasilitasi dek DPD. Kalau sadang bokek, ongkos pulang dibayiu an! Ndeeeh, sanang banagh bantuak no ma. Suda la pulang kampuang, gratis lo lai! Baliak ka Padang insya Allah gratis lo.

Jadiiiii, siapo nan lai amua pulang, bakumpu di DPD Jati aghi jumat. Dan ba-koordinasi jo Edho Fisika-UA, ’06. Nomor HP-no (085363019971)



=====Ayooooo, Benahi Kampuang Kita=====

Masihkah Tersisa Nurani Itu?



Ibu setengah baya itu datang dengan mata sayu. Wajahnya penuh harap.
Tiba-tiba petugas apotek memanggil, “Bu Melatiii.” (bukan nama sebenarnya). Ia terkesiap. Lalu beranjak berdiri. “berapa bu?” tanyanya pada petugas apotek.
“Empat ratus dua puluh ribu ya bu.”
Tampak sekali ekspressi kekagetan di wajahnya. Tampaknya di dompetnya tak ada lagi tersisa uang sebanyak itu.
“Sa..saya tidak punya uang sebanyak itu, Bu.”
“Waduh…” si petugas apoteknya jadi ikut merasa bersalah. Serba salah. “Begini saja bu, ibu balik ke dokternya lagi, minta diresepkan yang generic saja. Kalau yang generic Cuma dua ratus lima puluh ribu, Bu.” Ia berbalik ke arah poliklinik lagi. Setengah jam kemudian dia kembali muncul di apotek.
“Bu, kata dokternya, TAK BISA DIGANTI. HARUS RESEP yang ITU.”
Kembali sang petugas apotek jadi serba salah.
“Bu, mohon sama dokternya, bilang kondisi ibu gimana. Bilang kalau ibu ga sanggup bayar, dan mohon agar obatnya diganti ya bu.”
Si ibu paruh baya kembali berbalik dengan langkah gontai dan lesu.
Lagi-lagi ia kembali dengan tangan kosong. Lalu mengatakan, “kata dokternya, GAK BISA!”
Akhirnya, ia mengluarkan henpon tua dari tas bututnya.
“Bu, saya tinggalkan HP Saya ini di sini sebagai jaminan. Insya Allah kalau ada duit nanti saya bayar. Anak saya perlu obat ini bu.”
Akhirnya, pihak apotek memberikan obat yang diminta dengan jaminan henpon tuanya yang sama sekali sudah ketinggalan jaman.

Hari ini, aku masih melihat henpon itu tergeletak di salah satu lemari kecil di apotek. Masih pada posisinya semula.

Hiiiihhh….
Sungguh geram aku melihat dokter yang tak punya perasaan itu! “LAH TANGGA UREK RASO nyo, agaknyo mah!”
Huuuuh! Sudah menjadi rahasia umum , pasti ini semua ada kaitannya dengan “kerjasama dan bonus2 perusahaan tertentu agar dokter meresepkan obatnya itu!”
Dasar, para MAFIA!
Di mana nuranimuuuuuuuu????!!!!

Apa salahnya dia resepkan saja obat generic? Itu kan membantu pasien kurang mampu!!!
Apa sih yang dikejarnyaaa? Duit?? Bonus??
Makan tuh bonus!!! Makan sampai abiiiiiis! Ampe bengkak tuh perut!
(Astaghfirullaah. Kenapa aku jadi emosi begini yaah? Astaghfirullaah.)

Tapi, sungguh…sungguh perlu dipertanyakan dimana nurani dan perasaannya. Mentang2 dia memang “berkuasa” berbuat sekehendak hati meresepkan! Tak adakah di hatinya terselip rasa iba? Apa ia tak khawatir dengan terkabulnya do’a-do’a orang-orang yang terdzalimi? Apa dia gak khawatir dengan pertanggungjawabannya kelak? Apa dia ga khawatir, hartanya menjadi tak berkah, sementara harta itu akan dipakainya untuk memberi makan anak-anaknya. Dan darah yang mengalir di sana…, ada hak-hak orang lain.
Sungguh…, sungguh miris!

Dan yang lebih anehnya lagi, ketika sang dokter itu datang ke apotek meminta suatu obat, dengan jelas-jelas da terang-terang dikatakannya, “SAYA MAU YANG GENERIK. Ingat loh yang GENERIK!”
Ketika giliranya yang sakit, dia justru memilih yang generic. Sungguh aneh!

Di lain negeri, adalah seorang dokter yang senantiasa meresepkan obat generic, dan meresepkan obat patent hanya untuk orang-orang kaya yang memang menginginkan obat paten saja. Lalu temannya mencibir sambil mengatakan, “woi…nyadar woi, kamu gak bakalan kaya dengan mesepkan obat generic yang harganya hanya sepersepuluh harga obat patent. Ha…ha…”
Tapi ia tetap “istiqomah” dengan cara yang ia pilih. Dengan ketulusannya. Dengan usahanya untuk meringankan beban-beban orang-orang yang kurang mampu. Lalu apa? Hartanya berkah. Anaknya cerdas. Pasien2 begitu banyak yang memilih dia. Dan ia dido’akan dengan kebaikan! Bukankah itu jauh lebih baik ketimbang menumpk-numpuk kekayaan dunia dengan menginjak-injak orang lemah lalu dido’aan kejelekkan oleh si pasien.

Fiuff…
Semoga masih tersisa nurani itu…semoga….

Cinta!


Akhirnya aku jadi mengerti, betapa cinta itu adalah kekuatan yang mendorong! Kekuatan yang menggerakkan!
Tanpanya, sungguh ia hanyalah rutinitas yang membosankan! Dan adalah kebahagiaan ketika berlepas diri darinya.
Maka, hal yang terpenting itu semestinya adalah menghadirkan cinta pada apa-apa yang dikerjakan. Karena, sekali lagi, ia adalah KEKUATAN YANG MENGERAKKAN!

 

(menyoal sesuatu pekerjaan. Tidak sedang menyoal cinta manusia!)

Happy Song vs Happy Tilawah


Hmm…sebenarnya sudah lama pengin tuliskan ini. Tapii, masih mengendap begitu sahaaajaaa. Butuh katalisator kayaknya niiih. Hee… Ng…, ga jugah siiiih. Cuma, kata murobiyahku waktu SMA dulu yang sangat berkesan bagiku hingga saat ini; jika kamu menyampaikannya bir-ruuh, maka juga akan di terimanya bir-ruuh. Pun begitu halnya dengan tulisan. Makanya, ketika semangat-semangatnya, ketika ruuhnya lagi di puncak grafik sinus, tuliskan ajah. (Nulis kan sekalian muhasabah). Mau di tulis di diary kah, atau pun di MS. Word. Simpan di salah satu folder di computer. Kemudian bacalah ketika kita ngerasa lagi down, ketika ruuhnya lagi di lembah grafik sinus. Insya Allah ini adalah salah satu cara yang cukup efektif untuk kembali me-refresh ruhiyah. Allahu’alam.

Ini cerita ketika aku sempat nonton tipi. (hee..koq kayaknya kampungan banget yaah? Skali-skali liyat tipi, gituuh? Tapi, begitulah kenyataannya. Untuk yang satu ini, aku memang sangat kurang. Nontonnya pas kalo lagi pulkam saja. Itu pun jarang jugah karena ga terlalu suka. Jadinyaaa, aku nonton tipi yaaah, ala kadarnya doang. Berbulan-bulan ga ngikutin itu siaran dari kotak ajaib juga bukan masalah bagiku. Walaupun harus rela sedikit ketinggalan informasi. Huhu). Nah, pas lagi nyari siaran, sempatlah terlihat suatu acara (ng…di stasiun mana yaaah? Kaga ingat dan juga kaga ngikutin itu siaran!!) yang semacam “happy song” begituuh. Pesertanya di minta buat menebak judul lagunya. Trus juga menyambung lagu yang dinyanyikan entah oleh siapa.

Wah….wah…., hebat sekali yaah animo para peserta yang ngapalin lagu2, teks-teks nya, trus juga judulnya yang jumlahnya udah ratusan ituuuu. Ck…ck…ck…. Hebat sekali ghozwul fikry nya!! Dan acara seperti itu, yang sejenislaaah, sepertinya peminatnya begitu banyak. Hadiah yang ditawarkan pun barang kali menggiurkan.

Aihhh, kira-kira Cuma mimpi gak yaaah, kalo dibikin acara dengan format yang sama, tapi dengan judul “happy tahfidz” di stasiun tipi yang sama. Ng…., maksudnya, tinggal mengganti ajah acaranya, begituuh. Aturan mainnya, peserta diminta untuk menyambung ayat-ayat yang dibacakan oleh seorang ustadz, misalnya. Trus, juga menebak nama suratnya. Waaah, jika acara beginian yang ditampilkan, insya Allah Fikroh yang ditampilkan ke public pun akan lebih baik kan yaaah?!! Pun dengan reward yang diberikan! Karena toh secara fitrahnya, manusia telah dirancang Allah untuk “mengharapkan” reward dan “menjauhi” punishment. System persarafan manusia di bagian amygdale dan alam bawah sadar pun begitu. Jadi, dalam acara tersebut, gak apa-apa deeh, hadiah yang ditawarkan itu adalah sesuatu yang menggiurkan. Hee… (semoga bukan hanya mimpi, tapi, menjadi kenyataan di hari esok. Allahumma aamiin)

Kemarin sepulang dari rumah sakit, di hadapanku duduklah seorang anak umur 4 tahun. Lalu, dilampu merah, berhentilah si angkot. Datang dua orang pengamen menghampiri angkot yang kami tumpangi. Lalu, dengan semangat si pengamen melantunkan sebuah nyanyi. Serta merta, si anak 4 tahun mengikuti nyanyian si pengamen. Sepertinya si ade’ memang sudah begitu hapal itu nyanyi. Padahal, isi nyanyinya, masya Allah, sangat tak kompetibel sama anak umur segitu. Aaaah, kira-kira, Cuma mimpi ga yaah, jika setiap anak itu nantinya, yang terlantun di bibirnya adalah An-Naba’, Al Mursalaat, Al Hasyr, dst. Aaahh, semoga juga bukan mimpi saja. Dan semoga ini semua menjadi kenyataan. Dan tentu saja ini semua tak mudah. Banyak hal yang mesti dibenahi. Dimulai dari dirinya sendiri dululah. Keluarga. Masyarakat. Negara! Insya Allah!

Hmm…, merindukan hadirnya generasi-generasi muda yang rabani. Merindukan akan hadirnya generasi-generasi qur’ani. Waaah, kalo ini mah, keluarganya Ustadz Thamim dan Ustadzah Wiwi sudah membuktikannya yaah. (Buku : 10 bersaudara hafidz qur’an yang ditulis mba Izzatul Jannah dan Kang Irfan ini memang benar-benar inspiratif sangat yaaah?! Subhanallaaah! Andaikan setiap keluarga muslim demikian. Masya Allah…)

Hoo…iyaaa, kemarin2 di acara mingguanku ketika masiy di Bukittinggi, sempat jugah dibahas masalah aktivasi gelombang otak manusia. Jadi pernah dilakukan “isolasi” terhadap 3 orang sukarelawan dan ditempatkan di suatu tempat yang tiada berinteraksi dengan manusia selama satu minggu. Relawan 1, selama seminggu full itu dipaparkan music rock yang “jigrag-jigrug, gdubyaaarr” begituwhh. Trus, relawan kedua, dipaparkan music klasik yang mengalun syahdu. Relawan ketiga dipaparkan murattal Al Qur’an. Hasilnya, subhanallaah, relawan ketiga memperlihatkan gelombang alfa dan beta yang luar biasa bagusnya. Relawan kedua, bagus, tapi kalah jauh dari relawan ketiga. Dan relawan pertama, bisa ditebak! Gelombang otaknya gak beraturan begituhh. Kacaww banget dah! Jadi, jelaslah sudah! Semuanya membuktikan, bahwa Al Qur’an itu benar2 mukjizat yang luar biasa yang masih dapat qta rasakan sampai saat ini. Jika mukjizat lain hanya ada di zaman kenabian saja, maka mukjizat ini masih “diwariskan” Rasulullaah untuk kita.

Hayuk…hayuk… semangat!!!!

Soal Matematika Paling Sulit Sedunia!


Hmm…musimnya SPMB eihh..SNMPTN yaaah?? UMB, SIMAK, humm…apa lagi yaah? Hee… Haree geneeee, ga hanya siswanya ajah yang setresss begituwwh, tapi jugah para tentor di bimbelnyaaah. Mereka ikutan seterss jugah mikirin anak bimbinganya dan juga soal2 yang ga terpecahkan. Nah…nah…, di wismaku, ada beberapa akhwat yang sambil nungguin wisudanya, ngisi waktu luang dengan ngajar bimbel. Maklum, para S.Si’ers yang notabene jurusan MIPA gituuh. Jadi pas lah ia.

Nah…nah…, pas lagi cape-cape dari apotek plus “tergeletak” pasrah nungguin download bahan laporan PKP Industri-ku, datanglah salah satu temenku. Seorang lulusan matematika yang baruu ajah jadi sarajaneee…(sarjana maksud’e).
“Thel, masi ingat plajaran SMA tak? Matematika?” tanyanya.
“Napa tuh ukht?” aku balik nanya
“Bisa tolong kerjain soal ini, ini dan ini?” si ukhty menunjuk beberapa soal.
Ng..naluri matematika-ku yang begituw pas-pasan iniiih cukup tertantang jugah niih.
Apalagi yang bertanya itu seorang saraaajanaa matematika pulak.
Tersandung eihh…tersanjung akuu… Hehe. Langsung deh aku menggarap itu soal mati-matian. Bersusah payah me-recall memory 5 tahun silam. Heee…lebay! Ga segitunya kaleeeee!
Aku siiih, lumayan suka matematika walaupun nilaiku itu gak tinggi jugah. Apalagi UAN nya. Tapi, aku teh suka pisan, euy! Apalagi yang berkaitan dengan dimensi tiga dan aljabar. Sudah laaah. Kusikat tuuh. Hihi.

Wal hasil, beberapa soal terjawab sudah. Ada kegirangan tersendiri ketika bisa memecahkan soal demi soal. Ng…matematika memang asyik dan menghilangkan ngantuk yaaah. (sedikit bercerita,dulu semasa kuliah S-1, aku termasuk salah satu mahasiswa yang cara blajarnya minta ampyuuun slenge’an dan kacaunyaaaah. Hiiih, parah! Jadi kebetulan waktu itu ada kuliah KFA (kimia farmasi analisis) yang super duperr ribeetnya, kaga ngerti aku! Ujung-ujungnya aku jadi ngantuk kalo kuliah itu. Kulirik kiri-kanan, howalaaa…temen2 di sekelilingku pada ngantuk jugah. Apa ini pengaruh feromon jugak gak yaaah?? Hihi. Lalu, kepada temen-temen yang ngantuk, kubikinkan beberapa soal matematika, dan mereka jadi semangat ngejawabnya. Sampai2 ada yang nyeletuk “Fatheeeel, kasi soal lagi doooong. Biar ndak ngantuuuk!” hehe. Kesimpulannya : MATEMATIKA itu mengandung semacam zat ANTI-SEDATIF yang bikin orang gak ngantuk. Haha.
Halaaaaah! Apa-apaan sih, ga penting banget!

Okeh, back to point deeeh. Jadi ada satu soal yang membuat kami harus berpikir2 seratus keliling saking rumitnya itu soal kalo di pandang-pandang sekilas. Ihhh, apa siiih jawabnyaaa? Pikir kami. Berikut adalah soalnya.

Nah… itu soal keliyatan ribet bin riweh kan yah? Aku bahkan sampai menggunakan persamaan logaritma segala untuk nyelesein itu soal. Akhirnya, aku pandang2 itu soal.

Aha! Ketemu! Ketemu jawabannya! Aku jadi langsung tertawa. Temenku itu jadi heran sangat. Kenapa tertawa.
Kubilang “howalaaaa ukht, dari tadi kita niih ketipu ama ini soal. Ini soal mah gampang bangeeeeet!”
“Gimana emang?” sang sarajanaa matematika mengerutkan dahi.
“Ini kan ada persamaan x-y=1. Jadiiii, so pastilah x>y karena jawabannya bernilai postif yaitu 1. Sampai dunia kiamat pun, so pastilah nilai x selalu besar dari nilai y tho? Jawabannya so pasti C. Jadii gak perlu ribet-ribet mikirin logaritma atau persamaan aljabar segala!” kataku bersemangat!
“hooo..iya yaaaah??” kami jadi tertawa berdua.

Ada plajaran berharga yang kupetik dari belajar matematika ini. Sering kali kita memandang hidup itu begitu rumit. Kita terlanjur menancapkan di pikiran kita bahwa masalah yang kita hadapi itu sangaaatlah berat seakan-akan hanya kita sajaaa yang punya masalah. Padahal, jika kita mau memandangnya dengan sisi yang lain, barang kali masalah itu sebenarnya adalah masalah yang sederhana. Jadi, sebenarnya letak kuncinya adalah : pada bagaimana kita memandang masalah itu; mau memandangnya dengan kaca mata yang riweh atau dengan menyederhanakannya melalui sebuah pikiran positif.

Pesan Segera : Hurriyah Donuts!!!


Kabar Gembira untuk kamu semua!!!


Telah hadir "HURRIYAH DONUTS" dengan tiga rasa : Coklut, Strowberry dan Keju.
Lezat dan Murah!
cukup dengan Rp.800,-/pcs


Menerima pemesanan untuk acara dauroh, seminar dan momen-momen lainnya.


Untuk pemesanan : hubungi Lilis (085274747645)

Penyakit Kronis Negeri Ini


Ijinkanlah saya sedikit melakukan “diagnose”, teman. Mengenai penyakit kronis menahun yang melanda negeri kita yang melanda kaum muslimin dan muslimat sekalian. Jika ummat ini adalah umpama tubuh, maka sungguh tubuh itu kini telah terbaring lemah. Immunitasnya memang benar-benar sangat parah dan bermasalah. Barangkali seperti HIV yah? HIV berarti penurunan imunitas tubuh yang berakibat tubuh begitu mudah diserang oleh berbagai penyakit infeksi lainnya. Dan pada akhirnya, orang-orang dengan dengan HIV tidak meninggal karena HIV-nya melainkan infeksi lain akibat imunitasnya yang begitu drop. Maka barang kali, negeri ini pun begitu. Kalo boleh aku namakan, negeri ini telah terkena penyakit NIV (nation immune defisiensi virus). Lihatlah di berbagai titik, kita telah terinfeksi oleh begituuuuu banyak persoalan.

Mari kita sama-sama diagnose sama-sama di manakah sumber infeksi, yang membuat negeri ini tumbang. Secara politik jelaslah kita terjajah. Terpecah belah oleh begitu banyaknya partai. Suhu politik yang begitu fluktuatif. Kawan atau lawan, semuanya seperti membalik telapak tangan saja. Demi kepentingan-kepentingan orang-orang tertentu kebenaran rela digadaikan. Infeksi lainnya,di bidang ekonomi. Sungguh, kita hanya bisa tergeletak tak berdaya. Riba di mana-mana. Perusahaan asing yang mencengkram sekaligus meng-eksploitasi seluruh potensi alam. Dalam bidang pemikiran, kita juga telah diinfeksi oleh berbagai macam ideology yang merancukan aqidah serta pola pikir para remaja islam. Ghozwul fikry yang begitu gencar tiada henti! Infeksi juga datang dari arah social dengan adanya dekadensi moral, hedonism, gaya kebarat-baratan yang katanya begitu modern. Belum lagi di bidang hankam, di mana issue terorisme yang semakin dan semakin memojokkan islam. Mereka menuding, islamlah para pelakunya. Mereka berusaha membentuk opini public melalui media-media mereka agar tuduhan itu tertuju pada islam. Di bidang pendidikan apalagi! Di sini, infeksinya semakin parah. Kurikulum yang berkiblat pada barat yang memutar balikkan fakta. Dan kemudian dunia informasi begitu gencar tiada habis-habisnya membuat issue, mengalihkan issue, membentuk opini public yang kadang bertentangan dengan fakta. Dengan begitu banyaknya penyakit yang mendera negeri ini, sungguh ia menjadi lemah tak berdaya. Diperlakukan seperti apapun, maka tak ada kuasa untuk melawannya. Tiada. Karena sudah begitu lemahnya.

Saudaraku…
Sungguh, sudah begitu lemah dan sudah begitu jauh kita terkecoh. Maka, tiada lagi yang bisa kita lakukan melainkan BANGKIT dari keterpurukkan ini. Dengan menyisipkan antibiotic di setiap penyakit-penyakitnya itu. Harus ada antibiotic yang spesifik terhadap masing-masing infeksi. Antibiotic social untuk infeksi social. Antibiotic politik untuk infeksi politik. Antibiotic pendidikan untuk masalah pendidikan. Antibiotika ekonomi untuk permasalahan ekonomi. Juga harus ada antibiotic spectrum luas yang universal. Yaitu, ISLAM!!!! Islam menawarkan segala solusi untuk permasalahan ini. Dan Islam itulah sebenarnya yang menjadi syifa’, obat yang luar biasa bagi segala penyakit umat.

Maka, hanya orang-orang yang yang terseleksi dan orang-orang yang Dia pilihlah yang akan memikul beban-beban da’wah ini, untuk mengusung sebuah peradaban Islam! Sebuah khilafah yang dipimpin oleh orang-orang yang beriman dan bertaqwa pada-Nya. Meski, jalannya begitu panjang, pangkalnya jauh dan ujungnya belum tiba, namun, ia akan tetap selalu ada. Akan tetap ada. Hingga…
Pada suatu hari nanti, entah kita masih diberikan-Nya kesempatan ataupun tidak untuk menyaksikannya, maka akan ada senyum kebahagiaan dan ghiroh-ghiroh yang membuncah : bahwa pada masa itu ISLAM-lah yang Berjaya! Silamlah yang Berjaya!
Allahuakbar!!!

Insya Allah, ISLAM PASTI akan menang!
Pasti akan MENANG!
Janji Allah itu adalah benar!

“Dan Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Qs. Annisaa’ : 141)

Hanya ada dua pilihan; menjadi bagian dari batu bata pembangun peradaban itu atau menjadi selain dari padanya!

Dan, semoga Allah masih tetapkan kita berada di jalan ini. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang istiqomah…

Allahumma aaamiiin…

Sebuah Dimensi yang Berbeda di FLP


Hmm…First FLP’ers discuss, episode perburuan taman budaya. Hee…
Sudah sangat lama tak bisa ikutan diskusi FLP dan sungguh betapa euphorianya aku ketika bisa kembali ikutan di FLP’ers. Waah akhirnya kusadari jugah, betapa berkumpul dengan FLP’ers sekalian menularkan semangat bagiku. Kurasakan banget deeh, penurunan kualitas tulisanku (apalagi EYD-nya) sejak gak bisa ikutan karena PKP selama 4 bulan belakangan. Waaah, tengsin jugah waktu dikomentarin, “Karya Fathel mengalami penurunan kualitas. EYD-nya berantakkan.” Huhu. Tak apee, jadi pelecut semangat kite orang!

Masya Allah…
Bahagia pernah mengenal dan menjadi bagian FLP, sebuah organisasi kumpulan orang2 “aneh”, unik dan luar biasa. Mereka, yang menularkan semangat luar biasa. Membuatku begitu cemburu dengan karya2 luar biasa mereka yang telah terbit di berbagai media. Dengan launching2 buku proyek FLP. Barokallaah buat semua FLP’ers SUmbar dan Padang yang karyanya bakal dilaunchingkan. Insya Allah, aku pun pengin nyusul. Tunggu sajaaaa >,<.
Maafkan aku belum bisa berbuat banyak untuk FLP. Maafkan aku yang seperti meninggalkan saja beberapa bulan terakhir. Tapi, insya Allah ke depan mari kita berangkat bersama, wahai para pejuang pena! Aku pun ingin menjadikan pena sebagai “mata pedangku”. Aku masih ingin tetap menjadi bagian darimu semua. Karena aku sangat cinta dengan FLP. Sangat!

Aku teringat dengan sebuah pameo yang cukup terkenal di kalangan FLP’ers Sumbar, “FLP ini hanya butuh orang-orang yang focus dan istiqomah!!”. Aku jadi malu dengan diri sendiri karena ini sangat menyentilku. Baiklah, mari, kita berjuang bersama!!

FLP’ers…
Bukan hanya semangat menulis yang kudapatkan, tapi, juga tentang arti sebuah perjuangan. Mereka, kisah hidup mereka, mengajariku akan arti sebuah perjuangan. Tentang hidup yang tentu saja tak selalu manis. Sungguh, selalu saja ada air mata yang ingin kuseka setiap kali mendengarkan perjuanganmu wahai saudari-saudariku. Dan, SELALU SAJA KUTEMUKAN DIMENSI YANG BERBEDA!!! Dimensi yang mengantarkanku kadang pada “dunia asing” yang aku tak pernah berpikir sejauh itu.

Menghabiskan senja dengan pantai, untuk saling berbagi.
Ini juga yang kusuka. Pantai!
Menorehkan seukir cerita, untuk kemudian kubawa pulang dengan gelegak rasa tak bernama. Ada hikmah. Ada inspirasi. Juga ada kesyukuran yang menyertai.
Meski, menyelamimu wahai saudariku, tak semudah yang kubayangkan. Saudari2 di FLP adalah pribadi2 yang benar2 sangaaaaat unik, spesifik dan…sulit diterka. Kadang, “aneh” dan agak sedikit “senewen” (hehehe, peace!). Begitu banyak2 hal2 yang tak lagi terjamah logika, yang dilakukan. Bahkan berjalan kaki Limau Manih-Taman Budaya (20 km) dan pp-nya berarti 40 km demi sebuah diskusi FLP! Ck..ck..ck…, aku hanya bias geleng2kepala. Kagum bercampur heran. Tapi, begitulah kekuatan cinta barang kali yah? Dan sungguh…sekali lagi, menyelamimu semua memang tak mudah!

Terima kasih untuk 3 tahun kebersamaan di FLP. Ada yang datang dan ada yang pergi. Biarlah… Tak apa. Satu hal saja, aku masih ingin membersamaimu, menukilkan pena di lahan ini. Karena jihad kita, adalah jihad pena, insya Allah.

Harga Sehat...


“Berapa kami harus bayar Bu?” seseorang bertanya di balik jendela kaca yang ada lobangnya. Jendela kaca apotek! Sayup..sayup… suara itu masih terdengar hingga ke ruangan tempat aku duduk menuliskan nama-nama obat (huaa… be te we, kayak-kayaknya, aku memang saaangat tak suka dengan kemonotonan niiy…dan pekerjaan apotek adalah pekerjaan yang ng…cukup monoton! fiuuff…)

“Sebentar ya Pak , kami hitung dulu.” Jawab si asisten apotekernya. Si Bapak menunggu di luar dengan penuh harap-harap cemas.
“Pak , biaya pengobatannnya 40 juta yaaah.”
“Haaaa?? Apa?? 40 Juta, Bu!!!!?????” si bapak terbelalak tak percaya. “Ndak bisa kurang lagi, Bu?”
“Waaah…tak bisa Pak. Ini bon nya Pak.”
Si Bapak tercenung. Lalu beberapa saat kemudian berbicara dengan nada sendu, “Bu sebenarnya kami mau pulang saja hari ini. Tapi duitnya belum cukup Bu.”

Beberapa saat kemudian si bapak sudah berlalu dari depan counter apotek.

Fiuff…
Aku tercenung dalam diam (habiiiis ga bisa berekspressi niih di apoteknyaaa.
Orang2nya sibuuk semua, huhu…). Sejujurnya, aku jadi terkaget-kaget mendengar angka-angka yang harus dikeluarkan pasien dalam pengobatannya. Untuk menebus satu resep ajah, kadang sudah sampai ratusan ribu, jutaan bahkan. Kasihaaan.

Coba deh kalo 40 juta itu dibelikan kerupuk berapa container yah kerupuknya??
Heee.., koq analognya ke kerupuk yaaah??
Bahan ada yang sampai 60 juta segala. Masya Allah…

Sungguh betapa seringnya kita abai terhadap nikmat ini. Nikmat yang sebenarnya harganya jauuuh lebih besar. Ia adalah asset yang sangat berharga! Semoga, ini menjadi I’tibar bagi kita untuk menjaga dan men-syukuri nikmat ini.

Mengumpulkan Semangat

Ga Penting Mode : ON!

Hampir-hampir aku kehabisan napas untuk mengayunkan langkah…
Tertatih…
Kenapa begitu lemah dan lelah?
Kenapa?

Semakin sulit kugapai…

Tapi…
Apapun itu aku tak boleh menyerah!
Tak boleh menyerah pada keadaan apapun!

Come on, Fathel…
Come on!
Semangatlaaah!

Sudah 3 hari “mendekam” di Depo Farmasi Irna E (paviliun Ambun Pagi RSUP DR. M. Djamil). Huwaaah… masya Allah..bener2 cape’ abizz. Nyampe di wisma, “tewas seketika”. Belom lagi resep-resep yang udah “ngutang” numpuk minta dikerjain. Fiuff…

Tapiiii walau bagaimana pun HARUS SEMANGAT
Harus!
Ga bole berkeluh kesah!!!
Hadapi…hadapi dengan senyum…
KAMU PASTI BISA!!!

Huuffth…
Beberapa tugas menunggu deadline…

Sumangaik!!!
Sumangaik!!!
Sumangaik!!!

Titik Nol


Sungguh, alam mengajarkanku bahwa setiap ikatan kimia selalu akan membentuk konfigurasi atom, apakah itu dengan memberi ataupun menerima elektron. Pun begitu hidup ini, bahwa tak ada yang sanggup berdiri sendiri dan bertahan dengan elektron bebas. Dengan kedhaifannya, manusia pasti membutuhkan konfigurasi itu. Dan seindah-indah, sebaik-baik konfigurasi, adalah dengan “menerima” elektron dari Rabb, Dzat yang Maha Agung yang jiwa kita ada dalam naungan-Nya.

Maka, dengan ini wahai Allah...,
Kuserahkan segala pengharapkan itu hanya pada-Mu. Hanya pada-Mu saja ya Rabb. Tiadalah kedekatan yang paling dirindukan oleh para perindu melainkan kedekatan dengan Rabb-nya. Yah, dengan Rabb-nya.

Jika seorang William James saja dalam “The Varieties of Religious Experience”-nya menyatakan bahwa manusia itu sangat membutuhkan “The Great Socius”, maka tentulah umat manusia agung, Muhammad saw, akan lebih memahami soal ini. Bahwa, hanya Dia, satu-satunya solusi dan hanya Dia, kepada-Nya harapan ini terlabuhkan.

Sungguh, aku ingin kembali ke titik awal itu.
Yah, ini adalah titik awal itu.
Sebelum ada kata terlambat. Sebelum segalanya berakhir dengan pengakhiran yang menentukan, pengakhiran untuk kehidupan yang abadi.

Allah,
Ijinkanlah, bahwasannya hanya nama-Mu saja yang terpahat di sana ya Rabb. Di hati ini.
Allah, Kuserahkan diri ini, jiwa ini, penghidupan ini, hanya pada-Mu ya Rabb...
Karena Engkaulah sang Maha Penentu segala Keputusan.
Segalanya adalah rahasia-Mu ya Rabb, dan kupasrahkan diri atas segala keputusan-Mu.
Keputusan terindah-Mu. Sebab, segala keputusan-Mu, meski menurut kaca mataku yang dhaif dan jahil ini, itu adalah sesuatu yang tiada menyenangkan, karena betapa jahilnya aku. Tapi, apapun itu, adalah yang TERBAIK. Karenanya, kekasih-Mu ya Rabb, telah tuntunkan umat ini untuk mengenakan dua perisai itu sebagai buffer yang menyawari kesenangan dan kesedihan; yaitu Sabar dan Syukur. Dua hal yang ringan untuk diucapkan tapi berat untuk dilaksanakan. Sebab tak banyak yang bisa bersyukur dan tak banyak pula yang sanggup bersabar. Tiadalah sanggup diri ini selain karena Engkau ya Rabb.

Allah,
Ijinkan aku, dari titik nol ini, untuk kembali menukil langkah, meneruka lahan ini, perlahan.
Sungguh, tak ingin diri ini berada pada selemah-lemahnya batas-Mu. Pada titik nadhir keimanan. Sungguh, tak ingin ya Rabb.

Ya Allah,
Apapun keputusan-Mu, maka itu adalah yang terindah, terbaik!!
Maka ya Rabb, ijinkan aku untuk menghapuskan pengharapan kepada selain-Mu, apalagi kepada manusia yang juga dhaif dan lemah. Ijinkan aku untuk menyandarkan hati, hanya pada-Mu ya Rabb, tiada pada selain-Mu. Karena semua pasti akan indah pada waktu-Mu, pada waktu yang Engkau tetapkan ya Rabb.

Maka, sungguh, setiap ikatan kimia pasti terdiri atas konfigurasi atom-atom. Saling memberi dan menerima. Saling bersesuaian. Semua adalah rahasia-Nya. Dan sungguh, Dia pasti akan tetapkan pilihan yang terbaik! Maka, hapuskanlah pengharapan selain kepada-Nya. Cukup hanya pada-Nya terlabuhkan harapan itu. Cukup pada-Nya saja. Hanya pada-Nya saja. Tiada yang lain!

Satu Penggal Motivasi


Hmm…sudah lama tak menulis. Hee…

Banyak hal yang mau diceritakan sebenarnya. Hari ni aku ke M. Djamil, buat melapor bahwa mau praktek di sini. Trus, langsung deh ditanya-tanya gini gituh. Howalaaa…, aku jadi bengong begituuh. Udah gitu, bahan kuliahnya udah menguap entah di mana. Huhu.

Tapi kemudian, aku banyak belajar dari training singkat yang si ibu itu sampaikan. Meski hanya sebagai pengantar, tapi, cukup meninggalkan motivasi. Tentang tanggung jawab moral seorang farmasis di antara orientasi keuntungan yang menggiurkan.

Tapi, di ujung-ujung penjelasannya, si ibu menyampaikan nasihat : “Lakukan yang terbaik, di mana pun itu, apapun pilihan hidup yang kita pilih. Saya memilih untuk tidak menikah. Dan saya jalani konsekuensinya. Karena, setiap pilihan yang kita pilih mengandung risiko masing-masing. Dan saya menikmati pilihan saya.”

Kemudian si ibu bertanya kepada kami, “Nanti, kalian ingin bekerja di mana?” masing-masing menjawab pilihannya. “Apapun pilihan kalian, maka, jadilah yang terbaik pada pilihan itu.”

Ada salah satu teman saya yang berkata, “wah, kamu sih enak yah, bisa keliling Indonesia, bisa keliling dunia. Saya, jadi ibu rumah tangga begini, tidak bisa ke mana-mana. Saya iri padamu.”
Lalu saya jawab, “Jika kamu menjadi saya, belum tentu kamu bisa mendidik anak-anak cerdas seperti anakmu itu. Kau sudah punya 3 pintu menuju surga. Saya? Saya belum tentu! Yang jelas, kau telah berbuat yang terbaik di pilihan hidupmu.”

Hmm…aku jadi berpikir-pikir, benar juga siiih kata si ibu. Kesimpulanku adalah, seseorang melakukan sesuatu tergantung dengan orientasi apa yang mendominasi ia. Jika boleh mengklasifikasikan manusia, maka barangkali akan ada beberapa kelompok manusia. Pertama, orang yang hanya sibuk memperhatikan dan memperbaiki dirinya saja, dunianya dan akhiratnya, tapi lupa mengajak orang-orang di sekelilingnya. Ada pula, orang yang senantiasa berusaha untuk memperbaiki dirinya, dan juga berusaha mengajak orang lain kepada-Nya. Yang ada di fikirannya, ketika ia melakukan sesuatu, “adakah peluang da’wah di sana?”. Ia berorientasi pada akhiratnya, tanpa harus melupakan dunianya. Ada pula golongan yang sibuk memperbaiki dan meningkatkan motivasi dirinya, tapi lupa mempersiapkan perjalanan panjang menuju kampung akhiratnya. Orientasi masa depan (dunianya) luar biasa, tapi akhiratnya tidak ada. Ada pula sebagian orang yang hidupnya diperbudak oleh orientasi maksiat. Orientasi harta benda keduniaan saja. Benar-benar disibukkan dengan ide “gila” bagaimana menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Dan ada pula golongan orang-orang yang memikirkan, bagaimana mengalihkan umat islam dari agama-Nya, baginya selalu terpikirkan, “adakah peluang untuk membelokkan pemikiran pemuda islam?”. Hmm…apa lagi yah? (Loh..loh..loh., koq jadi ga nyambung gini yah kesimpulannya, hehe??)..

Tapi yang jelas, satu hal, jadilah yang terbaik! Dan lakukan yang terbaik!
Semangat buat PKP-A di Apotek! Hayyoo Fathel, perjuangannya tinggal-tinggal di penghujung! Tugas-tugasnya sudah begitu menumpuk, dikerjakan gih! Hayoo…, waktunya sudah begitu mepet… semangat! Semangat! Sumangaik! Sumangaik!
(waduuh, map yaah, tulisannya jadi kacau begini. Tak nyambung satu sama lainnya. Heee… Maklumlah, ini tulisan bener spontaneous)

Katzung-ku...


Huaahh…
T_T

Katzung-ku…, aku kehilanganmu…
Kmanakah engkau gerangan?
Aku sudah mencarimu kemana-mana…
Tapi, tak kutemukan engkau…
Padahal, aku saat ini sangat membutuhkanmu…
Aku…aku…sangat ingin bertemu denganmu Katzung-ku…

Oh, Katzung-ku…
T_T
Kembalilah…
Aku sangat membutuhkanmu menemani masa-masa ujianku…menemaniku mengerjakan tugas-tugas yang benar-benar seabrek banyaknya…

*Satu plajaran berharga tentang Katzung-ku…
Bahwa rasa kehilangan itu selalu datang setelah dia pergi, setelah ia tak lagi membersamai hari-hariku. Padahal, ketika dia ada, aku sering nyuekin dia >,<
Maafkanlah aku Katzung…

Kehilangan itu,..
Aaah…, kehilangan menjadi penyesalan ketika ia sudah tiada kan yah? Ketika kita menyadari bahwa ia tak ada lagi bersama kita.
Ketika ia ada, justru sering terbaikan, sering tak dilirik…

Tapi, sungguh, jangan sampai ini terjadi pada keimanan!
Jangan sampai!
Na’uzdubillah…tsumma na’udzubillah…
Jika kehilangan Katzung saja akan menjadi sebuah rasa penyesalan…, apalagi kehilangan iman!
Jika Katzung menghilangnya sekaligus keseluruhannya, (hoho, emangnya Katzungnya bisa ilang selembar demi selembar! Ini mah ngaco banget! Kalo ilangnya selembar sehari, berarti dibutuhkan waktu 3 tahun dong untuk ilang secara keseluruhannya! Kan halamannya seribu lebih. Hee…)
Lalu, bagaimana dengan keimanan, yang bisa saja terdegradasi dengan perlahan-lahan…tanpa disadari…
Astaghfirullaah…


Sungguh, aku pernah dapat nasihat, bahwasannya sehalus-halus kehinaan di sisi-Nya adalah tercerabutnya kedekatan dengan-Nya, secara perlahan…
Astaghfirullaah…Astaghfirullaah…

Semoga, hati-hati kita adalah hati-hati yang peka dengan adanya erosi iman ini.
Semoga,…
Sebab, kehilangan Katzung jauh lebih baik dari pada kehilangan iman, walaupun kehilangan apapun memang tak pernah indah!



*Ini sebagai pengingat bagiku… 
*Kalo ada yang liyat Katzungku, setebal 1005 halaman, warna covernya coklat, kasi tau yaaaaah…(lengkapnya : Farmakologi Dasar dan Klinik, Bertram G Katzung), ada stempel namaku warna ijo ama no HP-nya di halaman pertama. >,<

The Ending of PKP-A RS

ga penting. Hanya Curhat mode : ON

Wah..wah…, subhanallah…,2 bulan berlalu begitu kilat. (hee…jadi inget kisah, “andai aku dapat memutar waktu” dulunya. Yg waktu itu diriku belum nikmati setiap jenak-jenak PKP yang sesungguhnya sangaaaat menyenangkan ini dan membuatku sangaaaat ingin berkerja di rumah sakit, dan membuatku juga ingin mengambil lanjutan kuliah farmasi klinik. *howalaaa, napa tak ambil dobel digri ajah sekalian yah? Hee…).

Banyak plajaran. Banyak hikmah. Banyak suka duka. Dan jugah banyak muhasabah. Banyak yang mesti disyukuri dan banyak jugah yang mesti diperbaiki. Bagiku, banyak sosok-sosok inspiratif (meski juga banyak yang cukup meninggalkan duka. Hee…). Kisah sukanya buanyaaak, menambah saudara baru di RS ini, temen2 baru, saudara2 baru. Jugah kisah yang tidak mengenakkannya. Tapi kemudian, aku dapat pelajaran jugah dari kisah yang ‘menyebalkan’ itu ketika kita menyikapinya dengan SIKAP POSITIF, semuanya menjadi ringan. Wah…wah…, selain training kesabaran, juga training emosi yaah? Baguslah kalo begitu… Asalkan kita ambil plajarannya ajah tho?

Hari ini, di hadapan sawah yang membentang, juga di hadapan my luvely “tabek”, hehe (tabekku, surgaku, hihi) di kampungku tercinta, Solok Selatan yang permai, pesona alam pedesaannya yang indah (hehe, lebay!), aku kembai sedikit mereview kisah dua bulan belakangan yang…masya Allah…, menjadi satu penggal kisah yang unforgettable moment. Sungguh.

Aih…, di mana-mana, yang namanya perpisahan tak pernah menyenangkan yah. Selalu saja ada kesedihan yang menyertainya. Tapi, berpisah pun adalah suatu yang niscaya kan yah?

Trima kasih Bapak Khairil Armal, S.Si, Apt, Sp FRS, Bu Yenni, Apt, Bu Rina Apt, Pak Suherman, Apt atas bimbingannya. Jugah buat bapak/ibu preceptor 1, Bu dr. Yelli, Sp. A, Pak dr. Alkindi Bahar, Sp PD, Bu Ruhaya F, SpS, M. Kes, yang udah kasi bimbingan. Trima kasih jugah Buat Bapak Ibu Dosen preceptor 2 dari Kampus, Bu dra. Deswinar Darwin, Apt, Sp.FRS, Bu dra. Suhatri, MS, Apt, dan Pak drs. Yufri Aldi, M.Si, Apt. Makasih jugah semua dokter-dokter di RSSN: Pak dr. Fred Septo, Sp.S, Pak dr. Hardy S, Sp.S, Pak dr. Hasril Hadis, Sp.J, Pak Iskandar, Sp PD, bu dr. Oppy, Bu dr. Widya, bu dr. Vivi, bu dr. Susi.
Kakak-kakak dan ibu2 di apotek rawat inap yang sering bercanda2an di apotek. Trima kasih buat lumpang dan stamfernyaaah akak…, trima kasih udah kasi ijin Fathel buat menggerus obat-obat pasien yang disonde. Kak Desy, Kak Alfi, Kak Mona, Bu Lin, Bu Len. Trima kasih jugah buat Kak Iray dari Fisioterapi, Kak Yoshi dari elektromedik, dan jugah ga ketinggalan ayang. Hee…
Trima kasih buat uda-uda, uni-uni, kakak-kakak, dan teman2 semua (wah, yang angkatan 05-nya mah Cuma 3 orang yah?). buat Ka Ayu, Ka Elia, Ni Ciep, uni2 se-kostan yang buaikkkk sangaaaaaadh! Waaah…, kapan yah qta keliling2 Bukittinggi lagih? Buat Ima (jazakillaahu khoir yah Ima atas semua2nyaah!), buat Ka Nana, Pu2 Da Ajo, temen2 sekelompok, yang suka dukanya dah qta lewati bersama. Ni Bolin, Ka Tini, Ka Nining, Ka Ai, Ka Meri, Ka Icha, Ni Ilin, Da Gelar, Da Ariya, Da Jaya, Da Adi, dan Da Rizki.

Semoga Allah jadikan ilmu yang qta peroleh di RS ini berkah, bermanfaat bagi ummaat. Allahumma aamiin.