Just Self Contemplation

Postingan ini masih related to Cita-Cita Sangat "Sederhana" yang aku posting sebelumnya. Berhubung ini adalah blog pribadi yang kebanyakan isinya adalah curcol dan tidak bisa dijadikan referensi ilmiah tentunya, maka isinya pasti mengikuti mood dan suasana hati serta preferensi hal yang sedang diminati pemilikinya. Hihi... Ya, jadii... aku nulis ya nulis aja. Seperti air yang mengalir sesuai dengan hukum alamnya, ke tempat yang rendah. Nulis buat aku, semacam leisure time lah meskipun kebanyakan tersimpan di draft doang karena ga sempat dituliskan. Paling kalo semua isi keluarga sudah bobo cantik dan bobo ganteng, baru deh aku nuliis. Daaan, serunya adalah... di blog ini juga aku kebanyakan pakek credo "tulisin apa yang dipikirin", bukan "pikirin apa yang ditulisin". Jadii bener-bener depend on situation and condition, preferensi, minat, ketertarikan atau apalaaah saat aku nulis... misal lagi TA ya pasti seputar dunia ke-TA an, dan kalo udah jadi emak, preferensinya  pasti berhubungan dengan dunia per-emak-an😄. Okeeh sepertinya aku tidak perlu memperpanjang mukaddimah lagi yang biasanya memang selalu panjang lebar dulu sebelum bener-bener sampai ke inti permasalahannya... wkwkwkwk... 😂

Berhubung aku lagi sedikit mendalami dunia parenting dan dalam rangka berbenah seperti yang aku ceritakan sebelumnya (kali ada yang tertarik, jadi sila klik aja link nya di atas yaak), maka yang aku tulis masi seputar ini laah...

Kali ini tentang kontempelasi diri, merenung, meresapi dan mempelajari soal 'rasa' yang muncul di hati... Iya, tentang rasa... karena wanita lebih mengutamakan rasa? Ahh lupakan dulu soal diferensiasi lelaki dan wanita tentang porsi rasa dalam mendominasi keputusan atau reaksi sikap yang dimunculkan atas sesuatu kejadian atau hal. Heuheu... Mari memberi kanal saja untuk rasa yang ada di hati... ☺😊

Setelah mulai sedikit berbenah, menjemput kembali yang tertinggal, mengilmui kembali yang seharusnya diilmui dari sedari dulu kala, berasa diri ini masih sangat jauh. Semakin digali, semakin berasa banyak rombengannya... Tapi, semangat itu benar-benar sangat fluktuatif. It's hard to maintenance the spirit in "therapeutic" window...

Ya, kadang terasa sangat bersemangat sekali... Tapi, di satu titik merasa lelah sendiri...

Fiiuuftt... Bismillaah...
(Pakek menghela nafas panjang dulu sebelum menuliskan ini... Sebagaimana memang menulis tentang ini tak mudah buat aku)...
Terkait artikel sebelumnya tentang berbenah, ada satu dari dua point yang paling urgent untuk dibenahi terlebih dahulu (yang mungkin saja keduanya saling berkaitan satu sama lain). Point pertama adalah emotion stabilizer dan point kedua adalah how to talk with kid and kid will listen (bahasa singkatnya: komunikasi). Nah yang menjadi perenunganku  adalah point pertama (tanpa menafikan pentingnya point kedua). Tentang emotion stabilizer.

Setelah melewati perenungan panjang, aku menyadari bahwa aku terkadang (dan mungkin cukup sering) berada pada titik labil emosi kepada anak. Bahasa sederhananya; marah dan emosi yang sulit dikendalikan 😣. Kadang hanyalah menyoal hal sepele (dan anak-anak tetaplah anak-anak yang belum megerti apa-apa, sedang belajar mengeksplorasi dunia). Dan, kemudian berujung pada penyesalan setelahnya (setelah cooling down). Buntut terseringnya adalah merasa down, merasa tidak menjadi ibu yang baik, merasa wanna escape and going alone far far far away untuk sesaat... Lalu satu pertanyaan muncul tanpa permisi, "hey! What's wrong with me... Kenapaaa aku beginiiii?"

Ketika masih single, aku merasa tak begini dulunyaaa... Jika pun ada emosi, tidak sampai sebegininya. Kenapa sangat mudah tercetus bahkan buat hal-hal yang sangat sepele sekalipun jika terkait soal anak? Astaghfirullah...
Selalu berjanji untuk memperbaiki, tapi kerap pula terulang lagi dan lagi! 😢

Setelah aku berpikir mendalam, kesimpulan yang aku kantongi adalah; bisa jadi aku berada di titik saturasi, bisa jadi karena kurang merasa menjadi diri sendiri di saat memang urusan di luar diri yang harus segera dipenuhi terlebih dahulu. Di saat merasa diri tak berarti dan tak berdaya guna. Di saat merasa sangat sangat sangat down... Bisa jadi aku sedang sangat mengantuk dan ingin tidur sementara kondisinya membuatku tidak memungkinkan untuk tidur... Bisa jadi... Bisa jadi... Bisa jadi... (banyak hal lainnya mungkin).
Selama ini support dari suami sangat membantuku dan sudah menjadi emotion stabilizer bjat aku. Big hug ketika down even not in down condition. Big appreciate even in a small achievement. Waktu untuk melakukan "me time". Great help di pekerjaan rumah tangga. Semua "pupuk jiwa" ini sudah diberikan oleh suamiku tercinta (Ma shaa Allah... Jazakallah wa Barakallahu fiik ya Zaujiy...). Tetiba ada satu kata yang tiba-tiba muncul menyoal ini dan cukup menggentayangi fikiranku: inner child!

Inner child. Kata yang sebenarnya sangat sulit untuk aku deskripsikan. Konon kabarnya, inner child (terutama untuk perasaan negatif) ini akan muncul ketika kita berada di situasi yang berat, jenuh, emosi dan kita akan mengekspresikannya sama seperti apa yang pernah kita alami atau menuntut kita "memenuhi kekosongan" yang sempat kita ingini atau kita butuhkan dulunya, jauh ketika kita belum mengingati sesuatu. Tersimpan rapi di alam bawah sadar kita, dan terpanggil kembali ketika kita menghadapi situasi yang sama ketika kita dewasa.

Ketika kondisi kita normal, mungkin kita merasa baik-baik saja. Yes, i'm OK. Ga ada yang salah dengan aku. Tapi, pada satu titik ketika kita merasa "out of control" mungkin kita akan bertanya-tanya pada diri kita "mengapa aku sebegininya", "mengapa aku mudah sekali tercetus marahnya", "mengapa aku sulit sekali mengambil keputusan", dan sederetan "mengapa aku..." lainnya. Dan kadang aku bertanya seperti itu ke dalam diriku sediri...

Tapi, aku sendiri merasa sejauh ini belum bisa menggali lebih dalam mengenai inner child ku. Aku belum berani untuk 'jujur' pada diriku sendiri untuk membuka lembaran memori lalu. Membiarkannya jauh jauh dan sangat jauh tersimpan dalam peti memori...
Tapi, dalam perenungan, tetiba saja pertanyaan pertanyaan itu muncul di relung hati. Butuh jawaban kah? Entahlah, sejauh ini aku masih missing tentang ini...

Bingung yaa bacanya? Haha... Iya. Maafkan, ini hanyalah sekedar kontemplasiku saja dan ketahuilah bahwa sebenarnya aku juga masih bingung dengan inner childku sendiri. Yang aku rasakan adalah aku membutuhkan emotion stabilizer yang bersumber dari diriku sendiri. Untuk emotion stabilizer external mungkin aku sudah dapatkan dari suami, tapi tetap saja aku membutuhkan emotion stabilizer internal; Mendamaikan inner childku sendiri sebelum menjadi pendidik dan pengasuh yang baik untuk anak-anakku.

Setiap orang (ibu) pastilah ingin menjadi lebih baik dan ingin menghasilkan generasi yang lebih baik dari dirinya. Setiap orang (ibu) pastilah tidak ingin mewarisi dari generasi ke generasi tentang inner child yang buruk dan emosi negatif yang pernah ia terima... Dan pertama kali yang seharusnya ia lakukan adalah "mendamaikan inner child nya sendiri".

Aku in shaa Allah ingin bahas lebih jauh lagi soal emotion stabilizer ini. In shaa Allah di lain waktu... Karena ini judulnya adalah self contemplation, maka aku murni menuliskan tentang kontemplasi saja dan tak ingin berpanjang-panjang merumuskan solusi di sini... 😄

Cita-Cita Sangat "Sederhana"

Disclaimer:

Konten ini berisi curhat colongan. Isinya panjang kali lebar kali tinggi (volume dong yaa?!). Jadii, harap berpikir-pikir dulu sebelum membaca lebih lanjut! Jika masih tetap ingin membacanya, harap siapkan segelas teh, secangkir kopi, atau cokelat hangat di musim hujan atau musim gugur ini. Jangan lupa sepiring camilan. (Lagian siapa juga yang baca sih Fathel? wkwkwkwk... gede rasa ajah aahh).

Baiklah, kali ini mungkin aku akan sedikit berpanjang lebar. Dan itulah bahagianya punya blog yang pengunjungnya bisa dihitung jari. Hanya orang-orang serius sajalah yang akan rela mengetik URL dan mampir di mari. Maksudnya, kalo ga serius ga usah mampir apalagi ngomong sama orang tuanya buat ngelamar... itu PHP namanya.. #ehhh...
Jadi, karena ga harus 'berinteraksi' apalagi nungguin likers wkwkwkwk, dengan blog kita bisa bebas berekspresi. Suka-suka mau bikin apaa, pure from the bottom of the heart... Makanya, blog selalu lebih mempesona buat aku ketimbang eksis di dunia medsos (dan udah mencapai titik saturasi juga kali yaa untuk bermedsosan yang dulu memang pernah mengalami masa jaya. Apa-apa di share ke medsos. Apa apa di curhatin ke medsos. Ahh, pengen nutup muka pakek niqob ihrom kalo inget masa-masa alay ini... Hihihi..).
Lho..lho... ini malah mukaddimahnya terlalu panjang kayak tali telepon yak. wkwkwkwk...

kembali ke judulnya, Cita-cita sangat sederhana.
Mendengar kata sederhana (apalagi dibubuhi kata 'sangat'), kira-kira apa yang ada di pikiran kita dan kebanyakan orang?
Mungkin kata-kata yang tepat untuk mewakilinya adalah simple, gampang, mudah, tidak butuh banyak efforts, bisa sambil lalu, hmm.. apalagi yaa? Bahkan salah satu soal ujian di pelajaran matematika zaman SMP atau SMA berbunyi "sederhanakanlah persamaan berikut!" yang berarti persamaan yang terlihat rumit itu diuraikan menjadi bentuk paling sederhana.
Ya begitulah si sederhana (salah satu pengecualiannya adalah sebuah nama rumah makan yang bikin saku ga sederhana sih).
Tapi, sebagaimana si rumah makan itu, begitulah sederhana. Tak selamanya sederhana itu mudah, simple dan tak butuh efforts. Ada sederhana yang sangat rumit. Ada sederhana yang sangat tak mudah. Salah satunya (selain nama si rumah makan) adalah sebuah cita-cita.

