Air Terjun Telun Berasap

Ahad yang cerah, aku ikut rombongan para sepuh-sepuh (hihi, maksudnya kebanyakan para sepuhnya ketimbang anak mudanya) untuk jalan-jalaaaann (horreee banget dah yang namanya jalan-jalan :D) ke Kerinci, Provinsi Jambi. Uhuuyy... Akhirnyaa, menginjak tanah jambi juga :) for the first time.
Sesungguhnya, provinsi Jambi adalah provinsi yang berbatasan langsung dengan Prov. Sumbar. Dan Kab. Kerinci adalah Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kab. Solok Selatan, kampungku yang indah dan damai. Akan tetapi, aku belum pernah sebelumnya menginjakkan kaki di perbatasan provinsi kami tersebut (meskipun di kampung sendiri). Paling jauh yaa area outbond DPD PK Sejahtera Solok Selatan pada bulan November tahun lalu di mana aku adalah salah satu psertanya :) yang berlokasi di dekat perbatasan provinsi (yaa kira-kira masih sekitar 20 km-an lagi menuju batas provinsi). Tapi yang amat sangat disayangkan, jalan propinsi koq ya jelek bangeet, sempit lagi. Perdu-perdu dan semak di pinggir-pinggir jalan bahkan sudah memakan badan jalan. Sedih, kenapa tidak diberesin yah? Jalan propinsi ko cuma selebar jalan kampung tho? Ga bisa nyalip-nyalip mobil lah kalo di jalan itu.

Aku excited sangat dong yah. Secara, untuk pertama kali gitu looh. Meski nda ada temen seumuran, tak mengapa lah :D
Di Pelompek, Kec. Gunung Tujuh, Kab. Kerinci kami serombongan dijamu sama tuan rumah dengan hidangan jangung rebus, kacang rebus dan keripik singkong. Mataku langsung berbinar-binar menatap jagung kuning keemasan yang nyengir. Hihi. Pengen ngelahap semuanya deeh, hehe. Tapi tentu saja itu tidak kulakukan. Kalau iya,malumaluin banget. Hahaha...

Aara silaturrahim yang menyenangkan dan plus dapet jatah satu kresek bessuaaarr masing-masing kepala yang masing-masing berisi kol, labu siam, dan ubi jalar. Memang bener, silaturrahim itu mendatangkan rizki dan memanjangkan umur yah, seperti sabda Rasulullaah. Sekalian deh ibu-ibu menyerbu toke cabe dan beli cabe merah yang harga sekilonya cuma Rp. 40.000,- (secaraa sekarang cabe merah mahal bangeeet gituh loh. Di kampungku saja, harganya mencapai Rp. 60.000,- sekilo sejak idul adha 1434 H kemarin). Setelah itu rombongan memutuskan untuk jalan-jalan ke tempat wisata Air Terjun Telun Berasap, Taman Wisata Nasional Kerinci Seblat.

Wuiihh, ma syaa Allah... ma syaa... Allah ma syaa Allah...,
Buaaaguuuss sangaaaatt. Sungguh maha besar Allah. Kagum banget liat pemandangannya yang luar biasaa. Aku sampai teriak-teriak gituh saking kagumnya. Lupa kalo lagi jalan bareng para sepuh. Hihi Debit air yang terjun itu sepertinya cukup beessuuaaarr sehingga menimbulkan pancaran air yang jauhh dan terlihat seperti kabut berasap. Itu kan masih jauhan yah dari air terjunnya, tapi pancaran airnya nyampe ke kami dan kamera sempet basah deh. Jangan bayangin bisa mandi-mandi kaya airterjun lembah anai yah. Soalnya airnya deerraaass dan bessuuaaarr. *lebay*

Ini oleh-oleh sedikit view di sana :)
View air terjunnya yang mengagumkan..

Untung Saja...

Kita mungkin sering melihat (eh mendengar) kalimat-kalimat yang mengandalkan si "Untung Saja"...
Semisal,
"Ada kecelakaan di jalan blablabla, untung saja ada ambulans lewat"
"Hari ini aku terlambat berangkat ke kampus, untung saja ada temanku yang bersedia memboncengi motornya."
"Sebenarnya pekerjaanku ini sangat berat, untung saja sekretarisku pintar."
"Aku tadi terjatuh di jalan, untung saja bukan jalan yang berbatu runcing-runcing."
"Motorku tabrakkan dan kepalaku terhempas ke bebatuan, untung saja aku pakai helm"
"Malam sebelum ujian farmakoterapi aku ketiduran, untung saja aku masih sempat baca materinya di kereta." (pengalaman pribadi, hihihi :D)
"Nilaiku anjlok semester ini, untung saja ada SP."
"Di kampungku tak lewat angkot ehh angdes, untung saja ada ojek."

Ada banyaaak sekali untung saja di hidup kita. Mungkin sepintas terlihat sebagai sesuatu yang kebetulan.
Tapi sesungguhnya, si untung saja, adalah suatu ketetapan-Nya, suatu kemudahan yang Dia hadirkan untuk diri kita. Sebab janji-Nya selalu pasti, bahwa setiap kesulitan pasti Dia sertakan kemudahan.

Demi si Latuik-Latuik

Sore nan cerah di hari Ahad, aku sudah berniat untuk hunting si Latuik-Latuik. Jangan tanya aku apa nama bahasa Indonesia si Latuik-latuik yah, karena aku tak tahu nama bahasa Indonesianya. Kalau bahasa Jawanya aku tahu (kali ini canggih kan? Lebih tahu bahasa jawanya ketimbangan bahasa Indonesianya, heuu...).

Menurut informasi yang aku terima, si Latuik-Latuik ini sangat berkhasiat. Maka tertarik lah aku untuk membuat dan meminum teh Latuik-Latuik ini. Sebenarnya agak sedikit kurang masuk akal untuk orang seperti aku yang prefernya lebih ke obat-obatan konvensional, bukan tradisional dan herbal, memilih meminum teh Latuik-latuik, sebab aku lebih banyak mengkaji soal obat-obatan konvensional. Tapi kadang, keinginan untuk sesuatu lebih mengalahkan logika. Hihi :D
*apaansih! -_-"

Aku masih ingat dengan sangat jelas, semasa kanak-kanak dulu, aku sering bermain si Latuik-Latuik, dan pohon perdu (apa iya perdu yah?-___-") itu tumbuh di dekat kaki bukit Anda, lebih jauh sedikit dari rumah panggung masa kecilku. Rumah yang penuh kenangan di mana sejak aku berumur 1 tahun hingga kelas 5 SD aku habiskan di sana, di pinggiran sungai Batang Lawe, dekat kaki bukit Anda. Nah, ke sanalah aku memburu (ko memburu yah? Emangnya hewan buruan? -__-") si Latuik-Latuik. Sudah hitungan tahun (mungkin sepuluh tahun yang lalu, atau lebih) aku tak pernah ke sana lagi, ke dekat kaki Bukit Anda. Paling jauh yaaa, sampai rumah lama Ayek yang kami tempati dua keluarga (Keluarga Ibuku dan Keluarga Uwo) hinga tahun 1997 itu.

Cukup excited aku mengunjungi tempat penuh sejarah masa kecil. Sungguh sudah banyak yang berubah, tapi keasliannya masih terjaga. Setidaknya, aku masih mengenali tempat-tempat itu. Rumah sahabat kecil kami (aku dan Yuna) sudah sangat jauh berubah. Dan, alhamdulillaah aku sempat mampir ke rumah sahabat kami itu, yang belum 2 minggu lalu menikah. Sungguh, tidak terasa begitu cepat waktu berlalu. Rasa-rasanya, baru kemarin kami melewati masa-masa kecil, bermain Lore, Main petak umpet, mandi-mandi di Lubuak (yang sebenarnya air sungai yang kami bendung pakai bebatuan, hehe) yang apabila 'si kuning' lewat, segera berhamburan ke pinggir kali, hihi :D. Lalu makan gadang, ke MDA bareng-bareng (kalau sekarang lebih populer dengan TPA yah?). Dan sekarang, kami telah melewaati fase hidup yang lebih jauh. Ah, sungguh hanya sebentar rasanya.

Aku dan Uwo menelusuri semak-semak, dan juga tempat aku bermain latuik-latuik masa kecil dulu. Tapi, ternyata tak kujumpai latuik-latuik di sana lagi. Ah, sudah belasan tahun berlalu. Itu adalah ketika aku masih kelas 3 SD. Sekarang? Sudah 26 tahun. Sudah sangat lama. Jadi wajarlah jika latuik-latuik itu tidak ada lagi di sana.

Walaupun maghrib menyudahi pencarian latuik-latuik dengan hasil yang nihil, setidaknya aku senang sudah bisa bernostalgia dengan kenangan masa kecil. Setidaknya aku lebih sadar, kalau waktu di dunia ini hanyalah sejenak. Baru kemarin rasanya...

Esok sorenya, aku ditelpon Ni Em (kakak sepupuku), kalau latuik-latuiknya sudah ada di Palak Gadang (di rumah Ni Em dan Uwo beserta keluarga). Wuihhh senangnya bukan kepalang. Langsung tancap gas ke Palak Gadang. Dan hari ini, teh latuik-latuik sudah kunikmati.
Kunikmati?
Heuu.. sesngguhnya tidak nikmat ternyata, pemirsa!
Aku sudah nausea banget hampir vomiting. Mual yang nyaris muntah. Produksi saliva meningkat 3x lipat pertanda aku sudah mau mengeluarkan seluruh isi lambung (lebay banget, seluruh isi lambung! -__-"). Tapi, aku coba bertahan. Emang nda enak banget yah mual itu apalagi sampai muntah. Parno banget dengan yang namanya muntah :(

Akhirnya, aku coba rebahan dulu, menetralisir isi lambung biar tidak sampai keluar. Malah ketiduran ba'da maghrib. Setelah bangun, aku selesaikan project orderan cover buku, lalu mengirimkannya (meng-uploadnya), serta menulis tulisan ini, hehe. :)

Keren Abis!

Ma syaa Allah, seneeengnyaaa... aku dapat 'mainan baruuuu'...
Alhamdulillaah...
Sini ta' liatin skrinsyut nya :D
Tepatnya sofwer yang ke-3 dari kanan :)



Apa itu?
Eng ing eng.....

Adobe After Effect...

Wuihhh, ma syaa Allah, ternyata ini tho, sofwer pembuatan filem-filem canggih yang kaya nda mungkin dalam kenyataannya untuk di shooting atau difilemkan, semisal pesawat jatuh, ledakan mobil, tabrakan tragis berdarah-darah, gedung yang meledak dan hancur berkeping-keping, rumah yang terbakar satu kampung (gimana cara kameramen nya buat nge-shoot pesawat di udara, atau berapa mahal sebuah film jika harus 'ngebakar' pesawat dan mobil serta rumah dalam jumlah buanyaaaak?)
Ternyata, adobe after effect (selanjutnya disingkat jd AE ajah ya?) jawabannya.
Bahkan AE dapat memungkinkan sebuah film adegannya hanya di satu ruangan saja).
Kerreeeen! Serius, kerreen bangeeet.

Adobe after effect adalah sofwer pembuat animasi tiga dimensi yang membuat animasi terlihat 'nyata'.
Deuhhh, sayang banget yah aku baru berkenalan dengan AE ini sekarang. Coba dari pas jaman tesis dulu. Biar animasi edukasi obat aku lebih canggih lagi. Pas tesis kemarin cuma menggunakan Photoshop, Adobe flash sama Ulead doang. Coba aku udah kenalan dulu sama si AE, sama Adobe Priemere, sama si Blender, pasti bakalan lebih seru ngerakit animasinya. Heuu... Tak apa lah, late is better than never. Hihi :)

Walaupun masih blank, tapi aku sungguh-sungguh sangat bersemangat mempelajarinya dan berselancar di AE (sama seperti bersemangatnya belajar Photoshop dan Flash dulu, heuu.... )
Alhamdulillaah, dapat mainan baruuuu... :)
Lumayan euy, dari pada harus galau karena kangen beraaaaatt dengan suami tercinta. So, ini jadi ajang buat mengalihkan kegalauan. Heuu... Alhamdulillaah :)

Curhat Berapi-api :)

Saya sebagai orang sangat awam di dunia per-media-an tentu tidak dapat mengakses segala informasi dari berbagai lini apakah itu politik, ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainya secara langsung. Dan tentu saja saya mengandalkan perantara suatu media sebagai corong informasi.
Seyogyanya, sebagai corong informasi, tentulah apa yang disampaikan akan diterima 'bulat-buat' oleh pengkonsumsi informasi sebab si pengkonsumsi informasi tidak selalu dapat mengakses langsung berita atau informasi tersebut.


Tapi, sebagian media malah memanfaatkan 'keluguan' tersebut dengan mempelintir berita, sehingga yang fakta jadi sirna, yang fiktif jadi fakta. Dengan memanfaatan 'keluguan' pemirsa ini, mereka 'menggiring' opini publik, membuat yang salah jadi terlihat benar yang benar jadi terlihat salah. Lalu, berlompatanlah hujat-hujatan, cacian, makian, atas dasar opini publik yang telah digiring tersebut. Oke, mereka berhasil. Berhasil menggiring opini publik untuk percaya dan menyetujui pemberitaan salah yang terlihat benar itu. Tapi mereka belum tentu berhasil di pengadilan Allah!

