Rapor Kakak Aafiya

Apa yang orang tua pikirkan ketika hari penerimaan rapor (Academic Report) anak? Sebagai orang tua yang pertama kali menyekolahkan anak, aku kepo maksimal ingin melihat rapor kakak.
Rapor kakak semester 1. Namanya salah karena kebiasaan di sini menulis nama dengan bahasa arab. Hehe

Rupanya, ayahnya kebalikkannya. 😁
Satu-satunya bapak di Dunia ini yang ga kepo dan ga tertarik dan sama sekali ga begitu penasaran dengan rapor anaknya. 🀣🀣🀣
Ga heran sih. Jangankan rapor anaknya, rapor beliau sendiri semasa sekolah dulu juga ga diambil. 🀭🀣 Sampai bu Guru walasnya ayah Aafiya nyuruh ambil rapornya.
Padahaaal, dulu yaa sehabis nikah akutu kepo bangeet liat rapor Ayahnya Aafiya pas SMA. Hihi. Penasaran gimana isi rapor anak juara hihi. Maklumlah, emak Aafiya kan bukan anak juara pas SMA. Sesekali boleh kan liat rapor anak juara (ma shaa Allah). Tapi tak dinyana, rapor SMA-nya ayah Aafiya ilang.

"Tidak usah terlalu berpatok dengan hasil di atas kertas. Nilai bukan segala-galanya. Yang terpenting anak kita menjadi anak shalihah bertakwa, berakhlaq mulia." Begitu kata Ayahnya Aafiya. Iya setuju. Tapi, tetaap saja sebagai orang yang kepooo maksimal, aku penasaran dongs yaa... Dan aku rasa masih normal dan manusiawi aku kepo rapor anak. Hihihihihi...

Yes, I got the point. Ayahnya Aafiya cuma pengen kalau kita sebagai orang tuanya tidak menjadikan akademis anak sebagai satu-satunya tujuan utama bersekolah. Apalagi sampai memaksa anak memperoleh nilai tinggi demi "nafsu" orang tuanya. Bukan berarti pula mengenyampingkan juga sampai-sampai anak malas belajar dan ga mau bikin PR hanya dibiarkan saha. Bukan begitu. Yah, intinya jangan berlebih-lebihan ya. Akademis penting. Akhlaq juga penting. Adab juga penting. Emotional skill juga penting. Dan, bagaimana dia membangun relationship dengan teman sebayanya juga penting. 


Begitulah, sejatinya... nanti kita akan menerima Rapor setiap apa yang kita lakukan di atas dunia ini. Rapor di sekolah masih bisa di remedi, masih bisa diperbaiki di next semester. Bagaimana dengan rapor di akhirat? Ga ada lagi remedi. Astaghfirullaah...



Semoga menjadi pengingat diri.

Sewing Project: Ransel Permintaan Anak Gadis

Lebih dari 20 tahun yang lalu, masih kelas 2 SD kala itu (liburan naik kelas dari kelas 2 ke 3). Tas yang dipakai dari kelas 1 SD sudah rusak. Dan aku dan adik pun minta ke ayah untuk dibelikan tas baru. Bukannya membelikan tas baru, ayah malah membawa pulang kain dari pasar. Ternyata ayah tak membelikan kami tas. Tetapi, ayah menjahitkannya sendiri untuk kami. Printilannya diambil dari tas lama. Jadi masih ada merek-mereknya gitu (bekas tas lama) hehe. Dan ternyata, tas itu bertahan hingga 6 tahun lamanya. Tidak robek. Tidak rusak. Jika bukan karena warna yang memudar dan usang, mungkin tas itu masih aku pakai hingga SMA. Hehe...


23 Tahun berlalu setelah masa itu. Kini giliran anak-anakku (cucunya Ayah alm) yang meminta dibikinkan tas. Hehe.

Meski ayah tak pernah meminta kami untuk membuat segala sesuatu. Bahkan aku juga tak pernah diajarkan menjahit oleh ayah. Praktis, aku mulai belajar menjahit dari nol itu malah setelah di Riyadh karena termotivasi pengen bikin gamis buat princess. Karena sulit menemukan gamis lucu di sini. Hehe. Harus import dari Indonesia. Ayah tak pernah menyuruh kami bebikinan sendiri. Tapi beliau mencontohkan langsung. Bukan cuma tas, bahkan bad frame/dipan tempat tidur kami sejak kelas 3 SD pun dibikin ayah DIY. Sampai sekarang dipan itu bahkan masih digunakan (alhamdulillah kuat yaa ma shaa Allah). Berbagai "kreatifitas" ayah yang kami lihat. Bukan saja soal jahit-menjahit. Termasuk menanam padi ala mina di mana padi di kelilingi kolam ikan.

Bertahun-tahun kemudian, itu menjadi pelajaran berharga bagi kami, anak-anak beliau. Meski kala itu, mungkin kami belum mengerti. Tapi, bertahun-tahun kemudian menjadi inspirasi. Dan aku berharap, kelak mereka juga memahaminya dan menjadi inspirasi bagi mereka.

Tentang keinginan permintaan anak untuk membeli sesuatu; ada yang langsung dipenuhi apalagi sangat penting dan mendesak. Ada yang bisa ditunda. Ada yang tak harus dikabulkan. Apalagi hanya mubadzir dan mendatangkan mudharat. Ada yang dijadikan hadiah. Daaan ..., ada pula yang bisa dibuat bersama (DIY). Tidak semuanya harus beli kan? Hehe ... Semoga kelak, juga menjadi inspirasi buat mereka.

Homemade Ransel, ma shaa Allah tabarakallah.
Ukuran suka-suka 😁
Bordiran nama pakai mesin jahit biasa, dibikin manual juga 🀭
Bahan dari kanvas, inport dari Indonesia. Kekeke...

Hanya berbagi, semoga menginspirasi.. (ke-PD-an) 🀣🀣🀣

Ujian Semester Kakak Aafiya

Waah nggak terasa ternyata kakak udah di penghujung semester 1 aja. Ma shaa Allah tabarakallah... Minggu ini kakak ujian semester. Anak TK pakai ujian semester? Hehehe... Yaa semacam assassement aja kayaknya yaa.. bukan dinamakan exam. Cumaaa.. materinya yaa semua yang di pelajari selama semester 1 ini. Dikasi lembar soal juga yang dijawab ama murid-murid. Persisnya kayak apa aku ga tau... heuheu... Aku sesungguhnya kepo kayak apa siih assassement nyaa hihi. Karena kakak menceritakannya ga detil kan yaa. Ga cukup untuk memenuhi jawaban kekepoan emaknya. Ekekekeke... Abisnya, emaknya jadi bingung gimana mau nyiapin anaknya assasement karena ga kegambar gimana assassement nya itu.. hehehe.. Besoknya ujian, kakak hari ini nya masi main² aja sih. Ga ada persiapan yang gimanaaa gituuh ngadepin ujiannya si kakak. Hehe.. Masih dapat jatah nontonnya, masih sibuk "eksperimen" dengan mainan maupun imajinasinya. Ga mantengin buku kayak emaknya mau ujian dulu yang pakek sistem kebut semaleman 🀣🀣🀣🀣.

Alhamdulillaah ga semua mata pelajaran ada assassementnya. Kayak science, bhs prancis, islamic (sejauh ini kakak baru belajar beberapa topik kayak wudhu', adzan, shalat, rukun islam) dan itu semua ga diujiankan. Cuma 3 mata pelajaran saja. English (phoenics semua huruf konsonan). Arabic (semua huruf hijaiyah dengan tanda baca fathah), dan Math (ini nih yang tebaaaal banget.. ada 7 topik dengan banyak sub topik).
Jadwalnya buat kelas KG3 D-F (kayakny untuk kelas A-C beda hari). Karena untuk KG3 (alias TK B), ada 6 kelas. Jadi kayaknya harinya dibagi-bagi.

Kadang kita bertanya, kenapa anak TK sudah ujian segala?! Ya, pastinya ujiannya adalah sebatas kemampuan mereka saja. Ga mungkin juga bakalan ditanya sin cos tan, aljabar, phytagoras kan yaa.. ekekekeke...

Ah, bukankah sejatinya dalam hidup ini kita akan dihadapkan pada ujian-ujian? Dan bukankah sejatinya ujian dari-Nya itu adalah assassement untuk menilai kita layak dikatakan beriman? Dan yang pasti, ujian adalah sebatas kemampuan kita saja. Kalau level kita masih anak TK, ga mungkin Allah kasi ujian level SMA. 

Selamat Ujian Kakak ...
Semoga Allah mudahkan buat kakak. Aamiin yaa Allah ❤😘πŸ₯°

Pop Up Card Tutorial: SHIP

Aku lagi hobi bikin pop up sekarang. Fun. Seru. Sekalian main sama anak². Hehehe...
Sebenarnya aku sudah tertarik sama pop up card sejak lama. Sejak kecil dulu ketika ibu tercinta dapat kartu lebaran dari teman beliau bentuknya pop up. Lucu banget dan berkesan buat aku. Kala itu aku masih kelas 1 SD kalau tidak salah.

Di usiaku yg ke-17, adikku tercinta Yuna (semoga Allah merahmatinya dan melapangkan kuburnya) juga memberikan kartu pop up yang dia desain sendiri. Ma shaa Allah... Semakin aku penasaran dengan pop up. Itu hadiah terakhir dari Yuna. Karena setelahnya dia pergi untuk selama-lamanya 😭😭😭

Pop ketiga adalah kartu undangan pernikahanku. Aku merancang pop up nya selama seminggu. 

Kartu undangan ini ekslusif dan limited edition karena hanya dicetak 15 pcs. Hehehe. Kenapa? Karena waktu aku mau nyetak ini (di mana akunsudah survey temoat nyetaknya dan tanya biayanya juga), ternyata ayah (semoga Allah merahmati beliau) kurang setuju aku bikin kartu undangan model Pop up. Karena aku cuma menjelaskan lewat telepon (aku di Depok dan Ayah di Kampung). Belum ada whatsapp aku jaman itu.. xixixi. (Ketinggalan jaman bet yaah akuuh waktu itu). Jadi, ayah prefer undangannya model biasa aja. Yaaa yang kayak biasa. Jadinya, aku cuma nyetak di digital printing gitu sebanyak 15 pcs aja. Dan ketika aku bawa pulang undangannya (mudik untuk penelitian tesis sekaligus buat nikahan hehe), ternyata ayah suka undangannya. Agak rada nyesel juga ga jadi pakek model pop up. Kekeke.. 
Pesan moral: betapa komunikasi efektif itu penting. Kalau bisa menjelaskan dengan baik, maksud kita akan diterima baik oleh lawan komunikasi.

Naah, beberapa waktu ini aku lagi senang-senangnya bikin pop up. Udah aku upload di Instagram dan YouTube. Kali aja ada yg pengen liat (ke-GR-an akut 🀣🀣🀣🀣).
Ada yg request tutorialnya. Tapi tutorial ini khusus untuk Ship Pop Up aja. Bikin tutorial itu ga gampang. Karena aku harus cari waktu pas baby tidur. Baru deh bisa. Hehe. Bikinnya juga seadanya, gak pakek peralatan yang proper, pencahayaan yang oke. Padahal pengen juga sih bikin tutorial ala profesional gituh. Hihi. Tapi ga ada waktu utk set up peralatannya. Harap maklum yaaa... kekeke. Mamak beranak 3 iniiih. 🀭

Homemade toys pop up ini mainan seru buat anak² ... ma shaa Allah tabarakallah. Kalau usia 8 tahun ke atas kayaknya sudah bisa diajak bikin juga.

Selain main, melatih kreatifitas anak, dalam bikin pop up "SHIP" ini kita juga bisa selipkan beberapa pelajaran kepada anak, di antaranya:
• Tadabbur Al Qur'an [ayat² yang menceritakan tentang kapal yang berlayar di lautan. Bagaimana Allah menggerakkan kapal di lautan. Qs Yunus:22, Qs. Al Israa': 66, QS Al Hajj: 65, Ar Ruum: 46]
• Belajar Sirah tentang nabi Nuh AS dan kapal beliau di mana pada masa itu kapal nabi Nuh adalah kapal terkokoh dan terkuat yang menampung orang² beriman, berpasang-pasang hewan dan tumbuhan, dan bertahan berhari-hari di kepungan banjir yang sangat dahsyat.
• Belajar Sains [tentang bagaimana kapal bisa mengapung dan tidak tenggelam di lautan. Apakah pakai rumus massa jenis? Hehe.. Mari colek ahli fisika...]
• Bagi anak usia TK kayak Aafiya yaa belajar huruf [S for Ship atau K untuk Kapal kekeke]
• Belajar matematika [membuat pola 3D] #ehh, matematika apa bukan sih hehe. Ya, ada ngitung-ngitungnya juga tentunya. Misal, berapa ukuran "Base" dari pop up ini untuk bisa menahan dan melipat 'dinding kapal' ketika dibuka dan ditutup
• Belajar bahasa inggris dan bahasa indonesia. "Nak, coba bikin kalimat dengan menggunakan kata "Kapal", atau "Make a simple present tense using the word 'Ship'. Hehehe
⛵⛵⛵⛵⛵⛵⛵⛵

Untuk Pola bisa di download di sini: bit.ly/ShipPopUp
Untuk video tutorial: https://youtu.be/W_XY37Qoh_I

Pola tinggal didownload dan print di kertas yang tebal (kertas karton) 180 gsm, ukuran file adalah A4. lalu digunting sesuai pola.

Sew with Love: DIY PUFFER JACKET

Musim Dingin adalah musim favorit emak Aafiya-Aasiya-Maryam. Selain suka musim dingin, aku juga sangat suka dengan jaket. Jacket lover deeh pokoknya. Liat dompet cantik lagi diskon, liat tas cakep lagi special offer, liat sepatu lagi killer offer aku bisa tahan. Tapiii, liat jaket & coat buat anak-anak gituh ... aaakk susaaaah. Hehehe. Untungnya ga kalap yaaah. Hehe. Dan kebutuhan akan jaket buat anak di musim dingin cukup tinggi. Apalagi baby Maryam. Tiap hari mesti ganti jaket karena kotor kenak macem-macem. Hihi. Naah, ditambah lagi kepengen jahit sendiri jaket-jaketnya. Hehe.


Sejak jaman Aafiya masi usia 3 tahunan, aku sudah coba bikin jaket sendiri buat anak-anak. Tapiii, yang namanya masi belajar yaa ... hasilnya masih jauh dari kata memuaskan.

Alhamdulillaah setelah berhasil belajar bikin pola sendiri, bikin jaket terasa lebih mudah. Duluuu... pakek kirologi doang alias ilmu kira-kira. Jadinya hasilnya banyak yang ga simetris. Dedel lagi. Jait lagi. Dedel lagi. Jait lagi. Wkwkwk

Dah lama pengen bisa bikin puffer jacket kayak gini. Jaket yang model empuk² gitu. Tapi ga tau beli dakron lembaran di sini. Akhirnya memanfaatkan baby play mat yang udah usang aja sebagai bahan buat puffer nya. Hehehe..

Pagi weekend ini, ayahnya anak-anak lagi ke badminton, anak-anak belum pada bangun. Emaknya cuuuss me-time, nguprek mesin jahit. Pakai pola yang udah dibikin sebelumnya aja. Dimodif dikit pas cutting untuk dapetin model yang dipengen plus bikin hoodie nya pakai kirologi ekekekeke. Maklum, kitah maah ga punya copy an pola. Mesti create sendiri. Ehehe...


Berikut proses pembuatannya:
1. Bahan-bahan
Berhubung ga tau di mana beli dakron lembaran, akhirnya aku pakai baby mat yang lama aja digunting dan diambil lembaran dakronnya. Kekekeke.. Baby mat itu juga ga kepakek sekarang karena Maryam udah lebih dari 1 tahun. Alhamdulillaah.
2. Proses pengguntingan bahan dari pola yang sudah dibuat.
3. Mulai deeh jahit-jahit. Jangan lupa quilting dulu dakron lembarannya. Aku pakai model yang lurus-lurus horizontal ajah. Hehe
4. Proses menjahit
5. Alhamdulillaah selesaai

Senang banget alhamdulillaah, jadi jugaaaa puffer jacketnya. Pakek "logo" Imore Handmade.. Xixixixi... Ma shaa Allah tabarakallaah, rasanya bahagia sekali bisa bikin ini. Salah satu karya masterpiece buat aku yang masih baru belajar. Hehehe..

Semangat belajaaaarr!!!

Misteri Kerudung Dusty Pink

Suatu ketika (sudah agak lama) kejadiannya sih. Pas survey sekolah kakak dulu. Kakak pas berangkat pakek kerudung. Kerudung dusty pink paling favorit deeh pokoknya. Kita kebetulan survey di dua sekolah kala itu.

Pas balik, ehh ternyata kerudungnya kakak udah ga ada. Ga tau jatuhnya di mana. Sediih? Iyaa. Apalagi itu kerudung emang favorit banget.

Ternyata (meski hanya) selembar kerudung saja, kehilangannya bisa bikin kita sedih yaaa. Apalagi kehilangan sesuatu yang jauh lebih berharga. Keluarga. Sahabat dalam kebaikan. Hidayah. Huhu.. Na'udzubillaah.

Akhirnya kita mulai "mengikhlaskan" kerudung itu. Berarti jatahnya bersama kita hanya sampai segitu sahaja.

Daaaan, lebih dari 1 minggu berlalu. Tiba-tiba pas ngejemput kakak sekolah, pintu mobil diketuk bapak penjaga sekolah. Dan dia bilang, "ini punya anak kamu kan?" Sambil menyerahkan selembar kerudung dusty pink yang sudah mulai kami ikhlaskan kemarin. Ya Allah... rasanya senang sekalii. Alhamdulillaaaah. Ga menyangka kerudung itu bakalan balik lagi.
"Kemarin jatuh jadi saya amankan." Begitu kira-kira translate an yang dibilang si bapaknya. Ga nyangka juga bapaknya mengingat kami. Mungkin karena kami memang bukan orang arab dan cuma Kakak yang pakek kerudung ke sekolah waktu itu. Maklum kebiasaan di sini kan anak belum dipakaikan kerudung. Jadi dia langsung recognize kali yaa. Hehehe...


Pelajaran berharga. Tentang Rizki. Ini pembuktian berkali-kali bahwa kita tak perlu mengkhawatirkan rizki-Nya. Jika memang menjadi milik kita, maka rizki akan menemukan jalannya sendiri menuju kita. Sebaliknya, sekuat apapun kita berusaha mempertahankan, jika bukan rizkinya kita pasti akan terlepas juga. Ini mengajariku tentang bagaimana bertawakkal. Sebab, diri ini sering kali lebih mengkhawatirkan sesuatu yang telah dijamin-Nya (rizki) ketimbang sesuatu yang tiada jaminannya (tentang bagaimana nasib kelak di hari setelah kehidupan dunia), apakah pada keberuntungan terbesar atau sesengsara-sengsaranya tempat (na'uzdubillah). Seharusnya, ini lebih aku khawatirka

Star of the Week



Photo yang Di share bu Gurunya kakak di app Dojo
Di Sekolah Kakak (dan kebanyakan sekolah di sini lainnya) ada program yang namanya "Star of the Week". Jadi setiap minggu dipilih siapa yang jadi bintangnya. Syaratnya ada beberapa poin. Poinnya adalah yang datang tepat waktu dan ga pulang awal, mengerjakan PR tepat waktu, mengikuti apa yang dibilang guru, mau membantu sesama, mengikuti classroom rules dan memakai seragam (berhubung ada yang ke sekolah belum pakek seragam hehe). Program ini baru diaplikasikab setelah 1 minggu kakak masuk sekolah di minggu ketujuh (kakak masuk ke sekolah di minggu ke 6).


Kata teman-teman yang sudah lebih dahulu menyekolahkan anak, ketika anaknya jadi star of the week malah rempong nyiapin gift buat teman-temannya. Hihi. Iya, ketika jadi star of the week, si anak dipersilahkan untuk "celebrate" kesuksesannya ketika menjadi star of the week dengan berbagi hadiah kepada temannya. Hadiahnya ga dituntut yang mahal-mahal sebenarnya. Just a small educative toys. Semacam itulah. Hehehe...

Ternyata bagi Kakak, star of the week itu bermakna besar. Iyalah yaa ... kayak serasa dapat peringkat satu di kelas semasa kita sekolah dulu kali yaaa. Hehehe... Meskipuuuun, kami berusaha untuk tidak menjadikan akademis sebagai tujuan satu-satunya. Tapii, star of the week ternyata jadi motivasi tersendiri buat kakak Aafiya.

Suatu hari kakak bilang, "Bunda, jadi star of the week itu gimana?"
"Yang datangnya ga telat, PD dan berani waktu ditanya bu Guru, mau share dan membantu teman, rajin bikin PR." Aku jelaskan.
"Kakak mau jadi star of the week, Nda."
"Ma shaa Allah. In shaa Allah nanti kakak bisa jadi star of the week."

Ternyata ada motivasi muncul dalam diri kakak, ma shaa Allah. Pulang sekolah, kami berharap dia tidur siang dulu tapi dia malah semangat ngerjain PR. Emaknya malah yang bilang, "ntar aja ngerjain PR nya, kakak bobo dulu aja." Tapi anaknya kekeuh mau bikin PR. Hehe.. Ma shaa Allah.
So far, kami memang tak memaksa kakak bikin PR. Masih TK soalnya. Kalau sudah SD dan usianya memang sudah usia sekolah, baru deh boleh sedikit "memaksa" bikin PR kalau anaknya males-malesan. Kalau sekarang, jika anaknya mau alhamdulillaah. Kalau enggak yasudah. Hehe.

Pulang sekolah di hari kamis, kakak bilang, "Bund, minggu ini yang jadi star of the week nya adalah Omar."
"Ma shaa Allah..."
"Kakak nanti juga jadi star of the week kan Nda? Pas Aaisha jadi star of the week, dia dapat mahkota dari Teacher."
Sampai suatu ketika kami belikan dia mahkota juga, bikin celebrate ala-ala sekolah gitu dan kami bilang, bahwa kakak adalah star of the week, star of the day ayah dan bunda. Walaupun kakak belum jadi star of the week di sekolah, kakak tetap jadi star of the week ayah bunda. Begitu kami katakan kepada kakak.

Minggu ini kakak pulang dengan wajah ceria. Kakak bilang, "Ayah Bunda, tadi bu guru bilang 'I will put Nasamah be next star of the week. Yee, kakak jadi star of the week jugaaa..." kakak senang banget ma shaa Allah.
"Say Alhamdulillaah sayang. Mabruuk yaaa... We proud of you."
Akhirnya cita-cita kecil kakak tercapai juga. Alhamdulillaah.

Satu hal yang kami syukuri adalah motivasi yang hadir dalam diri kakak untuk menggapai sesuatu impian ternyata bikin dia semangat untuk mencapainya. Semangat yang hadir dari dalam dirinya sendiri. Bukan karena kami suruh. Ma shaa Allah. Kami tak pernah menuntutnya untuk jadi star of the week. Tapi keinginan itu muncul dari dalam dirinya sendiri

Barakallah kakak.
Do'akan ayah bunda bisa menjadi orang tua yang lebih baik. We love you ❤😘 

Living in Riyadh [part 24]: Tentang Sekolah TK

Kakak Aafiya and her letter book
Masih soal cerita si kakak. Maklum lagi hits di ImoreFamily... Ekekekeke.

Pada awalnya, aku sedikit 'suudzan' dengan sekolah-sekolah di sini. Di mana, anak TK aja bawa tas ke sekolah itu udah kayak bawa koper. Pakek roda itu tas sekolah. Ga kuat anaknya harus ngangkut banyaaak buku. Aku aja bawain tas Aafiya serasa miring bahuku sebelah saking beratnya tas sekolah kakak. Jadi, mesti kayak koper gitu tas sekolahnya. Anak TK, tapi pelajarannya segitunya! Udah belajar Sains (belajar IPA kalau di kita) dan Bahasa Asing segala (bahasa Prancis) karena bahasa pengantarnya sendiri adalah bahasa Inggris dan juga masih dominan bahasa Arabnya apalagi kalau kakak main sama temannya. 'Suudzan' nya aku adalah ... kenapa soal akademis doang yang dikejar dan anak yang masih dalam tahap bermain itu dibebankan segitu banyak mata pelajaran? Harusnya TK kan masanya hepi-hepi. Masa pembentukan karakter.

Tapiii, suudzan aku ini terbantahkan 100% ketika ada parent meeting kemarin. Jika ada istilah parent meeting, dalam bayanganku yaa nanti para ortu duduk di aula gitu trus dengerin gurunya cuap-cuap. Di Indonesia dulu kalau ada pertemuan wali murid juga gitu kan yaa. Wali murid dengerin gurunya ngomong tapi rame-rame gituh. Komunikasi berjalan 1 arah. Tapii, ternyata parent meeting di sini berbeda sangat! Yang dimaksud parent meeting adalah guru dan walimurid ngomong 4 mata. Jadi, ada antrian gitu buat ngomong dengan gurunya, walikelasnya. Pertemuannya yaa pertemuan untuk melaporkan perkembangan anak, apa masalah yang dihadapi dan apa solusinya. Personal. Fokus ke anak kita saja. Hanya berdua antara walimurid dan guru. Aku sungguh terkesan. Gurunya ramah ma shaa Allah. Bahkan walimurid dijamu dengan minuman dan makanan, ma shaa Allah...

Jadiii, ternyata bukan soal akademis saja yang diutamakan. Banyak pengembangan karakter yang juga digenjot. Poin penilaian guru bukan saja soal anak bisa nangkep pelajaran atau enggak tapi dalam banyak hal. Misal, apakah anak mau membantu temannya. Apakah anak mau sharing dengan temannya. Apakah anak mau belajar untuk rapi dan bersih di tempat duduknya. Apakah anak bisa mengikuti rule yang sudah dibuat. Bagaimana anak bisa lebih PD. Dan lain sebagainya. Anak juga diajarkan do'a, menghafal al Qur'an yang dimulai dari al fatihah terus ke juz 30 (dari belakang). Gurunya juga banyak. Untuk pelajaran agama-hafalan-bahasa Arab lain gurunya. Olahraga lain gurunya. Bahasa prancis lain gurunya. Tapii tetap ada homeroom teacher. Kalau di kita wali kelas kayaknya yaa...

"I'm her mommy in the school. So, the problem that's happen or something need to encourage, it's our task. Both side. Parent and teacher. Not only me. But also parent." Kata gurunya. Mengayomi banget gurunya ma shaa Allah. Bu gurunya menjelaskan pentingnya sinergi antara guru dan orang tua karena ini tugas bersama. Ga bisa sertamerta diserahkan 100% ke gurunya saja. Totally true, bu Guru! Can't agree anymore.

Bu gurunya juga sangat welcome. "Apapun yang menjadi masalah, please ceritakan ke saya. Jangan ragu dan malu untuk menceritakan masalah sekecil apapun." Waah ma shaa Allah... Senang banget gurunya sangat terbuka begitu. Dalam pertemuan tersebut bu Guru menyampaikan apa saja capaian Aafiya dan juga apa yang mesti digenjot lagi. Apa yang mesti disupport orang tua di rumah. Dan terakhir ditawarin teh dan juga camilan. Enak banget, hehehehe.

Kalau di Indonesia, guru dan murid berjilbab. Tapi di sini tidak lho. Guru-gurunya ga berjilbab lho kalau ngajar. Begitu juga dengan muridnya. Ini perbedaan kultur antara di Indo dengan di sini. Murid-muridnya juga ga berjilbab deh. Hehehe. Tapi, sekali keluar ... langsung semuanya serba tertutup.
Kadang orang berpikir, masak di negara Arab sendiri malah ga berjilbab ke sekolah. Sedangkan di Indo saja anak TK banyak yang sudah pakai jilbab ke sekolah. Aafiya sendiri juga kalau ke sekolah ga pakek jilbab. Kalau di luar sekolah (misal ke mall, ke supermarket, ke taman dll) baru deh belajar pakai jilbab lagi.

Mengapa begitu? Jadii, kalau di sini area untuk perempuan itu benar-benar private. Tidak boleh satupun laki-laki masuk. Segala urusan sekolah harus diurus oleh ibu. Makanya di dalam kelas para guru bebas ga berjilbab. Bahkan modis² dan cantik-cantik, pada make up an deh, tetapi tetap sopan (mengenakan rok panjang dan kemeja panjang). Kalau di Indonesia, fungsi gamis yaa buat pakaian ke manapun kan yaa. Dalemnya ya langsung daleman atau kaos pendek. Kalau di sini, Abaya cuma pakaian luar, sebagai penutup. Plus tarha dan cadarnya. Tapiii, ketika sudah di area khusus perempuan, abayanya dilepas. Terjawab sudah keherananku kenapa rok dan juga kemeja perempuan laku terjual. Kalau dipikir-pikir toh mereka keluar rumah pakai abaya juga koq, apa gunanya beli kemeja dan rok lagi. Begitu pikirku sebelum ini. Tapi, selama ini aku hanya melihat dari sisi terluar saja. Hehe.

Cerita ini hanya sekedar sharing. Hanya sekedar berbagi cerita sajaa. Yang jelas setiap pendidikan di tiap negara punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bukan berarti di sini jauh lebih baik. Tidak. Sama sekali tidak. Dan bukan berarti pula di Indonesia juga jauh lebih baik. Masing-masing punya plus dan minusnya. Kayak di Indonesia misalnya. Anak-anak TK memang masanya happy-happy an, ga dibebankan pelajaran yang macam-macam. Aku setuju banget yang begini niiih. Kalau di sini, pelajarannya udah banyak. Emaknya aja kadang sampai pusing ga ngerti PR anak TK, instruksinya apa nih. Hehe. Tapi, mungkin saja dikemas dengan cara yang menarik sehingga bagi anak-anak TK itu bukan pelajaran yang berat. Di Australia malah anak kelas 5 SD ga dibebankan PR sama sekali. TK nya aja cuma main-main doang, ga ada pelajaran beratnya. Entahlaah mana yang terbaik, aku juga tidak tau karena aku bukan pakar pendidikan anak usia dini. Hehehehe...


(In shaa Allah bersambung ke postingan berikutnya).

Ketika Memutuskan untuk Menyekolahkan Anak (4)

Kakak lagi bikin PR

Kakak pulang sekolah
Lanjuutan dari postingan sebelumnya (tanpa banyak mukaddimah lagi... Trus seseorang bilang, "tumbeeen ga banyak mukaddimah.. wkwkwkwkwk πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚").


Sekolah internasional di sini itu juga bermacam-macam. Ada yang "murni" sekolah internasional tanpa pelajaran Arabnya. Seperti British Int School, American International School, Multi International School dll. Sekolah ini biasanya mendatangkan native, tak ada pelajaran agama dan tidak mengikuti aturan sekolah arab pada umumnya (eg. pemisahan kelas laki-laki dan perempuan). Kebanyakan yang sekolah di sini biasanya expat yang dari British juga atau dari Amrik juga sih yaa. Daaan, bayar uang sekolahnya sangat mahaaal... πŸ˜†πŸ˜†. Teman yang menyekolahkan 3 anaknya di Sekolah British, uang sekolahnya bisa buat beli rumah di Indonesia! Woow... ma shaa Allah. Dia ga kurang dari sekitaran Rp 600jt/tahun bayarnya. Kalo dialihkan ke uang rumah, itu dia udah punya rumah berapa tuh yaaa. Kekeke... Semakin tinggi kelas, semakin mahal bayarannya. Dan harga segitu buat 1 anak setingkat SD, 1 anak setingkat SMP dan 1 anak setingkat SMA.


Setiap orang memiliki alasan tentang di mana mereka menyekolahkan anak. Di sekolah yang aku sebut di atas, memiliki kelebihan seperti aksesnya ke universitas-universitas udah level internasional jadi lebih mudah. Gurunya native yang memang khusus didatangkan dari negara asal. Bisa jadi juga di segi fasilitas, sangat mumpuni. Dan teman yang menyekolahkan anaknya di sana pada hari weekend mendatangkan guru agama sebagai replacement untuk pelajaran agama yang missing di sekolah. Tapii, ada juga yanh tidak setuju untuk memilih sekolah tersebut. Seperti teman lainnya yang udah citizen Kanada (mengikuti kewarganegaraan suaminya) kemudian mendapatkan pekerjaan di sini. Ketika ditanya kenapa tak menyekolahkan anaknya di sekolah semacam multi atau british gitu? Dia bilang, "waktu aku masih di Kanada aja aku ogah nyekolahin anak di sekolah umum (yang notabene kurikulumnya sama dengan multi, atau american int school). Aku lebih memilih sekolah islamic yang kayak sekolah lebanon gitu. Pilihannya cuma itu. Apalagi di sinii... Udah di Saudi ini."


Ya, Everyone have their own reason. Sama seperti alasan kami menyekolahkan Aafiya di sekolah yang sekarang. Justru kami lebih ingin di sekolahnya tak melupakan pelajaran agama dan Al Qur'an nya tentunya. Dan di sekolah ini, selain masih ada kurikulum pelajaran agama dan hafalan Qur'an, juga masih berlaku aturan di mana setelah kelas 3 ke atas, dipisahkan antara anak laki-laki dan perempuan. Jadi semacam sekolah international+islamic terpadu laah gituh. Hehehe. Cocok dengan kriteria kami dalam memilih sekolah. Walaupun secara pelajaran, jadinya lebih banyak kaan yaaa. As long as Aafiya enjoy dan merasa tak terbebani, it's ok in shaa Allah.

Jadi gimana Aafiya setelah sekolah? Dua hari pertama begitu ketemu aku, matanya langsung berkaca-kaca. "Kangen sama Bunda." Kata Aafiya. Tapii ketika ditanya senang gak sekolah, Aafiya menjawab "Senang." Di hari ke-3 dans seterusnya ketika dijemput, Aafiya terlihat happy alhamdulillah tsumma alhamdulillaah.

Pelajaran di sekolahnya memang (menurutku) agak berat. Aku saja sering mengernyitkan dahi ketika membaca instruksi soal-soal untuk PR nya. "Ini maksud pertanyaannya apa sih?" Ekekeke. Duuh, PR anak sekolah TK sukses bikin emaknya puyeeng. Dan lagi, masih TK tapi sudah ada PR... ini niih kekurangannya. Jadi, waktu bermainnya lebih sedikit.

Ketika ditanya apakah Aafiya bisa ngikutin pelajaran dari gurunya. Aafiya menjawab, "bisa (alhamdulillaah)..." kata kakak Aafiya. "Apa yang paling kakak suka?", "main ke playground, belajar math sama belajar huruf."
"Apa yang kakak paling ga suka di sekolah?"
"Duduk di kelasnya lama banget" jawab kakak.
Memang sih, belajarnya bisa dibilang sangat lama. Dari jam 6.30 (berbaris di halaman), 6.45 mulai masuk kelas... dan baru selesai jam 12.15 siang. Waktu yang cukup panjang untuk anak TK.

Ala kulli haal, alhamdulillaah. Kakak terlihat enjoy dengan sekolahnya. Semoga selalu enjoy yaa Kak. Having fun. Main sama teman. Bikin karya. Dan juga mendapat ilmu in shaa Allah...

Sekolah di sini ga ada perkumpulan emak-emak yang nungguin anaknya sekolah kayak di Indo πŸ˜‚. Begitu sampai di sekolah, nganterin depan gerbang abis itu emak dilarang masuk. Anaknya harus survive sendiri. Hehe... Pun, ga ada grup WA para emak karena segala sesuatu terkait sekolah, interaksinya dan komunikasinya melalui aplikasi ClassDojo. Cukup nyaman menurutku, alhamdulillaah.

Semoga Kakak senantiasa dalam penjagaan-Nya karena ayah dan bunda yang tak bisa mengawasi 24 jam. Apalagi di sekolah. Ga bisa lihat kaan. Dan semoga beroleh ilmu yang bermanfaat, teman yang baik, dan lingkungan yang baik. Aamiin yaa Allah...

Ketika Memutuskan untuk Menyekolahkan Anak (3)

Buku sekolah si kakak, masih kurang 5 pcs lagi ga ikut difoto. Kekeke...
Baeqlaaah... mumpung weekend, emak bisa sedikit selonjoran. Ga gedebak-gedebuk pagi-pagi. Xixixi... Baru kali ini weekend terasa begitu nikmaaat. Biasanya selalu berasa weekend tiap hari, jadiii berasa biasa aja. Naah, karena 5 hari belakangan pagi hari ribut nyiapin sekolah kakak, pas weekend jadi terasa nikmaat. Xixixixi...

Setelah memutuskan untuk menyekolahkan kakak di sekolah internasional, kami survey juga ke sekolahnya dong yaa. Mencoba ngajakin kakak ke sana. Cuma ada 2 sekolah yang kami survey yang sekiranya masih dalam jarak jangkauan. Tapi lebih cenderung ke sekolah yang pertama karena ada 3 orang teman kami yang menyekolahkan anaknya di sana di berbagai grade. Teman dekat Aafiya juga sekolah di sana, meskipun dia ada di kelas 1 bukan di TK. Sekolah yang kedua, kakak kurang sreg dan aku juga tak begitu sreg karena kurikulumnya pakai kurikulum India-Pakistan. Jadi opsi itu kami coret. Pilihan otomatis jatuh ke sekolah pertama yang kami kunjungi yaitu al Motaqadima International School.

Alhamdulillah karena ada teman-teman yang menyekolahkan anaknya di sana, aku bisa ditanya² segala urusan terkait administrasi maupun proses belajar. Apalagi salah satunya ada yang seumuran Aafiya anaknya (lahir beda 1 bulan doang) yang nanti kami harapkan bisa jadi teman sekelas Aafiya.


Finally, tepat di minggu ke-6 sekolah berjalan, bismillaah... kami mendaftarkan Aafiya. Enaknya di sini, uang sekolah ga banyak macamnya. Ehehe. Jadi cuma 1 jenis pembayaran saja. Ga ada istilah SPP, uang pangkal, dll... Jadi 1 jenis pembayaran itu sudah all in. Sementara untuk buku, seragam dan school supplies itu kita beli sendiri ke tempat yang ditunjuk sekolah atau di mana aja yang penting bukunya sesuai dengan yang di-list dari sekolah. Uang sekolah pun boleh dibayar per 3 bulan. Hanya saja, kalau kita membayar full untuk setahun kita bisa dapat diskon.


Pas proses pendaftaran, aku harus menemani Aafiya dulu buat assasement ke gurunya, Aafiya mau dimasukkan ke KG (kindergarten) level berapa. Di sekolah ini ada 3 level KG. Kalau di Indonesia, KG 1 kayak selevel PAUD, KG 2 itu selevel TK A, dan KG 3 itu selevel TK B. Aku dari awal, mindsetnya Aafiya bakalan di KG 2 karena menginat usianya yang baru mau 5 tahun. Di Indonesia, TK A kan memang usia 5-6 tahun, TK B usia 6-7 tahun, kelas 1 usia 7-8 tahun, dan seterusnya. Tapii, ternyata di sini usia untuk TK A Itu ternyata adalah usia 4-5, dan TK B itu usia 5-6. Sedangkan Kelas 1 itu usia 6 tahun ke atas. Jadi, Aafiya menurut acuan dari kementrian pendidikan di sini harus sudah masuk KG 3 alias TK B. Lalu aku tanya, bisakah Aafiya di KG 2 aja karena awalnya aku berpikir Aafiya nanti masuk SD nya pas usia 6 tahun 9 bulan aja. Jadi menurut umurnya sekarang mestinya masih level TK A. Koordinator KG nya menjawab, bahwasannya aku harus bikin surat pernyataan yang ditandatangani bahwa Aafiya ditaruh di level KG 2 adalah berdasarkan permintaan orang tua.

Bu Gurunya nanya, "Udah bisa pegang pensil belum? Udah biasa nulis belum?" Aku jawab dia udah biasa pegang pensil (bukan hanya pensil sih, spidol, krayon, pulpeen suka² anaknya aja ahahahaha tapi tentu saja gak aku jawab kayak gini dongs kekeke...). Trus Aafiya disuruh menulis beberapa angka dan huruf. Dan alhamdulillah dia bisa menuliskan hampir semua huruf dan angka yang disuruh oleh bu guru. Trus aku disuruh nunggu lagi.


Setelah itu, bu guru memutuskan sebaiknya Aafiya di KG 3 aja. Aku call ayahnya. Karena di sini, level KG itu masuknya ke girl-section. Jadi bapak-bapak ga boleh masuk. Segala administrasi di bagian kelas (bukan di bagian pembayaran) harus diurus oleh ibu. Aku tanya ayahnya minta pendapat bagusnya masukin KG 2 apa KG 3 dengan konsekuensi kalau KG 2 aku harus tanda tangan pernyataan. Ndilalahnya, segala surat itu semuanya berbahasa arab dan aku ga ngerti sama sekali isi surat-suratnya... πŸ˜†
Ayahnya bilang, ga masalah kalau memang di KG 3. Akhirnya aku ngikut yang ayahnya bilang. Meskipun dalam hati koq kayak agak sedikit berat (dan rasa² agak berat ini sudah aku sampaikan pada ayahnya). Beratnya adalah karena bahasa pengantarnya English dan Aafiya belum dibiasakan english di rumah. Paling intensif cuma 2 minggu belakangan saja dan aku pikir not enough kalau praktek cakap² english cuma dalam 2 minggu aja. Udah gitu (dari buku KG 2) pelajarannya udah lumayan. Mengenal huruf, angka dan juga ada matematikanya.

Ketika sudah sampai di rumah, Aafiya sudah masuk kelas, aku ditelpon oleh teman yang anaknya seumuran Aafiya. Dia menanyakan jadinya Aafiya di kelas yang mana. Dan aku ceritakanlah kronologisnya bahwa akhirnya Aafiya di kelas KG 3. Temanku kaget. Lha kenapa KG3? KG3 itu udah disiapin buat anak-anak masuk grade 1. Pelajarannya sulit. Ini juga anak-anak udah berjalan 5 minggu. Aku sejujurnya agak goyah juga waktu itu. Apalagi teman menawarkan untuk menemani mengurus kepindahan ke kelas KG2 berhubung aku yg ga bisa bahasa arab dan teman tersebut suaminya adalah orang arab jadi sudah familiar dengan bahasa arab. Tapi lagi-lagi suami menguatkan dan meminta untuk support kakak dan mendoakan agar kakak bisa adaptasi, having fun, bisa berteman dan juga beroleh ilmu yang bermanfaat.

