Eh temen-temen Bloggie, ini bukan postingan penting! Jadi, berpikir ulang ulang ulang ulang ulung ulung lah untuk membacanya. :)
Mari kita sedikit bercuap-cuap tentang 'pelestarian para leluhur' itu. Hihi. Tadi habis berbincang-bincang dengan ayah ibuku via phone perihal hanpone butut adekku yang udah soak dan rusak. Hihi... Kesian banget si Adek. Tapi dianya malah easy ajaah tuuh. :D
Trus kata ayah gini, tapi dengan redaksional yang bukan seperti ini. Ini adalah alih bahasa olehku saja. Hehe. "Ya udah, nanti beliin henpon yang 'para leluhur' aja. Kan keperluannya cuma buat nelpon SMS kan? Anak sekolah kenapa mesti mewah-mewah hape nya. Entar kalo udah kerja baru boleh."
Aku ngakak abis-abisan. Ya begitulah kami. Dan mungkin di sinilah letak pesonanya tersendiri bagiku. :)
Di jaman yang serba hi-tech ini, sering kali aku melihat anak SD, SMP dan SMA (apalagi yang mahasiswa ya?) yang udah bawa henpon canggih-canggih. SD maen nya udah Iphone, uda Blackberry, Udah Samsung galaxy S2, S3 (henpon yang udah kuliah S2 dan S3 ya? :D). Padahal, anak S2 dan S3 ajah ada yang belum punya henpon yang udah kuliah S2 dan S3 #ehh. Hihi... Henpon nya duluan lulus S2 dan S3 yah? hihi... :D. Pokonya, entah apa jenisnya, entah apa mereknya, entah berapa harganya, henpon canggih seperti bukan barang mewah lagi. Sudah menjamur bak jamur tumbuh di musim hujan. Di mana-mana. Ia sudah mencapai berbagai lini. Mulai dari anak SD-S3, pengusaha, petani, pedagang, karyawan, pokonya segala lini. Gak percaya? Liat ajah tuuuh di peron kereta. Loh? Ko peron kereta yaa? Entahlah, itu jawaban ngasal. Hihi... :D
Mungkin karena banyak yang menghabiskan penungguan KRL di peron dengan mengutak-atik henpon kali yah, makanya peron kereta adalah dua kata yang muncul di kepala setelah di lakukan re-memory dan recall oleh otak. Hihi. #Halaaaah bahasa afa-afaan iniiiihh :P :P :P
Nah, justru saat ini 'henpon leluhur' malah bisa dibilang langka. Yaaa, namanya juga udah leluhur, udah aki-aki gituuh, jadi ya wajarlah yaa langka. Banyak yang udah pada pensiun, sakit-sakitan dan akhirnya wafat. Hihi... :D. 'Henpon leluhur' yang fungsinya bisanya buat Nelpon, SMS dan bunyiin alarm. Kadang-kadang masih bisa digunain buat menghitung harga belanjaan di pasar dengan kalkulatornya. Oh iyaa, ada satu fungsi lagi, liat jam dan tanggal. Hehe. Ya itulah para henpon leluhur. Boro-boro fesbukan, moto aja kaga bisa. Apa hubungannya bisa foto sama fesbukan yaah? hihi... :D
Di jaman yang serba hi-tech begini, sangat sedikit orang yang masih mempertahankan dan melestarikan 'henpon leluhur' ini. Langka. Tapi, alhamdulillaah--uniknya--kami adalah sekeluarga yang masih mempertahankan dan melestarikan henpon leluhur tersebut. Perlu masuk museum rekor muri kayanya niiih. Hihihi... #ketawagulingguling. Teman-temanku sering nanya, "Eh Fathel, bisa wasap gak?". Lalu aku tinggal ngakak lebar. Hehehe...
Seumur-umur, aku tidak pernah menggunakan henpon yang udah S2 (#ehh?)--baca : henpon yang masi muda, yang engga' para leluhur--kecuali pas lagi nda ada pulsa trus nebeng minta SMS. Hihi... :D. Pun begitu dengan ayah, ibu, dan adik-adikku. Bahkan ayahku sudah sering diledekin temen-temen beliau, agar supaya segera mengganti henpon. Tapi, tampaknya bagi beliau itu bukan hal yang prioritas dan menjadi agenda. Pun ibuku tercinta. "Ibu bialah hape mode iko se. Iko nan katuju dek Ibu." Duuuh... terenyuuh. Love Ayah Ibu both... :)
Pernah suatu ketika, adekku yang dua bocah itu dateng ke toko henpon di kampungku. Dengan penuh semangat sang pelayan tokonya mempromosikan hanpon ini itu yang canggih-canggih. Setelah cape cuap-cuap, si pelayan tokonya bertanya, "Jadi, mau pilih yang mana?", Adekku satu-satu yang cowo langsung nunjuk hape leluhur (Seingatku cuma 150ribu harganya, hihi). Tinggal si pelayan toko bengong abisss dan mungkin agak sedikit kecewa, tak satu pun promosinya laku. Melihat kejadian itu, langsung ngakak si adekku.
'Pelestarian para leluhur' ini sudah mengakar dan membudaya bagi kami sekeluarga, sehingga memiliki henpon kerreeen bukanlah sebuah misi yang harus ditunaikan. Mungkin pernah kepikiran, tapi tak pernah menjadi agenda apalagi prioritas. Mungkin ketika anak-anak lain pada merengek minta dibeliin henpon canggih oleh orang tuanya, atau sebaliknya orang tuanya dengan senang hati membelikan henpon canggih, di saat yang sama kami tak melakukan itu. Mungkin, ketika masih punya henpon leluhur, ada yang sebisa mungkin menyembunyikannya sejauh-jauhnya di dalam tas, mengetik SMS jauh-jauh di dalam laci, hihi.. tapi oleh sebab melestarikan para 'leluhur' ini telah membudaya #Hasyaaaaaahhh..., dengan santainya si leluhur bersandingan dengan para iPhone, para Android, para Blackberry. Dan, bagiku di sinilah letak pesonanya. :)
Hal yang paling aku garis bawahi dari apa yang disampaikan ayah adalah, "Kan masih sekolah, mengapa harus mewah-mewah?"
Iya, aku setuju dengan hal ini. Entah kenapa, aku sering melihat anak-anak jaman sekarang, serba difasilitasi. Kecuali untuk hal yang urgent, semestinya hal-hal tersebut jadi nomor kesekian dan tidak diprioritaskan--menurutku nih yaa. Apa karena aku sudah terasuki 'model para leluhur'? hihi :D.
Fasilitas semacam itu, kadang justru menjadi pisau bermata dua. Digunakan untuk hal-hal yang tidak seharusnya. Digunakan untuk mengakses situs-situs yang tidak seharusnya. Apalagi dengan kontrol orang tua yang tidak ketat, semisal si orang tua dua-duanya sibuk bekerja dari pagi hingga malam.
Jika pun tidak untuk hal-hal negatif, setidaknya, dengan diberikannya henpon leluhur, akan mengurangi kesempatannya untuk mengakses sosial media lebih sering (karena mesti menggunakan komputer atau laptop terlebih dahulu, itu pun kalau ada pulsanya), yang mungkin saja melalaikan. Allahu'alam bish-shawab.
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked