Cita-Cita Uni Rumaisha

My second born, Uni Rumaisha memiliki cita-cita unik yang tidak pernah kami--ayah bundanya--pikirkan sebelumnya. Berbeda dengan kakaknya (my first born) yang memang lebih ambitious soal cita-cita yang mainstream, Rumaisha punya cita-cita yang mungkin hampir tidak pernah dicita-citakan oleh anak seumurannya.


Soal cita-cita, mungkin mainstreamnya adalah ingin menjadi dokter, guru, pengacara dan sebagainya. Bukan di sekolah indonesia saja, di sekolah anak-anak juga bicara soal cita-cita ini. Si kakak sendiri cita-citanya katanya pengen jadi neonatologist sekaligus artist (artist bukan artis yaaa heuheuheu. Artist berarti orang yang profesinya berkaitan dengan art. Karena si kakak memang senang menggambar dan juga bikin karya kriya).

Akan tetapi kami surprise ketika Rumaisha bercerita tentang cita-citanya. Apa cita-cita Rumaisha?

"I want to be a housewife. I will take care whole family and my children"

Ketika kami tanya mengapa dia bercita-cita demikian karena katanya dia ingin berada di rumah saja, take care anak-anaknya. Ma shaa Allah. Sesuatu yang anti mainstream banget untuk anak usia 7 menjelang 8 tahun. Kami surprise dengan cita-citanya tersebut. Karena kami juga tidak pernah mention mengenai hal itu sebelumnya. Mengapa tiba-tiba dia bercita-cita demikian.

"Tapi Uni, meskipun di rumah, jadi housewife, uni tetap harus sekolah tinggi lho." Komenku.

"Yaiyalah Bunda! Harus dong. Gimana bisa teach anaknya kalo ibunya ga ngerti pelajarannya." Refers to mengajarkan anaknya ibunya mestilah paham dulu, begitu maksudnya. Ma shaa Allah Tabarakallaah Naaak. Aku terharu sekaligus berkaca-kaca mendengar jawaban Rumaisha.

Memang Rumaisha lebih tipe anak "rumahan" dan paling senang sitting adek baby nya. Di sekolah, ketika parent's meeting, gurunya juga bilang "I call her 'mother of the class'". Pembawaannya 'lebih dewasa' tapi juga tidak menafikan sisi kanak-kanaknya.

Rumaisha juga yang paling kukuh berpendapat "bunda ga boleh kerja" meanwhile kakaknya kadang suka nanya "kenapa bunda ga kerja ajaa". Heuheueheu. 

Barakallahu fi kunna yaa banaaty.
Semoga Allah senantiasa menjaga kalian di manapun kalian berada. Sungguh kami tak mampu menjaga kalian selalu. Dan Allah-lah yang mampu menjaga kalian. Semoga Allah jaga dalam keta'atan, dalam keshalihan, senantiasa sehat dan menjadi muslimah yang bermanfaat bagi agama. Aamiib

Prinsip!

Sudah lama tidak bercerita di blog. Bahkan postingan terakhir sebelum ini adalah tentang kelahiran putri keempat kami. Sekarang sudah lebih dari 7 bulan usianya alhamdulillaah. Dan postingan di sini belum nongol nongol juga sebelum ini.
Tak apa laah yaa... Namanya juga busy. Hehe.

Baby Khadijah usianya hampir sama dengan usia Tuufanul Aqsha. Terus terang, dalam 7 bulan terakhir, aku hampir tidak melewatkan sedikitpun berita-berita terbaru perkembangan kondisi di Ghozzah (Gaza). Sesuatu yang tidak pernah kulakukan di perang (baca: okupasi) sebelum-sebelumnya yang memang berlangsung setiap tahun yang menimpa saudara-saudara di Ghozah. 
Tuufanul Aqsha juga cukup menjadi "taufan" dalam kehidupan kami alias memberi dampak. Pertama, lebih intens tertuju mengikuti perkembangannya. Kedua, boikot. Ternyata selama ini banyak sekali produk boikot yang kami gunakan dan--astaghfirullaah--bermudah-mudah dengannya karena berkabutnya awareness tentang boycott ini sebelum 7 oktober. Buycut semaksimal mungkin! Dan no longer buying produk-produk yang terafiliasi terutama yang membiaya genosida. Ketiga, aku menjadi lebih strict soal makanan. Ga boleh buang-buang makanan dan mubadzir! Saudara di Ghozzah sedang kelaparan! Ini jadi tagline kami soal makanan. Rasanya begitu berat dan dan sedih menyaksikan makanan ada yang terbuang maupun berlebih-lebihan ketika makan (misal di momen iftar Ramadhan, banyak makanan berlebih-lebihan dan berlimpah) sementara di ghazzah saudara muslim kelaparan. Rasanya berat sekali. Hal ini lebih memicu semangat untuk tidak berlebih-lebihan ketika memasak dan mubadzir. Isi freezer mulai dikeluarkan satu satu dan tidak akan belanja dulu sebelum isi freezer habis kecuali memang urgent. Sungguh, ada banyak dampak positif bagi kami atas perjuangan berdarah-darah saudara kami di Ghazzah.

Alhamdulillaah, hal ini juga sampai ke anak-anak. Salah satu hal yang sangat berkesan bagiku adalah cerita dari uni Aasiya sepulang sekolah.

"Bunda, tau gak. Tadi N (inisial temannya) offer a party to us."
"Oh iyaa?! Trus?"
"Tapi Aasiya bilang 'No' (baca: ga mau join di party temannya)"
"Kenapa Nak?"
"Soalnya Party-nya diadakan di Mekdi. Aasiya ga mau kalo diadakan di sana. Kan boikot. Kan jadinya dia beli burgernya dari Mekdi."

Ma shaa Allah tabarakallah Nak.
Semoga Allah membalasnya.

Inilah prinsip!
Prinsip untuk senantiasa membela saudara-saudara kami sesama muslim.
Semoga Allah senantiasa kuatkan.

Mengikuti berita-berita yang lebih sering menyesakkan dada ketika menyaksikan saudara muslim dibantai itu sangat berat. Walaupun menggunakan akun IG yang bukan akun utamaku. Bukan berarti khawatir IG utama di banned! Enggak sama sekali. Aku memang sudah lama tidak menggunakan akun IG utama tapi bukan karena tidak ingin menyuarakan Palestina lewat akun utama tersebut. Melainkan aku sering kali terdistraksi dengan timeline yang lewat di sana dari orang-orang yang dikenal. Dan aku sudah lama meninggalkan scrolling timeline akun utama ini jauh sebelum 7 oktober. Karena bagiku--hanya bagiku lho yaa.. setiap orang punya alasan berbeda-beda tentunya--scrolling di IG orang-orang yang dikenal selain banyak menghabiskan waktu, juga banyak merusak hati heuheuheu. Merusak hati dengan haluuus sekali. Godaan dan rayuan syaithan dengan menyisipkan rasa hasad ketika melihat ada postingan yang "cetar", atau sebaliknya, menyusupkan rasa ujub ketika melihat ada postingan yang "nyungsep", padahal diri ini masih jauh dari baik. Maafkan kalo aku cuma memilih "cari aman" dengan tidak skrolling-skrolling berita terapdet dari teman-teman. Nyaris nggak pernah like apalagi komen. Bagiku, gak apdet jauh lebih baik. Tapii, ini berlaku sangat personal. Setiap orang punya kebutuhan, ketahanan, dan tujuan yang berbeda-beda dalam mengakses sosmednya. Dan inilah aku--manusia yang berkumpul padanya banyak sekali silap, alpa dan salah--yang memilih untuk tidak mengakses sosmed kecuali pada akun sempalan yang tiada dikenal dan tak pula mengikuti orang yang dikenal kecuali hanyalah segelintir. Pada akun inilah aku kerap membagikan postingan tentang palestin. Berharap akan menaikkan postingannya sehingga jangkauannya lebih luas. Hanya setitik ini dan amat sedikit ini yang bisa kulakukan di medsos.

Tapi, memang sangat berat. Berat menyaksikan saudara-saudara seiman dipersekusi sementara diri ini tak mampu berbuat apa-apa. Kadang, ingin sekali escape berita ini. Tapii, bagaimana dengan mereka yang menghadapi penderitaan ini setiap hari? Bukan level yang hanya membaca berita perkembangan saudara di Ghazzah melainkan yang mengalaminya? Membaca berita--sekaligus mendo'akan. Agar mereka tak luput dari hari-hari kita. Agar selalu ingat bahwa mereka masih dalam kondisi sulit. Agar kita tak lupa, bahwa genosida itu masih berlangsung. Bukankah tabiat manusia adalah mudah lupa, lalai dan amat gampang terdistraksi? Mengikuti perkembangan terbaru dari mereka adalah salah satu cara me-maintenance ingatan kita--juga do'a-do'a kita--untuk mereka, saudara saudara kita di Ghazzah.

Semoga Allah memberikan kemenangan untuk mereka πŸ‡΅πŸ‡ΈπŸ‡΅πŸ‡ΈπŸ‡΅πŸ‡Έ