Jejak Apa yang Engkau Tinggalkan?
Yang Dicintai Penduduk Langit dan Bumi
Pernahkah engkau memiliki seorang teman yang terasa bahwa engkau mencintainya, bahkan tanpa sebab yang bisa engkau definisikan? Cinta yang kumaksud di sini bukanlah cinta antara seorang lelaki dan wanita. Tapi cinta dalam persaudaraan dan ukhuwah; lelaki dengan lelaki dan perempuan dengan perempuan.
Baiklah. Aku ingin berbagi cerita tentang seorang teman. Mungkin dia tidak membaca cerita ini. Dan tidak perlu juga aku beritakan kepadanya tentang cerita ini. Ini hanya ungkapan perasaanku saja. Dan karena blog ini tidak memiliki pembaca yang banyak, jadi aku merasa lebih enak dan bebas bercerita. Hehe.
Aku mengenalnya kira-kira 6 tahun yang lalu. Sekitar 6 tahun tapi tidak persis. Bukan sosok yang banyak bicara. Bahkan cenderung lebih banyak diamnya. Jika ia berbicara, maka bicaranya pastilah bicara yang bermanfaat saja. Setiap ia bicara, pembicaraannya adalah pembicaraan yang menggetarkan hati dan mengingatkan akan Allah dan amal shalih.
Pada suatu pertemuan ia sempat menceritakan bahwa ia hampir merampungkan hafalan Qur'annya. Yang menjadi prioritas utama dalam hidupnya saat ini. Entah mengapa, aku tidak mampu menahan haru. Mengingat aku masih sangat jauh dari itu. Terseok-seok untuk bisa menghafalkan ayat-ayat cinta-Nya.
Aku tidak mengerti bagaimana aku merasa mencintainya (in shaa Allah karena-Nya). Wajah bersahaja yang sangat shalihah. Membersamainya, terasa pancaran ruhiyah yang baik. Apakah ia adalah salah satu sosok yang Allah sebut di langit meski penduduk bumi tidak mengenalinya?
Sungguh ketika Allah mencintai hamba-Nya, maka Dia memerintahkan Jibril mencintainya dan Jibril pun mencintainya. Begitu pula dengan penduduk langit dan bumi. Akan mencintainya pula. Apakah ia adalah sosok yang dicintai Allah sehingga Allah hadirkan pula cinta pada penduduk langit dan bumi padanya? Sehingga cinta pun terasa hadir di hati ini padanya. Meski kami jarang berjumpa. Meski obrolan kami tidak pula sering?
Tapi ... ini menjadi motivasi tersendiri bagiku. Diri yang terkumpul banyaknya khilaf dan alpa. Diri yang menjadi tempatnya salah dan lupa. Bahwasannya; menggapai cinta-Nya adalah salah satu tujuan dan cita-cita. Sungguh apalah artinya terkenal di penduduk bumi tapi Allah tak ridha? Sementara tidak ada tempat di semesta ini yang luput dari-Nya. Sungguh kita takkan sanggup untuk mencari ridha semua manusia, yang sama dhaif nya dengan kita. Tapi, dengan Rahmat dan Hidayah Taufiq-Nya, in shaa Allah kita pun memiliki kesempatan dan peluang untuk memperoleh cinta-Nya, Rabb pemilih semesta yang hanya satu-satunya yang berhak untuk kita sembah. Semoga kita juga diberikan karunia dan hidayah oleh Allah untuk mendapatkan cinta-Nya. Tanpa pertolongan-Nya, sungguh manusia tak bisa apa-apa. Ketika bisa beramal shalih, bukan karena kita bisa, bukan karena kemampuan kita sendiri. Sungguh, Allah-lah yang memberi karunia. Maka sungguh tak pantas kita merasa jumawa apalagi merasa lebih baik dari orang lain.
Semoga Allah berikan hidayah taufiq untuk melakukan amal demi amal shalih. Untuk perbekalan perjalanan panjang kita.