Oke saya percaya, bahwa setiap media memiliki sebuah 'kepentingan' di belakangnya, tergantung siapa 'penyokong' si media itu. Silahkan saja meng-koar-koar-kan idealisme dan 'kepentingan'nya selama yang dipaparkan tetaplah sebuah fakta, yang benar itu adalah benar dan yang salah itu adalah salah. Jangan sampai, ketika sesuatu itu ternyata berseberangan dengan kepentingan sang media, lantas pemberitaannya sumbang. Sebagian diungkap dan sebagian lagi ditutupi.

Sejujurnya, saya jadi sedikit apatis terhadap media. Sulit bagi saya untuk percaya begitu saja dengan media, setelah sering kali dihadapkan pada berita yang setengah-setengah. Kadang yang kecil dibesarkan, yang besar disembunyikan tergantung sejauh mana kepentingannya terdukung. Jika kepentingannya didukung, maka akan digadang-gadangkan. Jika kepentingannya terusik, sebisa mungkin segala identitas yang menjurus pada negatifnya kepentingan itu, ditutupi-tutupi, bagaimanapun caranya.

Sungguh sehebat-hebatnya media mempopulerkan sesuatu (atau seseorang) sementara ia nya tidaklah sedemikian rupa, atau sebaliknya, sehebat-hebatnya media menjatuhkan sejatuh-jatuhnya sesuatu (atau seseorang) hingga terlihat tak sedikitpun mermartabat dan kebaikannya, padahal sesungguhnya tidak begitu, percayalah suatu saat KEBENARAN AKAN MENEMUKAN CARANYA SENDIRI UNTUK TAMPIL SEBAGAI PEMENANG. Apakah dengan cara yang berdarah-darah, menemui jalan yang penuh liku, tetap saja KEBENARAN ITU AKAN MUNCUL, karena Allah bersama orang-orang yang memperjuangkan kebenaran. Sehebeat-hebatnya sesuatu disembunyikan dengan sedemikian rupa, yakinlah bahwa ALLAH TAK PERNAH TIDUR. Dia menyaksikan segalanya. Sungguh, segala sesuatu yang diberitakan, AKAN DIMINTAI PERTANGGUNGJAWABANNYA. Siapakah yang berani melawan dan berkelit serta menyembunyikan fakta di hadapan pengadilan Allah?


#Ini curhat dari seseorang yang awam seperti saya :)

The Injury Time of Aljabar

Haha, judulnya ngaco banget yaaah??
Tapi biarlaahh :D

Pengalaman pertama jadi guru matematika anak SMP, seruu juga ternyata :)
Heheuuu....

Aku ada kelas jam 16.00-17.45 di hari Kamis. Tapi sore pertama itu, aku benar-benar tidak siap. Pasalnya, materi Faktorisasi Suku Aljabar itu ada di dalam laptop. Masalahnya, aku sudah menggunakan seluruh daya batrai di laptop (yang udah di cas full semalamnya) untuk skype-an dengan suami sehingga pas mau ngecek materi yang mau diajarin, batrenya udah sekarat dan peristiwa ini bertepatan dengan kejadian mati lampu berjam-jam (yang emang udah langganan di kampungku tercinta). <-- kalimatnya panjang amir. Kalo pembimbing akuuh baca, pasti udah dicoret-coret dan dikasi tulisan merah : HINDARI KALIMAT YANG LEBIH DARI 3 BARIS. Heuu... Syukurnya, ini bukan skrpsweet atau tesisong, apali disertasi :P

Keputusan Itu...

Ini adalah kelanjutan kisah dari postingan sebelumnya, sejarah mungkin berulang. Hehe.

Sejarah Mungkin Berulang

Hmm.. sepertinya sejarah kembali berulang. Hehe.
Selepas lulus apoteker dulu, aku memutuskan untuk mengajar anak-anak SMA matematika. What? Matematika? Iya. #Mungkin aku salah jurusan. hihi... :D

Nah, sekarang, selepas master farmasi klinis, aku kembali mengajar anak-anak matematika! What?
Yaa begitulah. :D

Sebenarnya ada 'tawaran-tawaran' yang terlihat lebih menggiurkan. Tapi...
Hidup itu adalah pilihan.
______________

Belajar Merangkak

Belajar Merangkak :)
Dulu, waktu masih terbilang kanak-kanak, sekuat tenaga kita belajar. Belajar tertawa, belajar merangkak, belajar berjalan. Terjatuh. Menangis. Lalu belajar lagi. Terjatuh lagi. Bangkit lagi. Belajar lagi. Hingga kita bisa berlari menapaki dunia.

Tapi kadang, saat ini, begitu mudah kita menyerah. Sedikit keterjatuhan saja, kadang membuat kita tak mampu (mau) bangkit. Padahal, dulu kita tak pernah lelah dan bosan belajar. Bahkan ketika kita belum memahami banyak hal.

Hayoooo Semangaaaaattt...