4 Agustus!!
Mari sedikit melakukan Run-Down (yang bikin muka jerawataaaaan!! Ooh nooo!!!). Di mulai dari tanggal itu….4 Agustus 2010!!
Dan hari inii….30 Juni 2010!
Aku…aku…huaaaaa…TERNYATA MASIH MENYIAPKAN SEDIKIT BEKAL!!
SEDIKIIIIIT SEKALI!
Allahu…, waktu itu kian dekat!
(Jika Allah masih memberikanku kesempatan untuk menghirup udara hingga waktu itu, maka, sungguh…aku akan terengah meniti setiap langkahnya!)
Ooh, begitu banyak yang terlalaikan!!
Tapiii, aku HARUS SEMANGAT!
HARUS SEMANGAT!
TIDAK BOLEH LEMAH dan MENYERAH!
Hayooo…berjuang!!
Ng…, tapi, ini semua, mengajarkanku untuk menyesal!
Yah, belajar menyesal! Sebelum penyesalan itu tiada lagi berguna!
Jika waktu YUDISIUM diibaratkan sebagai waktu penentuan, waktu perpisahan dengan dunia, maka sesungguhnya bekal itu belumlah cukup! Bahkan, masiiiiih sangat kurang!
Waktu YUDISIUM apoteker adalah tertentu! Adalah ditentukan! Setidaknya, ada sedikit ruang untuk melakukan persiapan!
Bagaimana dengan YUDISIUM Kematian yang waktunya TIADA TERTENTU! Bisa jadi besok, bisa jadi lusa. Apakah kita telah memiliki sedikit ruang untuk mempersiapkannya? Tidak! Semestinya, tidak sedikit ruang! Tapi, semestinya ada banyak ruang!
Jika untuk YUDISIUM itu saja yang waktunya sudah ditentukan, dan masa gunanya hanya selama berada di atas dunia yang fana dan fatamorgana saja perlu persiapan yang cukup, lalu bagaimana dengan YUDISIUM kematian yang waktunya tidak tertentu dan akan menjadi PENENTU yang amat sangat tentang bagaimana nasib kita di negeri yang abadi? Semestinya ada persiapan yang lebih!
Semestinya!
Maka, memang sudah selayaknya, persiapan untuk ini PERLU DIUTAMAKAN! Karena, bisa jadi, YUDISIUM kematian, lebih cepat dari pada yudisium apoteker.
Maka, selayaknya pula, persiapan menghadapi yudisium apoteker tidak melalaikan persiapan untuk menghadapi yudisium kematian!
Hayyuuu Fatheru!
Sumangaik! Smangat! Smangat!
Iklan Paling Menarik
Ng…semalam diriku sempat liyat iklan dari dinkes yang sangaaaaaat menarik! (aih, ini iklan paling menarik sepanjang tahun 2010 yang pernah kuliyaat! Halaaah! Lebay! Hihi). Iklannya tentang seorang pasien yang berobat ke dokter lalu bilang ke dokternya, “Pak, saya minta obat generic yaah.” Lalu, si dokter menjawab, “Iya Bu, pasien berhak untuk meminta haknya menggunakan obat generic.” Lalu, ketika si pasiennya nyampe di apotek, dia mengatakan ke apotekernya, “Obatnya yang generic ya, Bu.” Di jawab si apoteker, “Iya Bu, pasien berhak untuk meminta obat generic.”
Ck..ck..ck..luar biasa! Ini info yang sesungguhnya sangaaat bermanfaat bagi masyarakat.
Tapiiii, sesungguhnya ada hal yang begitu miris yang kutemukan di lapangan yang membuat aku nyaris tidak percaya lagi dengan dokter dan juga apoteker! Aku bahkan sempat men-justifikasi bahwa hampir semua dokter itu MAFIA. Dan, kebanyakan apoteker juga adalah MAFIA! (hehehey, termasuk diriku dong?! Ehehe, semoga saja tidak, karena sebenarnya yang “pegang kendali” itu adalah dokter).
Riilnya begini, ng…yang namanya “kerja sama” antara dokter sama perusahaan farmasi itu bukan rahasia umum lagi kan yaah? Jadi begini, dengan suatu “kontrak politik” (loh!loh!loh! knapa kontrak politik pulak yaah? Emangnya partai! Hihih) kontrak tertentu maksudnya, ada “simbiosis mutualisme” antara dokter dan perusahaan farmasi tertentu yang MERUGIKAN pasien. Lebih kurang isinya begini, “jika si dokter bisa meresepkan obat ini sebanyak segini dalam waktu ini, maka perusahaan akan memberikan bonus berupa, mobil, rumah, tiket jalan2 gratis ke luar negeri atau apaaaalah gituuh!”
Jika “pangsa pasar” eih, maksudnya segmen yang dibidik itu tepat dan peresepannya sesuai dengan aturan, bolehlaah, tak perlu dipersalahkan. Tapiiiii, masalahnya tak banyak orang yang bisa tahan liyat duit! (betapa addiktifnya duit itu yaaah? Bahkan, lebih adiktif ketimbang narkoba!). pas diiming2 duit, itu biji mata langsung ijo! Maka, yang terjadi di lapangan adalah PERESEPAN YANG TIDAK RASIONAL dan PENINDASAN TERHADAP PASIEN (yang sangat lugu dan telah mempercayakan 100 % eih 90 % ding, kesembuhannya kepada si dokter). Walaupun kuncinya tetaplah di pasien, mau beli apa tidak, tapi, di sini pasien ibarat raja yang bodoh yang mau saja di atur2 oleh sang patih yang licik. (eih, analognya mungkin sedikit membingungkan, heee…).
Begitulaah!
Sering yang terjadi di lapangan, demi mengejar uang, demi mengejar target peresepan,dokter meresepkan obat pasien yang tidak lagi rasional. Melebihi dosis yang seharusnya. Regimen dosis yang tidak pas lagi. Dan, tanpa pandang bulu lagi, tanpa melihat-lihat lagi, apakah pasiennya golongan orang mampu atau tidak! Jadinya, ketika menebus obat, pasien yang awalnya sakit diabetes misalnya, jadi nambah sakitnya, hipertensi dan depresi, karena kehabisan duit buat nebus obat. Mesti mikir2, nyari di mana yaaah dit segitu banyak! Bayangkan! Suatu obat A (sebut ajah begitu) yang harga generiknya Cuma Rp. 5.000,- harus ditebus pasien (yang kebanyakan kurang mampu!) dengan harga paten Rp. 230.000,-. Haduuuh, itu nurani dikemanakan siiih? Apa tidak mikir, banyak yang “mengutuk”nya di belakang nantinya. Untung ajah tuh pasien lugu n mau ajah nerimo karena si pasien gak ngerti. (makanya, kataku tadi, iklan itu mencerdaskan). Hampir semua aku temui kek gini. Ini tentu lain cerita dengan pasien yang kaya raya brataa…yang emang maunya dia diresepkan obat paten nan mahal sangat itu! (itu kataku tadi, menyoal segmen pasarnya siapa, mesti diliyat2 dululah!)
Nah, lain pula ceritanya dengan apotek. Ng…jika dokternya udah baik, udah mau meresepkan yang generic, tapii, orang apotek pula yang bikin ulah. Digantinyalah obat generic ini sama paten, biar harganya lebih mahal. Secara, kan pasien kaga ngerti tulisan dokter yang kebanyakan super duper jel*knya itu (makanya, kalo jadi dokter, mesti blajar nulis lagi sama guru kelas 1 SD. Hehehe). Ditambah lagi, penulisan resep yang menggunakan istilah latin. Nah..nah…, tentulah pasien kagak tau itu obat generic atau paten kan yah? Wal hasil, sama sajaaa, akhirnya obatnya pun tetep mahal. Haduuuh, dimana nuraninyaaa? (kan yang namanya bisnis apotek, bukan profit oriented melulu. Gak kayak bisnis kebanyakan yang memang orientasinya adalah laba. Bisnis apotek, setengahnya adalah unsure social jugah!).
Apalagi kalo yang dokter sama apoteknya berkerja sama dengan licik untuk memahalkan harga obat! Haduuh…haduuuuh…kasihan pasiennya! Udah jatuh, ketimpa tangga pulak (kata pepatah). Ng…sebenarnya (kalo liyat2 pangsa pasar) bisnis seperti perapotekan ini jauuh lebih menguntungkan. Mungkin di segi materi tidak yaah, tapi di segi sosialnya! Ketika kita membantu orang yang kesusahan, dengan memberikan obat generic (khasiat nya sama tho?), secara tak langsung kita telah bersedekah kepada orang tersebut. Sedekah yang sangaaaaat diam2. Tak ada orang yang tau. Udah gituh,insya Allah harta pun menjadi berkah. Iya tho?!
Jadiii, hal pertama yang harus kita cermati dan kita ambil kesimpulannya adalah, jika mau berobat, MINTALAH DOKTERNYA UNTUK MERESEPKAN OBAT GENERIK! Itu hak paisen looh!
Kedua, tanyalah apotekernyaa (sesuai PP 51 tahun 2009, mengenai peran apoteker!). Hoo…iya! Jika teman2 sekalian pengin diskusi, hayuuuk, qta diskusi sama2 deeh. Dengan senang hatiiii aku akan tanggapi, siapa pun itu. Dengan demikian, aku jadi banyak belajar dari dirimu semuaaaa. Betul tak?
Trus, kesimpulan yang paling penting adalah, sebenarnya yang perlu “DIPERBAIKI” itu bukan systemnya yang utama, melainkan, “PERSON” yang ada di dalamnya. Semacam “bengkel akhlak” kali yaaah?! Juga reminders, saling mengingatkan!
*Merindukan akan hadirnya generasi-generasi rabbaniy…
Seribu Keberhasilan!
Banyak orang bertanya-tanya tentang namaku...(ehehehe..ke-GR-an banget deeh!). Nah, nah..., mari sedikit berciloteh soal nama. Heheh :)
Kedua orang tuaku, memberiku nama lengkap Fathelvi Mudaris yang diambil dari bahasa arab, yaitu “Fathul” yang berarti Kemenangan/keberhasilan/penaklukan dan “Alfi” yang berarti seribu. Jadi, penggabungannya adalah Fathelvi. Dan kata “Mudaris” itu diambil dari nama ayahku yang berarti nama keluarga. Jadii, ayahku mengikuti nomenkaltur dunia yang menyaratkan 1 suku kata untuk nama kecil dan satu suku kata untuk nama kluarga..(hee…apaan sih?)
Awalnya aku berpikir, namaku ini terlalu “berat”. Bayangkan! Aku harus mencapai sekurang-kurangnya 1000 keberhasilan dalam hidupku! Tapi, kemudian, aku menyadari, bahwa ada asa dan harap yang dititipkan kedua orang tuaku lewat nama itu bahwa Aku memang harus berhasil. Nama ini menciptakan sebuah “power” dan “intrinsik motivation” tersendiri bagiku. Tentu saja keberhasilan itu bukan berarti aku harus selalu juara satu, aku harus sukses berkarir, dan aku harus bisa mendapatkan uang banyak. Ini menyoal bagaimana kita mempersepsi sebuah “keberhasilan” barangkali. Keberhasilan itu bagiku, adalah ketika aku bangkit dalam kegagalanku, ketika aku menang melawan egoku, ketika iman mengalahkan fujur, ketika aku bisa mengambil plajaran dan hikmah di setiap kejadian. Bagiku, ini adalah keberhasilan. Keberhasilan terbesar yang menjadi cita-cita terbesarku yang ingin kuraih dengan sebesar-besarnya adalah keberhasilan untuk “Melihat Wajah Rabb-ku di tempat yang penuh kedamaian…Jannah-Nya” (dan adakah cita-cita yang lebih tinggi dari ini?!). Maka, aku Si Seribu Keberhasilan…berazzam di hatiku..bahwa AKU HARUS BERHASIL!
Karena, PANJANG PENDEKNYA NAFAS PERJALANANKU, TERGANTUNG SEJAUH MANA CITA-CITAKU...
Polling Jompo'ers
Ehehe…
Kali ini kami, para jompo’ers yang sebentar lagi akan berpisah (hiks…) mengadakan polling (
Berikut Hasil polling itu...
Mimpi yang Menggerakkan!
Ng…, menyoal mimpi dan cita-cita, aku memang termasuk orang yang punya banyak mimpi dalam hidupku (cie ileeee…gayaaa cuy!). Setiap aku punya targetan dan peta hidup 5 tahun. Ehehe, kayak pelitanya pak harto ajah niiy.
(5 tahun yang lalu ketika umurku 18 tahun, aku menuliskan peta hidupku, bahwa aku punya target menikah di umur 23 tahun. Ihihi… Tapiii, sepertinya petaku sedikit berubah niih. Harus ada perpanjangan peta hingga 5 tahun. Hehe…)
Menyoal mimpi!
Bagiku, mimpi adalah sesuatu yang menggerakkan. Terserah mau mimpi seperti apa. Mau memenuhi ruang imaji sejauh apa. Selagi punya mimpi itu gak dikenakan pajak, yaah, sok, mari bermimpi setinggi-tingginya. Dari dahulu, aku selalu ingin punya mimpi yang cukup tinggi. Macam-macam saja mimpinya. Dan, tentu saja ada yang tercapai dan ada yang tidak. Tapi, kemudian, dengan tekad 1000 keberhasilan, aku berusaha untuk mencapai mimpi demi mimpi itu. Mimpi yang menggerakkan.
Dalam hal apapun, aku sebenanrnya kurang sepakat dengan kata-kata, “aih, ikuti saja hidup ini, seperti air mengalir.” Ah, terlalu pasrah! Bukankah dengan energy, air dapat mengalir dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi? Nah, kenapa harus selalu seperti air mengalir? Dan aku sangat yakin, bahwa salah satu energy penggerak itu adalah mimpi! Punya mimpi dan punya cita-cita!
Aku…orang yang cukup fluktuatif dalam hidupku. Begitu gampang down dan begitu gampang up (bersemangat!). Dan, aku juga termasuk orang yang kurang disiplin dalam menjalankan visi dan misi. Terlalu gampang mentolerir diri. Maka, dalam pertemanan, yang kubutuhkan itu adalah orang yang bisa menyangga semangatku, yang bisa menjadi buffer ke-fluktuatif-an sekaligus mendisiplinkan.
Si Akhwat Ransel
Ng…dahulu, (hingga sekarang barangkali yak?huhu) aku termasuk orang cuek soal penampilan. Mungkin slenge’an barang kali. Ketika para akhwat lain stylenya begitu femine dan elegan, aku malah sebaliknya. Ada ransel (kumal) yang besaaarr (yg katanya tak cocok sama sekali denganku karena keliyata lebih besarr dariku, heuu…) yang setia menemaniku. Kadang dengan jilbab yang mencong kiri kanan. Kadang dengan perpaduan warna yang kurang pas. Aku berpikir, “aih, aku mau jadi aku apa adanya saja. Terserahlah. It’s me. Memangnya ada yang peduli?”
Tapi…, Allah sangat cinta kerapian dan keindahan. Belakangan, aku baru menyadari betapa aku sepertinya telah “salah konsep” dalam berpenampilan. Menyenangkan sekali rasanya melihat akhwat yang begitu rapi dan elegan. Dengan style yang begitu match. Pokoknya senaaaaang ajah mata memandangnya. Di lain kesempatan, aku melihat akhwat yang sama slenge’annya denganku. Dan, memang tak menyenangkan untuk melihatnya. (melihat diriku sendiri juga, kadang2 aku jadi membandingkannya dengan akhwat lain. Heu…)
Lalu, apa maksudnya berpenampilan elegan? Apa karena berpenampilan baik itu, lalu mengundang mata di mana-mana untuk melihatnya? Aih, tidak! Bukan begitu! Sesungguhnya, baru kusadari, bahwa berpenampilan elegan, berpenampilan baik itu, sebenarnya adalah sarana da’wah juga. Bagaimana objek da’wahnya bias ‘terpikat’ coba, kalo da’I nya ajah “hancur2an” dan berantakkan begitu? Ada kisah seorang akhwat dulunya yang cukup menginspirasi. Si akhwat ini bercerita, bahwa dia “hijrah” karena melihat penampilan seorang akhwatyang sangat elegan. Dia jadi begitu terinspirasi dan akhirnya lewat itulah hidayah menghampirinya. Masya Allaah…
Jadii, buat para”slenge’an-ers” seperti diriku, hayuuk…kita berbenah. Hayuu!
Menulis=Mengingatkanku
Firman Allah dalam Qs. Ash-Shaff ayat 2 benar-benar menggetarkan hatiku, bahwa Allah telah memanggil orang2 yang beriman. Dan kata Allah, “Sangat besar kebencian di sisi-Nya, ketika kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan.” Di sini Allah tak memanggil dengan sebutan “Wahai Manusia” melainkan “Wahai orang yang beriman”. Intinya, para pelakunya juga adalah dari golongan orang-orang yang beriman.
Aku mempunyai seorang sahabat, yang dahulu saaaangat mengecam music. Gitar, katanya adalah music yang haram. Tapi sekarang, dia malah senang mendengarkan musik2 yang mengandung seruling, dan gitar. Aku jadi begitu terheran.
Lalu, kemudian, aku menyadari, astaghfirullah…astaghfirullaah… Betapa sering aku ingatkan orang lain dengan tulisanku, tapi, suatu ketika akupun pernah melanggarnya. Astaghfirullaah. Astaghfirullaah…
Namun, dengan demikian apakah aku berhenti menulis hanya karena khawatir bahwa aku tidak melaksanakannya? Ah, tidak! Tidak! Tidak! Ada sesuatu rasa yang amat sangat di hatiku jika aku menuliskan sesuatu yang aku sendiri belum sanggup untuk lakukan. Maka, aku takkan menuliskan di hadapan public mengenai apa yang aku sendiri belum dan tidak sanggup untuk lakukan. Bagiku, menuliskan semuanya yang ada di pikiranku, adalah berarti BAHWA AKU SEDANG MEGINGATKAN DIRIKU SENDIRI. Bahwa aku tengah berupaya untuk mendeklarasikan bahwa aku harus melakukan ini dan harus meninggalkan itu. Jika ada orang lain yangikut membacanya, maka aku berharap juga ikut menginspirasi. Begitu…
Semoga, aku selalu menjadi tokoh utama di setiap apa yang aku tuliskan (deklarasikan). Dan juga, aku takkkan menuliskannya untuk siapa-siapa. Hanya untuk diriku saja. Karena ini rumahku, maka terserah diriku akan berekspresi seperti apa. Karena ini adalah pilihan
Semangkuk Soup Sosis dan Sepiring Sambalado
Menu kali ini adalah semangkuk soup sosis dan sepiring samba lado. Juga menu cinta dan ukhuwah. Ba’da asyar, kami sudah stand by di dapur wisma kami. Wisma kami, surga kami, sekaligus villa kami. Kebersamaan yang hanya sebentar lagi. Giliranku kini yang memasak. Aku baru menyadari, ketika kita memasak dengan cinta, apapun hasilnya akan luar biasa.
Intermezzo story : salah seorang akhwat pernah curhat bahwa ia sangaat malas memasak di rumah karena setiap dia memasak tak pernah diapresiasi. Selalu saja diprotes, “ini begini dan itu begitu”. Padahal, memasak adalah seni. Hasil tangan seseorang tak pernah sama, meskipun anak kembar sekalipun. Temanku yang seorang psikolog membahasakannya : individual difference. Jadiii : plajaran pertama : jangan pernah halangi anakmu untuk belajar memasak dengan mematahkannya! Apresiasilah ia. Ini adalah sebentuk upaya untuk meningkatkan motivasi instrinsik bagi mereka.
Lalu, kami saling bercerita, saling share, saling menguatkan. Di tangan kami ada wortel, kentang, sosis bawang dan cabai. Sungguh, aku begitu menikmati sejenak yang indah ini. Sempat pandanganku tertuju pada pohon kelapa yang ada di luar wisma.
Pohon kelapa itu, walaupun terlihat sama, tapi setiap orang akan memiliki penilaian yang berbeda. Ini mungkin analog yang sangat klise. Tapi, begitulah. Memang begitulah adanya. Ketika kami bercerita. Ketika kami saling memberikan pendapat tentang bagaimana mengambil sikap atas suatu masalah, atas suatu case, akan ada perbedaan-perbedaan cara pandang itu, sama seperti kita menilai satu pohon kelapa itu. Tapiii, sesungguhnya kemudian, kami menyadari, betapa ini sebuah pembelajaran. Bagiku, ini semua adalah sebuah pembelajaran. Mungkin di wisma, kami mendapatkan kehidupan yang bias dikatakan ideal atau setidaknya “limit mendekati ideal”, tapi belum tentu di luar sana. Belum tentu di luar sana. Makanya, di sini, kami belajar memahami.
Maka, sudah seharusnya kita meneladani khudwah hasanah, Rasulullaah, ketika menempatkan sikap yang berbeda terhadap masing-masing sahabat Beliau. Cara apresiasi yang berbeda pula. Beliau menyebut Abu Bakar dan Umar dengan penyebutan sikap yang berbeda. Pun begitu terhadap Bilal dan Zaid. Juga terhadap semua sahabat2 yang lainnya. Rasulullah sangat menghargai individual difference ini.
Tentang kebersamaan ini, laiknya anak panah, maka, kami telah berada di busur-busur yang sebentar lagi akan dilepas. Barangkali arahnya berbeda-beda. Masing-masing kami harus survive dengan kondisi lapangan yang ternyata jauh lebih “ganas”. Tak seideal yang kami dapatkan di wisma.
Tapi, sebuah perpisahan adalah niscaya. Kedinamisan pun niscaya. Banyak yang datang, dan jua banyak yang pergi. Berdo’a kepada Allah, semoga yang ‘pergi’ itu bukanlah kami. Salah satu bentuk kesyukuran akan hidayah-Nya adalah dengan penjagaan terhadap hidayah itu sendiri. Dan tiadalah sanggup manusia dapat melakukannya, melainkan karena rahman dan rahimnya Allah.
Semangkuk soup sosis dan sepiring samba lado akhirnya terhidang dibawah tudung saji. Menunggu waktu kami untuk “romantisme talamisasi wisma” saja. Sebuah kebersamaan yang memberikan pelajaran.
MASALAH ITU PENTING!
Begitu banyak orang tak menginginkan masalah...
Ah, tentu saja!
Tapi adakah hidup yang tanpa masalah?
Tidak!
Karena, hidup sebenarnya adalah rangkaian masalah untuk diselesaikan...
Tergantung bagaimana kita mempersepsinya saja...
Lari dari masalah...berarti sedang lari menuju masalah...
Tapii, sebenarnya penting adanya masalah,
karena dengan masalah...AKAN MENINGKATKAN RASA KETERGANTUNGAN KITA KEPADA ALLAH, yang MAHA MEMILIKI SEGALA SOLUSI...
Dia, yang berkuasa atas segala sesuatu...
Jika penyelesaiannya "diserahkan" pada Dzat yang Maha Memberi Solusi itu, maka, yang kita temui adalah...justru ketenangan...
Ketenangan yang indah...
Jadii ...
MASALAH ITU PENTING! (bukan : ITU MASALAH PENTING!)
Tak Perlu Jauh-Jauh Mencari Analgetik, Temukan saja di Sholat
Waah…serru banget kalo udah diskusi. Apalagi sama Pakar Klinisi yang gaungnya udah Nasional kaya’ bu dra. Deswinar Darwin, Apt, SpFRS. Aku tuuh memang paling suka diskusi sama ibu ceria yang satu inii. Selaluu saja ada ‘ilmu baru yang didapatkan. Nah, kali ini aku diskusi sama Ibu di Apotek. Bareng sama Uda Faris yang meng-acc kan skripsi, Da Willie yang juga meng-acc kan skripsi dan Uni Bolin yang ngasi tugas case nyaah. Kebetulan yang dibahas itu masalah obat analgetik untuk pasien kanker.
Analgetik, secara sederhana merupakan obat untuk menghilangkan rasa sakit dengan jalan menurunkan ambang nyeri. (ng…benar gak yaah macam niy? Hee…, jika ada yang salah, tafadhol dioreksi aja dah! Diriku lagi gak liyat text book. Mengandalkan isi kepala yang sederhana niy ajah). Banyak penggolongannya, mulai dari yang ringan-ringan macam antalgin dan asam mefenamat untuk sakit gigi, hingga ke morfin, pethidin and segolongan narkotik lain. Biasanya, pasien2 penderita kanker boleh dikasikan obat golongan narkotik ini untuk menyelamatkan si pasien dari rasa sakit dan jeritan yang amat sangat!
Sementara, untuk menghilangkan rasa sakit di waktu pembedahan, digunakan anastesi, dimana anastesi ini bekerja dengan cara memblokir saraf yang menuju tempat pembedahan sehingga tidak terasa sakit. Kalo bahasa umumnya dengan dibius. (lagi-lagi, tolong benarkan yang salah yaaaah)…
Mendengar cerita ini, aku jadi teringat mengenai kisah seorang sahabat yang luar biasa. Siapa yang tak kenal dengan Urwah bin Zubair ra? Sosok yang sangat luar biasa. Ketika itu beliau terkena tumor di telapak kaki yang harus diangkat. Orang-orang berkata, “kakimu harus diamputasi. Ijinkanlah kami memberimu arak agar kau tidak merasakan sakit.” Ng..berarti di sini, arak sebagai anastesi rupanya. Lalu Urwah menjawab, “Aku takkan menggunakan hal-hal yang haram untuk melakukan ketaatan kepada Rabbku.”
“Kalau begitu, ijinkan kami memberi obat tidur.”
“aku tidak suka bagian tubuhku diambil ketika tidur.”
“Kalau begitu, bagaimana kalau kami panggilkan beberapa orang untuk memegangi kakimu agar tidak bergerak?”
“aku akan membantu diriku sendiri.”
“bagaimana caranya?”
“Biarkan aku sholat, lalu tunggulah hingga aku tenang. Ketika aku sujud lakukanlah apa yang hendak kalian lakukan.”
Masya Allah…
Bukankah ketika seorang manusia agung terkena anak panah, jua dicabut ketika sholat?
Subhanallaah…
Sungguh, sholat sebenarnya memberikan ketenangan yang jauuuuuuh lebih tenang dari morfin sekalipun. Ia semacam endorphin luar biasa yang ditelusupkan disetiap jengkal persarafan kita. Sehingga, setelah menunaikannya, menjadi tenanglah jiwa seorang mukmin…
Kisah diskusi ini dan kisah ini, semoga menjadi pelajaran dan motivasi bagi diri kita untuk terus menerus meningkatkan kualitas sholat kita, sebab sholat adalah intinya ibadah! Bukankah dalam haditsnya, Rasulullah pernah mengatakan : “yang pertama dihisab pada diri seorang hamba di hari kiamat adalah sholatnya. Jika sholatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya. Tetapi bila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh amalnya.
Nasihat ini, kutujukan untuk diriku sendiri terutama. Smoga kita semua bisa mengambil hikmahnya.
Blajar dari Orang Gila
Pengalaman ini sungguh-sungguh membuatku jadi belajar. Meski dari seseorang yang dicemooh dan tak dihiraukan manusia lain sekalipun.
Ini pengalaman PKP Apotek siklus keempat. Aku dapat giliran dinas sore sampai malam (jam 14.00-20.00 WIB. Hiyy…serrem jugah ternyata masiy berkeliaran di Pasar Raya jam segitu). Nah, pas waktu mau asyar aku tanyakan ke kakak-kakak SPG Obat Alternatif yang ada di apotek sini, “Kak, kiblatnya kayak gini yaaah?” tunjukku pada sajadah. Entah karena ada urusan apa dan kesibukan apa, si kakaknya langsung aja ngejawab, “iya, kayak gituu…”. Mungkin tanpa memperhatikan dengan jeli. Trus tiba-tiba, ada salah satu orang yang kurang waras (baca : gila), yang konon kabarnya “tabaliak kaji” begituwh, kata orang-orang langsung nyeletuk “eeh, ndak gitu kiblat do. Kamari haaa…” Kata orang tersebut. Karena orang tersebut kurang waras begitu, aku hanya nyengir ajah ke arah dia dan langsung memulai sholat. Masya Allah, tak dinyana, ternyata kiblat yang benernya itu adalah seperti yang ditunjukkan oleh si orang gila.
Aku tercenung. Sungguh!
Astaghfirullah, aku telah meremehkan orang lain!
Plajaran dari si orang gila ini sungguh-sungguh telah mengingatkanku, bahwa KITA SEBENARNYA BISA BELAJAR DAN MENGAMBIL HIKMAH DARI SIAPA SAJA. Barang kali, sering dalam hati kita “meremehkan” orang lain yang memberikan masukan pada kita. Entah karena merasa diri lebih atau entah karena memandang rendah orang lain. Padahal keduanya sama saja. Adalah suatu akhlaq yang tercela. Padahal, dari siapapun kebenaran itu datang, jika memang benar, tentulah kita mesti ikutkan dan benarkan ia. Meskipun itu datangnya dari syetan sekali pun. Maka, dari mana pun kebenaran itu datang, dari siapapun, semestinya kita ambil, tanpa peduli orangnya siapa. Karena, siapa yang dapat menjamin diri kita lebih baik?
Ingat lagi kisah Abu Hurairah ketika ditugaskan Rasulullah untuk mengurusi zakat. (Ng…tafadhol baca lagi deh riyadhus shalihin, karena kebetulan bukunya lagi ketinggalan dan takut juga bikin dengan redaksional sendiri. Takut salah makna). Intinya, selama tiga malam berturut2 Abu Hurairah didatangi oleh orang yang menghiba minta dikasi zakat karena katanya anak istrinya belum makan. Trus, ketika Rasulullah menanyakan bagaimana kondisi tadi malam, Abu Hurairah ra pun menceritakannya. Lalu Rasulullah berkata, “Dia itu pembohong”. Setelah 3 malam berturut-turut, akhirnya Abu Hurairah tidak mau menyerahkan zakat lagi dan menangkap orang itu, sehingga si orang itu berkata, “Lepaskanlah aku. Akan kuberitahu sebuah kalimat yang membuat setan tak akan mendekatimu. Yaitu membaca 1 ayat dari surat Al Baqaroh (ayat qursy).” Ketika Abu Hurairah menceritakan kepada Rasulullah, Rasulullah mengatakan, bahwa apa yang dikatakan si pembohong itu adalah benar. Dan si pembohong itu sebenarnya adalah syetan.
Nah…nah…, bahkan jika pernyataan yang benar itu datangnya dari setan sekalipun, tetaplah kita ambil kebenaran itu kan yaah?
Smoga ini jadi plajaran buat qta, agar kita mengambil yang benar itu dari mana saja, tanpa harus memandang seperti apa si penyampainya.
Medicine!
Sbuah statement analog yang bagiku cukup berkesan, bahkan hingga sekarang adalah :
Jika kemarin kita masih bingunghendak “mengobati” di bagian mana, maka hari ini “diagnosanya” sudah begitu jelas. Letak “penyakitnya” pun sudah begitu tepat. Jadi, tinggal memakan obatnya saja
(copy right by : Syafnida Gusti, 2010)
Permasalahannya adalah, terkadang kita masih “menikmati” penyakitnya dan begitu enggan menelan obatnya…
Dahulu, bahkan kemarin, ternyata obat itu masih berada di mulut. Ia masih belum sampai ada reseptornya. Tapi kali ini, obatnya telah memasuki era metabolism dan telah berikatan dengan reseptornya! Hanya tinggal mengeksresikannya saja. Yaah, itu saja!
Allahu akbar!
Fase Transformasi jilid dua!
Sungguh…sungguh sangat menakjubkan energy transformasi itu.
Insya Allah ini bukan akhir, tapi awal! Awal yang baru!
Sumangaik!
Hamasah!
&^%$#@&*%&
Umahfacebook...??? Waouww Serruuuu!
Hayyuuuk....
bareng2 join ke : "Umahfacebook" di siniii
biar mereduksi penggunaan FB,hee....
lebih menarik pokok'e!!
hee... :D
Jangan Lupayaaah add Fathel : di http://umahfacebook.com/Fathelvi/
Okeeeh???
*Inspired by : http://keanggian.wordpress.com/2010/06/12/pindah-yuk-dari-fb-ke-ufb-umahfacebook-com/
(hee...Ang...^___^)
Kesederhanaan Berbahasa
Di satu sisi, ini sangat baik! Setidaknya, memotivasi kita agar belajar lebih banyak. Selain itu, apa yang disampaikan dengan bahasa yang begitu diplomatis dan dengan diksi yang benar2 bagus itu, cukup menjelaskan bahwa si penulisnya memang cerdas, berwawasan, dan berkualitas. Dan apa yang disampaikan itu, gak sekedar cuap-cuap doang! Hmm…sebagai media pencerdasan, bolehlah! Tapiii, sayangnya, tulisan seperti ini hanya bisa “dinikmati” oleh kalangan tertentu. Hanya orang2 intelektual sahaajaaa. (atau memang maksud penulis membidik kalangan ini sahajaaa?).
Tapi aku, sebenarnya lebih menyukai bahasa-bahasa sederhana. (apa karena otakku juga sederhana sehingga hanya bisa menyerap hal-hal sederhana?? Hee…). Tapii, begitulah… Terkadang menyederhanakan itu perlu (*Clingak-clinguk kiri kanan. Ada FLP’ers gak yaaah? Bisa-bisa kena kartu merah daku niiiih. Sering kali kena disini. Heee….).
Aihh, barangkali semua akan menjelaskan betapa sederhananya pikiranku. Mungkin memang tak seberapa, bahkan masih sangat sedkit. Tapu, tak apalah... Bukankah dengan demikian kita akan menjadi lebih banyak belajar?
*Ya iyalaah, harus banyak belajar, tho?
Ada kata-kata yang cukup berkesan bagiku,
"Tidak apa-apa tak banyak tahu. Dengan demikian kita semakin tak merasa bersalah untuk bertanya."
Hmm...tapii, apapun gaya penyampaianmu, meski sederhana ataupun high, tetaplah sampaikan...(*aku percaya bahwa setiap orang menulis dengan gayanya sendiri dan menyampaikan dengan gaya nya sendiri. Ada style tersendiri yang membuatnya berbeda)
Setidaknya, ketika kita menyampaikan dan menuliskannya, sebagian besarnya, kita sedang menuliskan untuk diri kita sendiri...dan semoga juga bisa berbagi hikmah...Meskipun itu, adalah hal yang sangat sederhana sekalipun...
Semangat!
Trima Kasih Pak Rektor!
Wah!wah!wah....!!
ada cerita yang serrruuu untuk diceritakan!
Hmm...mahasiswa takut rektor?
hee....
Mungkin aku termasuk salah satu orang (yang pada mulanya) tidak ingin sekalipun berurusan dengan Pak Rektor. Padahal, apa salahnya coba?
Bahkan untuk audiensi proyek pembuatan buku sekali pun! Aku lebih memilih menjadi "yang dibelakang layar saja".
Sungguh-sungguh...parahnya!
Apa susahnya, coba?? Kan kita tidak sedang mendemo Pak Rektor! Iya tho??
Tapii, sungguh, tindakkan seseorang ini telah merubah persepsiku. Seseorang yang tak perlu pula kuberitahukan pada dunia, apa identitasnya (hiiii, yang bersangkutan pasti bakal senyam-senyum and ketawa-ketiwi membaca iniiii....^___~).
Jadi begini, si ukhty ada sedikit masalah mengenai pembayaran uang wisuda yang salah bank. Ketika dikonfirmasi ke pihak dekanat, ternyata orang2 dekanat malah memperibet itu urusan dan menyuruh kembali membayar di rekening bank yang ditunjuk. Kan itu tak adil sama sekali! Kita udah bayar masa harus bayar lagi. (HAaaaaah!! Urusan administrasi memang benar2 ribet!!!) Di tengah kekalutan itu, si ukhty nekat nge-SMS Pak Rektor dan mengatakan bahwa "Pak, jika urusan itu tidak bisa selesai saya akan membawanya sampai ke akhirat!!" >,< . "Loh, koq bawa2 akhirat segala?" Jawab Pak Rektor lewat SMS. Ujung2nya, si ukhty malah disuruh menemui Pak Rektor besoknya. Wal hasil, Ng..., dengan kebijakkan Bapak Rektor, akhirnya permasalahan pun selesai... (trima kasih, Pak Rektor)
Gak tau deeh, bagiku kisah ini cukup menggelikan, dan endingnya pun tak seseram yang kami bayangkan. Bahkan, si ukhty sudah menyiapkan pipinya untuk ditampar segalaaa, karena isi SMS itu. Hahahaha, betapa menggelikannya!! Sekaligus banyak hal, banyak hikmahnya.
Pertama, Pak Rektor tak seseram yang kami bayangkan! Bahkan, beliau itu jauuuuuh lebih bijaksana!\
Kedua, Terkadang, urusan itu malah diperibet oleh orang2 yang berada "dibawah".
Ketiga, betapa pentingnya memilih seorang pemimpin yang baik! (mumpung lagi musim pemilukada, mariii, mari kita pilih pemimpin yang baik, bersih, peduli dan professional, heee...). Setidaknya, ketika pemimpin yang dipilih itu adalah pemimpin yang bijaksana, dan berorientasi pada-Nya, maka, meski tak seluruhnya, setidaknya sebagiannya dapat di ubah ke arah yang lebih baik. Toh, perubahan tak mungkinlah sekaligus tho?
Keempat, kebanyakan hubungan yang terbina antara dosen dan mahasiswa itu koq yaaah, kesannya jauuuuuuuuuuh banget! Seperti ada dua dinasty yang memisah. Mungkin hanya di sini saja, dan mungkin pula tak semua orang. Tapi kebanyakan begituuu. Bagaimana kalau hubungan yang terbina itu adalah kedekatan hati antara pendidik dan yang dididik? Dan lagi, menurutku, sebenarnya, pembelajaran itu adalah REVERSIBLE! Berlangsung dua arah. Okelah memang, mahasiswa belajar dari dosen, tapiii, sebenarnya, dosen juga bisa belajar banyak dari mahasiswa. Iya tho??
Kelima, jika ada masalah, maka penyelesaian yang paling baik itu adalah langsung kepada yang tertinggi, yang paling berwenang. Ketika masalah itu sudah ditangani oleh rektor, langsung deeh, bawahannya menanggapi dengan cepat. Coba aja kalo Pak Rektor gak turun tangan, mahasiswa jadi dioper2 macam bola begituu. Begitu pun dalam hidup ini, jika ada masalah, ya udaah, hayuuuk, minta penyelesaian kepada Dzat yang Segala urusan ada ditangan-Nya. Insya Allah, solusinya adalah solusi yang terbaik. Allah akan menunjukan dengan cara-Nya sendiri. Masya Allah....
Udah, segitu ajah mungkin ceritanyaaa...
Maap yaah, rada2 sotoy niiih!
Semoga ada plajaran yang bisa diambil.
Hayoo...Bangkit!!!
Hmm…
Apa yang sebenarnya manusia inginkan dalam hidup ini?
Mimpi!?
Cita-cita!?
Terkadang, aku berfikir betapa fluktuatifnya semua ini!
Terkadang begitu bersemangat, namun kadang juga begitu down!
Tapi memang demikian adanya,
Life is never flat!
Adalah hal absurd jika hidup seseorang itu hanya “flat” sahaajaaa.
Aku melihat, sesungguhnya letaknya adalah bagaimana manusia mengelolanya saja.
Hmm…baiklah!
Hidup harus punya mimpi!
Jika tiada, maka tiada pula arti hidup ini.
Bukankah demikian?
Terlalu sia-sia jika waktu yang amat sejenak ini dilalaikan. Terlalu sia-sia. Sebab, jika begini, maka hanya penyesalan berkepanjangan yang akan kita tuai.
Kelailaian itu, adalah sebuah “zona nyaman”.
Ketika diri ditolerir untuk menurunkan permeabilitas kepekaan dan ambang ketegasan. Bukan ketegasan kepada siapa-siapa melainkan pada diri kita sendiri. Maka ketika itu pula, diri ini telah memasuki sebuah ‘zona nyaman’ yang sifatnya begitu istimror. Kepekaan yang terabaikan. Lalu, dengan kemalasan yang begitu dimanjakan. Jadilah ia. Jika begini, maka, segalanya akan mengalami distorsi!
Perlahan…perlahan…, namun begitu istimror! Suatu saat, menjadi kaget sendiri, “kenapa bisa begini?”. Itu masih lebih baik, ketika ada pertanyaan atas dasar kesadaran. Bagaimana jika tidak?! Aaah, na’udzubillah…
Sungguh, tak mau berada dalam ke-istimror-an yang menjauhkan dari-Nya. Sudahlah!
Cukup!!
Jangan sampai hati tiada peka lagi membedakan kebenaran dan kebatilan.
Karena sesungguhnya, hati adalah tempat kita meminta fatwa. Jika baik dianya, ajakan dan suruhannya pun pada kebaikan. Jika tidak, maka suruhannya adalah kemaksiatan!!
Hayoooo!
Bangkit!
Keluarah dari “zona nyaman” itu!
Sesekali, tidak perlu mentolerir diri. Apalagi untuk hal ini!
Sebab, ada zona nyaman lain yang meloncati kenyamanan menurut logika manusia yang sangat terbatas itu. Letaknya di hati yang bersih dari noktah.
Tiadakah diri ini merindu untuk itu?!
Aksi Munasharoh Palestina
Mungkin, kelihatannya tiada arti…
Hanya kumpulan gambar-gambar saja…
Pun dengan pengambil gambar yang masih sangat amatir!
Tapi, sesungguhnya…ini karena kami peduli…
Sesungguhnya ini, karena kami cinta padamu saudara2 kami…
Kelihatannya memang tiada arti,
Karena,
Tiada dapat kami berbuat banyak…
Hanya sekelumit semangat…
Kepalan tangan!
Dan sebait do’a…
Untukmu, saudara2 kami, di Palestina…
Insya Allah, kami selalu ada…
>>Aksi Munasharoh Palestina, Padang, 6 Juni 2010, Raden Saleh-Imam Bonjol<<
>>25.000 orang, 224juta rupiah<<
>>One Men, One Dollar, to Save Palestina!!<<
Behind the scene...
Cashing atau Fitur???
Kita memilih, Tentulah berdasarkan apa yang mendominasi dan menjadi orientasi serta tujuan dalam hidup kita.
Ng…begini saja perumpamaannya, jika hendak membeli ponsel, maka orang-orang akan memilih berdasarkan orientasinya. Yang sukanya style, akan memilih ponsel yang gayanya modelnya keren dan sedap dipandang. Sebaliknya, yang sukanya fitur, tentulah memilih fitur-fitur yang padat berisi tanpa terlalu peduli cashingnya seperti apa.
Nah…nah…, begitulah pula dalam kehidupan ini. Walaupun “cashing” ga bisa dinafikan, sebenarnya “fitur” jauh lebih utama. Apa gunanya ponsel cantik dan kelihatan elegan kalo ternyata gak bisa SMS dan nilpun? (yaaa elaaaah! Kalo gak bisa nilpun or SMS, bukan ponsel namanya, tauk! Ada-ada sahaajaaa. Heee…). Apa gunanya tampil super-duper kereeeen, tapi hatinya “melompong kosong”. Apa artinya morfologisnya oke tapi fisiologisnya kacaww. Apa artinya tampilannya oke punya tapi sebenarnya hatinya tiada lagi melihat. (Na’udzubillaah tsumma na’udzubillaah)
Cashing, paling hanya bisa di gonta ganti model doang. Maksudnya sedikit dipermaks sahajaa. Tapiii, kalo fitur, insya Allah bisa diupgrade!!
Hayuuuuk, upgrade fiture kita!
Jadiiii, kesimpulannya, pilih cashing apa fitur?
Jawab : DUA-DUANYA! (haaa???)
*Heee, maap yaaah, tulisannya gak mutu! Perlu upgrade fitur barang kali. Hee…
Beralih ke Millatfacebook?? Yuukk…!!
Ng…, ada situs “pesaing” facebook yang lebih “islami”. Waah, boljug tuh!
Hayuuuk, rame2 qta pindah ke MILLATFACEBOOK!
Hayuuuuk!!!!
Do'a Untuk Palestina
“Allahummanshur ikhwaana al-mujahidiina fii Filistin(Ya Allah tolonglah saudara-saudara kami mujahidin di Palestina).”
Maap...Maap....Maap! Error in Connection!
Mohon maaap, bagi siapapun yang menelpon or meng-SMS ku sejak jum’at kemarin (28-05-2010). Mungkin sebagian besar SMS-nya berstatus ‘failed’ atau kalo nilpun, terdengar suara tante girang (eeh..koq tante girang yaaah?? Salah! Salah! Salah!) yang menyuarakan “the number you’re calling is not active or out of coverage area. Please try again in a few minutes”. Karena henponku lagiii error. Dan, tak dinyana, ternyata kartunya pun juga ikutan error. Waktu di pindahkan ke henpon yang lain dibilangnya “insert simcard”. Ng…perlu diperbaiki ke grapari sepertinya.
Kalo sekarang, siih, sudah agak baikan. Tapi masiy suka error jugah. Hiduik sagan, mati ndak amuah!
Jadi…jadiii.., jika ada sesuatu yang pentiiiiiiiiiiing sangat, yang menyangkut hidup dan mati (halaaaaaaaaah, lebay!) tafadhol di SMS-kan atawa di tilpunkan ke nomer akhowat sewismaku sahajaaaa. Ada k’jen (eihh, tapi k’jen lagi pulkam). Ada ima, nany, uul, lilis jugah. Jika aku yang perlu, insya Allah aku hubungi jugah via nomer ituu. Tapi…tapi…, tafadhol dicoba dulu ke nomerku. Mana tau dia lagi baik hati, makanya idup. Heee…(insya Allah daku tak ganti nomer koq. Nomerku ituuuu, udah keliling Padang -> lebay! Buat nyarinya. Empat digit di belakang itu adalah angka yang sangat kusuka. Heee…^___~)
Sekian dan terima kaaasiiih.
