Sesungguhnya, ada kesedihan yang cukup mendalam setiap kali aku pulang kampuang (maklum, aku memang orang kampung, dan insya Allah bertekad membangun kampuang aku itu. Intinya, setamat propesi ini, pengennya, baliak kampuang saja, kecuali untuk urusan blajar. Kcuali kalo aku ikut kuliah/blajar lagi setelah kuliah propesi ini jika Allah menghendaki. Setelah blajar itu, insya Allah pulang kampuang! Pokok’e pulang kampuang! Ihhh, maksaaa!)
Kesedihan itu macam ni,
Enggak nenek-nenek (ayek-ayek), uwo-uwo, uni-uni, amai-amai, abak-abak, biai-biai, etek-etek atau apalaah, bertanya padaku :
“Pi, di mano kulia. Yeyen)* yo?” (artinya lebih kurang begini : Pi, kuliah di mana? IAIN ya? Hmm…, bacaan IAIN di leburr jadi ieien. Bacanya: yeyen. Hehe. Maap berat buat yg bernama Yeyen. Hihi. Hanya menuliskan kenyataan saja).
“Indak Mak, Tek, Bak, Mai, Yek,….dst (sesuai jenis panggilan untuk yang bertanya). Di Unand.”
“Oo..di Unand. Apo jurusan?” (sebagian malah nanya, “Unand. Dima tuuuh?” hwaaaa! Plis deeh, hari gini gak tau Unand! Hehe, memangnya Unand terkenal sangat gituuh? Terkenal sih terkenal, tapi gak sangat, kayaknya. Tapi Unand kan bertekad jadi universitas yang bermartabat. Hehe)
“Farmasi”
“apo tu Farmasi?”
Wait…wait..waittt…., kita ulang sekali lagi, “apo tu farmasi? Apa itu farmasi?????. Huaaaa…, amat sangat banyak yang tidak tau tentang farmasi ini. Aku tak tahu, apakah kampungku yang terlalu kampungan sehingga tak tahu farmasi, atau emang farmasinya yang gak terkenal. Kayaknya opsi kedua deeh. Karena, pengalaman teman2 lain di kampuang masing2 juga demikian. Mereka menghadapi pertanyaan yang sama pula. (atau, kampung kami yang sama2 kampuangan? Hihi). Lalu, dengan berbusa-busa kujelaskan, farmasi tuh begini..begini..dan begini…”
“Oo..bagian ubek-ubek yo?” (bagian obat-obatan ya?). biyasanya dengan segara aku mengangguk. Dalam ati : “hmmpphh…, syukurlah beliau ni paham.”
Lalu, pertanyaan selanjutnya kemudian menghempaskanku kembali jauh ke perosok jurang yang penuh dengan cadas, onak, dan duri. Hehe, lebay!
“Oo.., dokter tuu yo?”
Hwaaaaaaa…., bukan dokter!
Harus bagaimana lagi cara menjelaskannya?????????
Segera kumenggeleng cepaat. Lalu dibuntuti pertanyaan,
“bisuak, karajono dimano tu?” (“trus, ntar kerjanya dimana?”)
Haddddddddddduuuuuuuuuuuuuuuuhhh…
Toloooooooooooooooooong!!!
Bantu aku untuk menjelaskan duuuuuung!
Aku capeeeeeek dengan pertanyaan yang sama dan batinku sudah teramat lelah!
(ini pe-lebay-an tingkat tinggi sangat. Ga segitunya kaleeeee….)
Hmm…., aku hanya ingin mengambil intinya sahaaajaa tho.
Semakin lama, aku semakin menyadari, ternyata aku berada di propesi yang ter-marginalkan. Propesi yang terpinggirkan, yang sama skali ga terkenal. Bukan! Bukan aku ngarep jadi orang terkenal koq. Hanya saja, masalah obat adalah masalah yang gak kenal ujan panas (hehe). Maksudnya ga kenal musim. Mau krisis, mau kaya, mau miskin, semua butuh obat. Karena sakit adalah niscaya. Omong2 soal obat, semestinya yang paling berwenang akan hal ini adalah pharmacist, tho? Tapi, ketika 100 % manusia di muka bumi ini butuh obat, kenapa ahlinya malah kaga dikenal yaaah? Itu maksudku gak terkenal tadi. Humm…,berartiii…., benar2 termarginalkan!
Meski kejadian macam ni hanya ada di Indonesia, tapi kan aku orang Indonesia. Berarti ikut merasakan dampaknya dung! Benar! Mataku baru terbuka lebar ketika diterangkan kenyataan macam niii. Pahit memang. Tapi, begitulah adanya. Padahal kuliah parmasi itu, minta ampuuun sulitnya! Kulia dengan tingkat kesibukkan tertinggi. (wajar ajah kalo anak parmasi itu wajahnya lebih tua dari umurnya dengan jerawat stress dimana-mana. Maklum, malam tak indah tanpa bintang, wajah gak indah tanpa jerawat. Hehe. Kecuali aku yg malah dibilang anak SMP. Hihihi. Apakah karena aku anak parmasi setengah-setengah. (waaaooo…). Gak laaah, insya Allah. Aku anak parmasi full koq.