Cita-cita sangat sederhana.
Jika aku dulu ditanyakan, "apa cita-citamu?". Ketika setiap teman-teman seperkuliahan yang memang kebanyakan perempuan menjawab ingin menjadi pharmacist ini, pharmacist itu (pharmacist banyak bidangnya lho fyi!), aku menjawab spontan "Cita-citaku sangat sederhana, ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik. Lalu, cita-cita sampingan ingin menjadi farmasis yang berdaya guna."
Dulu... Duluuu sekali... satu dasawarsa yang lalu. Jika kamu iseng mengetikkan keyword 'Ibu rumah tangga yang baik' di blog ini, maka kamu akan menjumpai banyaaaak sekali tulisan-tulisanku (yang semoga ga kebanyakan alay ala anak mahasiswa) yang bertajuk ini. Kayak macam udah pakar aja... Padahal asline yoo ndak berilmuuu aku ini. Kalau aku baca lagi, sungguh aku jadi malu pada diri sendiri. Tentang apa yang sudah kutuliskan. Tentang keidealisanku yang waktu itu masih jadi penonton, bukan pelakon. Komentator, bukan pemain. Ya, tolong dimaafkan saja yaa. Maklumilah mahasiswaa, sangat idealis, belum berjumpa dunia nyatanya.

Ya begitulah. Aku, meskipun dulu sangat menyukai dunia parenting, membaca berbagai buku pengasuhan anak, tetap saja merasa menjadi ibu rumah tangga itu bukanlah hal yang mudah dan aku merasa sama sekali tak memiliki bekal apa-apa. tetap saja masih sangat sangat sangat sangat sangat.... sangat jauh dari sosok ibu rumah tangga yang baik. Menjadi ibu rumah tangga sama sekali tidak semudah dan sesederhana pengucapannya. Sama sekali tidak sesimpel yang aku bayangkan dulunya. Dan mungkin jauh lebih susah dari pada menjadi quality assurance staff even manager di sebuah industri obat, menjadi clinical pharmacist yang handal di sebuah rumah sakit besar yang hafal sepuluh ribu macam obat berikut drug related problem nya. Ah, menjadi ibu rumah tangga lebih rumit dari itu menurutku. Memiliki cita-cita sangat sederhana: menjadi ibu rumah tangga yang baik benar-benar tidak mudah, butuh efforts yang banyak, tidak simple, complicated, butuh kesabaran tingkat tinggi dan sangat butuh ilmu!

Menjadi ibu rumah tangga menurut pandangan orang kebanyakan (apalagi ibu-ibu jaman dulu kali yaa) bukanlah hal yang perlu diistimewakan. Hal biasa. Bisa sambil lalu. Atau sesuatu yang harusnya begitu, sudah kodratnya. Ga butuh apapun koq. Tinggal jalani aja.
Ah, ternyata cara berpikir seperti inilah yang ternyata sudah salah sejak awal. Banyak orang (terutama di kampungku, entah di kampung atau kota lainnya) berpikir bahwa menjadi ibu rumah tangga itu sudah seharusnya, tapi bisa memiliki pekerjaan yang bonafid, itu baru istimewa. Sebutlah menjadi PNS (sebuah prestise yang bonafid ala kampungku dan aku pernah sekali ikut tes PNS juga hihihi dan meskipun pada orang jaman now menjadi PNS sudah disebut cita-cita jadul ketinggalan jaman hehe) tetap menjadi sesuatu yang dikejar. Ya, aku juga tidak bisa menggenaralisasi untuk semua orang tentunya. Ada orang tua tunggal yang mau tak mau harus bekerja menghidupi anaknya. Ada orang yang sangat sangat membutuhkan pekerjaan yang diluar kondisi normal. Aku sedang bicara tentang persepsi ibu rumah tangga dalam konteks secara umum dan kondisi tanpa pengecualian.
 
Mengapa aku bisa mengatakan bahwa menjadi ibu rumah tangga jauh lebih rumit dari pada menjadi quality assurance manager di sebuah industri obat, menjadi clinical pharmacist yang handal di sebuah rumah sakit besar yang hafal sepuluh ribu macam obat berikut drug related problem nya? Seperti yang dijelaskan oleh temanku (aku hanya mengutip dengan menggunakan bahasa sendiri) bahwa generasi sekarang dipersiapkan bukan untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik tapi dipersiapkan untuk menjadi wanita karir. Meningkatnya taraf pendidikan (dengan banyaknya wanita yang bersekolah hingga tingkat lanjut) serta merta membawa dampak bahwa wanita lebih siap menjadi ekonom,akuntan, scientis, arsitek, dokter, farmasis, bidan, perawat, engineer, guru, dari pada menjadi ibu rumah tangga. Apalagi dibubuhi dengan cara pandang menjadi ibu rumah tangga adalah sesuatu yang seharusnya secara kodrat mesti dilalui, bukan dipandang sesuatu yang mesti dipersiapkan dan diilmui.

That's what happen to me. Alhamdulillah Allah kabulkan cita-citaku untuk menjadi ibu rumah tangga (yang masih tertatih-tatih menuju baik). Sejujurnya, setelah menjadi pelakon bukan penonton; pemain bukan komentator, aku merasa lebih siap untuk menjadi clinical pharmacist dari pada menjadi ibu rumah tangga. Sebab, menjadi farmasis, aku sudah dibekali dengan ilmunya hingga bahkan 7 tahun! Tapi ketika menjadi ibu rumah tangga ternyata masih banyaaaaaaaaaaaaak dan sangaaat banyaaaaaak (entah butuh berapa huruf A lagi untuk menyatakan banyaknya) ketertinggalan yang harus aku kejar. Bahkan aku yang sudah membaca banyak buku tentang mendidik dan mengasuh anak dulunya pun, sekarang merasa menguap entah di mana itu isi bukunya. Aku merasa sama sekali tak punya bekal. Aku tak punya ilmu. Aku sungguh butuh ilmu dalam menjadi ibu rumah tangga. Dan semakin kusadari betapa menjadi ibu rumah tangga benar-benar sangat butuh persiapan, jauh melebihi karir lainnya. Menjadi ibu rumah tangga lebih dari sekedar memastikan obat layak dipasarkan atau tidak, melainkan menyiapkan sebuah miniatur peradaban. Sebuah lingkungan, hingga negara yang baik pastilah terdiri dari kumpulan-kumpulan keluarga-keluarga yang baik. Bukankah ini tugas yang berat?! Obat yang diproduksi boleh jadi cuma satu jenis yang diproduksi masal, tapi setiap anak yang lahir sungguh sangat personalize perlakuannya. Mereka unik. Mereka tak sama, bahkan dengan kita sebagai ibunya sekalipun. Apakah hal ini tak butuh disiapkan? Obat yang rusak dan tak layak dipasarkan, masih bisa diretur, masih bisa dibuat ulang, tapi generasi yang sudah terlanjur rusak? Dapatkah kita meng-undo nya? Dapatkah kita mengembalikan waktu dan mengulangi pembenahan dari awal lagi? Ahh, lagi-lagi, menjadi ibu rumah tangga bukanlah sesuatu yang kodrati semata, tapi sesuatu yang benar-benar harus diilmui sekaligus DIPERSIAPKAN!

Ya... Ya... Ya... Sekali lagi, aku benar-benar merasa sangat tertinggal jauh. Ada banyak yang missing dari persiapanku dulunya. Aku tak bersiap ketika ada kondisi di mana harus menghadapi sesuatu yang berulang yang mungkin terkadang membuat jenuh. Aku tak bersiap menghadapi karakter setiap anak yang sangat unik. Tak ada perpustakaannya. Tak ada bukunya. Yang ada hanyalah kisi-kisinya saja. Guidance yang diberikan agar tetap pada right path. Aku tak bersiap dengan selaksa kesabaran yang kadang (atau sering) kehabisan stok dan butuh renewal terus menerus. Aku tidak bersiap dengan perangkat emotion stabilizer yang membuatnya tetap stabil ketika banyak sekali pencetus-pencetusnya. Ahh... jika dilist satu persatu di sini, mungkin space postingan blog ini tak cukup untuk menampungnya, saking banyaknya persiapan yang harus dibenahi.

Ya begitulah cita-cita sederhana yang pada kenyataannya sama sekali tak sederhana. Banyak hal yang perlu dipersiapkan, dibenahi, dipelajari. Tentang bagaimana tetap memaintenance kebahagiaan di banyak kelelahan, kesalahan, ketidaksabaran, dan semoga bukan keputus-asaan--na'udzubillah. Semisal melakukan sesuatu yang berulang, pada titik jenuhnya, syaithan merayu, "Ahh Fathel, coba dulu kau terima saja tawaran menjadi dosen", "Coba kalau kamu sekarang bekerja di farmasi klinis, bidang yang kamu sukai, ilmumu pasti jauh lebih bermanfaat. Hidupmu pasti lebih menyenangkan". Atau menghembuskan rasa iri ketika melihat teman-teman seperjuangan lanjut sekolah lagi, ikut seminar ini dan itu. Ah, selalu saja banyak cara bagi syaithan untuk merenggut rasa syukur kita dan membuat apa yang orang lain miliki tampak indah. Padahal, kita saja yang kurang melihat segenap karunia-Nya pada diri kita yang membuat kita sedikit sekali bersyukur.

Masa berlalu begitu cepat. Tak berasa, Aafiya anak pertamaku sudah mencapai 3 tahun. Tiga tahun ini masih banyak kesalahanku dalam mendidik, mengasuh dan membesarkannya. Tiga tahun ini, yang sebenarnya tahun-tahun emas tapi penuh rombengan sebab kurangnya ilmu, sedikitnya sabar dan minimnya syukurku. Semoga belum terlambat untuk berbenah. Smoga belum terlambat untuk kembali menjemput bekal yang tertinggal; persiapan yang seharusnya sudah dimulai jauh-jauh hari dulunya. Bukan jauh-jauh hari lagi seharusnya, tapi jauh-jauh tahun. Ada banyak sekali PR ku. Ya, aku butuh mengilmui segala sesuatu untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik.

Support dari suami selama ini benar-benar sangat-sangat membantuku melewati dan in shaa Allah sedan dan akan menjalani masa-masa pengasuhan ini. Selain masa-masa ini sangat wonderful, penuh kenangan, dan sangat membahagiakan ketika melihat perkembangan anak, juga ada masa-masa lelah, masa berat, masa jenuh, masa merasa tak punya banyak waktu. Percayalah, bahwa pelukan sesering mungkin, bercerita berdua meng-kanal-kan isi hati, dan waktu me time adalah hadiah yang tak ternilai harganya, intangible value prize yang diberikan seorang suami kepada istrinya. That's what my husband do. Give me many hug and time to speak only both of us about everything that's happen or what i feel (baca: denger curhat istrinya). And also at least 2 hours per day to do "me time". It's really-really kind of encouraging for me... Membantu jiwa tetap segar, memaintenance kebahagiaan. Me time berarti ayah bermain bersama anak, itu juga memiliki dampak positif kelekatan anak bersama ayahnya, dan menghadirkan peran serta ayah dalam pengasuhan. Doble-doble prize deeh.. Alhamdulillah tsumma alhamdulillah... Ma shaa Allah tabarakallah.. Jazakallahun khair katsir Zaujiy...

