Mari kita sedikit berimaji. Bayangkanlah dirimu saat ini berada di sebuah padang yang luas. Dan di seberang tempat keberadaan kau berdiri, ada sebatang pohon--jika kau di sisi timur, maka pohon itu di sisi barat--, di mana sesungguhnya pohon itu begitu ingin kau gapai, kau petiki buahnya, dan mendapati perteduhan di bawahnya. Saat ini, belumlah ada kepemilikan yang sah atas pohon itu, hingga kau tak berhak untuk memetiki buahnya, bahkan untuk sekedar berteduh saja di bawah rindangnya. Mungkin kau berharap, dan amat sangat berharap dapat mencapai pohon itu dengan segera dan semua orang dapat meng-iyakan kepemilikanmu atas pohon itu. Tapi, sekali lagi, itu masih ada dalam anganmu. Dan nyatanya, semua harapmu masih berada di alam angan. Kau belum melakukan apa-apa. Atau tidak dapat melakukan apa-apa.
Lalu, saat kau tak tahu apa yang harus kau lakukan dan memang tak ada yang bisa kau lakukan, kecuali jika kau memang melanggar untuk mendekati si pohon itu. Tapi, itu tidak kau lakukan. Kau tetap pada prinsip bahwa pohon itu barulah kau dekati dan engkau petiki buahnya, hanya ketika ada kepemilikan yang sah atas pohon itu.
Lantas, apa yang harus engkau perbuat? Tetap mendekati pohon itu, lantas membiarkan diri berada dalam keteduhannya meski itu tidaklah boleh? Lalu, apa yang kau lakukan jika ternyata sebelum engkau dapat mencapai pohon yang kau angankan itu, ternyata telah mendahuluimu seseorang yang anggun. Ia berteduh dibawahnya, memetiki buahnya, dan wajahnya terlihat begitu sumringah dengan semburat kebahagiaan? Apa sikapmu? Kecewakah? Bahkan marah pada Allah yang tidak menciptakan pohon itu untukmu? Apa do'amu? Atau, jangan-jangan disadari atau tidak, ada sebentuk pemaksaan pada Allah bahwa pohon itu harus menjadi milikmu? Atau kau telah benar-benar terlanjur berharap bahwa pohon itu benar-benar akan menjadi milikmu? Lantas ada sejuta kekecewaan menyergap tatkala harapmu itu tak menjumpai nyatanya?
Mungkin kita kau melakukan hal ini. Jauh sebelum pohon itu menjadi hakmu atau tidak, bahkan di saat angan itu terlintas untuk memiliki sang pohon teduh, maka aggaplah kau sedang dengan sengaja membuat sebuah kali yang dalam lagi curam di tengah padang yang luas itu yang memisahkan antara kau dan pohon. Mungkin agak berlebihan jika dikisikan dengan Musa 'alaihi salam yang membelah lautan, dan begitulah kau membelah padang itu. Di tengah hamparan hijau nan luas, lantas di pertengahannya yang simestris, kau belah itu. Sedalam-dalamnya kali. Dan securam-curamnya tebing. Hingga kau benar-benar tak punya pilihan untuk menyebrangi si kali itu, atau kecuali kau akan jatuh pada terjal dan curamnya si tebing. Hingga, kau harus menyimpan rapat-rapat harapmu, kecuali jika Allah takdirkan ada sesuatu yang menjembatani kali itu dan engkau kemudian berhak untuk mencapai sang pohon.
Begitulah. Begitulah caramu, agar kau tak nekad mendekati sang pohon. Sebab hanya akan ada 2 pilihan. Jika tak ada jembatan itu, maka kau akan jatuh pada kali yang dalam lagi curam dan terjal yang telah kau gali sendiri. Maka, sebelum engkau jatuh, perlu berpikir dua kali untuk mendekat. Ya, mungkin kau dapat memandangi sang pohon dari seberang kali curam itu, tapi keberadaan kali itu pasti akan menghalangimu untuk berjalan mendekat, terkecuali Allah mentakdirkan sebuah jembatan di atas sang kali, untuk dapat kau seberangi.
Sungguh, Ia, yang Maha Menaungi dan Maha Menetapkan segala sesatu telah membuat ketetapan atas dirimu. Ketetapan itu, adalah ketetapan yang terbaik. Jika Dia sudah tetapkan, maka akan mudah bagi-Nya. Tapi jika Dia tak tetapkan, betapapun besarnya daya upayamu, tetap saja kau takkan dapat mencapai pohon itu. Maka, percayakan saja pada-Nya, Allah, yang Maha Menetapkan Segala Sesuatu. Sungguh pandangan kita amat sangat terbatas untuk bisa mengatakan, ini pohon bagus, ini buahnya manis, itu bukan pohon bagus, itu buahnya pahit. Dia-lah yang menciptakan phon itu, yang lebih mengetahui pohon yang manakah yang paling tepat untukmu berteduh... Setelah kau mengkomunikasikan segalanya, semuanya, hingga sedetil-detilnya pada Rabb-mu, maka tunggulah ketetapan-Nya. Dan itu sudah pasti adalah SEBAIK-BAIK KETETAPAN! Sekali lagi, SEBAIK-BAIK KETETAPAN!
Tak usah bersedih, jika pohon yang pernah menjadi harapmu itu ternyata bukanlah pohon terbaik untuk tempat kau berteduh, untuk engkau nikmati buahnya. Karena, sekali lagi, karena keterbatasan dan kedhaifanmulah, yang membuatmu berpikir seperti itu. Siapakah yang lebih mengetahi akan segala hal, selain Dia? Kelak kau akan mengerti, mengapa bukan pohon harapanmu itu yang menjadi tempat berteduhmu. Kelak kau akan mengerti, mengapa Allah pilihkan pohon yang ini, bukan yang itu. Kelak, kau akan bersyukur telah dipilihkan-Nya pohon terbaik dalam hidupmu yang dulu mungkin bukan inginmu.
_____________________
Kau and -mu was referred to Me (and also you who ever read it, be deliberated or not ^__^ )
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked