Jadi ceritanya begini. Kebetulan adikku yang sebentar lagi sweetseventeen ituuh (hehe, penting gituh disebutkan pulak!) akan balik ke asramanya lagi. Dan rambutnya itu sudah begitu gondrongnya. Hihi…gak gondrong jugah siih. Dah lebih panjang lah dari ukuran biasanya. Nah, si adikku iniih, mendatangi tukang cukur dan ternyata pada tutup. Adanya Cuma tukang salon doang (masa’ siih mau nyalon pulak!). Sementara dia sudah harus balik ke asramanya besok pagi.
Akhirnya, dia minta tolong kepadaku untuk memotongkan rambutnya. Awalnya aku menolak. Mana bisa aku motong rambut cowo’. Kan beda yah, sama anak perempuan. Tapi, karena dianya terus minta tulung, ya udaah, aku akhirnya NEKAD bersedia motongin itu rambut.
Alamaak….Masya Allah.
Ternyata memotong rambut anak laki-laki itu jauh beda dengan perempuan. Sangadh jauh berbeda. Aku jadi “ngeri” skali melihat hasilnya yang acakadut begituuh. Dan, sayang sekali, memanjangnya rambut tentu saja tidak secepat memotongnya. Sisanya,…yah penyesalan dong! Dan, harus menunggu 1-2 bulan untuk bisa kembali dirapikan.
Aku jadi belajar banyak hal dari peristiwa ini. Plajaran pertama, dalam melakukan apapun MODAL NEKAD SAHAAJA KAGA CUKUP, Bung! Yaph, modal nekad saja tidak cukup. Mau melakukan apapun, sesederhana apapun itu. Ini mengajarkan betapa arti pentingnya mempersiapkan segala sesuatu, mempertimbangkan segala sesuatu. Bahkan, hanya perkataan sekalipun. (waah! Gubraaak! Kalo ini mah saia kenaaaaak niiih! Hihi). Jika ada yang mau melakukan sesuatu dengan modal nekad sahajaa, maka bisa hampir dipastikan hasilnya akan jauh dari harapan. Mungkin ini pula hikmahnya, Islam begitu indah mengajarkan PENTINGNYA ILMU SEBELUM AMAL. Yaph, mendahulukan ‘ilmu atas ‘amal. (hee…ada hubungannya gak yah, sama nekad-nekad-an?). Uhm…, setidaknya beginiiih, ketika kita lakuin sbuah amal dengan “modal nekad” sahaajaa, tanpa ada ilmu yang mendasarinya, maka, bisa jadi cara yang kita lakukan itu jadinya salah, atau malah yg lebih parah, jatuhnya pada mengada-adakan hal baru dalam beragama (a.k.a bid’ah). Na’udzubillaah. Smoga Allah jauhkan kita dari hal ini. Dan, smoga ini jadi pelecut smangat buat terus blajar.
Trus…trus…jika sudah nekad begituuh, dan hasilnya malah menjadi acakadut, yang timbul adalah penyesalan! Dan sayang sekali, dengan ke-nekad-an yang mungkin sekejap waktunya, tapi penyesalannya bisa dalam waktu yang lama! Pelajaran kedua, ke-nekad-an bisa menimbulkan penyesalan yang bahkan bisa jadi lebih panjang umurnya dari pada lama kenekadan itu sendiri. Uhm…syukurlah masih rambut, yang penyesalannya mungkin hanya 1-2 bulan dan insya Allah masih ada waktu untuk memperbaikinya. Lalu, bagemana jika penyesalannya itu terjadi di yaumil hisab di mana penyesalan-penyesalan di masa itu tiada lagi berguna? Ketika orang-orang kafir minta dikembalikan lagi ke dunia dan berazzam dengan sepenuh-penuhnya azzam untuk berbuat kebaikan dan melakukan amal shalih. Bukankah itu semua hanyalah keabsurban belaka. Sungguh, amat celakalah penyesalan di masa itu. Semoga Allah jadikan ujung amal kita dan penutup hari-hari kita adalah hari-hari dengan penuh amal kebaikan.
“Ya Allah, jadikanlah umur terbaik kami di penghujungnya, jadikanlah amal terbaik kami di penutupnya, jadikan hari-hari terbaik kami saat bertemu dengan-Mu.”
“Ya Allah, anugerahkanlah untuk kami rasa takut kepada-Mu, yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepada-Mu, dan anugrahkanlah ketaatan kepada-Mu yang akan menyampaikan kami kepada surga-Mu, anugrahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringannya bagi kami musibah di dunia ini. Ya Allah, anugrahkanlah kenikmatan kepada kami melalui pendengaran, penglihatan dan dalam kekuatan kami selama kami masih hidup, dan jadikanlah ia arisan dari kami. Jadikanlah balasan kami tas orang-orang yang menganiaya kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang memusuhi kami. Janganlah Engkau jadikan musibah kami ada dalam urusan agama kami. Janganlah Engkau jadikan dunia ini adalah cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami. Janganlah Engkau jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.”
“Allahummaa amiiin….”