Baiklah, sebenarnya ini bukan waktunya nge-blog. Tapi karena aku pengen "refreshing" sekaligus nge-spam, yoweslah, ada sedikit waktu available untuk ini (lagi dikejar-kejar tesisoooong soalnya niih. Hehe...).
Ya, mungkin inilah rintangan, hambatan, dan sekaligus ujiannya. Sebenarnya, kendala dalam sebuah penyelesaian penelitian adalah niscaya adanya. Mungkin, kemarin-kemarin aku terlalu melankolik dengan yang namanya ujian (kehidupan). *Hasyaaaahh...
Dari sekian banyak berinteraksi dengan dunianya orang pinter (baca : dunia akademis), semakin kentaralah bagiku dan sependek pengamatanku yang penuh keterbatasan ini, bahwa sekurang-kurangnya ada 3 golongan di ranah zona-zona orang pinter itu (baca : dunia kampus). Pertama, pinter secara intelektual tapi tidak secara emosional. Kedua, pinter secara emosional tapi intelektualnya biasa saja. Ketiga, pinter secara intelektual dan sekaligus emosional. Dan, hal yang paling menyedihkan adalah ketika golongan pertama lah yang memegang posisi-posisi strategis menyangkut ke-mahasiswa-an sehingga ketika ego yang dikedepankan, sebagai akibatnya : mahasiswalah korbannya. Entah ada unsur sentimen pribadi di sana ataukah yang lainnya, aku juga tak paham, yang jelas mengedepankan intelektualitas semata sering kali membuat sisi-sisi perasaan menjadi terabaikan. Tak ada tenggang rasa dan pengertian atau pengecualian yang logis sedikitpun. Padahal, kita hidup bukan dengan spektrofotometri, kolom, stirer, inkubator, dan zat kimia yang bisa sesuka hati diperlakukan. Dan kita adalah manusia yang amat sangat dinamis. Tidak semua hal bisa diterapkan pada semua orang, seperti halnya laboratorium dan derivatnya itu.
Bukan sekali dua kali mungkin kita berjumpa dengan orang yang OTT. Kalo di dunia farmasis, OTT itu adalah istilah untuk "Obat-obat yang Tak tercampurkan". Artinya, pencampuran kedua jenis zat aktif justru akan menimbulkan banyak masalah dan bahkan mudharat karena bisa jadi saling meniadakan khasiat masing-masing. Nah, penggunaan istilah OTT ini sering diplesetkan menjadi "Orang-orang tak tercampurkan" alias tidak bisa disatukan alias ada 'konflik' dan ada semacam 'adu intelektual' antar orang-orang pinter tersebut dan 'tak ada yang mau kalah' serta 'sama-sama merasa hebat' sehingga ujung-ujungnya yang jadi korban itu yaa mahasiswanya. Terombang-ambing di atas badai 'pertengkaran terselubung antar orang-orang pinter' sehingga tidak ada 'kejelasan nasib' si mahasiswanya. Ini kisah nyata dari suatu kampus (sebut saja kampus X) di negeri antah-berantah yang antar 'orang pinter' nya pada 'adu intelektual' dan 'jontos-jontosan otak' (istilah apaaa sih iniii Fatheeel?) sampai memanaslah suasana seminar yang dijalaninya. Orang pinternya saling menyalahkan dan kekeuuh dengan argumen dan kepintaran masing-masing sehingga mahasiswa yang sedang seminarnya jadi PINGSAN di tempat! Ini kejadian nyata loh!
Fiiuuffftt....
*menghela nafas sedalam-dalamnya sambil mengumpulkan energi....sembari menyemangati diri. Hayooo dirikuuu bersemangatlaaahh, harapan itu masih ada! (Sambil mengepalkan tangan ke udara dan teriakkan "Allahuakbarr!")
Hal yang paling membuatku sedih sebenarnya adalah.... aku seperti di ujung tanduk ketidak-lulusan di semester ini. Sungguh, sangat ingin bisa lulus di semster ini. Tak ingin menambah satu semester lagi :(
Dan, satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah berupaya agar yang di ujung tanduk itu tidak jatuh. Ya setidaknya tetap bertahan di ujung tanduk. Ikhtiar dengan se-optimal mungkin, berdo'a dengan sedalam-dalamnya pengharapan (Saudaraku, do'akan yaaaahh... Do'akan. Do'a dari saudara sesama Muslim yang diam-diam kan di-aminkan malaikat dan dido'akan pula hal yang serupa. HR Muslim). Setelahnya, perkara jatuh dari ujung tanduk itu atau tetap bisa bertahan, biarlah menjadi urusan Allah saja. Bagi Allah segalanya mudah!
Harapan itu seperti timbul tenggelam. Kadang bersemangat. Tapi kadang juga bikin down. Apalagi ketika 'tidak ada kejelasan'. Ini adalah hal yang membingungkan. Meskipun sudah fixasi, tapi kemudian ada perubahan lagi. Dan kendala terbesarnya adalah jika sudah 'menyangkut orang lain' baik itu secara personal maupun instansi semisal perijinan de es be. Mungkin kita bisa 'memaksa' diri untuk menyelesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, tapi ketika urusannya sudah menyangkut orang lain, bisa 'nyangkut-nyangkut' juga mah dianya. Selain itu, kendala kecil lainnya ternyata MENYEDERHANAKAN BAHASA itu tidak SESEDERHANA yang aku bayangkan. (Enakan makan di restoran SEDERHANA ketimbang menyederhanakan bahasa, hihihi :D). Itu susahnya jika berada di 'ranah idealis' alias kampus, sehingga lupa dengan bahasa kebanyakan. Ini sih bukan pembimbingku saja yang protes, tapi anak-anak FLP Padang dulunya juga sering protes dan 'melemparkan' begitu saja tulisanku tanpa ada minat untuk dibaca lagi :( . Akan lebih baik kalo 'memasyakarakat' itu ternyata yah?
