ada satu hal yang ingin sekali aku ceritakan yang (sekali lagi) menyesakkan dada. tentang betapa pentingnya menguatkan pondasi akidah pada jiwa-jiwa anak yang masih polos dengan kesucian fitrahnya dan menanamkan serta memupuk keimanan di hati mereka. ini berangkat dari fenomena betapa banyaknya pendangkalan akidah yang baru aku sadari mekar dan bersubur. sayangnya, aku baru menyadari (tepatnya lebih peduli) akan maraknya hal ini, baru belakangan ini. tapi, alhamdulillah, tersadar jua aku pada akhirnya, bahwa aku selama ini mungkin apatis dengan lingkungan mengenai pendangkalan akidah yang sangat marak di sekelilingku ini. ya, this is like a sand storm in my face. menampariku dan berkata, "kau tak seharusnya membiarkannya begitu saja, fathel!"
apa yang sedari kecil ditanamkan kepada anak dengan fitrahnya yang masih polos, akan jauh lebih melekat (dan bahkan sampai ke alam bawah sadarnya), hingga hal itu menjadi cara ia memandang sesuatu ketika ia beranjak dewasa dan ketika ia pun kemudian menjadi orang tua. penanaman pondasi itu dimulakan dengan hal-hal yang salah, akidah yang "menyimpang" yang terus menerus diwarisi dari generasi ke generasi. akhirnya, semuanya dianggap lumrah dan biasa. dan sampailah pada masa di mana seseorang yang benar, yang berada di jalan yang lurus malah dianggap fanatik dan berlebihan!
pertama, soal khurafat dan takhayyul.
ini sepertinya, menjadi hal yang sudah biasa saja. "kata orang tua-tua..." dijadikan landasan. padahal, tidak seharusnya "kata orang tua-tua" dijadikan dasar sebab banyak sekali hal tak berdasar yang disebabkan oleh "kata orang tua-tua" ini yang isinya khurafat dan tahayyul semua. seharusnya, yang menjadi dasar dan landasan adalah, "kata Allah dalam al qur'an dan kata Rasulullah saw dalam hadits".
"jangan menyapu halaman siang-siang, nanti ga punya anak"
"jangan melilitkan kain ke kepala, nanti anaknya terlilit tali pusarnya"
"pakai bawang putih dan daun selasih, biar bayi aman ketika di jalan"
"jangan begini... nanti begitu..."
semua takhayyul dan khurafat... sesuatu yang dibuat-buat yang kemudian turun temurun, yang pada akhirnya menjadi budaya dan kepercayaan. padahal, itu tak lain hanyalah kebohongan dan berita dusta yang diperindah, dipengaruhi oleh animisme dan dinamisme--kepercayaan jaman dulu sebelum islam masuk dan memerangi itu semua.
فَمَنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
barangsiapa mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang zalim. (QS. an-Nisa: 94).
انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَكَفَى بِهِ إِثْمًا مُبِينًا
Lihatlah bagaimana mereka berbuat dusta atas nama Allah. dan cukuplah itu sebagai perbuatan dosa yang nyata. (QS. an-Nisa: 50).
(bersambung, in shaa Allah)