Nah…nah…, ngeliyat kenyataan macam nii, sejujurnya, mataku jadi terbuka. Selama ni merem aja kali yaaa. Gak melek sama ilmu sendiri. Gak nyadar, kalo ternyata parmasi ntu yaaa beginilah. Sebenarnya ada banyak pekerjaan mulia yg dilakuin di parmasi (pengecualian berat untuk mafia perubatan itu yg banyaknya juga di bagian parmasi), kita juga mesti menegakkan dan meletakkan parmasi itu pada posisi yang bener. Maka, gak ada pilihan lain kecuali, ikut menegakkan perubahan itu! Kalo gak, yaaaa..silahkan saja tergilas jaman (yg semakin canggih niiy).
Empat tahun aku berada di parmasi, sejujurnya, jungkir balik aku menghadirkan cinta. Ternyata aku memang orang yang sulit untuk jatuh cinta. Tapi, kalo udah skali cinta, akan sulit juga untuk melupakan cinta itu(waaoooo…). Empat taon di parmasi, ternyata aku belum berhasil menghadirkan cinta tu. Bahkan, setelah gelar “sarjana farmasi” kusandang pun, aku masi meragukan, apakah aku cinta apa gak. Apakah, ada alat pengukur cinta yaaah? Apakah cinta itu terukur dan punya satuan (waaah.., kbawa2 MIPA’ers yang segala sesuatunya mesti saentifik alias terukur niiih! Hihi). Sayang, alat pengukur cinta ntu gak ada.
Dan, justru aku jatuh cinta pada parmasi setelah aku melewati sekian rentetan panjang perjalanan ini. Setelah aku melewati pendidikan strata satu di parmasi. (huumm…, ternyata jatuh cinta itu enak yaah? Kita jadi termotivasi untuk mempersembahkan yg terbaik. Hehehe). Yaaa, intinya, aku ternyata telah jatuh cinta sama parmasi ini.
Insya Allah, aku pun ingin mengambil bagian dari perubahan ini. Akupun ingin ikut berkontribusi. Aku juga ingin, pharmaceurical care itu bener2 diterapkan di negeriku yang gemah ripah loh jinawi ini. Sungguh, aku pun ingin ikut menjadi “agent of change itu.” Karena, perubahan itu adalah kepastian!” (hehehe, baruuu ajah ngutip dari album Shou-Har dari wmp niih).
Yaaaaph!
Semangat!
Semangat!
Semangat!!!!
Dulu, waktu jaman masih idealis-idealisnya, malah kepingin jadi IRT took (jika ekonomi tak menjadi permasalahan tentunya. Tapi, kalo kondisi ekonomi mengharuskan untuk kerja sampingan di luar, yaaa apa boleh buat). Prinsipku, kuliah adalah salah satu media untuk membentuk pola pikir saja, di mana pun jurusannya. Karena kuliah bukan untuk nyari kerja. Karena dengan kuliah, secara tak langsung akan membentuk pola pikir yang lebih cerdas. Akan berbeda out put yg kuliah dengan yg enggak, bukan? (ini kaaan idealisnya, kubilang).
Tapi, setelah berinteraksi dan berintegrasi dengan kenyataan di lapangan, persepsiku sedikit berubah. Aku harus ambil bagian dari perubahan ini! Aku harus ambil bagian! Dan, mubadzir jugah kalo ‘ilmunya diendapkan begitu saja. Sayang banget kalo ilmunya gak diamalkan! Padahal, insya Allah ilmunya akan banyak memberikan manfaat bagi orang lain (bukankah sebaik2 orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain?) dengan kata lain, aplikatif banget. Dan, lahanku ini adalah salah satu lahan yang dibutuhkan oleh orang lain, karena seperti yg kubilang sebelumnya, yang namanya sakit, selama dunia belum kiamat, pasti akan tetap ada, tho? Selama itu pula, yg namanya obat, pasti akan selalu dibutuhkan. Apalagi, kalo era pharmaceutical care itu benar2 diterapkan, waaah angka kematian dan kesakitan akibat medication error pun insya Allah bisa lebih diturunkan bukan? Jadi kesimpulannya : IRT pekerjaan utama, lalu farmasis pekerjaan sampingan. (jangan dibalik! Karena pada hakikatnya, kluarga tetaplah yg utama. Pandai2 lah menyikapinya dan mencerdasinya, tho?)
Hmm…, mungkin cukup sekian sahaaajaaa curahan hatiku ini. Semoga membuka wacana, terutama bagi teman2 parmasis, dimana pun engkau berada saat ini.
Hehe, ‘afwan, rada-rada gokil neeeh. Hihihi.
(semalam sebelum TR**D*SKA. Training yang menyatukan srikandi2 ‘05 dalam moment indah kebesamaan sekaligus mengantarkanku pada titik kesadaran penuh. Mungkin, utk tataran kampus, ini adalah momen ngumpul2 terakhir kali yaaah? Oooh…, apakah kita memang akan meninggalkan dunia kampus yang penuh warna ini??? Mengingatnya, aku semakin merasakan, betapa enaknya menjadi mahasiswa. Hehe)
hwaaaa..kyaaaaa....
ReplyDeletekenapa kampus terasa semakin indah?
atau aku yang terlalu gamang menapaki kehidupan yang lebih "nyata"...
ahh..., tidak...,aku hanya takut "tergelincir",
itu saja...
teman..., siapa pun itu...,
tolong...
ingatkan akuuu...
sebab aku, tengah bersiap...menuju ke kehidupan "nyata" ituuu...
(haaa..., emangnya slama ini di dunia mimpi yaaaah? hehe)