Pas udah beli buku yang diminta sekolah, aku sedikit shock. Bukunya buanyaak bangeet, ya salam. Ini anak TK lho. πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†...
Anak TK judulnya, tapi buku matematikanya aja lebih tebal dari buku SMA emaknya. Untung sih belum setebal martindale atau farmakope sih. Wkwkwkwk... Selain belajar huruf, angka, membaca, menulis... kakak juga belajar pelajaran agama, hafalan Qur'an, matematika, sains, dan juga bahasa Prancis. Ya Allah... emaknya sama sekali ga ngerti itu buku bahasa prancis. Dulu emaknya, udah lah TK kaga ada bukunya, pengantarnya pakai bahasa Indo pulak. Belajar bahasa inggris juga baru kelas 6 SD. Ini si kakak, udahlah pelajarannya bahasa pengantarnya berbahasa inggris, belajar juga bahasa lain (bahasa Arab dan Bahasa Prancis) plus buku yang segambreng-gambreng. Dan jugaaaaa, ada PR setiap hari! PR nya enggak 1 aja. Ada 3 matpel yang selalu jadi PR rutin. Ini anak TK apa anak SMA sih? πŸ™ˆ


Bukannya apa-apa. Emaknya hanya rada khawatir jika sekiranya ini terlalu berat buat Aafiya. Emaknya rada khawatir kalau anaknya justru ga merasa fun dan malah terbebani dengan segitu banyak pelajaran. Apalagiii, pas ngajakin kakak ngerjain PR... baca buku pelajarannya aja emaknya udah puyeng. Ini instruksinya apaaa yaa?! Aaaak.. emak ga ngerti pelajaran anak TK. Sering kali harus buka kamus dulu untuk bantu si kakak bikin PR. Ya salaaam...


Di sinilah aku rada maju mundur. Apakah diturunin jadi KG 2 lagi aja. Setidaknya di KG 2 ini ga ada pelajaran sains dan bahasa prancisnya. Bukunya juga cuma setengah buku KG3 jumlahnya. Tapi, tetaap ayahnya Aafiya menguatkan... untuk mendo'akan agar kakak bisa. Karena akademis bukan main purpose kita menyekolahkan Aafiya saat ini. Jadi, kita ga usah maksain Aafiya belajar kalau anaknya lagi ga mau. Main purpose kita adalah membuat Aafiya mengenal lingkungan, mau berteman dan juga lebih berani! Jadi, kalau ga ngerjain PR ya sudah, tak apa-apa.

Ya udah, bismillaah... Go on kakak! πŸ’ͺπŸ’ͺπŸ’ͺπŸ’ͺ


Gimana kakak di sekolah? Gimana hari pertama sekolah? Bisa gak kakak mengikuti pelajaran yang segambreng itu yang bahasa pengantarnya bukan bahasa ibu (bahasa sehari-harinya). In shaa Allah aku post di next postingan...

Ketika Memutuskan untuk Menyekolahkan Anak (2)

Calon sekolah si Kakak ketika itu... yang kini jadi sekolahnya
Lanjutan dari cerita kemarin. Hehe.

Ketika memutuskan untuk sekolah, akhirnya kami berusaha untuk collect informasi sebanyak-banyaknya terkait calon sekolah Aafiya. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan tentunya dalam memilih sekolah. Pertama, kurikulumnya. Kedua, Jarak tempuh dari rumah. Ketiga, biaya.

Soal kurikulum tentu jadi pertimbangan, meskipun memang sulit untuk mencari kurikulum seperti sekolah di Indonesia semisal TK IT begitu. Setiap negara, tentu memiliki ciri khas pendidikan masing-masing. Tapi, untuk anak TK sepertinya tidak begitu 'mandatory' ya. Namanya juga masih TK. Masih main-main. Hehehe... Tapiii.. (ada tapinya, nanti aku ceritakan yaa lebih detil in shaa Allah di next postingan).

Kedua, pertimbangan yang paling utama sebenarnya buat kami; jarak tempuh dari rumah. Ini berkaitan dengan antar jemput anak ke sekolah. Di sini, ga semudah di Indonesia untuk bepergian kan ya. Meskipun sekarang ada fasilitas uber dan careem (semacam g*jek/gr*b kalo di Indonesia), tapii buat aku emak beranak 3 ini cukup sulit. Kalau terpaksa mungkin bisa. Karena harus angkut 3 anak, 1 masih bayi. Rempoong cyyyn. Hehehe... Jadi, jarak tempuh yang masih dalam taraf bisa diantar jemput suami adalah opsi yang paling utama.

Ketiga, biaya. Tentu saja, menyekolahkan anak butuh biaya. Perlu dong kita kalkulasi, kira-kira biaya sekolahnya masuk budget atau tidak. Meskipun, tiada yang sia-sia dalam menuntut ilmu. Segala biaya yang dikeluarkan dalam menuntut ilmu dan kemudian anak yang menuntut ilmu itu menjadi anak yang ilmunya bermanfaat bagi banyak orang, bukankah itu adalah amal jariyah? Meski sekarang masih TK. Tapi itu bukankah salah satu jenjang menuju pendidikan yang lebih tinggi nantinya? Makanya di sini, banyak banget orang yang berlomba-lomba jadi muhsinin untuk oara mahasiswa, mulai dari menyediakan rumah, memberi makanan (sembako) dan banyak lagi. Ma shaa Allah.
Meski demikian, kita ga bisa naif juga kaan. Ga mungkin kita memilih sekolah yang super-super over budget. Itu naif namanya. Hehehe...


Ada beberapa opsi sekolah.
1. Sekolah Indonesia di sini (SIR)
Sebenarnya, untuk target kami menyekolahkannya biar kecebur ke lingkungan baru, sekolah Indonesia adalah pilihan yang tepat. Sekolahnya menggunakan kurikulum Indonesia. Bahasanya adalah bahasa Indonesia. Tidak ada kecanggungan bahasa. Pun, jika kita kembali ke Indonesia suatu saat, tidak ribet pindah dengan berbeda kurikulum gitu kan. Bisa masuk sekolah negeri. Kayak pindah sekolah aja sama seperti di Indonesia pindah sekolah dari suatu dareah ke daerah lain. Di segi biaya pun, SIR sendiri biayanya bisa dibilang tidak terlalu mahal jika berdomisili di dekat lokasi sekolah (daerah Ummul Hamam dan sekitarnya). Masalahnya, SIR berlokasi jauh dari tempat tinggal kami. Jarak 30 km-an. Bolak-balik 60 km. Waktu anak selesai sekolah dengan jam istirahat ayahnya juga tidak matching sehingga tidak mungkin ayahnya anak-anak menjemput. Dan kami belum bisa mempercayakan Aafiya kepada orang asing untuk diantar jemput. Maka opsi sekolah di SIR terpaksa tidak kami ambil.

2. DAR (Sekolah Arab).
Sekolah Arab untuk level tamhidi (setingkat TK) di sini sebenarnya gratis. Buku juga disediakan. Sekolahnya sore.Tapi, terkendala dengan persyaratan bahwa ibunya harus sekolah juga di sana untuk kelas bahasa Arab atau tahfidz Al Qur'an. Dan tetap menyaratkan antar jemput juga walaupun berjarak 5 km-an maximal dari rumah karena setiap Hayy (district) itu menyediakan DAR. Aku tidak bisa meninggalkan Bayi dan Si Uni Aasiya untuk ikut sekolah bersama Kakak Aafiya tentunya. Bahasa pengantar adalah bahasa Arab. Masalah bahasa sebenarnya tidak begitu masalah untuk Anak, karena Anak biasanya menyerap lebih cepat dan bisa memahami bahasa tanpa mesti "ditranslate" dulu di otaknya. Gak kayak kita orang dewasa yang ketika berbahasa asing, otak kita mesti mentranslate dulu ke bahasa kita, diproses, lalu direspon dan ditranslate lagi ke bahasa asingπŸ˜†πŸ˜‚. Kalau anak, memahami bahasa sama seperti mereka memahami bahasa ibu (bahasa utamanya). Tapi, karena waktunya tidak match dan juga tidak ada yang bisa jagain Maryam dan Aasiya, tentu opsi ini tidak bisa dipilih. Sebenarnya, opsi ini benar-benar opsi terakhir dan tidak kami masukkan ke list sih. Hehehe...

Ada juga DAR yang pagi dan menyediakan hadonah (nursery) untuk anak dan bayi. Ini juga ibunya harus sekolah juga di sini. Dan menyediakan kelas tamhidi untuk anak. Opsi ini sempat kami sebut pada awalnya. Tapi, aku sulit meninggalkan Maryam dan Aasiya di Hadhonah. Lokasinya juga sangat jauh dari rumah. Lagi-lagi terkendala jarak kan. Tapi, karena jam berangkat dan jam pulangnya matching dengan waktu istirahat Suami, sebenarnya masalah transport masih bisa disiasati. Kendala utama karena aku tidak bisa meninggalkan Maryam terutama. Si Bayi ini sangat sulit diasuh/dipegang orang lain. Aku tak ingin meninggalkan 'trauma' dan luka di hatinya karena ditinggal ibunya sekolah. Lain cerita kalau sekiranya usia Maryam sekarang sudah 3 tahun dan sudah bisa dikenalkan dengan tempat baru. Mungkin opsi ini akan aku pilih.

3. Sekolah Internasional
Sekolah internasional masuknya sama dengan sekolah pagi pada umumnya. Jam pulangnya juga sama dengan jam istirahat siang suami sehingga bisa antar jemput. Soal jarak juga tidak masalah karena hanya 5-10 menitan dari rumah. Soal biaya juga sebenarnya akan sama dengan SIR jika kami menggunakan jasa transport. Karena kalau memilih opsi SIR, 80% total biaya adalah untuk transportasi. Jadi, tentang biaya sebenarnya bisa dikatakan masuk budget. Kekurangannya, adalah kurikulumnya bukan kurikulum Indonesia. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum amerika. Tapii, alhamdulillaah tetap ada kurikulum agamanya. Meskipun sekolah internasional, ada kurikulum agama yang belajar tentang iman, menulis huruf hijaiyah, dan juga menghafal Al Qur'an. Jadi, kayak mix antara kurikulum amerika dan kurikulum arab gituh. Bahasa pengantar adalah bahasa inggris. Kekurangannya, jika nanti sekiranya pulang ke Indonesia, sulit menyesuaikan kurikulum karena ketika pulang ke Indonesia, kemungkinan besar kami tidak akan menyekolahkan anak di sekolah Internasional. Opsi yang kami pilih kemungkinan besar adalah sekolah semacam SDIT, SMPIT dan SMAIT. Tapii, masih bisa disiasati. Di SIR sendiri setiap weekend ada paket khusus untuk yang anak-anak non-SIR. Jadi untuk memperoleh NIS (nokor induk siswa) ada semacam paket khusus gitu. Anak sekolah hanya di hari libur (weekend) di SIR.

Bagaimana jika anak belum lulus SD tapi udah pulang ke Indonesia misalnya. Ada opsi untuk mengikuti jejak teman-teman yang homeschooling di sini tapi memakai kurikulum di Indonesia. Mereka nanti ikut ujian, bayar semacam lisensi gitu (aku belum tanya detil gimananya) dan bisa mendapatkan NIS.


Dari sekian opsi di atas, opsi yang paling memungkinkan yang kami pilih adalah... menyekolahkan Aafiya di sekolah internasional. Dan finally, setelah sekolah berjalan 5 minggu, Aafiya kami daftarkan di sebuah sekolah internasional yang cukup dekat dengan rumah kami.


Bersambung ke postingan berikutnya... in shaa Allah.

Ketika Memutuskan untuk Menyekolahkan Anak (1)

Setelah lamaa tak corat-coret blog, akhirnya pada blog jua aku kembali. Hehe. Oleh sebab blog adalah 'selokan' buat mengalirkan apa yang terlintas tanpa harus 'bersinggungan' dengan orang lain. Xixixi. Berbeda dengan media sosial di mana status kita bisa saja nyantol di beranda orang lain, maka blog hanyalah bagi yang benar-benar serius ingin berkunjung. Paling tidak, mesti transit di search engine dulu untuk sampai ke sini kan. Kekeke... Makanya buat aku ..., blog adalah tempat ternyaman untuk berbagi. Bukan media sosial. Hehe. Smoga blog ini ga sepi lagi yaaa. Heuheu... Doakan istiqomaaah.

Kali ini aku ingin menceritakan kenapa akhirnya memutuskan untuk menyekolahkan Aafiya tahun ini. Aaaak... ma shaa Allah... tak sangka waktu berlalu begitu cepat. Our first born udah sekolah ajaaaa. Time flies fast. Super fast. Aaakk.. my little baby now using a uniform, bring big bag and luch box. Rasanya... aahh nano-nano. Terharuu 😭... Excited ... Senang ... Sedih juga karena berpisah benerapa jam ... dan juga terselip sedikit khawatir. Namanya juga melepas anak pertama kali ke sekolah yaaa.

Aafiya in shaa Allah 6 hari lagi genap 5 tahun. Kata orang-orang, anak yang lahir september-desember itu umurnya nanggung-nanggung kalo mau disekolahkan. Heuu... Mau dibulatkan ke atas (dianggap 5 maksudnya) masi agak kekecilan. Kalau digabung ke usia di bawahnya, ehh anaknya rada ketuaan juga dibanding temannya yang sekolah nantinya yang rerata lahirnya di tahun berikutnya. Bingung kan? Heuu...

Nah, pada awalnya plan kami menyekolahkan Aafiya itu tahun depan (usia 5 tahun 11 bulan--karena tahun ajaran baru di sini dimulai september dan Aafiya lahir oktober) langsung ke TK B. Karena kami termasuk penganut 'aliran' yang tidak menyekolahkan anak terlalu dini (misal dari usia 2-3 tahun). Selain itu, biaya sekolah di sini bisa dibilang mahaaaal kalau memilih sekolah swasta. Ehehehehe. Tapiii... (ada tapinya) akhirnya jadinya kami masukkan ke sekolah tahun ini, plan nya TK A dulu.

Ada panjaaaaang pertimbangan dan mikir-mikirnya sampai kami akhirnya memutuskan dan bermuara di satu kata: sekolah.

Aafiya sebenarnya kalau ditimbang secara akademis, udah cukup siap untuk sekolah, in shaa Allah. Melihat ketertarikannya mengenal huruf dan angka. Aku sendiri sebagai ibu, tidak mengajarkan secara serius calistung (apalagi sampai les² segala) buat Aafiya di usianya di bawah 5 tahun ini. Tapi, karena anaknya terlihat interest akhirnya dia belajar sendiri mengenali angka dan huruf ini. Cukup surprise ma shaa Allah ketika Aafiya menulis semua huruf tanpa contekan di papan tulis suatu hari. Sebagai emak yang rempong dengan 3 balita dan nyaris ga sempat ngajarin Aafiya, aku surprise ketika dia bisa, ma shaa Allah... 🤩🤩 Tapii.. tentu ini bukan alasan mengapa aku menyegerakan sekolahnya.

Jadi, Aafiya ini anaknya memang agak pemalu. Sulit untuk berjumpa dengan lingkungan baru dan orang asing. Tidak mau ngomong dan terlihat sedikit cemas. Oleh sebab kultur di sini memang jarang main ke luar kayaknya yaa. Tapii, pemalunya Aafiya agak banyak dosisnya. Dalam kata lain, sebutlah 'insecure'. Heu... Nah, ketika dia berada di lingkungan yang bikin dia merasa 'secure' secara psikisnya, dia akan menjadi confidence dan sifat pemalu dan kecemasannya dengan lingkungan baru itu jadi hilang.

Ada banyak opsi yang kami list pada awalnya. Apakah dengan mengenalkannya ke grup kecil dulu. Alhamdulillah di masjid dekat rumah ada grup tahfidz anak-anak yang bisa didampingi oleh orang tua karena disediakan juga grup tahfidz buat orang tua. Sempat berpikir membawa Aafiya ke sana dulu. Atau, mengajaknya dan encourage dia untuk berani ngomong di baqala atau tukang es cream misalnya. Membawanya selalu ke lingkungan yang banyak orang semisal pengajian ibu-ibu di sini. Tapii, semuanya tetap saja masih ada emaknya di sana. Lalu kapan Aafiya berani? Padahal, pas di lingkungan yang dia merasa secure karena ada teman yang nyambung, dia berhasil ngomong banyak dan bercerita dengan PD. Tidak ngelendot aja di bawah ketiak emaknya. Hehehe...

Ketika ditanya ke teman yang kebetulan psikolog, dia juga menyarankan untuk sekolah (bukan homeschooling lah intinya). Barang kali di sekolah dia menemukan teman yang membuat dia secure di lingkungan baru. Jadi, aafiya lebih PD lah yaa... tidak malu-malu dan cemas lagi dengan lingkungan baru yang banyak orang karena sudah terbiasa dengan sekolah yang rame.

Akhirnya kami memutuskan untuk menyekolahkannya. Keputusan yang diambil bahkan ketika sekolah untuk Saudi sudah berjalan 1 bulan lamanya. Sementara kalau menurut kalender pendidikan indonesia, sudah masanya PTS malah. Sudah berlalu setengah semester. Tapii, namanya anak TK... kayaknya juga ga papa ketinggalan. Apa sih yang dipejari anak TK? Ya kan?

Awalnya begituu... hehehehe...

In shaa Allah lanjut ke part berikutnya...

Tentang Sepiring Gorengan dan Kedinamisan



'Sepiring' Gorengan (tahu brontaks minang) ini dibuat hanya 15 menit sebelum berangkat ke taman dekat rumah. Soal taste? Alhamdulillah lebih dari lumayan. Xixixi... (baca: aku ke-PD-an) wkwkwkwk.


Begitulah. Kadang, banyak 'kondisi terdesak' membuat orang lebih kreatif. Jika saja ini Indonesia, mungkin aku lebih memilih mampir sejenak ke warung, membeli beberapa pcs gorengan sebelum ke taman. Tapi, tentu saja tak ada penjual tahu brontak di sini. Hehe.


Sejujurnya, aku memiliki salah satu hobby yang dikenal dengan wisata kuliner. Apalagi, jauh di perantauan begini. Begitu mudik, selain masakan terfavorit--masakan ibu tentunya--yang pasti akan selalu dirindukan anak-anaknya di manapun jauhnya tanah rantau, ada beberapa jenis kuliner yang dikangenin. Mudik, berarti kesempatan mencicipi beberapa kuliner yang apalagi tak available di tanah rantau.


Mudik kemarin, aku tentu tak melewati kesempatan itu. Punya espektasi tinggi terhadap beberapa kuliner di kampung halaman (di Indonesia maksudnya. Tak spesifik di Sumbar saja). Tapii... segala sesuatu bisa saja berubah. Iya kan? Sebagaimana hidup ini begitu dinamis.


Bagaimana berubahnya?
Jadi begini. Dari sekian banyak kuliner yang aku ekspek ternyata mostly malah 'below my expectation'. Entah karena rasanya memang 'menurun' atau ekspektasi dan asa yg terlalu tinggi?! Kerap terbersit di benak "Koq rasanya ga seenak yang dipikirkan?" Heuheu...


Aku rasa, penjual bisa saja tak pernah berubah. Akulah yang sebenarnya berubah. Setelah sekian lama 'berpetualang', mencicipi berbagai citarasa yang berbeda dengan citarasa nusantara, bisa saja menjadi standar yang berbeda. Setelah terbiasa memasak sendiri dan meng-adjust sesuai dengan selera sendiri, ketika mencoba masakan yang dulu terasa sangat enak... tiba-tiba menjadi biasa saja.

Ini bukan sama sekali merasa bahwa masakan sendiri jauh lebih enak. Aahh, jumawa benerrr yak kalau begitu. Hehe. Tapii, karena sudah terbiasa membuat sesuatu homemade dengan rasa yang udah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga pas di lidah maka ketika mencoba masakan orang lain (yang dulu ketika belum terbiasa memasak sendiri terasa sangat enak) sekarang terasa biasa-biasa saja. Ini menyoal mindset.


Dulu aku sangat heran kenapa nekbu nya anak-anak (ibuku tercinta) sangat tidak suka wisata kuliner dan lebih memilih makan dari masakan sendiri. Tapi, sekarang aku mengerti alasannya. Selain ibu, aku juga dulu memiliki teman kuliah yang sangat tidak suka jajan di luar meskipun kita sekelas lagi acara makan-makan. Bahkan acara tasyakur dengan dosen sekalipun. Dia selalu membawa bekal dari rumah dan 100% homemade selalu. Dulu aku heran 'koq bisa yaah'. Sekarang, aku mengerti. Everyone has their own reason.


Kalau ditanya sekarang, apakah aku jadi gak suka wisata kuliner lagi. Jawabanku: tentu tidak! Aku tetap suka wisata kuliner. Tapiii, aku ingin sekurang-kurangnya 90% dari total konsumsi pribadi soal makanan adalah homemade. Sembilah puluh persen itu sudah seminimal-minimalnya. Meskipun aku tidak hobi memasak, tapiii... menyediakan makanan sehat, bergizi (dan mudah-mudahan enak) untuk keluarga sendiri adalah my honour. Adalah sebuah kebahagiaan tersendiri ketika suami dan anak makan dengan lahap masakan yang kita masak sendiri. Benar kan?


Kesimpulan: (wkwkwkwk... kayak karya ilmiah aja). Ini adalah menyoal mindset. Bagaimana kita bertindak, itu 'berangkat' dari bagaimana mindset kita. Jadii, sangat penting untuk memiliki mindset positif kan yaa. Allah saja menyuruh kita untuk selalu husnudzan kepada-Nya, kepada sesama muslim kan yaa. Berpikir dan berprasangka baik.


Semoga aku bisa mengimplementasikannya. :)

Teko

Teko hanya akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. Jika isinya air teh manis, yang dikeluarkan juga adalah teh manis. Jika isinya air comberan, maka yang dikeluarkan dari teko tersebut juga air comberan. Meskipun tekonya hanya teko plastik tapi isinya madu, yang keluar darinya ketika kita tuang adalah madu. Sebaliknya meski teko terbuat dari emas sekalipun, tapi isi di dalamnya adalah air kubangan, tetap saja akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya tersebut; air kubangan.

Begitu juga dengan diri kita. Apa yang keluar dari mulut kita (atau yang kita tuliskan di komentar) adalah cerminan dari apa yang ada di dalam diri kita. Bacalah sekali lagi, tentang apa yang tertuang dalam setiap goresan yang kita tulis, baik berupa tulisan maupun komentar. Apakah berupa hujatan, cacian, ejekan, dan ujaran kebencian? Ataukah sudah berbaik-baik dalam berkata? Merasa menang dengan mengomentari berapi-api penuh luapan emosi yang disertai dengan cacian dan ejekan? Ah, jangan-jangan kita hanya tengah mempertontonkan apa yang menjadi "isi" dari diri kita, hati kita. Alih-alih merasa memenangkan perdebatan dan berhasil 'mengalahkan' lawan yang kita hujat dan hinakan, yang ada sebenarnya kita sedang mempertunjukkan diri kita yang sebenarnya.

Yuk, mari bijak dalam berkomentar. Jika tidak sesuai dengan kita, tidak harus dengan mengeluarkan kata kasar, hujatan dan hinaan kan? Bisa jadi, ajal kita datang saat tak sempat minta maaf kepada orang yang kita hina, ejek dan hujat. Kemanakah akan dicari orang yang kita hujat itu nanti di yaumul hisab untuk meminta maaf?

Sungguh sedih rasanya melihat hilangnya empati dan rasa kemanusiaan ketika diberitakan ada yang meninggal ketika aksi damai kemarin tapi dikomentari dengan kasar, ditertawakan bahkan dihina. Bisa saja mereka orang yang tak sengaja lewat ketika kebrutalan terjadi. Atau orang yang berniat di dalam hatinya memperjuangkan keadilan yang dirasa timpang. Lalu kita menertawakan kematian mereka. Padahal, boleh jadi mereka pergi dengan sebaik-baik kematian (misal karena terbunuh ketika kebetulan berada di sana atau niat mereka adalah tim medis yang berniat untuk membantu yang terluka). Kita tidak pernah tau akhir kehidupan kita nantinya akan seperti apa. Dapatkah kita menjamin diri kita lebih baik dari orang yang kita tertawakan tersebut? Atau jangan-jangan lebih buruk.

Duhai sahabat, semoga kita bisa lebih bijak dan lebih baik dalam berkata (berkomentar) ataupun dalam menuliskan sesuatu. Karena sejatinya, apa yang keluar dari mulut kita adalah cerminan dari apa yang ada di hati kita. Jangan hanya demi membela jagoan di pilpres, kita korban diri kita dengan berkata keji sehingga semakin menumpuklah timbangan keburukan kita. Membela kebenaran itu harus. Membela ketidakadilan itu mesti. Tapi, bukan membela dengan fantisme buta. Sehingga terpecah-pecahlah kita, padahal sama-sama mengaku umat Nabi Muhammad.

Semoga Allah senantiasa tunjuki kita akan sesuatu yang Haqq dan Allah kuatkan kita untuk mengikutinya. Dan semoga Allah tunjukkan kita pada kebathilan dan Dia kuatkan pula kita untuk tidak mengikutinya. Semoga Allah selamatkan bangsa Indonesia dari makar orang-orang dzalim. Aamiin yaa mujibassailin.

Ketupat


Sejujurnya ini adalah kali pertama aku berlebaran dengan memasak ketupat. Dan ini baru kali kedua memasak ketupat di mana percobaan pertama beberapa tahun yang lalu gagal total dengan hasil ketupatnya tinggal kulitnya doang. Hahaha. Isinya berhamburan di dalam air perebusnya. Jadi bisa disimpulkan, selain pertama kali berlebaran dengan ketupat, ini juga kali pertama ketupatnya berhasil dieksekusi dengan sukses. Hehe. Mungkin terdengar aneh bagi yang sudah terbiasa dengan menu mainstream lebaran berupa ketupat, opor, sambal ati dan goreng kentang. Oleh sebab menu yang mainstream di kampungku (setidaknya di keluargaku) bukanlah ketupat dan kolega-koleganya. Jika suatu saat kau datang ke kampungku untuk berlebaran, maka yang kau nikmati adalah nasi beserta rendang hitam (yang proses memasaknya bisa seharian), gulai kalio, abuih pucuak ubi, dan sambalado. Salah satu "menu wajib" lainnya adalah kue gadang dan lamang (beras ketan beserta santan yang dimasak dalam bambu dan dibakar di api besar) yang rasanya ladziiiiiz ma shaa Allah... Apalagi jika ditemani tape hitam. Rendang adalah salah satu menu wajib lebaran. Sedangkan gulai kapau sendiri, tidak begitu familiar di kampungku. Itu khasnya kampung Ayah Aafiya kayaknya yaa. Hehehe... Percaya atau enggak, aku baru mengenal dan mendengar istilah "nasi kapau" ketika kira-kira usia SMP.

Jadi apa menu lebaran kali ini? Sebut saja ini katupek pitalah KW10. Ekekekeke... Atau kalau di kampungku sebutannya adalah lontong gulai cubadak. Varian lain adalah lontong gulai toco dan lontong gulai paku. Eittss.. Paku digulai?! Hehehehe...


Eid mubarak 1440 H
Taqabbalallahu minna wa minkum, Taqabbal ya kariim.

Perniagaan yang Amanah

Kali ini aku akan berbagi cerita soal beli air galon. Xixixixi... Kalo di Indonesia, untuk keperluan memasak (masak nasi, masak air, masak sayur dan lain-lain) cukup mengambil air dari sumur. Air sumur di Indonesia in shaa Allah bersih. Biasanya kalau di rumah, ibu menyiapkan 1 wadah khusus yang dipakek untuk menyimpan air untuk keperluan memasak. Apalagi kandungan mineralnya juga bagus yaa. Hehehe. Kalau untuk keperluan minum sendiri, biasanya air dimasak lagi kan yaa hingga mendidih.

Naaah, itu semua ga akan berlaku di sini! Air yang mengaliri untuk keperluan rumah tangga merupakan air suling dari air laut. Ya kalii di gurun ada sumur πŸ˜†. Ya ga ada laaaaah... ekekekekke... Bayangkan, air-air itu "didatangkan" dari jarak 400 km. Soal teknologinya, ma shaa Allah... udah canggih lah yaaa. 

Naaah, berhubung itu adalah sulingan air laut, mau ga mau tetap saja masih ada "sisa endapan" garam walaupun dengan kadar yang sedikit. Aku sering temukan wadah-wadah yang abis dicuci lalu dibiarkan lama dengan posisi tidak dimiringkan agar airnya turun tapi dengan posisi di mana ada genangan sedikit air lalu mengering sendiri, maka akan ada residu putih yang agak mengeras. Itulah garam! Saluran air juga lebih sering mengalami kerusakan karena adanya garam tersebut. Oleh sebab itulah makanya air ini tidak dipakai untuk kebutuhan memasak.

Lalu pakai apa untuk keperluan memasak? Yup! Air galon. Tapiii bukan kayak beli air di depot galon air. Air galon di sini adalah air galon kemasan. Sama kayak kita kalo beli galon aq*a kalo di Indonesia. Naahh, proses pembelian isi ulangnya yang pengen aku ceritakan di sini.


Kami memang memilih n*stle sebagai air galon (iyaa... memang produk b*ikot... hiks hiks...). Tapii karena kemudahan prosesnya makanya kami lebih memilih ini. Kami tinggal di lantai paling atas (lantai 3) ga ada lift. Ga kebayang juga mau angkut-angkut galon ke lantai 3. Naah beli air galon n*stle ini benar-benar "memanjakan" kami sebagai costumer. Prosesnya sangat manageble dan..... karyawan antar jemput galonnya AMANAH!

Pertama kali sebelum beli galon kita registrasi dulu di web nya (wuiihh canggih yaaa, beli air galon aja pakek registrasi segala.. ekekeke. Ntar kepikiran di Indonesia mau bikin layanan kayak gini aaahhh.... semogaa... semogaaa..). Lalu kita akan dihubungi sama costumer service nya untuk detilnya termasuk alamat rumah. Naah pada hari rutinnya (misal buat area Nahda--tempat tinggal kami--pada hari Rabu pagi, tapi di district lain bisa berbeda. Bisa hari kamis, bisa hari selasa juga) petugas yang delivery galon akan membawakan booklet kupon yang kita request. Booklet kupon itu bisa isi 100 kupon, bisa isi 50 kupon ataupun 20 kupon. Tapi kebijakan terbaru adalah booklet 90 kupon dan 60 kupon serta 20 kupon. Jika kita adalah pelanggan baru, kita dapat gratis 5 tabung galon berserta isinya tentunya (masa galon kosong kekeke) untuk pembelian 100 kupon, gratis 3 tabung galon untuk pembelian 50 kupon dan gratis 1 tabung galon untuk pembelian 20 kupon. Dalam penukaran kuponnya, 1 kupon untuk redeem 1 galon air.

Penampakan Kupon Galonnya



Booklet kuponnya


Petugas delivery akan mengambil galon kosong dan menggantinya dengan galon baru yang berisi air (tentunya harus ada kuponnya untuk menukarnya dengan galon terisi penuh dong yaa hehehe) pada hari tertentu (seperti yang aku bilang di atas, di district tempat kami tinggal, jadwal rutinnya pada hari rabu pagi). Kita cukup meletakkan galon kosong di depan pintu rumah beserta kuponnya pada malamnya trus tinggal bobo cantik deeh. Besok paginya... taraaaaa... galonnya sudah berganti dengan yang full. Tanpa harus repot-repot nelponin bolak-balik si tukang galon. Begitulah setiap rabu. Kita ga perlu pusing mikirin galon yang kehabisan karena petugasnya akan datang setiap waktu yang ditentukan tanpa sibuk-sibuk kita telponin. Enak kan yaaa... Pengen deeh bikin kayak gini jadi usaha alias bisnis. Ekekekeke.... Memanjakan costumer banget soalnya. Berabenya kalo kita kelupaan narok galon doang. Misal lupa kalo hari ini hari rabu dan belum taro galon kosong di depan pintu rumah!! Hihi... Tapii so far sih aku masih ga masalah karena punya galon 5 pcs (dapat gratisan dari beli kupon pertama kali) dan dapat hibah 5 botol galon lagidaro teman yang exit. Jadi total ada 10 galon. Kekekeke.... Naah kebutuhan air galon cuma 2-3 pcs seminggu. Jadi kalo kelupaan narok di hari rabu, masi ada stok. Kecuali kalo lupa berturut-turut 3 minggu. Ini bari berabe. Hihi...

Gimana kalo kupon habis??? Naahhh inilah inti ceritaku sebenarnya yang memiliki preambule yang panjaaaaang di atas wkwkwkwk... Tentang amanahnya mas-mas delivery galon (emang orang jawa panggil mas?! Ya enggaklaah... Kekeke).
Harga 1 booklet isi 60 (yang versi terbaru) yang mau kami beli adalah 480 SAR. Sekitar 1,8jt kalo dirupiahkan. Kedengarannya mahaal yaaa. Heuheu... Tenaang itu bukan buat sekali minum koq. Hehehe... Biasanya 60 kupon itu untuk 7 bulan-an. Jadi, sekali beli kupon untuk 7 bulan ke depannya. Harga 1 galon adalah sekitar 30rb rupiah. Hampir 2 kali lipat harga segalon aq*a kalau di Indonesia yaa. Tapi kan itu udah include delivery sampai pintu rumah, dan udah diangkutin ke lantai 3 lagi! Memang biaya hidup di sini rata-rata lebih tinggi dari Indonesia. Tapi dalam beberapa hal lebih murah juga siiiihh. Hehehe... Apalagi di sini banyaaak diskon untuk kebutuhan groceries.

Pas kupon habis, kami cukup meletakkan uang di depan rumah dan bikin tulisan "we want to buy new coupons booklet" sambil meletakkan uangnnya diikat pakai karet. Transparant gitu. Ga pakek amplop-amplopan (amplop maah serangan fajar kaliii... Jangan mau terima yang beginian yaaaa). Kebayang ga sihhh, narok uang 1.8jt di depan pintu rumah di mana bisa aja digondol orang tak bertanggung jawab, dibawa kabur atau apalaaah. Kalo tukang delivery galonnya ga amanah kan bisa aja dia ambil uangnya trus kabur. Toh selama ini aku juga ga pernah berjumpa denga tukang delivery galon. Jadi ga bisa diaduin juga dan ga bisa nuduh juga. Kan ga tukang delivery galon aja yang berpeluang ngambil uangnya. Bisa juga tetangga kan yaa yang 1 building yang punya akses ke depan pintu rumah kita.

Transaksi cukup taro uang di luar diikat karet dan bikin tulisan pengen beli galon (kebetulan minggu kemarin uangnya kurang karena bookletnya jadi 60 kupon yang sebelumnya 50 pcs, jd ini yang ditaro di luar cuma sisanya yang kurang aja)

Ma shaa Allah tabarakallah. Mereka amanah. Uang segitu banyak cukup dengan modal "percaya" aja diletakkan begitu saja di pintu rumah tapi Alhamdulillaah tetap diganti dengan booklet. Bukan dibawa kabur. Ma shaa Allah. Aku sungguh kagum dengan keamanahan mereka. Dan juga dengan kondisi yang relatif aman seperti ini, ma shaa Allah. Semoga terus begitu yaaa...
Kalau di Indonesia aku sungguh ga yakin deh, naro uang 1.8jt di depan pintu rumah tanpa pengawasan. Apalagi CCTV. Mana ada CCTV di rumahku. Kalo Di Indonesia mungkin belum 5 menit mungkin udah raib. Aahhh... semoga sajaa di Indonesia nanti bisa begini yaaa... Aamiin yaa Allah.... Aamiin yaa Allah...

Pengalaman Pemilu di Riyadh tahun 2019

Pemilu 2019 alhamdulillah telah terselenggara di Riyadh, Arab Saudi pada tanggal 12 April 2019. Tapiii, penghitungan suara akan dilakukan serentak dengan pemilu di Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 April nanti in shaa Allah.

Pemilu 2019 ini sangat-sangat berbeda dengan pemilu 2014 lalu. Terasa banget ke-crowded-an nya. Tingginya animo masyarakat Indonesia di Riyadh untuk pemilu kali ini membuat pemilu ini terasa sangat-sangat berbeda. Banyak orang yang terpaksa harus golput karena tidak bisa mencoblos. Jadi, pagi-pagi udah datang ke KBRI, tapi antrian puanjaaaaang sampai 3 jam lebih tapi akhirnya tidak bisa mencoblos karena sudah harus balik lagi ke tempat kerja. Terutama yang bekerja di perumahan (ART) yang ijin majikannya cuma sebentar saja. Sayang sekali sebenarnya... hiks.

Formulir C6 sendiri harus diprint di tempat. Hal ini membuat antrian semakin mengular karena keterbatasan SDM dan device. Dengan peserta pemilu yang membludak (meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2014), benar-benar tidak mengakomodir.

ngantri C6 (foto by Abu Aafiya)

Suami kebetulan berada di antara lautan manusia itu. Ngantri 3 jam lamanya. Membayangkannya saja sudah ga sanggup dirikuuh. heheu... Pada akhirnya ga ada lagi print out C6. Hanya dicatat manual saja. siapa saja yang punya passport Indonesia atau e-KTP atau SPLP bisa mencoblos meskipun tak terdaftar di DPT. Data DPT pun datanya diambil dari WNI yang memperpanjang passport 5 tahun terahir. Teman-teman yang sudah final exit dari Riyadh pun masih terdaftar di DPT. Daaan, sebenarnya ini membuka peluang untuk terjadinya kecurangan kan yaaa. Semoga aja ga ada yang berlaku curang.


Semoga terpilih pemimpin Indonesia yang lebih baik yaa...
Jangan lupaaa hari ini nyoblos yaa... pilih PKS dan 02 utk presidennya... otreee... (emaaaanggg ada yang bacaaa Fathel.. hahahaha... udah selesai kaliii nyoblosnyaa jam seginiiiπŸ˜†... pakeknya jam saudi siiihhh... jam Indonesia mah skarang udah menjelang siang kekeeke....)

Pasar Kaget Annisa: Sebuah Ide Cemerlang

Jajanan dari pasar kaget Annisa: bubur ayam, nasi rames, nasi ayam geprek dan es campur... hmmm nyummyy ma shaa Allah...
Dari dulu pengen nulisin ini... tapi belum kesampaian hehehe. Tentang pasar kaget Annisa; sebuah ide cemerlang yang menguntungkan. Keuntungan bagi pembeli; bisa menikmati jajanan khas Indonesia. Keuntungan bagi penyelenggara (dalam hal ini adalah BPKK PKS Riyadh) mendapatkan sumber dana. Hehehe...

Pasar Kaget Annisa digagas kalau tidak salah sekitar 2 tahun yang lalu dan rutin dilaksanakan setiap bulannya. Mekanismenya sederhana; beberapa orang yang memiliki passion memasak dan bisa "memproduksi makanan" dalam jumlah cukup banyak (misal 20-50 porsi) bisa mengajukan ke pengurus BPKK (digawangi oleh bidang pemberdayaan perempuan/keluarga) untuk menjadi chef bakulan makanan kuliner Indonesia. Satu kali periode; chefnya sekitar 3-4 orang yang menjual makanan Indonesia dengan menu yang tidak boleh sama. Masing-masing orang dapat jatah 2 menu. Menu didaftarkan ke pengurus di sebuah grup khusus. Setelah semuanya fix, Pengurus yang bertugas akan memberikan pengumuman mengenai menu-menu yang tersedia di berbagai grup komunitas masyarakat Indonesia di Riyadh. Sistemnya adalah pre-order.

Misalkan, seperti pasar kaget bulan ini yang berlangsung hari ini (5 April 2019), yang memang biasanya dilangsungkan hari jum'at. Kenapa jum'at? Karena itubadalah hari libur bagi aebagian besar orang. Untuk menunya berupa siomay, bubur ayam, baso malang, nasi ayam geprek, nasi rames, cilok, es campur, aneka sambel. Naah, pembeli tinggal pilih menu yang disukai, order ke pengurus sampai batas waktu yang ditentukan (biasanya 1 hari sebelum hari H). Ketika hari H, pengorder tinggal ambil di tempat dengan menu-menu yang sudah di pack. Tempatnya? Biasanya di Imarah/rumah salah satu orang Indonesia. Ma shaa Allah barokah banget rumah yang biasanya ditempati buat acara-acara itu.

Buat aku pasar kaget Annisa ini sangat menguntungkan. Bisa menikmati kuliner Indonesia apalagi pas ngidam dulu.. hihihi. Udah gitu, ma shaa Allah itu semua kan homemade yaa.. masakan rumahan. Dibuat bukan dengan sistem sakala produksi ala restoran. In shaa Allah kualitasnya pun terjaga.

Dengan berbelanja di pasar kaget Annisa berarti ikut berinfak?! Koq bisa?!!
Nah di sini letak istimewanya pasar kaget ini. Karena 10% dari total penjualan akan disalurkan untuk infaq. Pembeli beinfaq, penjual berinfaq dan dana ummat pun berdaya. Selain itu ada pemberdayaan SDM juga; belajar berniaga. Ternyata berniaga iru seru jugaa yaaa... Meskipun aku sendiri ilmunya masi cetek laah... Kayak ga punya passion gitu dalam berniaga. Hihihi... Mungkin harus lebih banyak belajar lagi. Ya harus lah yaaa!! Hehehe...


Semoga ide pasar kaget ini bisa menginspirasi terutama buat diaspora masyarakat Indonesia di belahan bumi mana pun berada saat ini... :)