Bismillaah...
Mulai berbenah, menjemput bekal yang tertinggal dan melangkah!
Smoga cita-cita menjadi ibu rumah tangga yang baik bisa tercapai dan terwujud.
Sungguh, tak perlu jauh-jauh mencari kebahagiaan. Ada di sini, di hati. Dengan banyaknya rasa syukur atas segenap karunia-Nya, itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. Menyukuri setiap garisan yang ditetapkan-Nya dan mencoba menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Di luar sana, banyak orang yang masih memimpikan memiliki anak, anak yang aktif dan ceria. Kita, tinggal menjalani saja, masihkah banyak keluh kesah? Bersyukur... bersyukur... bersyukur.... Dan juga bersabar...bersabar...bersabaar... Ini masa tidaklah lama. Sebentar saja. Waktu berlari sangat kencang. Oleh sebab sebentar itulah, kita harus memperlakukannya dengan sebaik-baik perlakukan. Agar masa tak berlalu sia-sia. Lalu bagaimana kita mempertanggungjawabkannya, jika hanya catatan sia-sia yang kita punya. #justselfreminder

Trip ke Jabal Qarah di Hofuf


Jadi ceritanya Alhamdulillah, kami sampai juga di Hofuf, Al Ahsaa, sebuah kota di provinsi wilayah timur Saudi. Jarak Kota Riyadh ke Hofuf adalah sekitar 350 KM. Sebenarnya trip ke Hofuf ini sudah agak lama kami rencanakan. Tapi tertunda sampai dua kali karena selalu kehabisan tiket kereta api. Kenapa mesti pakai kereta api?? Kan seharusnya bisa ke sana tanpa harus menunggu kereta dulu. Hihi… Ya ini salah satu bagian dari planning trip kali ini juga. Karena, selain pengen ngerasain gimana sih naik kereta di jazirah gurun, juga pengen memperkenalkan kepada Aafiya tentang kereta api beneran… Biar di pikiran Aafiya kereta itu bukan Cuma kereta-keretaan yang ada di Salam park aja. Karena Aafiya selama ini taunya kereta itu yaa kereta-kereta apian yang ada di Salam Park doang. Hihihi… Dan Aafiya excited banget naik kereta yang mana transportasi kereta tidak begitu popular bagi kami di sini (tidak seperti di Indonesia yang bisa naik Commuter misalnya). Dalam perjalanan pulang pergi anaknya sama sekali ga tidur. Bolak balik mulu ke kursi emaknya, kursi bapaknya, kursi dia sendiri dan kursi kosong sebelah kami…
Pas turun ketika balik ke Riyadh pun, anaknya masi pengen tetep di stasiun buat ngeliatin kereta berikutnya berangkat… Kekekeke… Pengalaman kami naik kereta di sini juga menyenangkan. Keretanya spacious, nyaman dan bagus. Alhamdulillaah… Ada on board sale juga kalo laper dan ndak sempat sarapan atau jajan sebelum berangkat. Ya lumayan laa, semacam keripik  kentang, air, teh, kopi, burger, hotdog, entah juga ada pop mie apa gak. Hihi…
Jika ingin berangkat PP yang jangka waktunya Cuma 1 hari dengan kereta ke Hofuf ini (maksudnya berangkat dan pulang di hari yang sama), sebaiknya booking minimal 2 minggu sebelum keberangkatan. Kami sudah mencoba booking 1 minggu sebelum berangkat, dan ternyata sudah kehabisan tiket balik dari Hofuf ke Riyadh. Kecuali mau nginep di Hofuf sih…. Hehe…Tapii, menurutku, ga perlu nginep di Hofuf. Karena trip ini tak menghabiskan waktu lebih dari setengah hari... :) Kami berangkat juga ndak begitu pagi sih, jam 9 dari Riyadh, sampai di Hofuf jam 11... dan jam 5 sore udah berangkat lagi menuju Riyadh dan jam 7 pm we reached Riyadh again.
Oh iyaa, kebanyakan penumpang kereta adalah mahasiswa-mahasiswi yang mungkin lagi mau ujian, soalnya pada baca slide, nulis dan buka laptop di dalam kereta. Sebagian sibuk ngafalin. Jadi inget beberapa masa silam ketika masi berstatus mahasiswi jugaa. Daaan, ternyataa ga berasa sudah lamaa meninggalkan masa-masa seperti mereka ini… hihihi... Duluu, pas jadi mahasiswa (eh mahasiswi kali yaaa bukan mahasiswa) jadi ingat sebelum ujian psikiatri, aku dan Dewi ke kebun Raya Bogor, ngapal di sana di tengah gerimis. Balik dari sana pun ngapal di kereta... Hihihi...
Naah, kereta ini buat mahasiswa sendiri ada diskon khusus dengan menunjukkan kartu mahasiswa.
Wah udah panjang aja cerita soal kereta. Udah, cukup sekian cerita soal kereta.

Tujuan kami ke Hofuf ini adalah ke Qarah Montain. Jarak dari stasiun Hofuf ke Qara montain adalah sekitar 16 km. Pas naik careem (kayak go c*r atau gr*b car kalau di Indonesia) kita bilang ke Qarah Montain, orangnya bingung. Oh iyaa, mestinya bilang “Jabal Al Qarah” yaa… Kekekeke… Karena aku salah pilih koordinat lokasinya juga sih… Untung supirnya baik, mau nganter kita ke lokasi yang benar dengan nanya-nanya ke orang asli sana. Karena pas sudah sampai di lokasi yang titik koordinatnya kami pilih di careemnya, ternyata ga ada apa-apa, Cuma gunung batu kecil. Hihihi…

Meskipun judulnya “gunung”, tapi jangan bayangkan kami mendaki gunung merapi dengan membawa dua balita yak. Hihii… Al Qarah Montain adalah gunung batu yang terbentuk dengan sedimentasi alam ribuan tahun silam. Ma shaa Allah… Ma shaa Allah… Pemandangan sedimentasi di hadapan kami cukup membuat aku terpana takjub dengan kebesaran ciptaan-Nya. Kami disuguhkan landscape yang sangat indah. Maha Besar Allah, Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dengan segenap isinya. Sungguh manusia takkan mampu membuatnya.
Ketika kami memasuki cave di antara bebatuan sedimentasi itu, ma shaa Allah... ma shaa Allah... terasa sekali shifting suhu yang berganti dari panas menjadi sejuk. Maha Besar Allah yang menciptakan sedimentasi bebatuan alami yang mempesona ini. Menurut cerita reviewer yang lain, shifting suhu ini berbeda ketika musim panas dan dingin. Ketika musim panas, maka ketika memasuki cave, suhu menjadi sejuk. Sebaliknya, ketika musim dingin, kita memasuki cave dengan pergantian suhu yang menghangat di dalamnya. Ma shaa Allah... ma shaa Allah...
Pemandangan di dalam cave lebih mempesona. Jadi, ketika kita melihat ke atas, kita akan menyadari bahwa kita sedang berada di antara bebatuan besar yang tinggi menjulang. Hanya sedikit cahaya yang terlihat dari celah-celah batu di atas. Pemerintah sendiri sudah memugar sebagian cave ini (karena memang ditujukan untuk wisata sepertinya) dengan memberikan penerangan di dalamnya. Jadi, tidak perlu membawa senter pribadi atau menyalakan flash HP untuk masuk ke dalam cave bebatuan ini. Di dalam cave, serasa berada di antara labirin bebatuan sedimentasi yang menjulang. Alhamdulillah, ada lantunan ayat Al Qur'an juga di dalamnya (sepertinya pasca pemugaran) dan juga beberapa video tentang keajaiban penciptaan alam yang ditampilkan menggunakan proyektor di dinding cave.

Ma shaa Allah...
Ma shaa Allah...

Di sebelah kiri dan kanan jalan menuju cave juga banyak tulisan-tulisan yang berisikan ayat Al Qur'an, sejarah Qarah Montain, dan bentuk cave nya, dan tulisan lainnya yang aku tidak sempat baca (udah excited duluan sihh liat pemandangannya hehe). Pas jalan balik ke gedung Land of Civilization (tempat di mana kita beli tiket masuk dan enterance utama menuju cave) kita juga disuguhkan dengan ukiran di sedimentasi yang mengisahkan sejarah nabi Nuh berikut juga miniatur kapal nabi Nuh.

Bagi yang berdomisili di Saudi, mengunjungi AL Qarah montain recommanded menurutku.
Kita mesti bawa atau beli bekal sendiri sebelum mencapai Land of Civilization yang merupakan main enterance menuju Al Qarah Montain, karena kalau siang, ga ada yang jualan makanan berat apalagi nasi Padang. Untungnya kami bawa bekal dari Riyadh, seperangkat nasi Padang... Kekekeke...
Yang punya balita ga usah khawatir karena ini bukan momen mendaki gunung. Hehe... Tapi lebih baik membawa baby stroller. Aku awalnya ragu-ragu mau bawa baby stroller apa tidak mengingat keribetannya di kereta. Tapi untungnya Abu Aafiya mengusulkan untuk bawa troller yang ternyata sangat penting bawa troller ini. Ga kebayang capenya kalo ga bawa stroller. Hihi...Rempongnya pas naik kereta doang sih...

ini beberapa koleksi foto di Jabal Al Qarah...

land of civilization, main enterance to Qarah Montain cave

pemandangan dari parkiran

sesaat setelah gerbang masuk

getting lost in the stone

ma shaa Allah...

ma shaa Allah... can't say any words anymore....

pintu masuk cave

menuju cave (lagi)

pemandangan ketika pertama kali di depan pintu cave

di antara bebatuan

bebatuan dan sedikit sumber cahaya matahari

ma shaa Allah

diapit bebatuan menjulang

another labirynt

ma shaa Allah


dinding cave kayak gimana yaa? pegang dikit aahh....

another projector


melihat ke atas



my love

pintu cave (enlarge)

ada yang tiduran gituuuh :P







Rumah Ramah Anak

Ini sebenarnya adalah PR di minggu ketiga kelas "Bermain Bersama Anak". Tapi karena agak berat, jadinya dijadikan challange ajah. Ga jadi PR. Buatku juga ini agak sedikit berat awalnya. Aku harus menata ulang kembali ruang tengah yang dikhususkan sebagai ruang bermain anak.

Konsep RUMAH RAMAH ANAK adalah konsep di mana rumah dibuat se-aksesibel mungkin buat anak sehingga anak dapat dengan mudah mengambil dan meletakkan kembali mainannya dan apa yang diperlukan anak misal stationary. Jadi, kita harus menata ulang, mengklasifikasikan, dan kemudian mengelompokkan mainan berdasarkan jenisnya, ukurannya atau boleh juga bahannya. Dengan demikian, anak jadi lebih mudah mengambil mainannya, tau di mana tempatnya dan mengerti di mana harus meletakkannya kembali setelah bermain. Anak juga tidak melulu minta gadget (soal gadget ini ada bahasan sendiri nantinya in shaa Allah) karena di sekelilingnya banyak mainan atau aktifitas yang bisa dia akses. Bosan main lego, bisa main boneka. Bosan main boneka, main masak-masakan. Bosan main masak-masakan, bikin gambar. Jadi, anak bisa beraktifitas penuh tanpa ingat lagi sama yang namanya gadget.

