Guru oh Guru

Beberapa pekan ini, anak-anak punya kegiatan baru yaitu belajar berenang. Belajar berenang mengikut dari kegiatan extrakulikuker di al Faris International School. Suami paling bersemangat mengajak anak-anak ikut kelas renang ini yang 'hanya' 2x sepekan yaitu pas week end (jum'at dan sabtu). Sebenernya, ada opsi weekday juga tapi agak susah karena selain anak-anak sekolah, ayahnya juga udah ngantor.
Di kelas renang ini, anak-anak benar-benar diajarkan dari basicnya. Dasar-dasarnya banget. Dari 0. Aku melihat, kelebihan belajar dengan guru professional itu adalah ketika belajar dari hal yang benar-benar prinsip dasar itu sangat besar dibanding hanya berlatih begitu saja, yang hanya sekedar nyemplung-nyemplung kolam aja. Jadi, dengan basic yang kuat dan pemahaman yang benar-benar OK, in shaa Allah ke depan akan melekat di mereka. Berbeda dengan yang hanya belajar begitu saja, tanpa tutor yang profesional, maka hasilny tidak semaksimal ketika ketika tutornya benar-benar mengerti prinsip dasar dan dari mana hendak memulai mengajarkan.

Bukan hanya dalam hal belajar berenang. Tapi dalam banyak hal di kehidupan. Contohnya aku. Aku suka menjahit (meski awalnya karena pengen bikin gamis anak-anak aja). Tapi aku hanya bisa belajar otodidag di yutub dari 0. Bisakah aku? Alhamdulillaah bisa. Tapi tidak sebaik yang benar-benar sekolah menjahit atau sekolah mode gitu.

Orang-orang yang hobi olah raga, misal badminton atau futsal ataupun basket. Mereka hobi dan suka. Enjoy memainkannya. Tapi, tetap saja--meskipun mereka menyukainya hingga high end sekalipun--takkan bisa menjadi atlit tanpa pelatih profesional. Meskipun, tak bisa dinafikan bahwasannya melakukan karena hobi dan belajar otodidag itu juga bukan berarti enggak bisa sama sekali. Tapi enggak bisa kayak atlit profesional. Bisa jadi mereka melakukannya hanya sekedar hobi tanpa mengetahui tekniknya dari basic banget.

Mungkin berlaku juga buat orang yang belajar menyetir. Orang yang bisa menyetir lalu mengajarkannya kepada orang lain, mungkin dalam hal mengajarkan tidak akan sebaik orang yang mengajarkannsecara profesional. Ketika mendengarkan cerita teman yang sekolah menyetir di sini, mereka mengatakan bahwa diajarkan dari hal yang sangat basic yang mana ketika suami² mereka yang mengajarkan, tidak seperti itu. 

Aku juga ingin mengajarkan anak-anak bagaimana menggunakan photoshop, corel, painttool sai dan software desain lainnya tapi kadang aku bingung memulai dari mana untuk mengajarkannya. Karena, aku sendiri kuga belajarnya autodidag. Tidak mengetahui basic-basicnya dan bagaimana cara mengajarkannya.

Aku masih ingat bagaimana aku benar-benar kesulitan mengajarkan si kakak (anak pertama kami) membaca dulunya. Gimana biar kata Ba-du dibacanya Badu. Berulang mengajarkan tapi anaknya ga ngerti-ngerti. Bukan karena aku ga pinter membaca. Bukan karena kakak tidak pinter menangkap pelajaran. Tapi, satu-satunya alasan adalah karena aku yang TIDAK PANDAI MENGAJARKAN. Aku tidak mengerti basic-basic BAGAIMANA CARA mengajarkan membaca. Ketika kakak belajar dengan gurunya di mana ngajarinnya bukan bahasa indonesia melainkan english yang lebih susah dari pada bahasa Indonesia, kakak alhamdulillah termasuk di antara yang tercepat bisa membaca di kelasnya. ((Karena kebetulan memamg kakak sekolah di sekolah internasional yang bahasa pengantarnya adalah english dan juga arabic tanpa ada bahasa indonesia sama sekali di sekolah)). Bahasa indonesia lebih mudah karena hanya membaca yang tertulis. Sementara bahasa inggris berbeda antara yang tertulis dan yang dibaca. Misal kenapa B-U-S dibaca BAS bukan BUS. Kenapa L-I-K-E dibaca LAIK bukan LIK atau LIKI atau LIKE. Itu kan sebenernya lebih complicated dibanding bahasa indonesia. Aku bisa frustate ngajarin kakak reading sedangkan yang bahasa Indonesia aja ga bisa ngajarin. Apalagi english. Tapi, beda dengan para guru di sekolah. Karena gurunya kakak di Sekolah adalah oramg BISA DAN MENGERTI CARA MENGAJARKAN MEMBACA, maka anak-anaknya kemudian bisa membaca. Metode membaca dengan phoenic (yang diajarkan guru kakak di sekolah) kemudian dia impelentasikan ke bahasa Indonesia jadi si kakak bisa belajar bahasa Indonesia sekaligus alhamdulillah ma shaa Allah tabaarakallah.. Jadi, kakak sekarang alhamdulillaah bisa membaca 3 bahasa sekaligus yaitu English, Bahasa Indonesia dan Arrabic. Di kelas kakak juga belajar bahasa Prancis. Tapi masih yang dasaaaarr bangeeett. Belum dituntut untuk bisa baca.