Insha Allah, akan ada 6 (ENAM) rangkaian sidang yang akan aku lalui untuk bisa lulus. Pertama sidang komisi awal. Kedua, sidang pre-seminar/sidang proposal. Ketiga sidang progress report. Keempat, sidang komisi akhir. Kelima sidang hasil. Keenam, sidang tesis. Dan tahukah dikau, bahwa belum satu tahap pun aku lewati sidangnya. Masih 'nyangkut' di sana-sini. :(
Tapi, insha Allah, aku akan berusaha untuk dapat menyelesaikan ke-enam rangkaian sidang itu (jika Allah masih memberikan umur, kesempatan dan kekuatan) sebelum Juli 2013. Betapapun kedengarannya berat, tapi insha Allah aku bisa! Semangaaaaatt!! Insha Allah aku bisa!!! Semangaaaattt!!! Semangaaaaatt!! Insha Allah bisaaaaa!!
(Jika tidak ada kendala, insha Allah sidang komisi awalnya Selasa, 26 Feb 2013 depan jam 15.00. Mohon do'anya yaaahh...). Dan aku pengen bisa sidang pre-seminarnya selambat-lambatnya awal Maret. Ini sudah terlambat 1 bulan dari time-line yang sudah direncanakan sejak Desember kemarin. Tapi tak apa lah. Mafi musykila. Insha Allah ada hikmahnya... :)
Sebelumnya, sudah harus ada Validasi instument penelitian (dalam hal ini aku menggunakan dua tools, satu dinamis dalam bentuk video animasi edukasi dan satunya lagi statis dalam bentuk leaflet edukasi). Selain itu alat ukurnya (dalam bentuk questioner) juga sudah fix dan 'tervalidasi' atau setidaknya memenuhi dan dapat dipahami karena aku tidak jadi bikin 'tools' sendiri. Aku 'nyontek' dari tools WHO saja yang memang sudah terstandardisasi dan tervalidasi...
Jadi, sepertinya harus lembur lagi niih menata ulang dan renewal dari awal lagi video-animasi nya yang 90 % nya terbuat dari flash. Si ulead nya cuma jadi 'tukang jahit' yang akan merangkaikan si flash nya biar out putnya adalah *.MWV atau *.MPEG. Dan bikin file flash itu.... "sesuatu bangeet" yaah ternyataa!? Hehehe.... *seberapapun riweuh dan sulitnya, insha Allah ada kemudahan. Sekali lagi, hayooooo bersemangaaaaaatttt!!
Sejujurnya, kemarin sempat down. Tapi sekarang sudah kembali bersemangat. Sungguh fluktuatif ya?
Husnudzhan sama Allah. Insha Allah Dia mudahkan. Toh, rintangan, hambatan, ujian, adalah niscaya adanya. Hidup itu, kan adalah perpindahan dari satu ujian ke ujian berikutnya. Selama belum lulus dengan suatu kualitas ujian, maka ujian-ujian yang datang pastilah dalam kualitas dan kelas yang sama sampai diri kita benar-benar lulus.
Sebenarnya sih, ujian hidup itu bukan hanya menyoal tesis dong yah. Masih ada ujian-ujian lain tentunya. Ya, setidaknya dari ujian itu, membuat diri kita belajar lebih banyak....
Eh, gak terasa, udah puanjaaang banget nge-spam nya akuuu. Maaf ya Bloggie, terlalu banyak postingan "spam" dan curhatan belakaa niih. Tapi mumpung ini 'rumah (maya)ku' ya biarin deh, suka-suka ajah. Hihi... :D
Oh iya, satu lagi, aku tidak menyinggung suatu instansi mana pun dalam tulisan ini ko, soalnya "kejadian ranah orang pinter" itu sepertinya tidak hanya terjadi di negeri antah berantah seperti yang kusebut di atas, tapi ada di mana-mana kayanya. Sepertinya nih yaaa. Ini menurut pengakuan banyak orang yang berasal dari ranah pinter yang berbeda-beda :D). Umumnya kejadian seperti yang aku ceritakan di atas selalu ada.
Memang sih, namanya aja "ranah orang pinter", kebanyakan isinya memang orang-orang pinter semua. Tapi sayang ajah rasanya, hanya dipandang dari satu sisi intelektual saja. Jika intelektual yang begitu hebat, dan bahkan mengagumkan itu, tidak dibarengi dengan emosional quotient, maka ada sisi-sisi lain yang justru tergilas, padahal mungkin saja itu jauh lebih penting dari sekedar intelektual belaka. Jika yang dipandang hanyalah intelektual saja, wal hasil, prodak-prodaknya juga hanyalah produk intelektual saja, tapi kurang di sisi yang lain. Padahal, kecerdasan itu ada banyak macamnyaaa... bukan hanya intelektual atau isi otak belaka. Emosional lebih penting. Dan yang lebih penting lagi Spritual. Toh kata Rasulullaah, yang paling cerdas di antara manusia bukanlah yang paling pinter matematika, yang IQ nya 140 ke atas, tapi justru yang sering mengingat hari-hari setelah kehidupan dunia. Ya kan yah?
*Aku sih sekarang masih bisanya ngomong doang soal ini. Jujur, aku juga masih jauh dari kepintaran intelektual maupun emosional, tapi setiap kita mungkin sedang belajar...belajar untuk terus meng-up grade nya. Begitu kali yah?!
Wah semangaaaaaaaaaaaaat kak Fathel :D pasti bisa!
ReplyDeleteSemangaaaaaaaaaaaaaaaaatttt.... Makasih yah Liinaaaaa.... ;)
ReplyDelete