Bahasa Arab

Hampir 8 tahun tinggal di Arab Saudi, sayangnya kemampuan bahasa Arabku bisa dibilang not too good. Hiks. Padahal Bahasa Arab adalah bahasa Al Qur'an. Bahasa yang Allah pilih untuk kalam-Nya yang mulia. Dan bahasa para penduduk surga.

Orang mengira, dengan tinggal di arab saudi, otomatis aku akan bisa berbahasa arab. Tapi sayangnya pada kenyataannya tidak demikian. Kultur masyarakat di sini ketika aku datang mungkin masih cukup tertutup untuk bisa belajar bahasa arab dengan lingkungan sekitar. Karena wanita pada umumnya berada di rumah. Pergi belanja pun juga hanya mengandalkan suami. Tidak bepergian sendiri (walaupun sekarang perempuan sudah bisa naik uber ke mana-mana dan sudah boleh menyetir juga. Tapi aku sendiri belum berani naik uber sendiri kalo tidak dalam kondisi sangat-sangat terpaksa dan belum bisa nyetir juga plus ga berani nyetir di sini. Soalnya orang-orang pada bawa mobilnya ngeri-ngeri. Kencang banget speednya karena jalannya lebaaar dan lurus. Kecuali di jalan² yang ada saheer atau radarnya. Hehe). Pagar rumah sangat tinggi dan sangat menjaga privacy perempuan. Jadinya aku tidak banyak berinteraksi dengan masyarakat lokal. Ketemunya yaa orang Indonesia lagi. Ga ada perkembangan bahasa yang berarti.

Kemudian setelah anak kedua kami Rumaisha masuk sekolah (level kindergarten/KG) di mana ada grup WA untuk para ibu, aku kesulitan mengikuti percakapan karena tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Ketika si Kakak dulu masuk sekolah, sama sekali tak ada grup para ibu. Komunikasi dengan guru menggunakan applikasi ClasaDojo
TIdak mudah untuk menggunakan google translate selalu kan yaa. Mungkin untuk ngomong sepatah dua kata masih bisa. Tapi kalau merangkai kalimat, aku kesulitan. Bahkan sekarang aku banyak bertanya kepada si Kakak tentang bahasa Arab. Anaknya lebih expert dari emaknya. Hehe. Ma shaa Allah.

Pasalnya pelajaran Bahasa Arab di sekolah Kakak dan Uni diajarkan dengan bahasa arab juga. Begitu pula pelajaran Al Qur'an dan Islamic Study. Full berbahasa Arab. Jadi, pas ada yang anaknya ga ngerti, emaknya enggak bisa ngajarin. Huhuhu. 

Sungguh, aku sangat ingin bisa belajar bahasa Arab juga. Semoga Allah memudahkan aku dan sesiapa pun yang ingin belajar bahasa Arab. Aamiin yaa Rabb.

Di Tempat dan Posisi Terbaik

Kadang kala ketika asa dan do'a yang belum/tidak Allah kabulkan itu tak kita ketahui hikmah dibaliknya pada saat itu juga (pada saat kejadian). Tapi, bertahun-tahun kemudian kita akan mengerti dan akan bersyukur kepada Allah, tentang tak terkabulnya asa tersebut. Allah, Dzat yang Maha Khabir (Maha Mengetahui dengan amat sangat detil tentang ciptaan-Nya) pasti selalu memilihkan untuk hamba-Nya sesuatu yang terbaik. Meskipun kadang tak bersesuaian dengan ingin kita. Tak memenuhi asa kita. Kehendak-Nya lah yang pasti berlaku. Karena pilihan-Nya pastilah pilihan yang terbaik. Pasti Dia menghendaki yang apa yang paling tepat untuk hamba-Nya. Ini adalah bagaimana kita ridha dengan takdir dan segala ketetapan-Nya.

Kita--dengan segenap kedhaifan diri--sama sekali tak mengetahui yang terbaik untuk diri kita sendiri. Bahkan apa yang akan terjadi dalam hitungan detik ke depan pun kita tak pernah tau.

Mungkin banyak dari episode-episode hidup kita yang kita ketahui mengapa Allah posisi seperti ini, bukan seperti yang itu setelah sekian masa berlalu. Dan kemudian kita syukuri, mengapa Allah pilihkan posisi ini meskipun pada saat itu adalah sesuatu yang tak sesuai dengan harapan dan do'a kita. Sungguh, Dia-lah Dzat yang Maha Khabir. Maha Mengetahui dengan amat sangat detil.

Aku mengenali diriku sebagai sosok yang sangat extrovert beberapa tahun silam. Blog ini menjadi saksinya 😅. Betapa dulu, apapun kejadiannya ... terdokumentasi di blog ini dan sosial media. Membacanya kembali, kadang membuat aku malu sendiri. Jika tak ada hikmah yang ingin dibagi, ingin kuhapus saja postingan-postingan itu. Satu kata: memalukan. Hehe. Tapi, meski demikian aku berharap ada hikmah yang bisa dipetik. Meskipun kata hikmah itu hanyalah sepenggal kalimat saja. Itulah sebabnya, aku memilih membiarkannya. 

Sekian masa berlalu. Menikah dengan sosok yang introvert, kini sepertinya kami sudah "bertukar karakter" 😂. Begitulah sepasang jiwa. Saling mempengaruhi dan saling "mencuri tabiat". Kini kudapati, beliau lebih extrovert dan aku sendiri jadi introvert ehehehe. Tapi, aku menikmatinya. Dulu, aku dijuluki "the most lebayer un the world" sama si doi. Tapi sekarang kayaknya "gelar" ini sudah berpindah deh. Hihi. Aku lebih cendrung untuk tidak men-share segala sesuatu atau memberi tahu segala sesuatu sekarang dan berpikir puluhan kali untuk men-share nya di sosial media. Paling, hanya di blog ini aku lebih banyak share di mana aku yakin ga banyak yang sengaja berkunjung ke sini. Sebagai sosok "new introvert" (haha adaa yaa istilah ini?), aku merasa nyaman men-share di sini yang sepi untuk dilihat, tak ramai untuk di-like. Ekekeke. Biarlah "peselancar dunia maya yang kesasar" saja yang berkunjung ke sini. Tapi, yang paling terpenting (siapapun yang berkunjung ke rumah mayaku ini) dapat memperoleh manfaat meskipun kecil seperti hanya sebutir pasir saja. Aku khawatir jika ada yang mampir ke sini, tapi tidak membawa kebaikan apapun. Dan yang terpenting lagi adalah ... aku menulis di blog ini juga sebenarnya dalam rangka menasihati sekaligus mengingatkan diri sendiri.

Beberapa saat lalu aku "menyelami" profil IG seorang yang kutau shalihah dan terkenal di sejagat maya dengan segenap prestasi-prestasinya. Follwernya banyak. Lebih dari 100K. Pun, banyak hikmah yang dia share yang dapat diambil pelajarannya--in shaa Allah--dan menjadi pemantik semangat bagi yang lain, biidznillah. Ia meraih gelar PhD dari universitas terkenal dan terbaik di luar negeri di usia yang relatif sangat muda dan segenap penghargaan lainnya. Ia juga menulis beberapa buku, memiliki re-search yang banyak, diwawancarai di beberapa stasiun televisi, dan segudang prestasi lainnya. Aku jarang men-stalking akun seseorang begitu dalam kecuali ia sangat menarik perhatianku. Selain itu, aku juga termasuk yang jarang mengakses instagramku.

Apa pelajaran yang ingin aku petik? Ya, tentang posisi yang Allah tempatkan. Sebagaimana aku memberi judul tulisan ini. Menjadi terkenal adalah salah satu anugrah dari Allah ketika keterkenalam itu dapat memberi banyak manfaat dan memantik semangat serta menebar kebaikan bagi banyak orang. Barakallah. Aku mendo'akan semoga keberkahan senantiasa meliputi ia dan keluarganya. Sungguh, diperlukan sosok-sosok hebat seperti ini lahir dari sosok muslim atau muslimah. Inilah kemanfaatan yang besar. Semoga, di keluarga muslim lainnya, bermunculan pula sosok-sosok hebat seperti ini. Di sisi lain, keterkenalan itu memiliki "kelezatan jiwa" tersendiri tentunya. Tapi, ini sangat membuka peluang-peluang untuk terjerumus pada sesuatu yang menggelincirkan.

Mengapa Allah tidak memilih yang lain (misalnya aku, hehehe 😁) untuk berada di posisi itu? Oleh sebab Allah lebih tau maslahatnya untukku (ataupun orang lain) yang tidak Allah tempatkan di posisi tersebut. Bisa jadi, jika aku yang berada di sana; aku menjadi lebih sulit menata niat, sulit berlepas diri dari kesombongan dan merasa diri lebih baik, ataupun merasa ujub dengan kehebatan diri. Sedangkan berada di posisi yang "remah-remah rengginang" saja masih banyak peluang untuk semua hal tersebut. Dan meskipun bukan sosok hebat dan terkenal, aku tetaplah seseorang yang jungkir balik dan tertatih-tatih dalam membenahi niat. Sungguh banyaaaak sangat salah dan alfanya. Apalagi jika berada di posisi muslimah hebat tersebut. Mungkin aku jauh lebih buruk. Mengapa dia yang Allah pilih? Karena Allah Maha Mengetahui bahwa ketika posisi itu berada di tangannya, maka ia mungkin dapat memenej hatinya jauh lebih baik, ia mungkin lebih selamat dari ujub dan ketika berada di posisinya tersebut, ia memberikan mashlahat yang jauh lebih banyak. Sedangkan aku, mungkin tak selamat dari itu semua jika aku berada di sana.