Butuh waktu 1-2 hari untukku dan juga banyak dibantu oleh Abu Aafiya untuk menata ulang mainan Aafiya dan Aasiya. Bukan karena mainannya buanyaaak bangeet. Enggak! Karena selama ini sebagian besar mainannya cuma dimasukin box dan dicampur satu sama lainnya sehingga kerjaan Aafiya adalah menuang segenap isi si box itu setelah diberesin emaknya. Laluu, yang terjadi adalah rumah udah kayak kapal pecah. Begituuu setiap hari. Emaknya sibuk ngeberesin (ga sibuk-sibuk juga sih, kebanyakan dibiarin ajah beberapa hari 😂), anaknya sibuk ngeberantakin. Udah gitu, anaknya disuru ngeberesin juga suka ogah-ogahan. Bisa "bertanduk" alias esmosi juga emaknya niiih. Wkwkwkwk...

Biasanya, setelah beberes, paling tahannya cuma 1-2 jam, abis itu balik lagiii deeh ke posisi semulaa. Mainan numpuk dan berantakkaaaan semuaaaaa.... 😣😑😡
Tapi, setelah menerapkan konsep "RUMAH RAMAH ANAK" alhamdulillah, sudah hampir berjalan seminggu, rumah masih di kondisi awal. Masih rapi. Semoga bisa bertahan yaaaa... Istiqomah itu yang paling berat emang sih... Di sini, bukan berarti anak ga boleh main dan rumahnya kudu rapi jali terus-terusan! Enggak laah. Rumah ramah anak justru lebih memfasilitasi anak main dengan terarah dan lebih teratur sekaligus happy tentunya. Emak juga bebas setress ngeliat keberantakan meskipun emak macam aku sudah resisten sih dengan yang namanya keberantakan... wkwkwkwkwk.. Tapi, resisten teeteeeuup ada batasnya kan yaa yang suatu saat juga mengalami saturasi keberantakkan... kekekeke...

Pertama aku setting stationary dulu. Ada satu drawer yang awalnya cuma buat naro tissue dan benda-benda kecil lainnya yang kemudian aku pindah. Dikasi divider dan aku jadikan sebagai tempat stationary (pensil, pulpen, pinsil warna, spidol, gunting dll) aku taruh di sana. Di bagian atas, adalah buku khusus punya Aafiya. Sebelumnya buku Aafiya aku taruh di ruang depan dekat rak buku. Tapi bukan di rak bukunya karena tujuannya biar anaknya gampang ambil. Tapi karena konsep rumah ramah anak ini diharapkan ada 1 ruang yang memang aksesibel untuk semua kebutuhan anak, maka aku meletakkannya di ruang tengah.

Lalu, mulai mengklasifikasikan mainan. Board dan bahan kayu seperti puzzle kayu diletakkan di satu box. Satu box lagi khusus mainan soft. Satu box khusus mainan berbahan plastik. Satu box khusus untuk boneka. Dan ada drawstring pouch untuk meletakkan mainan balok dan lego. Satu kantong berzipper untuk khusus main masak-masakkan diletakkan dekat dengan kitchen set dan trolley belanjanya. Semua mainan ditaruh di atas meja mainan. Khusus mainan besar seperti bumbum, sepeda, stroller boneka "diparkir" di space di bawah meja mainan.

Aku memberi tau Aafiya bahwasannya kalau sudah selesai main, mainan besar diparkir di tempat yang disediakan dan mainan kecil diletakkan kembali di box atau tempatnya masing-masing. Ketika main, aku menerapkam untuk tidak mengeluarkan semua mainan sekaligus. Selama ini sih gituuh, mainan dikeluarin semua, makanya jadi berantakkan. Sekarang, jika dia mau main lego misalnya, mainan sebelumnya harus dibereskan terlebih dahulu. Misal, masak-masakkan. Dia harus beresin mainan masak-masakan lalu meletakkan kembali kepada tempatnya, baru boleh main lego. Jika sudah selesai main lego, dan ingin main boneka, legonya dibereskan dulu dan diletakkan pada tempatnya kembali. Begitu juga kalau ingin menggambar atau main gunting misalnya. Dia harus bereskan dulu bonekanya. 
Alhamdulillah, anaknya senang mau membereskan mainan dan tau di mana harus meletakkan mainannya, emaknya juga hepi liat rumah ga seberantakkan biasanya lagi... 😄

Berikut adalah foto-foto penataan mainan Aafiya. Maaf yaa, cuma pakek kamera HP jadi mungkin ga begitu jelas. Versi kameranya belum dipindah soalnya.. hehehehe...
Drawer buku dan di laci pertama khusus utk stationary yang dilisah divider (lupa motoin stationarynya)

Box khusus boneka

Box mainan berbahan plastik (tapi nyempil pouch sm dompet di sana lupa dipindah 😅)

Box mainan soft dan drawstring berisi lego dan mainan balok

Board dan mainan bahan kayu di sini tempatnya

Buku Aafiya. Di keranjang itu khusus buku kain

Mainan besar parkir di bawah meja mainan, paling pojok kiri khusus main masak-masakkan

Penampakan ruang tengah, ruang mainan anak

Kelas Bermain Bersama Anak: Sensory Playing

Sebenarnya ini adalah PR di minggu ke-4. Tapi lebih duluan di posting di sini karena ini lebih duluan aku kerjakan hehe...

Menurut teorinya, sensory playing ini cukup penting bagi anak. Sok, baca aja langsung di teorinya. Emak Aafiya ga bakat bahas teori macam ni. Kekekeke...
Bahan-bahan yang bisa digunakan untuk sensory playing ini bisa berupa: air, pasir, cat, kancing, flanel, mata boneka, dll... Bisa juga ranting, daun dll...

Nah ini activity untuk sensory nya Aafiya dan juga Aasiya (tapi masih milih-milih yang aman buat Aasiya karena anaknya lagi di fase oral). Mana tau ada yang lagi pengen nyoba juga dan kebetulan dapat inspirasi dari sini... Heuheu.. 

1. Permainan Pasir (pasir-pasiran)
Alat dan bahan:
- pasir (boleh pasir imitasi juga koq)
- balon
- corong air
Additional: bekas gulungan tissue dll
Cara main:
Pasir dimasukkan ke balon dengan menggunakan corong atau pasir dimasukan ke karton bekas gulungan tissue
Lagi masukin pasir (pasir2an) ke dalam baloonan... karena kami ga punya halaman, mainnya di dalam rumah 😊.
Alhamdulillah Aafiya so much having fun. Tapi ini dilakukan ketika adeknya sedang tidur. Bahaya juga kalo sampai kemakan sama adeknya 😑.
Selain main pasir-pasiran ini, sebenarnya Aafiya juga udah sering main pasir di taman. Bikin gedung, benteng, kapal, dll bersama ayahnya. Emaknya kebagian photo-photo ajah. Kekekeke...

Main pasir-pasiran
Uni Aafiya sama Ayah lagi bikin apa yaa?

2. Permainan Hand Stamp
Bahan: pewarna makanan, air secukupnya dan kertas
Cara main: tangan dicelupkan ke pewarna makanan yang sudah diencerkan dengan air lalu ditempelkan ke kertas. Kayak hand stamp gituh...
Kalo yang ini dimainin bareng Aasiya juga tapiii ga nahan juga. Anaknya masukin tangan ke mulut 😅
Jadiii, beware kalo punya bayiik yaaak... Kekeke...
Di chai play aku liat "cat" nya menggunakan sari buah. Tapi koq aku mikirnya sayang amat sari buah dipakek buat stamp. Mending diminum. Hihi... Tapi utk usia Aasiya kayaknya memang sebaiknya pakek sari buah. Jadi kalo anaknya mau masukin ke mulut pun, emaknya ga perlu panik. Hihi...
Main hand stamp

Masih banyak permainan lain yang jadi PR emaknyee... In shaa Allah (jika sempat) nanti aku update lagi...

Yang jelas, dunia anak adalah dunianya bermain emang! Jadii, emaknya harus memfasilitasi dan ikut main jugaaak. Jangan sampai, anaknya dibiarin mengakses gejet di usia sedini mungkin. Sebaliknya, emaknya juga jangan ngasuh anak sambil main gejet jugaaa... Hehehe...

Main sepeda


Main buku kain
Main masak-masak
Main motong kue pura-pura

Main ayunan di taman

Ad Dunya

An Nahda Park (photo credit by Umm Aafiya)

Dalam sebuah perjalanan yang tak begitu panjang, sampailah seseorang pada "taman" penuh warna. Melenakan. Permainan. Senda gurau. Terpakulah di sana. Menatap si "taman" seolah ia adalah tujuan. Seolah ini akhir perjalanan.

Si "taman" ini sangat menyilaukan. Banyak orang berebut mendapatinya. Bahkan hingga bertumpahan darah.
Si "taman" ini menyuguhkan banyak pesona. Hingga orang-orang banyak yang berupaya menggapainya. Tapi, semakin digapai, semakin ia menawarkan kemilau lain yang sesungguhnya adalah semu. Hingga orang banyak lupa, bahwasannya taman ini hanyalah persinggahan!

Tepat pada satu masa, suka tak suka, mau tak mau, ingin tak ingin, satu persatu orang harus meninggalkannya! Tersadarlah diri, ini bukan akhir perjalanan. Tersadarlah diri, tentang bekal menuju perjalanan yang sesungguhnya tak lebih banyak dari beban yang harus dibawa. Tersadarlah diri, ternyata perjalanan panjang masih sangat jauh! Sementara diri tersibukkan dengan kemilau si "taman" semu yang harganya tak lebih dari selembar sayap nyamuk.
Tapi, sesal tiadalah lagi gunanya. Menangislah diri, tentang perjalanan yang sesungguhnya!

Ad dun_ya,
Sungguh engkau adalah "taman" semu sebelum kehidupan yang sesungguhnya...
Godaanmu, kerlinganmu, rayuanmu, membuat banyak cucu bani adam terjerambab setelah mengejarmu. Lupa bahwa engkau hanyalah perjalanan singkat! Persinggahan sementara!

Ah Ad Dunya...
Beruntunglah orang-orang yang menyadari bahwa ini hanyalah perjalanan singkat, mampir sebentar untuk menyiapkan bekal menuju akhir destinasi.
Beruntunglah, orang-orang yang meletakkan ad dunya hanya di telapak tangannya, tak sampai ke hati...
Beruntunglah mereka yang masih mengingat bahwa ada kehidupan yang sesungguhnya setelah kehidupan yang singkat ini....


Semoga,
Semoga kita termasuk di dalamnya,
Meski, pusaran godaan ad dunya terkadang sering menyeret kita...


*****

"Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui" (Al Ankabut: 64)