Eih…, ngomong2, jaman baheulak dahulunyaaa, henpon itu kan tak ada yaaah, tapi koq yang namanya komunikasi lancar2 wae? Di jaman henpon begini, sedikit sahajaaa henpon mati or rusak, koq yaah kesannya susaaaaaah banget buat berkomunikasi. Seolah2 tanpa henpon komunikasi jadi error. Ng…ng…ng…, gimana tuh yaaaah? Eihh, ngomong2, ternyata aku ‘menikmati’ juga masa2 gak ada henpon. Hehehe
Soal Kecerdasan Musik
Dahulu, waktu kecil, aku sering merasa heran melihat kakak sepupuku yang sangaaaaaaaaaaat menyukai album minggu. Semacam acara music di TVRI tempoe doeloe. Di sana diputar nyanyi2an popular di waktu itu. Sangat berbeda sekali denganku yang sangaaaaaaaaat tidak menyukai acara ini. Aku paling tida suka acara-acara music di tipi. Baik album anak-anak apalagi album dewasa kala itu.
Kesimpulan sederhanaku dengan pemikiranku yang juga sederhana waktu itu adalah,
“aaah, ini mungkin karena aku masih kecil. Nanti kalau aku sudah besar kayak si uni, mungkin aku akan menyukai album minggu juga.”
Dan waktu pun berlari demikian kencangnya. Tak terasa, aku pun akhirnya seumuran dengan si uni kala itu. Tapi apa? Aku tetap tak menyukai acara music di tipi-tipi. Hipotesa sederhanaku kala itu, ternyata; TAK TERBUKTI!
Hmm…akhirnya, kemudian setelah menggali lebih dalam (cie ileeeeh…), aku baru menyadari betapa aku adalah seseorang yang memiliki kecerdasan music yang rendah. Juga,masalah auditori. Aku bukan pendengar yang baik. Bahkan nasyid sekalipun aku tak terlalu menyukai kecuali memperhatikan kata-kata apa yang disampaikan nasyiders. Bukan bagus atau tidak music yang menyertainya. Aku lebih suka accapella kali yaaah? Nasyid tanpa music. Musiknya hanya dari suara si nasyiders. Kaya’ “mujahid muda” (ngomong2, ini group nasyidnya siapa yaah? Hoo…parah!), trus “Suara persaudaraan”. Atau juga “Rayhan” yang musiknya Cuma gendang sahaajaaa. Aku menamakannya, “nasyid yang nge-ruhiy”. Heee… Kalau yang macam gini niih, aku siih suka.
Kadang, aku sedih juga, ketika aku ga bisa kayak akhwat2 lain yang bisa “nyimplak” iramanya Musyari Rasyid atau Abu Suud. (Hee…, ini esensinya apa coba?! Kan yang lebih utama teh makhrajnya and tajwidnya bukan yah?). Tapiiii….tapi…tapi…, kan kalo irama dan cara bacanya bagus, lebih enak buat di dengar, lebih menyentuh hati. Cie ileeeeh. Dan juga, kata Rasulullah, “Hiasilah Al Qur’an dengan suaramu, karena suara yang bagus akan menambah kindahan Al Qur’an.” (HR. AL Baihaqi). Nah…nah…, aku teh pengin jugah macam niii, tapi dasar akunya yang memang kecerdasan musiknya kurang, jadinya yaah teu bisa! Huhu.
(sebagian besar orang2 sanguinis kan ingatan warnanya kuat banget yaah? Aku jugah malah low di sini. Ingatan warnaku parah! Aku juga bahkan lupa baju warna apa yaah yang aku pake kemarin? Kyaaaa! Tunggu!!! Tengok di ember kain yang mau di cuci duluuu! Hayyyaaaa’! sotoy!! Hehe. Aku malah lebih kuat itu di ingatan angka. Aku suka angka. Dan kalo mempasword segala sesuatu lebih suka menggunakan angka. Dahulu temen2 ku sampai heran kalo aku sampai apal tanggal lahir 55 orang teman asramaku. Aku apal nomer henpon sebagian besarnya sebelum mereka suka gonta ganti nomer. Apal nomer akhwat syakuro dan hurriyah. Apal nomer NRD’ers. Tapi nomer yang hapal mah hanya nomer orang2 yang kusayangi ajah. Kalo yang biasa2 ajah, tak da sesuatu yang berkesan, biasanya sih memory jangka pendek. Heee…). Iiiihh, sudah melenceng ke nama-nama eih..ke mana-mana niih. Back to topic dah!
Nah…karena beberapa minggu niih, daku “bergentayangan” (lohlohloh…? Bergentayangan?), maksudnya jadi penumpang setia tetap bus kota yang notabene selalu full music ituuuuuh (saking fullnyaaa, radius sepuluh meter ajah itu mobil, musiknya udah kedengaran! Apalagi harus berada di dalamnya, huhuhuhuh…betapa TERSIKSANYAAAAAAA!). Kadang2 jadi pengin bawa penyumbat telinga kalo udah naek bus kota. Huhu.
Lah…esensinya apa coba???
Ng…begini! Ternyata di sini lah letak hikmahnya. Asalkan kita mau ambil sisi positifnya ajah. Iya tho? Hmm…ternyata kurang memiliki kecerdasan music itu ada manfaatnya jugaaah. Ketika temen2 pada curhat, “Haduuuuuuuuh, kesssaaaal sama bus ituuuu! Entah kenapa, mau tak mauuu, sedikit banyaknyaaaa musik2 di bus itu jadi terhafalkan jugah! Padahal gak pengin ngafalkan! Mesti berjuang keras!” begituw curhat temen2. Nah…di sini, aku perlu bersyukur bahwa aku tak mudah untuk hapal dengan mendengarkan karena memang tak suka. Sekali dengar apalagi!
Jadiii, plajaran yang dapat kuambil adalah, segala sesuatu yang ada pada diri kita, lingkungan kita, kejadian2 yang terjadi di sekitar kita, selaluuu saja memiliki 2 sisi. Ada sisi positif dan sisi negatifnya. Nah, sekarang tergantung kita mau ngambil yang positifnya atau yang negatifnya. Barangkali begituu. Allahu’alam.
Life Scenario
Hidupmu,
Rasamu,
Tekadmu,
Masa depanmu,
Adalah….rancanganmu!
Lalu, biarlah Allah saja yang akan menjadi penentunya!
Irreversible!
Bukan soal reversible dan irreversible, Fathel.
Tapi, soal bagaimana mem-balance-kan pikir dan rasa!
Okeh?
Huaaaa....Tepaaaar! T_T
Sudah lama ndak update di blog. Huhu. Jangankan ngupdate blog, menyentuh kompiku ajah udah 3 hari nii absen. Huhu.
Huwaaaaa…tepaaaar!!!
Sungguh…sungguh…mahallah nikmnat sehat itu!
Bersyukurlah! Bersyukurlah!