Sampai di sini aku berkesimpulan bahwasannya betapa besar peran seorang guru dalam mengajarkan kita (dalam hal apapun itu!). Guru di sekolah, guru renang, guru menyetir, guru les jahit, coach atlit professional, tentor, dan sebagainya; mereka adalah guru-guru yang telah berbagi ilmu kepada kita dan memiliki jasa yang amat sangat besaaar. Dan sungguh jasa guru itu tak ternilai. Beruntungnya --meski tidak semua guru sejahtera secara ekonomi--mereka memiliki banyak tabungan akhirat. Ilmu-ilmu bermanfaat yang mereka ajarkan (dengan ikhlas) akan menjadi investasintak ternilai di hari di mana manusia sangat butuh dengan segenap kebaikan yang dia kerjakan di dunia. Agar selamat. Agar timbangan di yaumil mizan tidak bergeser ke kiri. 

⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪

Sungguh, dalam urusan dunia saja, kita butuh belajar. Kita butuh guru. Lalu bagaimana dengan urusan akhirat yang menjadi bekal panjang kita? Kita takkan pernah bisa mengerti (apalagi mengerjakan amalnya) kalau kita tidak berilmu dan tidak pula mau mengikuti majlis ilmu. Kita tidak akan pernah bisa baca al Qur'an dengan baik dan benar jika kita tidak belajar dari seorang guru. Semoga kita tetap bersemangat mencari ilmu untuk keselamatan kita terutama di akhirat sana dan juga di dunia 💕💕❤.

Buku DiPiro

Sebulan yang lalu, di agenda kami ke toko buku Jarir (semacam "gramed" nya Indo), aku melihat buku pharmacotherapy handbook edisi 10 mejeng dengan manisnya plus diskon nya. Karena yang terbaru adalah edisi 11. Jadi, yang edisi 10 nya dapat diskon sekitar 67% yak. Diskon dari 275 SAR ke 89 SAR. Kalau dirupiahkan sekitar 1jt an ke 330rb an.

Melihat ini, mata emak² modis (a.k.a modal diskon wkwkwk) langsung berbinar-binar. Ekekekeke... Tapi, enggak beli sih kala itu.

Aku punya "kenangan" dengan buku Pharmacotheraphy handbook ini. Buku ini adalah buku rujukan ketika kami kuliah plus ketika bolak balik Depok ke RSCM. Salah satu teman kami menyebutnya buku DiPiro. Akhirnya, teman seangkatan kami lebih familiar dengan nama buku DiPiro dibanding judul buku aslinya (pharmacotherapy handbook). 

Nah, ketika di Riyadh, aku melihat buku Dipiro mejeng cantik. Jadi mbatin, "Oo.. ternyata ini bentuk asli buku dipiro itu" ahahahaha... look like ndeso banget deh akunya. Tapi, dulu-dulu memang aku belum tertarik untuk memasukkan buku itu ke keranjang dan membelinya.

Nah, pas lihat diskon itu apakah aku membelinya? Jawabannya enggak! Karena memang aku merasa belum membutuhkan buku itu. Tapi bukunya jadi mengingatkan aku kembali ke masa-masa dulu.

Nah, beberapa hari ini, aku agak membutuhkan referensi di bidang kefarmasian lagi. Akhirnya, aku memutuskan untuk membawa pulang (bayar dulu di kasir tentunya kekeke) buku itu (dan juga buku farmakologi). Tapi, butuh mikir agak panjang sejujurnya sebelum aku memutuskan untuk membelinya. Karena aku ingin mepertanyakan "what the puropose ketika aku beli?", "apakah aku akan membaca keseluruhannya?", dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
○●○●○●○●
Di rumah kami, alhamdulillaah ada perpustakaan mini yang kami sebut sebagai "Our Library". Tempat baca, nulis, menggambar dan juga si Uni sekolah online. Sedangkan kakak, sekolah online di meja kerja Ayah di ruang lain karena Ayah sudah WFO lagi. Ya, meskipun case di Saudi sudah turun (dibawah 50 cases sehari) alhamdulillah ma shaa Allah tabarakallah dan vaksinasi sudah tinggi (lebih dari 60%) tapi pemerintah masih belum mengijinkan anak-anak yang dibawah 12 tahun yang belum vaksin untuk sekolah tatap muka. Jadi, anak-anak masih sekolah onlen. Dan di library adalah tempat sekolah uni. Sebenernya ruang library ini adalah 1 ruangan keluarga. Namun, aku partisi dengan rak buku anak² jadi setengah untuk library dan setengahnya lagi untuk ruang keluarga plus tempat makan lesehan bareng. Salah satu pojoknya adalah tempat bunda berkreasi (aka menjahit). Eh, jadi cerita panjang lebar kemana-mana lagi ehehe. Ah, back to topik lagi deh.

Kadang menatap buku-buku di rak itu membuat aku evaluasi diri. Sudah % berapakah buku-buku ini aku baca? Berapa persentase baca buku dibanding melihat HP? Sungguh, saat ini membaca terkalahkan dengan henpon pinter. Tetap baca sih. Tapi malah baca status atau baca timeline sosmed. Akhirnya, buku-buku jadi malah terabaikan. Astaghfirullaah. Padahal buku-buku ini akan menjadi hisab kelak di yaumil akhir. Untuk apa dibeli? Dari mana dibeli? Dan seterusnya. Lalu, apa jawabanku? 🤧🤧😰😰

Semoga ini menjadi reminder buatku terutama untuk kembali baca buku dan dapat mempertanggungjawabkan buku-buku yang aku beli dengan menuntaskan membacanya. Semoga Allah memudahkan. Aamiin yaa Rabb.

Manusia dan "Kabad"nya (another story)

{لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي كَبَدٍ} 
4:البلد 

Sungguh Allah telah menciptakan manusia dengan kesusahannya. Apa pun yang ditempuh, kebaikan maupun keburukan, perkara dunia maupun akhirat, semua memiliki "kabad" nya masing-masing.

Seperti yang aku ceritakan sebelumnya (di tulisan yang berjudul sama hehe), bahwasannya sering kali kita melihat posisi orang lain itu kayaknya "koq enak banget dia yaa...". Padahal, orang lain tersebut memiliki "kabad"nya tersendiri dan bisa jadi jika kita di posisi tersebut belumlah tentu kita bisa memikulnya. Yang tampak ke permukaan biasanya hanyalah yang manis-manisnya saja.


Ini adalah kelanjutan dari kisah cpns luar negeri yang aku post beberapa waktu lalu. Setelah pengumuman hasil SKD keluar, aku ditakdirkan Allah menjadi salah satu peserta yang lulus ke SKB. Alhamdulillaaah. 
Hasil SKD CPNS 2021


Sejujurnya, aku tidak bisa mendefinisikan perasaanku. Senangkah? Sedihkah? Entahlah. Mungkin lebih tepatnya adalah masih bingung. Hehe.

Sebelas tahun yang lalu, aku yang bersemangat untuk bisa lulus CPNS ternyata ditakdirkan Allah tidak lulus dan amat besar hikmahnya. Justru saat ini, aku bersyukur ketika Allah takdirkan tidak lulus kala itu. Sekarang, ketika aku tidak begitu berharap untuk lulus, lalu Allah takdirkan untuk lanjut ke tahap selanjutnya walaupun ini tentu saja belum final. Pasti. Pasti ada hikmah yang besar pula, mengapa Allah menggerakkan hatiku untuk sampai ke tahap ini.

Sebagai peserta, kemungkinan besar masing-masing akan stalking saingannya. "Siapa sih yang akan bersaing denganku di SKB nanti?". Aku yang memang pada dasarnya memiliki kekepoan dengan kadar yang cukup tinggi 🤣🤣🤣 tentu saja stalking 2 peserta lain yang lulus. Aku berada di peringkat ke-3 dari 3 peserta. Ahahaha. Paling belakang. Dua orang lainnya adalah alumni universitas top di Indonesia. ITB dan UGM. Masih muda muda pula. Punya hasil riset yang udah dipublikasikan. Dan aku? Banyak sih yang dipublikasikan yaitu tulisan-tulisan blog aku ini yang tentu sajaaaa sama sekali gak terindeks scopus dan scimagojr. Wkwkwkwkw. Dan salah satu dari mereka adalah dosen yang memang mengajar di kampus yang aku tuju. Lengkap sudah. Aku yang sudah 8 tahun meninggalkan dunia kampus tentu saja tak berbanding dengan mereka yang memang sudah in-touch dengan dunia perkampusan. Usia kalah. Pengetahuan tentang dunia perdosenan udah kalah. Pengalaman dan praktek mengajar kalah. Publikasi kalah. So, jika dilihat dari berbagai  hal, maka probabilitas aku tentu saja kalah jauh dibanding mereka berdua ini.

Oke secara tak langsung aku menyebutkan apa formasi yang aku pilih di CPNS tahun ini. Hehe. Iyaap. Aku memang memgambil formasi dosen. Kenapa dosen? Ya, karena aku memang senang mengajar. Aku senang, apa yang aku ketahui dari secuil ilmu, bisa di share ke yang lain. Dan aku ingin ilmu itu menjadi ilmu yang bermanfaat. Sebagai mana aku pernah cerita sebelumnya, bahwa menjadi dosen adalah salah satu cita-citaku sejak dulu. Tapi, dulu aku memang pernah menolak kesempatan menjadi dosen (meskipun menjadi cita-citaku) karena lebih memilih ikut suami merantau ke negeri orang. Sebuah keputusan yang tidak pernah aku sesali sama sekali dan aku selalu bersyukur dengan keputusan itu. Dan sekarang case nya, suami 100% support aku untuk mencoba kembali kesempatan dosen ini (dengan format yang berbeda tentunya), di saat aku tak terpikirkan untuk mencoba "bertarung" di bursa CPNS. Sungguh, jika bukan dosen, aku mungkin tidak begitu tertarik untuk ikut tes CPNS.

Tapi, lagi-lagi aku mengikutinya dengan kondisi hati yang sangat netral. No preference. Jika Allah takdirkan lulus, berarti new challange, new journey. Jika tidak, berarti Allah lebih menginginkan aku untuk stay lebih lama di Riyadh in shaa Allah. Dan tentu saja; jangan lupa untuk melibatkan Allah dalam setiap keputusan yang kita ambil, dengan istikharah; memohon kepadanya pilihan yang terbaik. Dicondongkan hati kepada yang terbaik menurut-Nya. Bukan menurut kita, manusia yang sangat dhaif dan lemah.
(((Dan kalau boleh jujur, inilah tanah rantau yang sangat berat untuk kutinggalkan. Sudah seperti kampung kedua. Riyadh; dengan segenap zona nyaman di dalamnya, ma shaa Allah tabarakallaah. Tapi, jika harus kembali ke Indonesia, maka itu pastilah ketetapan terbaik dari Allah.)))

Anak-anak sendiri (mereka bertiga lahir dan dibesarkan di Riyadh) sepertinya sudah menganggap negeri ini sebagai kampung mereka sendiri. Justru Indonesia menjadi negeri yang asing bagi mereka meskipun mereka tercatat sebagai WNI. Culture dan habitnya sudah seperti anak sini. Teman-teman mereka pun anak-anak sini. Jikapun mereka bertemu dengan teman sesama indonesia, mereka tidak bercakap dengan bahasa Indonesia. Alhamdulillaah mereka masih menggunakan bahasa Indonesia di rumah. Sebagian teman-temab lain malah anak-anak mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Dan ketika anak-anak tau bahwa bundanya lanjut ke SKB, mereka menunjukkan reaksi penolakan (terutama Kakak yang memang sudah paham konsekuensi ketika bundanya lulus). Mereka berkata dengan terus terang bahwasannya mereka mendo'akan bundanya enggak lulus CPNS. 🥲🥲🥲. Tapi kalo bundanya, berdo'a yang terbaik saja. Tidak berdo'a untuk diluluskan atau diperpanjang oleh Allah masa stay di Riyadh. Tapi berdo'a semoga Allah memberikan yang terbaik untuk dunia dan terutama akhirat.


Kembali ke judul tulisan; sesungguhnya manusia diciptakan dengan kepayahan. Bahwasannya, jalan  apapun yang kita tempuh, pasti ada kabad nya. Pasti ada kepayahannya. Jika memang setiap pilihan memiliki kepayahan, maka seyogyanya setiap jalan yang telah Allah pilihkan itu pastilah yang terbaik yang sama kadarnya; sama-sama memiliki kesusahan dan kemudahan. Tugas kita hanyalah berupaya untuk melakukan yang terbaik. Ya, terbaik yang bisa kita lakukan.


Sungguh jika kita mendapat kelebihan dari sesuatu di dunia ini, yang kita dapatkan hanyalah setetes saja. Pun, jika kehilangan sesuatu dari perkara dunia, yang luput pun hanyalah setetes saja. Bukankah dunia ini di banding akhirat hanyalah setetes air berbanding luasnya samudra? Apapun itu, selamat di akhiratlah yang lebih utama. Kelak, ketika kita telah selesai masa di dunia yang singkat ini, kita akan mengetahui dengan jelas bahwasannya 2 rakaat shalat sunnah fajar itu jauh lebih utama dari pada dunia dan seisinya. Dan kelulusan CPNS itu hanyalah secuil kecil dari bagian perkara dunia yang memang pada dasarnya sudah sangat kecil juga.

Wahai Diriku yang Menuliskan Ini

JANGAN TERBUANG SIA-SIA

Sadarilah bahwa masa hidup kita sungguh terbatas. Nafas kita hanya sesaat. 

Setiap tarikan dan hembusan nafas tak lebih dari sebuah pertanda bahwa usia kita di dunia telah berkurang.

Sungguh sangat singkat usia duniawi kita ini. 

Karenanya, setiap saat yang ditinggalkan bahkan setiap bagian terkecilnya adalah permata yang tak ternilai dan tiada bandingnya. 

Karenanya jangan sia-siakan permata umurmu tanpa melakukan suatu amalan.

Jangan engkau biarkan ia pergi tanpa mendapatkan balasan yang setimpal.

Bersungguh-sungguhlah agar setiap tarikan nafasmu tak pernah kosong dari kesolehan dan taqarrub padaNya. 

Sebab jika engkau kehilangan sebutir permata duniamu, betapa sedihnya hatimu diakhirat nanti dihadapan Allah nanti…

Bagaimana jika yang hilang adalah permata akhiratmu? 

Bagaimana mungkin engkau bisa menyiakan dan membuang detik-detikmu begitu saja? 

Bagaimana mungkin engkau ‘tenang-tenang’ saja, padahal semakin banyak jejak-jejak usiamu di dunia ini yang terhapus?

Janganlah tertipu dengan banyaknya Amal ibadah yang telah di lakukan, karena sesungguhnya kita tidak mengetahui apakah ALLAH ﷻ menerima amalan itu atau tidak.

islamituindah
#oasefajar

=======
(Cuplikan tulisan di atas di share dan sampai kepadaku dalam kondisi anonim. Jadi, untuk penulisnya, aku mohon maaf sudah mempublish nya di blog ini tanpa menyertakan narasumbernya. Semoga penulis berkenan dan menjadi ilmu yang bermanfaat, tausyiah yang menggugah, menjadi penambah timbangan amal kebaikan di akhirat kelak. Aamiin)

Tausyiahnya bagiku sangat-sangat "menampar" dan mengingatkan. Makanya ingin sekali aku share kembali.

Ya, tentang waktu. Waktu yang kita miliki di dunia--sebagai tempat ujian--ini adalah sebentar saja. Dulu, ketika tes SPMB (SBMPTN mungkin yaa namanya sekarang), waktu yang diberikan dengan sekian banyak soal sangatlah singkat. Dapatkah kita bermain-main ketika melakukan ujian SPMB? Membuang-buangnya dengan main-main, tidur, bermenung, bengong? Ah tidak! Pasti tidak. Kita fokus mempersiapkannya. Bahkan juga strategi-strateginya bagaimana cara menjawab soalnya agar waktu tidak terbuang sia-sia. Biar apa? Biar bisa lulus SPMB.

Dunia ini ... ibarat tempat ujian SPMB di atas, hanyalah tempat ujian yang sebentar. Tidak menetap lama. Tidak selamanya. Tidak abadi. Ujian selesai, berakhirlah masanya. Tidak mungkin kita akan terus menerus berada di ruang ujian sampai tinggal menetap di sana. Pasti kita meninggalkan ruangan tersebut begitu ujian selesai. Semestinya, yang ada di pikiran kita sebagai pesertanya adalah bagaimana kita lulus setelahnya. Tapi, begitulah. Amat sering kita (diriku terutama) terlalaikan dengan dunia ini. Lena dengan waktu. Kurang mempersiapkan "kelulusan" di akhirat kelak. Padahal, tidak lulus SPMB in shaa Allah masih ada opsi mengulang di tahun berikutnya. Tapi, tidak lulus ujian di dunia menuju "kelulusan" di akhirat? Apakah kita dapat mengulangnya atau kembali lagi ke dunia? Tentu tidak!!! Tetapi, kenapa masih saja lengah? Kenapa masih saja lupa? Kenapa masih saja lalai?
Wahai diriku yang menulis ini; setiap kesempatan kebaikan yang telah engkau lewatkan padahal engkau bisa melakukannya, setiap waktu yang telah engkau buang sia-sia, PASTI kelak akan engkau sangat sesali! Sekali lagi, Pasti kelak akan sangat engkau SESALKAN! Karena tidak pernah engkau bisa menjemput kesempatan dan waktu yang berlalu tersebut.

Wahai diriku yang menulis ini; mumpung engkau masih berada di atas tanah, maka perbaikilah yang tersisa. Agar tidak bertambah penyesalan tersebut. Sebab, jika engkau telah berada di bawah tanah; maka waktumu telah habis. Time is over. Dan takkan dapat bertambah lagi perbekalanmu, kecuali amal jariyah yang engkau persiapkan sebelum dimasukkan ke dalam tanah. Apakah sudah engkau persiapkan?

Wahai diriku yang menulis ini; hanya di dunia (yang amat sebentar ini) tempatnya beramal. Tempat engkau menanam. Kelak, ketika engkau sudah sampai di akhirat, tak ada lagi tempat menanam. Ia adalah tempat menuai apa yang telah engkau tanam. Surga dan neraka adalah alam di akhirat sana. Tapi, kuncinya ada di dunia. Jika baik amalmu, berat timbangan kebaikanmu, maka engkau akan mendapatkan kebahagiaan. Dan sebaliknya, jika amal burukmulah yang berat (na'udzubillaah, semoga Allah lindungi), maka itulah kerugian yang amat nyata.

Wahai diriku yang menuliskan ini; di dunia ini tidak ada kebahagiaan yang abadi, maupun kesengsaraan yang berketerusan. Kebahagiaan, pasti diwarnai dengan kesusahan dan kesedihan. Kesengsaraan pun, juga diselingin dengan kesenangan dan kemudahan. Tapi, di akhirat kelak, hanya ada 2 pilihan; kenikmatan tertinggi yang tiada kesudahannya atau kesengsaraan terburuk yang tiada akhirnya. Tentang bagaimana endingnya; di dunia inilah tempat mempersiapkannya.

Wahai diriku yang menuliskan ini; tiadalah engkau dapat menempuh jalan yang benar, kecuali dengan pertolongan Allah. Tiadalah engkau dapat menapaki jalan yang lurus, kecuali atas hidayah taufik-Nya. Maka, sandarkan dan senantiasalah meminta pertolongan-Nya saja. Atas setiap detik-detik yang engkau miliki, agar senantiasa berada di koridor yang DIA Ridha saja. Cukup DIA saja.

#menasihati diri
#pengingat
#dunia ini singkat