Jejak Apa yang Engkau Tinggalkan?

Suatu ketika aku pernah membaca/mendengar (lupa persisnya. Kalau tidak salah mendengar dari youtube) tentang seorang muslimah yang meninggal (apakah terkena wabah covid atau sebab lainnya, aku juga tidak bisa memastikan karena lupa). Tapi yang aku ingat dari kisah itu adalah bahwasannya sang muslimah (yang masih belia) meninggalkan "jejak" di beberapa sosmed dan applikasi yaitu melakukan sesuatu yang kurang pantas. Mungkin semacam jogetan di applikasi t*kt*k. Keluarga sudah berusaha untuk menghubungi pihak pemilik aplikasi untuk menghapus postingan tersebut akan tetapi pemilik app tidak menyanggupinya. Akhirnya postingan itu tetap ada. Tetap bisa dilihat oleh orang lain, meski yang mengunggah sudah tak lagi menapaki kakinya di atas bumi.

Ini menjadi pelajaran berharga untukku terutama dan untuk kita semua. Tentang "jejak" apa yang kita tinggalkan? Jangan sampai yang kita tinggalkan itu adalah "dosa jariyah". Jejak yang ketika orang melihatnya masih men-transfer dosa kelada kita--na'udzubillah. Foto-foto tanpa hijab yang menyebabkan laki-laki non mahram melihatnya berdosa dan sang peninggal jejak juga mendaptkan imbasnya. Joget-joget yang menjatuhkan muru'ah muslimah. Atau jejak postingan atau komentas berisi cacian, ajakan kepada hal yang buruk. Wa iyya dzubillaah. Jika bukan meninggalkan jejak berupa postingan yang bermanfaat, setidaknya tinggalkanlah jejak hal yang tidak mendatangkan dosa. Hal-hal mubah.

Blog ini sudah 14 tahun eksis (sejak 2007 silam) dan telah meninggalkan lebih dari 1200 postingan meskipun viewer nya tidak seberapa hehe. Harapanku semoga tidak ada yang meninggalkan jejak hal yang buruk. Jika engkau menemukannya, mohon ingatkan aku.

Yang Dicintai Penduduk Langit dan Bumi

Pernahkah engkau memiliki seorang teman yang terasa bahwa engkau mencintainya, bahkan tanpa sebab yang bisa engkau definisikan? Cinta yang kumaksud di sini bukanlah cinta antara seorang lelaki dan wanita. Tapi cinta dalam persaudaraan dan ukhuwah; lelaki dengan lelaki dan perempuan dengan perempuan.


Baiklah. Aku ingin berbagi cerita tentang seorang teman. Mungkin dia tidak membaca cerita ini. Dan tidak perlu juga aku beritakan kepadanya tentang cerita ini. Ini hanya ungkapan perasaanku saja. Dan karena blog ini tidak memiliki pembaca yang banyak, jadi aku merasa lebih enak dan bebas bercerita. Hehe.


Aku mengenalnya kira-kira 6 tahun yang lalu. Sekitar 6 tahun tapi tidak persis. Bukan sosok yang banyak bicara. Bahkan cenderung lebih banyak diamnya. Jika ia berbicara, maka bicaranya pastilah bicara yang bermanfaat saja. Setiap ia bicara, pembicaraannya adalah pembicaraan yang menggetarkan hati dan mengingatkan akan Allah dan amal shalih. 


Pada suatu pertemuan ia sempat menceritakan bahwa ia hampir merampungkan hafalan Qur'annya. Yang menjadi prioritas utama dalam hidupnya saat ini. Entah mengapa, aku tidak mampu menahan haru. Mengingat aku masih sangat jauh dari itu. Terseok-seok untuk bisa menghafalkan ayat-ayat cinta-Nya.


Aku tidak mengerti bagaimana aku merasa mencintainya (in shaa Allah karena-Nya). Wajah bersahaja yang sangat shalihah. Membersamainya, terasa pancaran ruhiyah yang baik. Apakah ia adalah salah satu sosok yang Allah sebut di langit meski penduduk bumi tidak mengenalinya? 


Sungguh ketika Allah mencintai hamba-Nya, maka Dia memerintahkan Jibril mencintainya dan Jibril pun mencintainya. Begitu pula dengan penduduk langit dan bumi. Akan mencintainya pula. Apakah ia adalah sosok yang dicintai Allah sehingga Allah hadirkan pula cinta pada penduduk langit dan bumi padanya? Sehingga cinta pun terasa hadir di hati ini padanya. Meski kami jarang berjumpa. Meski obrolan kami tidak pula sering?


Tapi ... ini menjadi motivasi tersendiri bagiku. Diri yang terkumpul banyaknya khilaf dan alpa. Diri yang menjadi tempatnya salah dan lupa. Bahwasannya; menggapai cinta-Nya adalah salah satu tujuan dan cita-cita. Sungguh apalah artinya terkenal di penduduk bumi tapi Allah tak ridha? Sementara tidak ada tempat di semesta ini yang luput dari-Nya. Sungguh kita takkan sanggup untuk mencari ridha semua manusia, yang sama dhaif nya dengan kita. Tapi, dengan Rahmat dan Hidayah Taufiq-Nya, in shaa Allah kita pun memiliki kesempatan dan peluang untuk memperoleh cinta-Nya, Rabb pemilih semesta yang hanya satu-satunya yang berhak untuk kita sembah. Semoga kita juga diberikan karunia dan hidayah oleh Allah untuk mendapatkan cinta-Nya. Tanpa pertolongan-Nya, sungguh manusia tak bisa apa-apa. Ketika bisa beramal shalih, bukan karena kita bisa, bukan karena kemampuan kita sendiri. Sungguh, Allah-lah yang memberi karunia. Maka sungguh tak pantas kita merasa jumawa apalagi merasa lebih baik dari orang lain.


Semoga Allah berikan hidayah taufiq untuk melakukan amal demi amal shalih. Untuk perbekalan perjalanan panjang kita.

Titik ‏Hitam

Sangat populer artikel beredar tentang titik hitam di tengah kertas putih ini kan ya? Ada kertas putih lalu setitik noda hitam. Apakah yang terlihat?

Dari banyak kisah yang dibagikan, dikatakan bahwa kita lebih cendrung melihat titik hitam yang kecil dari pada selembar kertas putih yang lebar. Maka, jangan memandang kekurangan anak atau pasangan atau orang lain saja tapi melewatkan banyak kebaikan lainnya sebagai mana titik hitam yang kecil berbanding kertas putih yang lebar/besar. Tentu pelajaran ini haruslah kita ambil. Bahwasannya, banyak potensi yang seharusnya kita gali pada diri anak, dibanding kekurangannya yang tampak. Bahwasannya banyak kebaikan pasangan yang telah ia berikan, dibanding kesalahan yang telah ia perbuat dan mungkin ia tak sengaja melakukannya. Bukankah kebanyakan ahli neraka adalah perempuan? Bukan karena ia melalaikan shalatnya melainkan karena kufurnya ia pada kebaikan suaminya? Wal iyya dzubillaah.
Tapi, dalam memandang dosa, hendaklah kita seperti memandang titik hitam tersebut. Satu dosa yang kita lakukan, sudah cukup untuk menodai hati kita sebagaimana titik hitam di kertas putih itu. Dan itu sudah cukup untuk mengurangi dan bahkan menghilangkan nikmat untuk berdekatan dengan-Nya. Lalu bagaimana dengan titik hitam yang banyak hingga tertutupilah celah putih tersebut?! Sungguh, telah tertutup hati itu. Hingga ia menjadi keras. Dan bahkan lebih keras dari batu.

Ini sebagai pengingat diri sendiri. Bahwasannya, ketika ada titik hitam pada hati kita, semoga Allah memberikan kita taufik dan hidayah-Nya untuk menyegerakan taubat atas dosa tersebut. Dan semoga pula Allah menerima taubat kita tersebut. Agar ... ketika kematian datang memutus kelezatan kita dengan dunia, Allah memanggil kita dalam keadaan bersih dari noda itu (husnul khatimah). Sebab ajal tidak mendatangi kita dalam keadaan menunggu kita bertaubat, maka sudah sepantasnya kita menyegerakannya. Mumpung masih di atas tanah. Mumpung masih belum berada di bawah tanah dan kesempatan beramal dan bertaubat sudah tertutup.

Sekali lagi. Ini adalah pengingat bagi diriku sendiri terutama. Bahwasannya noda hitam itu ... sudah cukup untuk menghilangkan nikmat mendekat kepada-Nya dan bahkan mendatangkan musibah bagi diri kita. Bukankah musibah itu kadang kalanya adalah karena ulah perbuatan kita sendiri?!

Tapi, bukan berarti kita berputus asa tentunya. Sebanyak apapun dosa, Allah Maha Pengampun, Allah Maha Luas Kasih Sayang dan Rahmat-Nya. Semoga kita termasuk orang yang dikaruniakan rizki taufiq dan hidayah-Nya, juga golongan orang yang dikaruniakan rizki taubatan nasuha sebelum maut. Sungguh dunia ini hanya sebentar saja wahai diriku. Maka berbekal lah untuk kehidupanmu yang sesungguhnya (akhirat)!

Penyesalan

Suatu ketika ada acara di mana acara tersebut juga menyediakan doorprize bagi peserta yang beruntung bisa menjawab pertanyaan. Di pertanyaan pertama, aku ingin menjawab tapi ada keraguan di hati. Jawab enggak yaa ... jawab enggak yaa ... jawab enggak yaa. Yah kayak ragu-ragu gitu. Tapi kebetulan saat itu tak ada yang bisa menjawab.

Dan kunci jawabannya ternyata sama dengan jawabanku yang tadi aku lewatkan kesempatannya. Nyesek? Iya ... Lumayan kaan dapat doorprize kerudung.

Kisah lain. Ke masjid Quba di masa pandemi. Kami sebenernya sudah sampai di sana sebelum ashar. Akan tetapi, ketika itu HP sengaja tidak aku bawa sehingga ketika itu harus balik lagi ke mobil. Padahal suami sudah bilang untuk bawa HP aja. Tapi karena tidak membawa tas dan abaya yang juga tidak ada kantong/sakunya, aku berpikir akan sedikit repot membawa HP jadinya HP ditinggal aja. Tapi ternyata ketika akan masuk masjid Quba, diminta app Tawakkalna. Jadi butuh HP dong yaa. Harus balik ke mobil. Akhirnya diputuskan untuk gantian dulu sama suami. Aku gantian nunggu di mobil, dan suami yang ke masjid Quba. Ketika giliran aku yang mau shalat di sana, shalat ashar sudah selesai, dan ternyata masjid Quba ba'da ashar sudah ditutup. Sedih banget. Padahal sebelumnya punya kesempatan untuk shalat di masjid Quba tetapi kesempatan itu terlewat. Menyesal? Sangat!

Ada berapa banyak penyesalan yang telah kita rasakan dalam hidup ini?! Bagaimana rasanya? Nyeseek?! Iya, menyesal itu ternyata adalah sebuah siksaan tersendiri.
Itu hanyalah penyesalan-penyesalan "kecil" di dunia. Sesuatu yang mungkin bisa kita "jemput" kembali. Doorprize kerudung yang terlewat, masih bisa diganti dengan order atau jahit kerudung sendiri. Terlewat ke Quba, in shaa Allah masih ada kesempatan esoknya.

Tapi, penyesalan itu pasti akan terasa sangat berat dan menyesakkan ketika kita sudah sampai di akhirat. Di mana, penyesalan itu tidak akan pernah bisa kita "jemput" lagi. Orang beriman dan beramal shalih menyesal karena dia ingin beramal shalih lebih banyak lagi. Apalagi orang kafir dan munafiq. Menyesal yang teramat dalam tidak memilih jalan yang benar.

Semoga kita bisa lebih banyak mempersiapkan diri untuk hari itu. Hari di mana segala amal kita dibeberkan. Hari di mana melewatkan satu kalimat Tasbih yang mungkin saat di dunia terasa ringan tapi tidak kita lakukan, lebih kita sesali dari pada hilangnya emas dan perak semasa di dunia. Kehilangan emas segepok gegara kemalingan hanya karena kita lupa mengunci pintu rumah mungkin tidak akan seberapa penyesalannya dibanding kesempatan amal shalih yang kita lewatkan begitu saja ketika di akhirat kelak. Ketika kita melihat balasan Allah atas apa yang telah kita lakukan. Kemaksiatan yang tidak sempat kita taubati mungkin akan sangat kita sesali di akhirat kelak ketika kita melihat balasan dari amal tersebut. Juga ketika kita berlaku dzalim kepada orang lain; walau hanya sekedar ikut membully nya dengan jempol kita di medsos padahal kita kenal di dunia nyata pun tidak, pasti akan kita sesali ketika urusan ini tidak kita selesaikan di dunia dengan meminta maaf kepadanya. Maka, penyesalan itu pasti akan menyiksa sekali. Kelak. Ketika menyesal itu tidak ada lagi gunanya. Ketika setiap manusia berkata "Andai aku berbekal untuk kehidupanku (yang abadi)". 

Ini adalah peringatan dan nasihat untuk diriku pribadi terutama. Semoga Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita. Tanpa taufiq dan hidayah-Nya, sungguh kita pasti takkan mampu melakukan amal shalih dan meninggalkan hal laghwi maupun kemaksiatan. Maka, sungguh yang paling mahal di muka bumi ini adalah hidayah-Nya! Tak ada yang lebih mahal dari itu. Semoga Allah pilih kita untuk menjadi bagian dari hamba-Nya yang diberi hidayah dan keistiqomahan hingga akhir hayat kita. Aamiin yaa Rabb ❤❤❤

Teori Parenting


Ada banyaaak sekai teori parenting di muka bumi ini. Jika ibu-ibu jaman dulu susah mengakses informasi dan keilmuan, zaman sekarang malah sebaliknya. Informasi itu sangat banyaaaaak sekali beredar! Sampai-sampai bingung mana yang harus diambil karena kadang sebagian bertentangan satu sama lainnya.

Tapi, informasi yang banyak itu, terkadang adalah informasi yang terpisah-pisah. Seperti kepingan puzzle yang berserakan. Bingung bagaimana menyatukannya. Ketika mendapat informasi tertentu, begitu bersemangat menerapkan tapi sayangnya tidak long lasting. Tidak bertahan lama. Kembali lagi ke titik semula.

Aku, ketika sebagai praktisi (dibanding dulu sebagai komentator aja alias pengamat hehe) merasakan betapaaa manis "teori" yang dulu aku tuliskan itu tapi... pada pelaksanannya memang tak mudah! Tak mudah! Akhirnya aku sampai pada kesimpulan; meskipun semua cinta ibu di dunia ini untuk anaknya adalah hampir sempurna, tapi ... tak ada ibu yang sempurna. Sehebat apapun ia, pasti ia pernah melakukan kesalahan terhadap anaknya. Karena memang, manusia sejatinya adalah makluk yang lemah. Sama sekali tidak sempurna.

Cara ibu mencintai, ungkapan cintanya, tidak selalu selaras dengan sesuatu yang baik untuk anaknya. Semisal ibu dengan dalih cinta anaknya lalu memberikan segala yang anaknya mau tentu bukan hal yang baik untuk anaknya. Atau, ibu yang sangat menyayangi anaknya, ingin melindunginya selalu, bisa saja jatuh kepada over protective sehingga apapun yang anak inginkan dilarang. Maka cinta juga butuh belajar. Butuh belajar tentang bagaimana yang baik dan semestinya dalam mendidik mereka.


Tapi, belajar saja tidak cukup ternyata. Seorang ibu dengan segudang ilmu parenting sekalipun, ternyata belum sepenuhnya bisa mengasuh anaknya dengan menerapkan segala ilmu dan teori yang dia punya tersebut. Misal, saat dikuasai emosi negatif dan amarah, apakah sang ibu dapat rasional menerapkan teori parentingnya yang segudang? Tidak. Tidak cukup dengan teori saja. Harus latihan. Harus terus berlatih. Bertumbuh.

Selain berlatih untuk menerapkan, ada satu lagi yang terpenting dan jauh lebih penting dari teori parenting! Yaitu iman. Percayalah, kondisi iman kita sebagai ibu sangat sangat menentukan bagaimana kita bersikap kepada anak. Ketika iman melemah, mungkin kita mudah untuk "menyambut" rayuan syaithan untuk berbuat akhlak yang kurang terpuji baik dalam perkataan maupun perbuatan ketika marah kepada anak. Tapi ketika iman kita dalam kondisi full charge, biasanya kita lebih mudah untuk mengendalikan diri. Iman adalah bentengnya. Tentu tanpa menafikan ilmu pengetahuan tentang pengasuhan juga.

Satu lagi yang sering terlupa adalah ... bahwasannya kita mungkin secara tak sadar "menyandarkan" kepada ilmu atau teori saja. Padahal ada satu hal sangat penting lainnya yang membuat kegiatan pengasuhan itu lebih baik, yaitu do'a. Do'a agar dimudahkan dalam mengasuh anak, dalam mendidik mereka dan membimbing mereka. Jangan pernah merasa jumawa dengan banyaknya ilmu dan hebatnya praktek. Justru kita harus menyandarkan segenap urusan ini kepada Allah. Memohon kepada-Nya agar baik akhlak dan lisan kita dalam mendidik anak. Sungguh, ketika berhasil, itu bukan karena kita hebat dalam mendidik anak. Bukan karena banyaknya ilmu kita. Melainkan karena Allah-lah yang memudahkan kita.


Semoga Allah menjadikan anak-anak kita shalih/shalihah dan mushlih. Merekalah harapan kita ketika kita tiada. Do'a-do'a mereka yang kita harapkan ketika kita tak lagi dapat melakukan amal shalih, terbujur kaku di bawah tanah. Smoga Allah mudahkan kita dalam mendidik mereka, anak-anak kita. Sebab akan ada masa orang tua lari dari anaknya di yaumil hisab kelak. Ketika ada hak-hak mereka yang belum kita tunaikan di saat kita mampu menunaikannya tapi kita melalaikannya. Astaghfirullaaah.

"Melepeh" Kata

Sudah lama tidak menulis di blog. Kangen. Tapi kali ini, aku bertekad akan kembali mengisi blog. Yah, mungkin bukan cerita panjang. Hanya lintasan-lintasan pikiran. Untuk pengingat diri tentunya. Karena aku juga tau, blog ini sepi dan seperti hampir mati suri. Jadi, tak banyak juga yang melihat. Aman untuk berbagi. 

"Menikah berarti saling mencuri tabi'at" begitu kata tausyiah seorang ustadz yang sudah aku lupa namanya di suatu kajian keluarga. "Pada suatu masa, bisa saja istri dan suami akan saling bertukar karakter" (yang diistilahkan beliau mencuri tabi'at) dan aku termasuk orang yang membenarkan apa yang beliau ucapkan. Aku yang extrovert, ketemu belahan jiwa yang introvert, berjalan di tahun ke-9 pernikahan kami (alhamdulillaaah sudah memasuki tahun ke-9 ma shaa Allah) menjadi lebih introvert. Sementara, suami lebih extrovert saat ini. Hehe. Dulu kalau ada apa-apa, aku sangat mudah bercerita kepada siapa saja. Sekarang, suami adalah satu-satunya orang yang paling tau apa ceritaku. Ketika hendak bercerita kepada orang lain, rasanya aku berpikir puluhan kali; apakah cerita ini layak untuk aku ceritakan ke orang lain. Mungkin karena--ma shaa Allah--aku menemukan kenyamanan yang amat sangat ketika bercerita dengan suami, jadi tidak butuh tempat lain untuk bercerita. Kepadanya, cerita mengalir bagai sungai yang deras. Dan waktu 3 jam serasa hanya 15 menit. Ma shaa Allah tabaarakallaah. Alhamdulillaah bini'matiHi tatimmusshalihaat.

Hari ini di sebuah grup WA, ada ibu² bercerita kalau dia merasa malu, menyesal dan merasa bersalah. Pasalnya, ketika sedang memarahi atau mengomel dengan sang anak, tak dinyana mic sang anak sedang tidak kondisi mute. Jadi, omelan tersebut terdengar ke seantero isi kelas sang anak yang memang lagi sekolah zoom. Haduh, nano nano rasanya. Tapi, sepertinya hampir semua ibu yang mendampingi anak sekolah pernah mengalaminya. Aku pun pernah, hehe. Sedikit beruntung, teman sekelas kakak tidak ada yang bisa bahasa Indonesia. Karena memang kakak tidak sekolah di sekolah Indonesia.

Tapi, ada pelajaran berharga yang dapat aku petik dari peristiwa ini. Pelajaran berharga untukku tentunya. Jika kamu yang tak sengaja membacanya juga, semoga juga dapat memetik pelajaran ini bersama-sama. Bahwasannya, setiap kata itu yang keluar dari lisan kita--sebagaimana penjelasan ustadz Abdul Aziz Abdul Ra'uf dalam tafsir surat Al Waqiah--seperti sesuatu yang "dilepeh" di sisi-Nya. Ter-record dengan sangat apik dan di yaumil akhir akan menemui wujudnya. Artinya, kata-kata yang sekarang hanya terlihat bagai awang-awang, dan tentu saja tak ada wujud fisiknya, nanti di akhirat akan ditampilkan Allah dalam wujudnya. Ibarat melepeh permen. Ada wujudnya. Tapi, bukan seperti itu yaaa. Tentu saja mekanisme nya kita tidak tau karena itu perkara ghaib saat ini. Semua kata baik, kata buruk akan ada wujudnya. Akan ada report nya.

Jika di dunia ini, hanya dengan segelintir orang, kita merasa malu ketika kata yang kita sampaikan bukan kata yang menyenangkan untuk didengar, lalu bagaimana di yaumil akhir kelak? Bagaimana malunya ketika semua kata-kata dibeberkan tanpa penambahan maupun pengurangan sedikit pun? Akan tenggelam dalam kedalaman keringat seberapa kah kita? Ya Allah.. semoga Allah tutupi aib-aib kita di akhirat kelak dan Allah hisab kita dengan hisab yang mudah. Aamiin yaa Rabb.

Ini pelajaran buat aku agar lebih berhati-hati untuk memperhatikan apa yang keluar dari lisan. Segera bertaubat dan beristighfar jika itu sesuatu yang salah sesegera mungkin karena:
- kita tidak tau apakah masih ada kesempatan bertaubat dan beristighfar di masa mendatang atau tidak
- kita akan terhalang dari banyak kebaikan (menjadi musibah) ketika masih ada dosa yang mengganjal. Ada dosa yang belum ditaubati, sungguh telah cukup membuat kenikmatan untuk melakukan amal shalih jadi tercerabut. Astaghfirullah


Tentu ini nasihat pribadi untuk diri sendiri terutama. Karena diri ini masih amat sangat sering tersalah. Juga belum bisa memenej lisan dengan baik. Tapi, bukan berarti harus putus asa. Harus berupaya semaksimal mungkin dan sebaik mungkin tentunya.