Clingak-clinguk kiri kanan. Hmm…di mana si Bapak tua itu? Pikirku. Sudah sering kali aku bertemu si Bapak Tua itu di pasar ini dan selalu saja mengundang mataku untuk memperhatikan lebih lama. Ia yang selalu berteriak-teriak dari lorong ke lorong dengan berlembar-lembar kresek hitam di tangan kiri dan kanannya. Dalam perburuan kali ini (heuu…kenapa pula perburuan yah?) aku kembali mencari sesuatu yang dapat mengepulkan asap dapur (heuu..memangnya dapurnya berasap geetooh!), Yah, sebangsa tomat, cabai, bawang dan teman-temannya lah! Hihi. Dan, kali ini, aku juga ingin mencari si bapak Tua itu!
[sekedar intermezzo, ini kali kelima (apa keenam yah) aku ditanya ibu-ibu tetangga atau ibu-ibu yang bepapasan di pasar dengan pertanyaan yang persis! “Eh, Pi. Lai pandai ka pasa yo?” heuu….pertanyaan yang aneh menurutku. Memangnya, Ke pasar apa susah banget yah, butuh keahlian dan sekolah propesi pulak yah? Hihi. Kan, tinggal Tanya, “Bagapo sasukek Pak? Ndak kughang lai ro? Sapulua la yo Pak.” Lalu, kalo deal, kasi duit ambil barang dan kabuuur. Heuu….]
Back to topic. Uhm….kali ini aku benar-benar ingin membeli kresek pak tua. Tidak seperti sebelumnya, yang aku hanya membiarkan pak tua teriak-teriak dari gang ke gang. Heuu…
“Bagapo, Pak?” tanyaku. Basa-basi sebenarnya. Aku kan sudah tau harganya. Wong si Bapak tereak-tereak, “duo sibu…duo sibuuu…”. Hehe.
“Duo sibu nak.”
“Duo pak”
Kuserahkan selembaran duit seribu. Lalu, sambil memasukkan belanjaan ke kresek, kuamati punggung pak tua yang ringkih. Sambil menelan ludah. Miris!
Aku tercenung. Hmmmphh…dari lelaki tua itu, aku banyak belajar. Mengenai hidup yang tak selalu mudah. Mengenai mahalnya duit seribu rupiah!
Anggap saja ia membawa seratus kresek. Itu artinya, ia mendapatkan 50 ribu utk seratus lembar itu. Itu pun kalau seratusnya laku. Lalu, dikurangi modal kresek, yang kita perkirakan 20 ribu. Artinya, ia memperoleh untung hanya 30 ribu. Nah, hari pasar itu Cuma dua kalis sepekan. Jadi, ia hanya mengantongi 60 ribu untuk satu pekan jika dagangannya laku!
Masya Allah!
Hanya enam puluh ribu! Di sanalah ia, istri dan anak-anaknya menggantungkan hidup dari hari ke hari. Masya Allah, dapat apa sih di jama sekarang dengan segitu duit? Dan, parahnya, bagaimana kalo kehidupannya Cuma diandalkan dari hasil berjualan kresek?
Ah, Pak Tua. Biarkan aku belajar arti kesyukuran darimu. Bahwa, seribu rupiah itu sesungguhnya sangat mahal, dan tetaplah ia adalah sesuatu yang perlu untuk disyukuri. Barang kali kita (aku terutama) yang kurang bersyukur dengan karunia yang Allah beri. Ah, terima kasih Pak Tua, atas plajaran hari ini.
Memang, tak satu pun makhluk-Nya yang tak Allah jamin rizkinya. Pasti Allah tidak akan membiarkan makhluk-Nya kelaparan. Maha Rahman dan Maha Rahim Allah. Tapi, ini semua tetap saja memberi kita pelajaran bahwa KITA MEMANG TIDAK PUNYA ALASAN UNTUK TIDAK BERSYUKUR.
*Nb : foto diambil dari http://www.trekearth.com/gallery/Asia/Thailand/Central/Phetchaburi/photo517926.htm
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked