Pergi dengan Segenap Kebaikan

Hari ini, baik di Indonesia maupun di luar negeri seperti halnya aku sedang berduka. Salah satu ulama besar Indonesia, Syaikh Ali Jabeer dipanggil Allah. Semoga beliau husnul khatimah. Aamiin yaa Rabb.

Tak terasa, air mata mengalir di pelupuk mata. Hati ini begitu bersedih. Cukuplah sebagai bukti, tentang banyaknya orang yang bersaksi atas kebaikan beliau. Setelah beliau wafat pun, pesan-pesan kebaikan semakin menggema. Tausyiah, nasihat beredar ke berbagai pengguna. Inilah kebaikan yang terus hidup, melebihi masa pelakunya media massa. Hingga, di tempat yang tak ada lagi amal shalih, beliau masih terus "memanen pahala".

Sebelumnya, beredar pula pesan yang disampaikan oleh kapten Afwan, pilot pesawat sriwijaya air yang jatuh di perairan pulau seribu. Sebelum beliau wafat, tak ada yang mengenal beliau seperti terkenalnya saat ini. Mungkin hanya teman dan lingkungan terdekat saja. Tapi, tak terkenal di bumi, mungkin nama itu menggema indah di langit. Hingga, Allah ungkap segala kebaikan justru setelah berpulang. Begitulah orang-orang baik. Orang-orang shaleh. Orang-orang yang pergi dengan meninggalkan banyak kebaikan.


Sejenak diri ini tercenung.
Menelisik ke dalam. Diri yang masih jauh. Sungguh sangat jauh dari sosok-sosok hebat tersebut. Tentang waktu, yang banyak terlalaikan. Tentang amal shalih yang masih amat sangat sedikit. Lalu, bekal apa yang hendak dibawa? Sementara waktu pulang adalah sangat dekat? Sedetik waktu yang lalu adalah sesuatu yang telah jauh dan sedetik waktu kemudian adalah rahasia-Nya, apakah masih dimiliki atau tidak. Lalu, apakah masih besar ambisi terhadap dunia, sementara ia adalah persinggahan sesaat. Sedang akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya. Tidakkah cukup peringatan-peringatan ini untuk berbenah dan bersiap untuk perjalanan yang amat panjang dan kehidupan yang sesungguhnya, wahai diriku?

Skinker

Pembicaraan tentang skinker (skin care) selalu hits di kalangan emak-emak dan juga remaja yaa. Hehe. Dan aku (sebelum ini) termasuk golongan pengecualian, yang tak ambil pusing soal skinker-skinker an. Hoho.

Jadi ceritanya, memang dari dulu aku tu orangnya cuek soal perawatan-perawatan gitu yaa. Dahulu kala hingga semester 5 kalo ga salah, aku nyaris enggak pakek apa-apa buat perlindungan wajah. Tapi waktu itu masih muluus gitu (enggak jerawatan, alhamdulillaah). Tapi, one upon a time; ada seminar yang diadakan oleh jurusanku (farmasi) yang mengupas soal perawatan dan kecantikan gitu. Naah, ada free gift nya berupa produk dari sponsor sebutlah merek X.

Namanya mahasiswa ehh mahasiswi, dikasi gratisan ya seneng dong yaaa. Xixixixixi. Jadi aku cobalah pakek itu si produk. Qadarullaah, ini kali pertama pakek produk-produk dan bikin break out. Huhuhuhu. Wajah jadi jerawatan dan itu besar² pula. Antara nyesel, sedih dan ga tau mau ngapa-ngapain.

Sejak itu aku agak rada trauma dengan yang namanya skin care. Pernah beberapa kali beli, tapi selalu aweet karena enggak konsisten dan ga kepake. Astaghfirullaah.

Waktu pun berlalu. Gegara itu produk, jerawatannya juga awet dan konsisten. Hwaaaa... Sedih siih. Tapi yasudah lah. Apalagi ditambah beban TA yang bikin hormon kortisol naik. Makin menjadi-jadi dah tuuuh.

Pas kuliah di Depok pun, sama. Karena trauma dengan skin care akhirnya aku enggak pakek apa-apa jugaaa. Huhu. Paling cuma facial cleanser dan itu pun enggak konsisten. Tapi, aku juga enggak nyadar wajahku itu kusam banget yaa. Karena polusi di kota kan juga tinggi. Apalagi sering bepergian kan. Karena kuliah di berbagai tempat. Sun screen? Mana kenal akutuuuu.

Pas jalan sama temen yang usianya beda hampir 8 tahun lebih tua dari aku dan sudah punya 2 anak, malah aku dipanggil "ibuk", sementara temenku dipanggil "neng". Gondok bangeeetttt. Hwaaaa... Berarti bermutu dong yaaa. Bermuka tua. Huhu. Jadi, sekarang aku baru nyadar kenapa aku dipanggil "ibu" pada jaman masih single itu. (Dan aku keseel banget dipanggil "ibu" ketika belum jadi emak-emak kala itu). Mungkin cocok kali yaa, mirip emak-emak yang enggak sempat skin care an. Wkwkwkwk...

Setelah nikah, ternyata kebiasaan itu kebawa. Aku masih seperti yang duluuu. Hehehe. Alhamdulillaaah, bersyukur banget suami support apapun kondisinya. Enggak skin care an gapapa dan kalau mau skin care-an juga boleh banget. Alhamdulillaah. Mungkin aku karena berada di zona nyaman jadi enggak terlalu mikirin. Padahal ini di daerah yang sering ada badai debunya lhooo. Hwaaa.. segitu cueknya akuuu. Huhu.

Sampailah suatu hari aku bercermin. Maklum aku emang jarang bercermin siiih wkwkwkwk. Parah beut dah. Lihat muka koq kayaknya enggak enak banget dipandang. Kusam dan muncul tanda-tanda penuaan. Yaa namanya juga udah 30+ kan yaa. Kaget. Panik. Ya Salaam.

Pengen memulai skinker-an tapi bener-bener enggak tau apa aja yang dibutuhkan. Enggak ngerti sama sekali. Padahal anak farmasi lho ini akunya. Belajar formulasi. Ada matkul kosmetologi. Tapi enggak ngerti apa-apa soal kosmetik. Ditanya obat, masih bolehlah in shaa Allah biidznillah. Tapi ditanya kosmetik, aku nol besar. Bingung mesti mulai dari mana dan skinker yang kayak gimana.

Akhirnya tanya temen, tanya adek yang lebih berpengalaman. Bismillaah mulai deh memperbaiki. Semoga enggak terlambat yaaa. Hehehe

Ada beberapa cara berpikir yang salah menurutku selama ini. Pertama, karena aku berpikir bahwa skin care berarti memakai bahan kimia di wajah. Mungkin karena pengaruh pengalaman buruk yang aku ceritakan di atas yang bikin aku rada trauma. Tapi aku lupa (bahkan sebagai lulusan farmasi) bahwasannya keamanan adalah hal utama sebelum suatu sediaan diijinkan beredar. Mungkin saja akunya yang tidak cocok. Dan memang nyoba pakek produk dari merek yang sama selalu berakhir break out. Nah, kenapa tidak mencoba yang lain dan bahkan kalau perlu datangi dokter kulit.

Kedua, skin care tidak sama dengan tabarruj. Tabarruj adalah berlebih-lebihan dalam berias ketika keluar rumah. Sementara skin care adalah perawatan kulit yang ga mesti menor-menor. Dulu aku mikir sama aja skin care ama make up. Yaa, segitu parahnya sih akuu cuek dan enggak (mau) mempelajari soal tentang hal ini. Skin care adalah salah satu cara merawat "amanah" wajah yang Allah titipkan, in shaa Allah. Udah dikasi wajah yang lengkap enggak cacat alhamdulillaah masa enggak dirawat. Ya kan? Dan lagi, bukan buat siapa-siapa juga. Buat diri sendiri dan suami juga kaaan. Siapa sih yang enggak senang lihat wajah bersih dan terawat? Jika ada wajah kusam dan satunya lagi wajah bersih pasti sudah fitrahnya semua orang seneng yang bersih kaan. Nah, salah satu cara "berhias" di depan suami at least punya wajah yang enggak kusam. Jika niatnya adalah merawat "amanah" yang Allah titipkan sebagai bentuk perwujudan rasa syukur dan sekaligus memberikan penampilan terbaik di hadapan suami, mudah-mudahan Allah ganjar sebagai kebaikan dan pahala. Aamiin yaa Rabb. Ini soal niatnya gimana. Ya, dikembalikan lagi ke niat. Betapa banyak hal mubah yang ketika niatnya baik malah berbuah pahala. Makan kalau sekedar makan hanyalah sesuatu yang mubah. Ketika diniatkan untuk menguatkan raga agar bisa beribadah dengan baik in shaa Alalh jadi berpahala. Walaupun aku tuuh masih jauh yaaa dari ini. Dalam rangka mengingatkan diri sendiri terutama ini mah.

Disclaimer: tapi teteep yaa keluar rumah tidak boleh tabarruj (pakek make up berlebihan) yang sampai mengundang perhatian yang bukan mahrom. Berhias cukuplah di depan suami aja. Mau make up an yaa sok aja tapi di rumah aja. Pas keluar, dihapus dulu make up nya. Kalau suami enggak suka lihat istrinya pakek make up, yaa jangan dipakek. Cukup wajah yang bersih dan ceria. 😉

Epilog:
Suatu ketika aku lihat baju yang tersimpan di lemari. Tertutup. Enggak kena cahaya matahari. Tapi ternyata tetap berdebu! Apalagi wajah yang terpapar berbagai hal. Piring yang ada minyaknya, enggak bisa bersih kalo cuma pakek air. Apalagi wajah kita. Ya kan? 🤗🤗🤗 Alhamdulillaah akhirnya sadar jugaa emak Aafiya ini. Hehehe. 🤭🤭🤭