Levitasi Perdana

Levitasi Perdana^^


Cihuuyy,,,akhirnyaaaa….aku berhasil juga mengambil gambar levitasi. Heuu, walaupun berhasil menurutku belum tentu berhasil menurut kebanyakan fotografer lainnya. Secara, aku kan masihlah fotografer “ecek-ecek” yang memang masih harus banyak belajarrr… Ditambah lagi, karena aku belum memiliki kamera DSLR (“belum” bukan berarti “tidak”, coz suatu saat punya, insya Allah #mulaibermimpi# :D). Jadi, untuk saat ini, aku bersyukur dengan apa yang ada dan insya Allah semakin bersemangat buat belajar lebih banyak. Hehe.

Tak Mengertikah Kau?

change or die


Change Now!
or 
DIE

Penghujung Seperempat Abad

bertambah umur, berkurang jatah

Seperti januari-januari sebelumnya, nuansa dan cuaca hati di Januari senantiasa punya warna yang sungguh berbeda. Tentang bedanya apa, aku pun tak bisa mendefinisikannya. Tapi, selalu saja Januari punya cerita. Cerita tentang penggal-penggal yang menyejarah. Mungkin bukan menyejarah bagi kau, dia, ataupun mereka. Tapi, mungkin bagiku saja.

Cerita kali ini tentang episode seperempat abad. Hari terakhir menghabiskan seperempat abad di atas kesejenakkan dunia. Tentang seperempat abad, selalu saja ada sesuatu yang cukup mengganjali catatan asa yang  dulu terukir dalam diari kehidupan. Ya, tentang catatan itu... Catatan yang belumlah menjadi wujud nyata...

"Sesuatu yang Tak Perlu Disebut"

Beberapa hari terakhir, aku kebanjiran 'sampah spesifik' di tongku. Ya, mungkin aku pernah bercerita tentang aku dan tong sampah (lebih tepatnya, aku adalah tong sampah), tempat dibuangnya segala uneg-uneg (heuu, bukan bermaksud untuk menyatakan cerita-cerita itu adalah sampah loh yah. Ini hanya sebuah istilah lebay saja). Uneg-uneg paling spesifik itu adalah sesuatu yang tak pernah lekang dimakan jaman. Sesuatu yang 'menghidupkan' produser musik, film, dan juga novel-novel. Jika tanpanya, maka menjadi hampalah semuanya itu. Sesuatu yang dahsyat banget, melebihi tsunami, tapi tersimpan rapat-rapat. Meluap bak air bah, tapi jelmaannya hanyalah rona merah di pipi atau senyam-senyum tanpa sebab yang jelas (hoho, bukan skizofrenia loh yah, walaupun sesuatu itu memang sering membuat banyak orang skizofrenia, hihi). Ia nya tak pernah berwujud, tapi begitu berasa. Ada, tapi tak teraba (juga bukan om Jin loh yah, hihi). Dan dia lebih menyeramkan dari jelangkung. Datang tak diundang, diusir-usir ndak mau pergi. Haha. Parahnya lagi, ia tak bisa diundang kedatangannya, sebagaimana juga tak bisa diusir begitu saja jika dia telah hadir. Okeh, you know that so well lah yah, tentang apa yang sedang kumaksudkan itu. Kita sebut saja, itu adalah "sesuatu yang tak perlu disebut". Hehe...

Seperti Lampu Cepidi

"Lampunya harus nyala empat, baru bisa konek." begitu kata sang operator Cepidi (baca : spe*dy) dahulunya, ketika pertama kali langganan internet via cepidi ini. Tapi akhir-akhir ini, sepertinya koneksinya kurang bagus. Perlu menunggu berjam-jam hingga lampu cepidinya bisa menyala keempat-empatnya. Huuff...membosankan! Ketika lampu cepidinya menyala dua saja, lampu ketiga timbul tenggelam. Mati... Nyala... Mati lagi...Nyala lagi... Dan ini adalah fase paling tidak menyenangkan dalam dunia per-cepidi-an (bagiku tentu saja. hee...).

Uhm... sebenarnya bukan lampu cepidi yang ingin kubahas lebih lanjut di sini. Tapi tentang semangatku yang tak ubahnya seperti lampu cepidi yang timbul tenggelam. Kadang-kadang muncul. Lalu tenggelam. Lalu muncul lagi. Lalu tenggelam lagi. Aahh, ini benar-benar fase paling tidak menyenangkan dari sebuah siklus kehidupan, kurasa.

Aku dan Joe [part 2]

Masih lanjutan kisah aku dan Joe sebelumnya. Kala itu adalah minggu-minggu sebelum UAS. Joe mengajakku belajar bareng. Kala itu kami bingung memilih tempat. Akhirnya perpus pusat jadi pilihan. Kami memilih lantai empat saja. Tapi, bukannya belajar malah akhirnya kami mengobrol. Temanya masih sama. Masih seputar pendidikan anak. Hee....

"Aku di rumah nda punya waktu belajar, Thel. Soalnya kalo udah di rumah, berarti itu waktu buat anakku." Aku manggut-manggut. Yah, wajar sajalah. Itu juga hal yang penting. Teramat penting malah yang tentu saja tak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi di umur-umur emas perkembangan sang anak. "Walau kadang aku kadang-kadang harus nyuekin anakku juga, hee... Tapi biasanya, aku nunggu anakku tidur dulu, baru aku bisa belajar."

Aku dan Joe [part 1]

Sudah lama sebenarnya aku ingin menceritakan kisah ini. Tapi selalu saja kendala waktu membuatku tak sempat menuliskannya. Ketika sempat pun, tiba-tiba ide menguap entah di mana langitnya. Hee... Dan saat ini, kebetulan kesempatan atawa waktu sedang bersahabat dengan mood dan didukung oleh akses internet yang mumpuni, akhirnya aku tuliskan jua kisah yang sudah lama mengendap ini... Hee...

Aku dan Joe. Pertama berkenalan dengan Joe, aku sudah merasakan sebuah 'kesesuaian' ruh itu. Hee... Ya, "arwahul junud" seperti hadits Rasulullah itu. Tampaknya, aku memang kadang-kadang cukup 'selektif' menyoal sesuatu yang dikatakan 'berkesesuaian ruh atw jiwa' ini. Jiwa-jiwa yang memilih. Dan tampaknya, ini semua adalah sesuatu yang ada di alam bawah sadarku. Jiyyaahhh.... Hee....

Satu tema yang begitu menarik untuk kami ceritakan dan kami sama-sama menyukai tema itu adalah tentang pendidikan anak. Aku sendiri memang sedari dulu menyukai hal-hal yang berbau pendidikan anak (karena memang memiliki tendensi tentang dunia pendidikan anak) dan Joe sendiri adalah ibu dari seorang anak yang masih lucu (sekaligus cerdas) dan juga sedang menekuni tentang pendidikan anak. Jadi, bersualah cerita kami. Hee....

Luka-Luka Lalu [part 2]

Ini bukanlah sesuatu yang perlu engkau baca, kawan. Mungkin tidaklah banyak manfaatnya jika kau baca ini. Sebab, aku hanya sedang memuarakan apa yang kurasakan.  Hanya membiarkan jemari menari di atas keybord. Tanpa memunguti begitu banyak hikmahnya. Jadi, mungkin hanya membuang waktumu saja, jika engkau putuskan untuk meneruskan membaca ini. hehe…

Becek

becek

Beberapa hari terakhir selalu hujan. Dan hujan selalu menyisakan becek yang luar biasa di jalanan yang harus ditempuh menuju kampus. Ya, mungkin memang adalah sesuatu yang wajar jika kemudian harga kosannya jauh lebih murah. Bahkan hanya seperempat harga kosan teman lainnya. Karena selain jauh, aku juga harus rela menjadi pro-model orang yang pulang dari sawah jika saja hujan sudah turun, dan ditambah lagi aroma gratis dari tumpukan sampah di samping gerbang besi berwarna kuning itu. Lengkap sudah. Syukurnya, aku tak nge-kos di dekat gerbang bersampah itu. Sehingga aromanya, cukuplah terhirup sebentar saja. Heuu….kasihannyaa….

Tapi, aku bersyukur. Aku bersyukur dengan apa yang sedang aku jalani. Sebab, dengan begini, perjuangan ini lebih berasa manis. Mungkin akan berbeda cerita, jika aku berada pada posisi teman-teman lainnya, dengan segenap fasilitasnya, bahkan mereka tak perlu susah-susah mengeluarkan tenaga mencuci pakaian mereka, karena sudah ada laundry yang siap sedia.

Aku bersyukur dan bahkan sangat menikmati perjuangan ini. Sebab dengannya, aku selalu ingat, bahwa memang tak mudah untuk mendapatkan ilmu. Telah banyak harga yang harus kubayarkan. Jadi, aku tak ingin menjadi penuntut ilmu yang setengah-setengah, apalagi belajar hanya untuk mengejar nilai semata. Aku ingin belajar banyak hal, ketika kesempatan untuk mencarinya terbuka lebih lebar. Aku ingin belajar. Dan, aku benar-benar mencintai belajar. Dan jikalah sepanjang hidup ini ada sekolahnya, hingga S-100 pun mungkin aku mau (hehe, lebay!). Tapi, pada hakikatnya, hidup itu sendiri adalah sekolah yang sesungguhnya, kan yah? Yang padanya terbentang begitu banyak pelajaran…

Hayuu, tetap semangat belajarr…. Semanagt bwt ujiaaan… ^^


_______________
Sumber gambar : di sini (belom sempat nge-take gambar sendiri, heuuu...^^)

Hanya Satu Kejapan Mata


ingat mati yuuk

Ba’da Maghrib kemarin, ada sebuah cerita yang cukup untuk kami (aku dan Dewi) jadikan pelajaran. Tentang tetangga Dewi yang ‘Kembali selagi Muda’. Masih muda. Belum tergolong lansia, apalagi geriatri. Tiba-tiba pusing, lalu dalam beberapa menit saja, jasad itu tak lagi bersama ruh nya. Ah, begitu sejenak. Tiba-tiba, dan tak satu pun orang menyangka, ia akan pulang secepat itu.

Ah, Kembali kepada-Nya selagi Muda.
Sungguh ajal yang tak terprediksi kapan datangnya.
Ah, teringat dengan banyaknya angan dan mimpi dunia, yang belum tentu akan terwujud. Tapi, di banyak waktu, kita justru lebih banyak bersiap untuk sesuatu yang bahkan tak pasti untuk kita dapatkan. Tapi, lengah dengan sesuatu yang PASTI akan kita hadapi. Lebih banyak bersiap untuk sesuatu yang tak pasti ketimbang sesuatu yang PASTI.

Ah, mendapatkan gelar magister, mendapatkan posisi strategis, mencapai cita-cita profesi tertentu, dan bahkan menikah (bagi yang belum menikah), BUKANLAH sesuatu yang PASTI. Ia-anya, masihlah sesuatu yang abstrak, bisa jadi terwujud dan bisa jadi tidak. Tapi kematian, adalah sesuatu yang PASTI akan kita hadapi. Hanya saja, mungkin persiapan untuk hal-hal keduniawian jauh lebih banyak dari pada porsi untuk mempersiapkan diri menuju kematian yang PASTI adanya, dan justru lebih dekat keberadaannya dengan diri kita. Astaghfirullah…

Teringat dengan celetuk seorang sahabatku, Wewen, “Ah, bagaimana jika kita letakkan saja kain kafan di lemari kita bersama pakaian lainnya, agar kita ingat, suatu saat kita pasti memakai kain putih ini.” Ah, benar juga. Agar kita tak lena, lalai dan lupa, bahwa kita PASTI akan menghadapi kematian, sesuatu yang justru lebih dekat dengan diri kita, ketimbang mimpi-mimpi yang tak pasti.

Ini bukan berarti  kita lantas melupakan dunia, dan hanya sibuk menanti kematian. Tidak. Bukan demikian adanya. Tapi justru, dengannya kita berupaya untuk menjadikan setiap jenak-jenak yang kita lalui adalah dengan sebaik-baiknya usaha. Agar penghujung dan penutup umur kita jua adalah pada sebaik-baiknya amal. Allahumma aamiin. Aku menuliskan ini, bukan karena aku lebih baik dalam mempersiapkan itu semua, tapi justru karena aku masihlah begitu jauh dari itu. Maka, selain berlomba untuk kebaikan, kumohonkan padamu semua, ingatkanlah aku ketika aku lengah, ketika aku banyak tersalah, ketika aku abai dengan kehidupan PASTI yang hanya amalan kita sajalah yang menjadi peneman setia. Tiada selainnya.

HIV/AIDS


Uhm…
Sedikit berbagi sahaja bagi temen-temen yang kira-kira membutuhkan segala sesuatu tentang HIV dan AIDS. Makalahnya aku up load kan di blog khusus Farmasi (www.fathelvi.wordpress.com). Ini adalah tugas presentasi aku. Jika berminat, tafadhol di unduh ajah yah. Ini adalah presentasi kedua yang pake macromediaflash (presentasi pertama tentang seminar artikel, mungkin kurang menarik untuk di-upload karena Cuma pembahasan jurnal). Hehe…
Yah, walaupun masih ‘ecek-ecek’, masih sederhana (makluuuum, masih belajarrr, hee…) tapi, aku coba mem-PD-kan diri untuk meng-upload nya…hee… Smoga bermanfaat yaah…

HIV/AIDS :
Tafadhol Klik untuk mengunduh...  
atau, silahkan klik di SIDEBAR blog ini box : "Download Here"
dan pilih : Fathel Presentasi HIV/AIDS
seperti berikut :
Klik di presentasinya untuk mendownload