Di sisi yang lain, kadang ada rasa inferior juga. Maksudnya, tetiba merasa ... "waah dia itu kontribusinya banyaak yaaa untuk ummat. Apalah aku ini, udah cuma 'gini-gini aja', ga banyak kontribusinya."
Ups! Alert ⚠️⚠️⚠️. Segala keadaan adalah baik adanya. Allah tempatkan kita pada posisi ini, pastilah ini yang terbaik untuk kita! Adalah lebih baik mendo'akan orang yang Allah beri banyak anugrah tersebut agar mendapat anugrah lebih lagi.
Tak perlu inferior, oleh sebab Allah-lah yang telah menempatkan kita di sini.
Betapa banyak amalan kecil, menjadi besar oleh karena niat. Jangan meremehkan hal kecil yang kita anggap bukan apa-apa yang ternyata memiliki nilai besar di sisi-Nya (baik hal yang merupakan kebaikan maupun keburukan). Bukankah sebaris ucapan dzikir "Subhanallah wa bihamdiHi, subhanallah al Adziim" sesuatu yang sangat ringan tapi ternyata berat di timbangan mizan? Bukankah meremehkan (maaf) cebok yang tidak proper dapat berakibat azab kubur--na'udzubillah. Maka, lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan dengan pertolongan-Nya. Sebagaimana Rasulullah mewasiatkan untuk menyelamatkan diri dari api neraka meski hanya dengan setengah butir kurma. Cukupkan berbuat (meski hal kecil sekalipun) hanya karena-Nya dan untuk-Nya. Ini adalah nasihat yang ditujukan untukku yang menulis terutama.

Back to introvert. Meskipun menjadi terkenal adalah suatu "kelezatan jiwa" tersendiri, ternyata bagi orang introvert tidak sepenuhnya begitu juga. Kadang, menjadi tersembunyi itu jauh lebih menentramkan. Tidak dikenali itu ternyata lebih nyaman untuk hati. Tidak menceritakan ke khalayak tentang apa pun (baik nikmat yang Allah berikan apalagi aib atau sesuatu yang buruk) ternyata juga punya kelezatan di sisi yang lain. Meskipun aku tidak bisa mengatakan bahwa itu lebih baik juga. Karena orang yang terkenal kemudian dia membawa banyak kemashalatan dan memberi contoh kebaikan tentulah lebih utama dan lebih baik. Tapi, terkadang pada kondisi tertentu, menjadi tersembunyi adalah lebih baik. Jika mampu untuk menjadi tak terkenal (tidak banyak share tentang segala apa yang kita punya, nikmat yang Allah anugrahkan, anak-anak yang begitu membanggakan, dan segenap kelebihan lainnya), maka lakukanlah. Karena nikmat yang kita share pada orang lain (bisa jadi sampai pada orang yang tidak tepat), boleh jadi menimbulkan pandangan mata yang hasad dan ini sebenarnya membahayakan diri kita sendiri juga. Ini juga pengingat bagi diriku sendiri, agar tak bermudah-mudah untuk share segala sesuatu apalagi berpotensi menimbulkan hasad. #NoteToMySelf

Selain itu, dunia bukanlah tujuan kita yang sebenarnya. Ini adalah tempat mampir yang sebentar. Cantik, indah, dan melenakan memang dunia ini. Tapi sangat cepat layu. Hanya sekejap saja. Jadi, tidak perlu terlalu fokus untuk mengejar banyaknya gelimang dunia dan segenap gemerlapnya. Utamakan keselamatan kita di akhirat sana. Oleh sebab, di sanalah hari-hari yang berat. Dan oleh sebab, di sanalah tempat keabadian. Untuk hal ini, kita mesti harus berlomba mencapai yang terbaik. Lagi-lagi, nasihat untuk diri sendiri. Diri yang masih sangat jauh dari baik ini.

Semoga Allah selamatkan kita di akhirat sana. Di perjalanan panjang dan berat itu.