Kisah ini, sungguh menggetarkan jiwa. Tentang seorang perempuan mulia yang keimanan bersemayam di dalam dadanya. Hari-harinya adalah kedekatan dengan Kekasihnya, Rabb yang maha mulia. Dan, dari tangannya mengalir karya-karya yang telah menyadarkan begitu banyak manusia. Sosok yang tangguh. Jiwanya bersahaja.
Hingga, suatu pagi, bencana Tsunami melanda negerinya. Perempuan berhati mulia itu adalah salah satu korban Tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu. Namun, apakah hal yang menakjubkan yang telah terjadi?? Subhanallah…., jenazah perempuan itu ditemukan dalam kondisi berpakaian lengkap, tak kurang satu apapun. Gamis longgar yang dikenakannya, jilbabnya, kaos kakinya, mansetnya, semuanya utuh, menutupi tubuhnya! Pada bibir diwajah bersihnya, terukir satu senyum yang sangat indah. Padahal, kalau dipikir-pikir secara logika, dengan pakaian yang sedemikian longgar, jilbab yang dipasang yang longgar, pun, begitu halnya dengan kaos kaki dan manset, dengan air yang begitu besar, pastinya sudah langsung terbuka dan hanyut. Sedangkan,ada perempuan lain, yang pakai jeans ketat, yang masangnya saja ribet karena sempit, lalu ditambah lagi dengan ikat pinggang, so, pasti secara logika bakalan susah terlepas dari badannya karena air yang begitu besar arusnya, justru malah didapati terbuka, (maaf) ketika ditemukan jenasahnya tanpa busana. Masya Allah!
Sungguh, cerita ini, ketika di sampaikan oleh seorang ustadz di sebuah ta’lim, telah membuat seorang remaja, mengenakan jilbab. Seorang remaja yang awalnya enggan mengenakan jilbab, serta merta tergerak hatinya untuk mengenakan jilbab dan meninggalkan jeans ketatnya setelah mendengar kisah ini. Masya Allah. Kematian yang menginspirasi. Sungguh mulia perempuan itu. Bahkan, ketika ia meninggal saja, telah memberikan nilai da’wah kepada orang lain. Dengan kematiannya saja, telah berhasil menjilbabkan seorang remaja. Apalagi kehidupannya dulunya?! Subhanallah…, subhanallah…
Setelah mendengar kisah ini, semoga juga menginspirasi kita semua yah…
Semangat! Semangat!
Mencari ‘ilmu, mengamalkannya, dan menda’wahkannya.
Dari ‘Aisyah ra berkata, Nabi saw bersabda : “Tidak ada hijrah lagi setelah ditaklukkannya kota Mekkah, tetapi yang tetap ada yaitu jihad (berjuang pada jalan Allah) dan niat untuk selalu berbuat baik. Oleh karenanya, jika kamu sekalian dipanggil untuk berjuang maka berangkatlah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Syakuro, home SWEET, Rabi’ul Awwal 1430 H
PEMIRA EUY PEMIRA!!
Assalamu’alaykum warahamatullah, sahabat2ku di Pharmacy…, Pa kabar??
Ehm…ehm…, sudah pada tau kan, insya Allah kan qta mau PEMILU niy… (09 april 09, jangan lupa pilih yang OKE yah…??!!). emm…, maksudku di sini, selain negeri qta tercinta ini mulai marak dengan pesta demokrasi, ingat jugah, di Pharmacy Village qta, insya Allah juga mau PEMILU RAYA….alias PEMIRA. Udah pada tahu kaaaaan, kapan PEMIRA nya??
Inga….
Inga….
Insya Allah PEMIRA qta tanggal 1 April 09 loooh…,
So, jangan lupa, hari H, pada nyontreng yaahh…, eits…, jangan lupa bawa KTM.
Gunakan Hak Pilihmu!!!
Okeh!!
Satu suaramu, menentukan satu tahun nasib Farmasi ke depan.
Ingat looh, ini pemilihan Gubernur PERTAMA di Farmasi. Masa’ siy, kagak milih??? Masa’ siy, tak meninggalkan sejarah di farmasi qta ini??? Pa lagi, yang udah buruan tamat…, ntar ga’ punya kesempatan lagi loooh…
Ah Ya, sedikit diriku korek bocoran dari BPU Pharmacy, sampai angkatan 04, insya Allah masih bisa milih. Asalkan masiy berstatus mahasiswa S-1 (uni2 dan uda2 yg udah apoteker, ga’ boleh lagi dunk???!!). untuk uda-uda dan uni-uni yang sudah pada tamat ‘n bekerja, mohon supportnya aja deeeh. Skali lagi, Ini gurbernur pertama pharmacy loooh (secara, udah bertahun2 memperjuangkan biar misah dari MIPA kan. Secara, qta udah fakultas sekarang kaaaan??)
Naaaah,nah,nah….
Diriku mau sedikit promo niy, mengenai calon gubernur yang oke punya. (ehm…dah pada liyat kampanye belom nih?? Diriku siy, dapat bocoran dari temen2)
Nah..nah..nah…, uda2, uni2, temen2, dan adek2…, yuuuk, qta tengok sikit, sapa siy, calon pemimpin Pharmacy ke depan :
No. 1 : HAFIZH (Far ’06)
VISI : menjadikan BEM KM Fak Pharmacy sebagai lembaga yang mewadahi aspirasi & pejuangan segenap mahasiswa serta memperkuat rasa kekeluargaan baik internal maupun eksternal dengan kegiatan yang positif
MISI :
1. Pemersatu & pengayom kegiatan mahasiswa farmasi
2. pusat kekuatan serta kebijakan bagi kebutuhan mahasiswa farmasi
3. advokasi mahasiswa farmasi dalam bidang akademis & kesejahteraan mahasiswa
4. pengoptimalan peran & profesionalitas kerja BEM sesuai dengan fungsinya
5. tanggap & peduli terhadap KBMF UA dengan semangat kekeluargaan
No. 2 : KHAIRUL (Far ’06)
VISI : menjadikan BEM KM Farmasi kokoh secara intral dan eksis dalam pergerakan kemahasiswaan dalam profesi kefaramasian
MISI :
1. Menyelenggarakan proker bernuansa akademikdan bermutu
2. Jembatan aspirasi mahasiswa di tingkat fakultas
3. Penataan struktur kepengurusan
4. Mempertahankan system kekeluargaan di farmasi
Nah…nah..nah…
Contreng pilihanmu!!
Okeh!!!
nah, ini..
diriku beri sedikit gambaran mengenai orang-orangnya :
Ehm…ehm…, sudah pada tau kan, insya Allah kan qta mau PEMILU niy… (09 april 09, jangan lupa pilih yang OKE yah…??!!). emm…, maksudku di sini, selain negeri qta tercinta ini mulai marak dengan pesta demokrasi, ingat jugah, di Pharmacy Village qta, insya Allah juga mau PEMILU RAYA….alias PEMIRA. Udah pada tahu kaaaaan, kapan PEMIRA nya??
Inga….
Inga….
Insya Allah PEMIRA qta tanggal 1 April 09 loooh…,
So, jangan lupa, hari H, pada nyontreng yaahh…, eits…, jangan lupa bawa KTM.
Gunakan Hak Pilihmu!!!
Okeh!!
Satu suaramu, menentukan satu tahun nasib Farmasi ke depan.
Ingat looh, ini pemilihan Gubernur PERTAMA di Farmasi. Masa’ siy, kagak milih??? Masa’ siy, tak meninggalkan sejarah di farmasi qta ini??? Pa lagi, yang udah buruan tamat…, ntar ga’ punya kesempatan lagi loooh…
Ah Ya, sedikit diriku korek bocoran dari BPU Pharmacy, sampai angkatan 04, insya Allah masih bisa milih. Asalkan masiy berstatus mahasiswa S-1 (uni2 dan uda2 yg udah apoteker, ga’ boleh lagi dunk???!!). untuk uda-uda dan uni-uni yang sudah pada tamat ‘n bekerja, mohon supportnya aja deeeh. Skali lagi, Ini gurbernur pertama pharmacy loooh (secara, udah bertahun2 memperjuangkan biar misah dari MIPA kan. Secara, qta udah fakultas sekarang kaaaan??)
Naaaah,nah,nah….
Diriku mau sedikit promo niy, mengenai calon gubernur yang oke punya. (ehm…dah pada liyat kampanye belom nih?? Diriku siy, dapat bocoran dari temen2)
Nah..nah..nah…, uda2, uni2, temen2, dan adek2…, yuuuk, qta tengok sikit, sapa siy, calon pemimpin Pharmacy ke depan :
No. 1 : HAFIZH (Far ’06)
VISI : menjadikan BEM KM Fak Pharmacy sebagai lembaga yang mewadahi aspirasi & pejuangan segenap mahasiswa serta memperkuat rasa kekeluargaan baik internal maupun eksternal dengan kegiatan yang positif
MISI :
1. Pemersatu & pengayom kegiatan mahasiswa farmasi
2. pusat kekuatan serta kebijakan bagi kebutuhan mahasiswa farmasi
3. advokasi mahasiswa farmasi dalam bidang akademis & kesejahteraan mahasiswa
4. pengoptimalan peran & profesionalitas kerja BEM sesuai dengan fungsinya
5. tanggap & peduli terhadap KBMF UA dengan semangat kekeluargaan
No. 2 : KHAIRUL (Far ’06)
VISI : menjadikan BEM KM Farmasi kokoh secara intral dan eksis dalam pergerakan kemahasiswaan dalam profesi kefaramasian
MISI :
1. Menyelenggarakan proker bernuansa akademikdan bermutu
2. Jembatan aspirasi mahasiswa di tingkat fakultas
3. Penataan struktur kepengurusan
4. Mempertahankan system kekeluargaan di farmasi
Nah…nah..nah…
Contreng pilihanmu!!
Okeh!!!
nah, ini..
diriku beri sedikit gambaran mengenai orang-orangnya :
Sekolah bagi “Pra-Sekolah Pertama”, Mungkinkah Terwujud?
Suatu siang, tak sengaja kucuri dengar (eit, bukan tak sengaja siy, tapi, memang mendengarkan dgn sepenuh hati, karena kebetulan posisinya paling dekat denganku) cerita dua orang ibu-ibu yang profesinya adalah dosen. aku tahu persis beliau berdua adalah dosen karena pembicaraan ini TKP-nya adalah di kampus, hehe. Waaaah…., mulia! Pengajar yang menularkan ilmunya kepada banyak orang. Menjadi ‘amal jariyah nantinya, insya Allah.
Kira-kira, begini bunyi percakapan itu (dengan redaksional yang berbeda tentu saja)
Ibu A : Berapa umur anak Ibu sekarang, yang paling kecil itu lho!?
Ibu B : ng…4 tahun.
Ibu A : waaa..h, empat tahun? Sudah besar juga ya? Tak terasa, baru kemaren rasanya. Udah empat tahun saja ya? sUdah sekolah?
Ibu B : sudah, play group sekarang (dengan wajah cukup sumringah)
Ibu A : waah, sudah sekolah. BERARTI BISA BEBAS DONG? BISA MENINGGALKANNYA UNTUK KE KAMPUS. TIDAK PERLU TERLALU REPOT.
Ibu B : (dengan wajah yang cukup heran) Maksud Bu A?
Ibu A : maksud saya, tidak perlu terlalu repot, githu. Kan sekolah. Ada yang menjaga, pengasuhnya gitu?”
Ibu B : tidak bisa begitu saja tho Bu. Anak kan bagian dari tanggungjawab kita sebagai ibu. Saya siy, menerapkan system perwalian. Yang besar, punya tanggung jawab terhadap adik-adiknya. Begitu seterusnya…”
Ibu A : waaah, bu B pintar juga yah?
Kira-kira begitulah cuplikan percakapannya. Sejujurnya, aku tertarik sekali dengan percakapan kedua Ibu itu. Yaph! Pada dasarnya, aku sepakat dengan apa yang ibu B sampaikan. Subhanallah… ada sebuah metode inovatif yang diterapkannya (bukan berarti aku sepakat kalo’ pengasuhan terhadap adik itu sepenuhnya alias 100 % dilimpahkan ke kakaknya lho). Tetapi, beliau memiliki pola didik yang menurutku bagus, sebagai seorang ibu rumah tangga sejati. Karena system perwalian tanpa meninggalkan pengawasan dan khudwah yg baik, akan menumbuhkan sikap tanggung jawab bagi anak. (halaaah, macam paham saja aku niy…, macam sudah pengalaman saja.hehehe…). Sebaliknya, persepsi bahwasannya, ketika anak sudah sekolah, berarti kewajiban untuk ‘mendidik’ itu terlepas begitu saja menurutku siy cukup keliru. Kata-kata : “berarti bisa bebas dong…dst…” secara tak langsung menyiratkan bahwa anak adalah beban berat yg mengikat,. Aku siy lebih sepakat dgn ‘sebuah tanggung jawab’ yg dilontarkan ibu B.
Kenapa profesi ibu rumah tangga??? Karena, menurutku, ibu rumah tangga itulah sebenarnya profesi yang harus dicita-citakan sebagai PROFESI UTAMA oleh seorang perempuan. Selayaknya sebuah cita-cita, maka mesti ada rancangan strategis untuk mencapainya. Tidak bisa dengan slogan “biarkan saja seperti air mengalir.” Atau, “toh, nanti juga bisa sendiri.” Atau, “udah fitrahnya perempuan, pasti bisa laaah.”
Sebelum berbincang lebih lanjut (haduu…h, emangnya lagi bincang-bincang yah?), maka ingin kutekan dulu di sini, bahwa yang kumaksud dengan ibu rumah tangga (untuk selanjutnya kusingkat dengan IRT saja yah. Cape’ nulisnya, hehehe) sebagai PROFESI UTAMA YANG HARUS DICITA-CITAKAN bukan berarti aku menganjurkan agar setiap perempuan ‘membiarkan’ begitu saja ilmu yg dia peroleh selama di kampus, misalnya, terbuang percuma. Bukan! Sama sekali bukan! (sayang banget kan, misalnya, dokter, masa’ siy ga’ diaplikasikan ilmunya. Kan sayang bangeeet). Maksudku, menjadikan IRT SEBAGAI PROFESI UTAMA! Yang namanya utama, tentulah yang prioritas bukan? Boleh saja ko’, perempuan mau jadi dokter, mau jadi guru, dosen, mau jadi arsitek, psikolog, menejer, ekonom, teknisi, praktisi,polisi, politisi, (dan berjenis-jenis ‘si’ lainnya),asalkan tidak meninggalkan pekerjaan utamanya sebagai IRT. Sebab, semua itu, hanyalah sebuah ‘pekerjaan sampingan’ bagi mereka (para IRT). Kan, kebanyakan persepsinya adalah semua hal diatas sebagai pekerjaan utama, lalu IRT, hanyalah sisa-sisa tenaganya yg lelah saja. Kan kasiaaaan anaknya. (Emm…, mungkin aku lebih focus ke anaknya dan pendidikan anaknya sekarang niy, bukan ke ortunya). Banyakan kan, perempuan bekerja di luar, lalu nitipin anak ke pengasuh or pembantu. Ntar, pulangnya dah malam. Jadilah, seorang anak yg dibesarkan oleh pembantu. Itu artinya: perempuan bekerja untuk menggaji pembantu. Logika sederhananya kan gitu. So, mana yg lebih baik, pendidikan anak dari ortu (khususnya ibu sebagai madrasatul ‘ula), atau bekerja di luar untuk menggaji pembantu? Itung-itungnya, cost yg dikeluarkan akan sama saja, bukan? (ngerti kan maksudku??)
Okeh…okeh…back to topic. Mengenai IRT tadi. Menurutku siy, penting sekali pemaknaan dan sebuah persepsi mengenai IRT itu. Jika persepsi kebanyakan kita, seperti kita kebanyakan, IRT itu hanya sebatas pekerjaan rumah saja, maka perputaran roda kehidupan dan warnanya hanya berada ‘di sana’ saja alias seolah-olah seperti baku standar saja. Jika kita memaknai dari sisi yg berbeda, tentu, akan berbeda pulak pola pencapaiannya, sejauh cita-cita dan harapan kita…(halah, ribet kali bahasanya…)
Tulisan ini hadir (ini kelanjutan dari Tulisan di blog-ku dgn tag : “IRT???”) adalah karena sesuatu yang bernama kemirisan yg hadir di hatiku. Aku bukan orang yg faqih dan faham soal ini. Tapi, aku hanya ingin menyampaikan pengamatanku saja. Apa yg selama ini aku lihat di sekelilingku.
Hmm…, begini, banyak diantara teman2ku, saudara2ku dan adik2 kelasku yg sudah menikah (terutama yg di kampungku, homeSweet home). Bervariasi! Tamat SMP, tamat SD, tamat SMA. Rata2 siy tamat SMA. Namun, seolah-olah seperti putaran siklus saja. Tamat SMA, nikah, lalu punya anak. Pendidikan anaknya diterapkan pola seperti yg diperoleh orang tuanya, nenek buyutnyaterdahulu kala. Tanpa ada visi, dan misi yg ingin dibangun. Begitu seterusnya, seterusnya…dan seterusnya. Maka, seperti apapun hebatnya in-putnya, jika processing-nya amburadul dan jadul, tetap saja out-putnya tidak bagus. Bayangkan jika itu telah menjadi siklus kehidupan, yang mengakar, dan membudaya???
Nah, bagiku, pentingnya itu adalah bagaimana pendidikan seorang perempuan dulu. How to prepare the first school. Jika ingin memperbaiki suatu Negara, yg mesti diperbaiki dulu tuh, yaaa…kaum perempuannya. Emm….begini, Di satu sisi, dengan pola pikir konvensional (atau konservatif yah,hehehe??), ala kampungku (mungkin juga kampungmu,hehehe) nikah,..punya anak…, sebuah siklus berulang yg sama, without innovation and increasing atau di sisi lain pola pikir ala jaman sekarang oleh perempuan terdidik yg kata orang modern yg menuntut perempuan untuk bekerja ekstra di luar,jam terbang yang sangat tinggi.. akan memiliki out put yg tak jauh berbeda. Yang satunya konservatif, yg lainnya modern yang berdilatasi. Nah, bagiku, kita ambil jalan tengah. Apapun asalnya, apapun polanya, maka semestinya untuk menghadirkan generasi rabbani, diperlukan perempuan2 tangguh yang memiliki bekal, visi, dan misi.
(haddduuuu…h, kok susah kali membahasakannya yah??)
Ah, begini saja. Andaikan setiap perempuan (siapapun itu, mau tamat SMA, mau bergelar professor), jika cita-cita utamanya adalah IRT yg terbaik, maka, insya Allah, negeri ini akan madani. Kenapa?? Karena setiap wanita memiliki, visi, misi, pola pikir untuk pencapaian yang sama, yaitu generasi rabbani. Untuk mencapai itu, perlu langkah-langkah. Langkah-langkah itu hadir, karena adanya pendidikan bagi perempuan. Dan pendidikan itu hadir, karena adanya kesadaran, dan keimanan. Nah, hal yg pertama yg mesti dibenahi itu, yaah, ruh nya… Jika para pendidik sebagai madrasatul ‘ula itu baik di segi ruh, mapun fikry, maka, insya Allah, out putnya adalah baik jugah. Yaitu pribadi-pribadi yang akan mewarisi peradaban negeri ini. Bayangkan jika semua orang dibesarkan dengan bi’ah yg demikian…, insya Allah tidak akan ada lagi praktik KKN. Nah, bukan mustahil kan, terbentuknya Negara madani itu dimulai dengan membaikkan kaum perempuannya??? Iya tho?? Kamu sepakat??? (fiuff…tersampaikan jua akhirnya. Sebenarnya inti yg pengen aku sampaikan itu, yah ini!!! Habiss, berbelit-belit kali siy dari tadi)
Nah, nah, nah…, menurutku, bagaimana kalo’ ada “sekolah pra-madrasatul ‘ula”. Semacam kajian kelompok (intensive class), or micro teaching gitu, di manapun itu. Mau di kampus kek. Mau di PKK kek. Mau di arisan kek. Atau, kelompancapir kek(halah..ini mah jadul banget). Intinya, ‘sekolah pendidikan anak’ gitu for everywoman. Apalagi kalo’ pemerintah mau bekerja sama, memfasilitasi ini semua. Apalagi, khususiyah, untuk teman-teman yang di kampong. Intinya sekolah tuh, pendidikan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada calon madrasatul ‘ula, bahwasannya pendidikan anak itu, tidak bisa “learning by doing” begitu saja, “seperti air mengalir” begitu saja, atau “ntar juga bisa sendiri” begitu saja, tapi, butuh pemahaman dulu, sekalian step-stepnya seperti apa. Tentu saja mesti dibarengi dengan iman. Sebab, jika tidak dibarengi dengan iman, membentuk pribadi-pribadi demikian, sama saja dengan membentuk pohon besar yang gersang dan tandus. Mereka yang punya cita-cita besar, punya mimpi-mimpi besar, tapi, secular… Yah, pokoknya gitu deeeeh. Ringkasnya gini. Kan nantinya seorang ibu, mau jadi madrasatul ‘ula niy, bagi anak-anaknya. Makanya, untuk membentuk madrasah ‘ula yg baik, dibutuhkan madrasah dulu sebelumnya. Ini ga’ bakal terwujud, jika yg berada di ranah pemerintahan, bukan orang yg kooperatif, bukan orang-orang yang memperjuangkan nasib rakyat. Ini akan terwujud insya Allah, kalo’ yg berada di ‘atas’ sana, adalah orang-orang yang memang benar-benarlah…, makanya, jangan lupa nyontreng yang bener tgl 9 april besok. (hehehe, kok nyampainya ke sini yah?? Udah ke mana-mana tuh topic!)
Intinya, corenya, yah begitu lah!!! Sekolah, bagi calon madrasatul ‘ula, untuk membentuk Neggeri yang madani. Sepakatkah kamu???
>>Sungguh, tulisan yang kutulis ini bukan apa-apa, bukan pula bermaksud mencela, dan bukan pula merasa serba tahu. Tidak. Sama sekali tidak. Mungkin, ini semua hanyalah pernyataan idealis sebagai seorang mahasiswa (emm…mumpung masiy mahasiswa, bolehlah idealis sikit tak???), yang aku sendiri jika berada di posisi mereka(para IRT), belum tentu bisa menerapkannya secara ideal. Sebab, seringkali realita tak sama dengan idealita. Teorinya memang banyak, tapi, praktiknya sering tak sama dengan teori. Apalagi, ini semua adalah Sesuatu yg aku belum pernah terjun ke dunia itu. Allahu’alam kehidupanku nantinya akan seperti apa? Namun, setidaknya, ini semua insya Allah akan menjadi lecutan bagi kita semua. Insya Allah, panjang pendeknya nafas perjalanan kita tergantung sejauh mana cita-cita kita. Ya kan??? Tolong ingatkan aku yah, bila salah<<
homeSWEET Syakuro, Rabi’ul Awwal 1430 H
Kira-kira, begini bunyi percakapan itu (dengan redaksional yang berbeda tentu saja)
Ibu A : Berapa umur anak Ibu sekarang, yang paling kecil itu lho!?
Ibu B : ng…4 tahun.
Ibu A : waaa..h, empat tahun? Sudah besar juga ya? Tak terasa, baru kemaren rasanya. Udah empat tahun saja ya? sUdah sekolah?
Ibu B : sudah, play group sekarang (dengan wajah cukup sumringah)
Ibu A : waah, sudah sekolah. BERARTI BISA BEBAS DONG? BISA MENINGGALKANNYA UNTUK KE KAMPUS. TIDAK PERLU TERLALU REPOT.
Ibu B : (dengan wajah yang cukup heran) Maksud Bu A?
Ibu A : maksud saya, tidak perlu terlalu repot, githu. Kan sekolah. Ada yang menjaga, pengasuhnya gitu?”
Ibu B : tidak bisa begitu saja tho Bu. Anak kan bagian dari tanggungjawab kita sebagai ibu. Saya siy, menerapkan system perwalian. Yang besar, punya tanggung jawab terhadap adik-adiknya. Begitu seterusnya…”
Ibu A : waaah, bu B pintar juga yah?
Kira-kira begitulah cuplikan percakapannya. Sejujurnya, aku tertarik sekali dengan percakapan kedua Ibu itu. Yaph! Pada dasarnya, aku sepakat dengan apa yang ibu B sampaikan. Subhanallah… ada sebuah metode inovatif yang diterapkannya (bukan berarti aku sepakat kalo’ pengasuhan terhadap adik itu sepenuhnya alias 100 % dilimpahkan ke kakaknya lho). Tetapi, beliau memiliki pola didik yang menurutku bagus, sebagai seorang ibu rumah tangga sejati. Karena system perwalian tanpa meninggalkan pengawasan dan khudwah yg baik, akan menumbuhkan sikap tanggung jawab bagi anak. (halaaah, macam paham saja aku niy…, macam sudah pengalaman saja.hehehe…). Sebaliknya, persepsi bahwasannya, ketika anak sudah sekolah, berarti kewajiban untuk ‘mendidik’ itu terlepas begitu saja menurutku siy cukup keliru. Kata-kata : “berarti bisa bebas dong…dst…” secara tak langsung menyiratkan bahwa anak adalah beban berat yg mengikat,. Aku siy lebih sepakat dgn ‘sebuah tanggung jawab’ yg dilontarkan ibu B.
Kenapa profesi ibu rumah tangga??? Karena, menurutku, ibu rumah tangga itulah sebenarnya profesi yang harus dicita-citakan sebagai PROFESI UTAMA oleh seorang perempuan. Selayaknya sebuah cita-cita, maka mesti ada rancangan strategis untuk mencapainya. Tidak bisa dengan slogan “biarkan saja seperti air mengalir.” Atau, “toh, nanti juga bisa sendiri.” Atau, “udah fitrahnya perempuan, pasti bisa laaah.”
Sebelum berbincang lebih lanjut (haduu…h, emangnya lagi bincang-bincang yah?), maka ingin kutekan dulu di sini, bahwa yang kumaksud dengan ibu rumah tangga (untuk selanjutnya kusingkat dengan IRT saja yah. Cape’ nulisnya, hehehe) sebagai PROFESI UTAMA YANG HARUS DICITA-CITAKAN bukan berarti aku menganjurkan agar setiap perempuan ‘membiarkan’ begitu saja ilmu yg dia peroleh selama di kampus, misalnya, terbuang percuma. Bukan! Sama sekali bukan! (sayang banget kan, misalnya, dokter, masa’ siy ga’ diaplikasikan ilmunya. Kan sayang bangeeet). Maksudku, menjadikan IRT SEBAGAI PROFESI UTAMA! Yang namanya utama, tentulah yang prioritas bukan? Boleh saja ko’, perempuan mau jadi dokter, mau jadi guru, dosen, mau jadi arsitek, psikolog, menejer, ekonom, teknisi, praktisi,polisi, politisi, (dan berjenis-jenis ‘si’ lainnya),asalkan tidak meninggalkan pekerjaan utamanya sebagai IRT. Sebab, semua itu, hanyalah sebuah ‘pekerjaan sampingan’ bagi mereka (para IRT). Kan, kebanyakan persepsinya adalah semua hal diatas sebagai pekerjaan utama, lalu IRT, hanyalah sisa-sisa tenaganya yg lelah saja. Kan kasiaaaan anaknya. (Emm…, mungkin aku lebih focus ke anaknya dan pendidikan anaknya sekarang niy, bukan ke ortunya). Banyakan kan, perempuan bekerja di luar, lalu nitipin anak ke pengasuh or pembantu. Ntar, pulangnya dah malam. Jadilah, seorang anak yg dibesarkan oleh pembantu. Itu artinya: perempuan bekerja untuk menggaji pembantu. Logika sederhananya kan gitu. So, mana yg lebih baik, pendidikan anak dari ortu (khususnya ibu sebagai madrasatul ‘ula), atau bekerja di luar untuk menggaji pembantu? Itung-itungnya, cost yg dikeluarkan akan sama saja, bukan? (ngerti kan maksudku??)
Okeh…okeh…back to topic. Mengenai IRT tadi. Menurutku siy, penting sekali pemaknaan dan sebuah persepsi mengenai IRT itu. Jika persepsi kebanyakan kita, seperti kita kebanyakan, IRT itu hanya sebatas pekerjaan rumah saja, maka perputaran roda kehidupan dan warnanya hanya berada ‘di sana’ saja alias seolah-olah seperti baku standar saja. Jika kita memaknai dari sisi yg berbeda, tentu, akan berbeda pulak pola pencapaiannya, sejauh cita-cita dan harapan kita…(halah, ribet kali bahasanya…)
Tulisan ini hadir (ini kelanjutan dari Tulisan di blog-ku dgn tag : “IRT???”) adalah karena sesuatu yang bernama kemirisan yg hadir di hatiku. Aku bukan orang yg faqih dan faham soal ini. Tapi, aku hanya ingin menyampaikan pengamatanku saja. Apa yg selama ini aku lihat di sekelilingku.
Hmm…, begini, banyak diantara teman2ku, saudara2ku dan adik2 kelasku yg sudah menikah (terutama yg di kampungku, homeSweet home). Bervariasi! Tamat SMP, tamat SD, tamat SMA. Rata2 siy tamat SMA. Namun, seolah-olah seperti putaran siklus saja. Tamat SMA, nikah, lalu punya anak. Pendidikan anaknya diterapkan pola seperti yg diperoleh orang tuanya, nenek buyutnyaterdahulu kala. Tanpa ada visi, dan misi yg ingin dibangun. Begitu seterusnya, seterusnya…dan seterusnya. Maka, seperti apapun hebatnya in-putnya, jika processing-nya amburadul dan jadul, tetap saja out-putnya tidak bagus. Bayangkan jika itu telah menjadi siklus kehidupan, yang mengakar, dan membudaya???
Nah, bagiku, pentingnya itu adalah bagaimana pendidikan seorang perempuan dulu. How to prepare the first school. Jika ingin memperbaiki suatu Negara, yg mesti diperbaiki dulu tuh, yaaa…kaum perempuannya. Emm….begini, Di satu sisi, dengan pola pikir konvensional (atau konservatif yah,hehehe??), ala kampungku (mungkin juga kampungmu,hehehe) nikah,..punya anak…, sebuah siklus berulang yg sama, without innovation and increasing atau di sisi lain pola pikir ala jaman sekarang oleh perempuan terdidik yg kata orang modern yg menuntut perempuan untuk bekerja ekstra di luar,jam terbang yang sangat tinggi.. akan memiliki out put yg tak jauh berbeda. Yang satunya konservatif, yg lainnya modern yang berdilatasi. Nah, bagiku, kita ambil jalan tengah. Apapun asalnya, apapun polanya, maka semestinya untuk menghadirkan generasi rabbani, diperlukan perempuan2 tangguh yang memiliki bekal, visi, dan misi.
(haddduuuu…h, kok susah kali membahasakannya yah??)
Ah, begini saja. Andaikan setiap perempuan (siapapun itu, mau tamat SMA, mau bergelar professor), jika cita-cita utamanya adalah IRT yg terbaik, maka, insya Allah, negeri ini akan madani. Kenapa?? Karena setiap wanita memiliki, visi, misi, pola pikir untuk pencapaian yang sama, yaitu generasi rabbani. Untuk mencapai itu, perlu langkah-langkah. Langkah-langkah itu hadir, karena adanya pendidikan bagi perempuan. Dan pendidikan itu hadir, karena adanya kesadaran, dan keimanan. Nah, hal yg pertama yg mesti dibenahi itu, yaah, ruh nya… Jika para pendidik sebagai madrasatul ‘ula itu baik di segi ruh, mapun fikry, maka, insya Allah, out putnya adalah baik jugah. Yaitu pribadi-pribadi yang akan mewarisi peradaban negeri ini. Bayangkan jika semua orang dibesarkan dengan bi’ah yg demikian…, insya Allah tidak akan ada lagi praktik KKN. Nah, bukan mustahil kan, terbentuknya Negara madani itu dimulai dengan membaikkan kaum perempuannya??? Iya tho?? Kamu sepakat??? (fiuff…tersampaikan jua akhirnya. Sebenarnya inti yg pengen aku sampaikan itu, yah ini!!! Habiss, berbelit-belit kali siy dari tadi)
Nah, nah, nah…, menurutku, bagaimana kalo’ ada “sekolah pra-madrasatul ‘ula”. Semacam kajian kelompok (intensive class), or micro teaching gitu, di manapun itu. Mau di kampus kek. Mau di PKK kek. Mau di arisan kek. Atau, kelompancapir kek(halah..ini mah jadul banget). Intinya, ‘sekolah pendidikan anak’ gitu for everywoman. Apalagi kalo’ pemerintah mau bekerja sama, memfasilitasi ini semua. Apalagi, khususiyah, untuk teman-teman yang di kampong. Intinya sekolah tuh, pendidikan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada calon madrasatul ‘ula, bahwasannya pendidikan anak itu, tidak bisa “learning by doing” begitu saja, “seperti air mengalir” begitu saja, atau “ntar juga bisa sendiri” begitu saja, tapi, butuh pemahaman dulu, sekalian step-stepnya seperti apa. Tentu saja mesti dibarengi dengan iman. Sebab, jika tidak dibarengi dengan iman, membentuk pribadi-pribadi demikian, sama saja dengan membentuk pohon besar yang gersang dan tandus. Mereka yang punya cita-cita besar, punya mimpi-mimpi besar, tapi, secular… Yah, pokoknya gitu deeeeh. Ringkasnya gini. Kan nantinya seorang ibu, mau jadi madrasatul ‘ula niy, bagi anak-anaknya. Makanya, untuk membentuk madrasah ‘ula yg baik, dibutuhkan madrasah dulu sebelumnya. Ini ga’ bakal terwujud, jika yg berada di ranah pemerintahan, bukan orang yg kooperatif, bukan orang-orang yang memperjuangkan nasib rakyat. Ini akan terwujud insya Allah, kalo’ yg berada di ‘atas’ sana, adalah orang-orang yang memang benar-benarlah…, makanya, jangan lupa nyontreng yang bener tgl 9 april besok. (hehehe, kok nyampainya ke sini yah?? Udah ke mana-mana tuh topic!)
Intinya, corenya, yah begitu lah!!! Sekolah, bagi calon madrasatul ‘ula, untuk membentuk Neggeri yang madani. Sepakatkah kamu???
>>Sungguh, tulisan yang kutulis ini bukan apa-apa, bukan pula bermaksud mencela, dan bukan pula merasa serba tahu. Tidak. Sama sekali tidak. Mungkin, ini semua hanyalah pernyataan idealis sebagai seorang mahasiswa (emm…mumpung masiy mahasiswa, bolehlah idealis sikit tak???), yang aku sendiri jika berada di posisi mereka(para IRT), belum tentu bisa menerapkannya secara ideal. Sebab, seringkali realita tak sama dengan idealita. Teorinya memang banyak, tapi, praktiknya sering tak sama dengan teori. Apalagi, ini semua adalah Sesuatu yg aku belum pernah terjun ke dunia itu. Allahu’alam kehidupanku nantinya akan seperti apa? Namun, setidaknya, ini semua insya Allah akan menjadi lecutan bagi kita semua. Insya Allah, panjang pendeknya nafas perjalanan kita tergantung sejauh mana cita-cita kita. Ya kan??? Tolong ingatkan aku yah, bila salah<<
homeSWEET Syakuro, Rabi’ul Awwal 1430 H
Kita adalah Perpustakaan Terlengkap Sedunia
Banyak orang yang tidak menyadari potensi dirinya. Dan, ketidaksadaran itu sering kali mengantarkan manusia pada rasa kekurangan dan minimnya rasa syukur. Sungguh Allah telah ciptakan manusia dengan sebaik-baik penciptaan. Alangah patutnya kita syukuri segala ni’mat yang telah Allah anugrakan kepada kita, selaku makhluk-Nya.
Perkembangan sains memperjelas bahwa makhluk hidup memiliki struktur yang luar biasa kompleks dan suatu keteraturan yang sangat sempurna. Ini membuktikan fakta bahwa makhluk hidup diciptakan oleh Pencipta yang Mahakuasa yang memiliki pengetahuan tanpa banding. Salah satunya, dengan tersingkapnya struktur sempurna dalam gen manusia yang menjadi isu yang menonjol karena Projek Genom, penciptaan yang unik dari Tuhan telah terungkap.
Setiap satu kilogram tubuh manusia mengandung satu triliun sel. Jika berat badan kita saat ini adalah lima puluh kilogram, maka ada 50.000.000.000.000 triliun sel yang ada pada tubuh kita. Sungguh, angka itu sangat mengejutkan. Dan, yang lebih mengagumkan lagi, nyaris semua sel itu mengandung gen yang sama. Susunannya yang kemudian membentuknya berdasarkan fungsi masing-masing, apakah itu tangan, kaki, kuku, rambut dan lain sebagainya.
DNA atau gen itu sendiri terlindung dengan baiknya di dalam nukleus (inti sel) yang berada di pusat sel (yang berjumlah 50 triliyun tadi). Sel manusia memiliki diameter rata-rata 10 mikron atau atau satu per sepuluh ribu centimeter. Coba kita bayangkan, ambil penggaris, lihat ukuran satu centi meter, lalu bagilah sepuluh ribu. Subhanallah, begitu kecilnya. Molekul yang menakjubkan ini merupakan bukti nyata dari kesempurnaan dan sifat luar biasa dari seni penciptaan oleh Allah. Begitu luar biasanya sehingga suatu cabang sains khusus dibuat untuk mendalami rahasia molekul ini, yang masih banyak tersembunyi.
Informasi yang tersimpan di dalam DNA sangat menakjubkan. Walaupun sukar untuk dipercaya, dalam sebuah molekul DNA tunggal milik manusia, terdapat cukup informasi untuk mengisi tepat sejuta halaman ensiklopedia. Coba pikirkan; tepat 1000.000 halaman ensiklopedia…. inti dari setiap sel mengandung sebanyak itu informasi, yang digunakan untuk mengendalikan fungsi tubuh manusia. Sebagai analogi, kita dapat katakan bahwa bahkan Ensiklopedia Britannica yang banyaknya 23 jilid, salah satu ensiklopedia terbesar di dunia, memiliki 25.000 halaman. Jadi, di hadapan kita terbentang sebuah fakta yang menakjubkan. Di dalam sebuah molekul yang ditemukan di dalam inti sel, yang jauh lebih kecil dari sel berukuran mikroskopis tempatnya berada, terdapat gudang penyimpanan data yang 40 kali lebih besar daripada ensiklopedia terbesar di dunia yang menyimpang jutaan pokok informasi. Ini sama dengan 920 jilid ensiklopedia besar yang unik dan tidak ada bandingannya di dunia.
Riset menemukan bahwa ensiklopedia besar ini diperkirakan mengandung 5 miliar potongan informasi yang berbeda. Jika satu potong informasi yang ada di dalam gen manusia akan dibaca setiap detik, tanpa henti, sepanjang waktu, akan dibutuhkan 100 tahun sebelum proses selesai. Jika kita bayangkan bahwa informasi di dalam DNA dijadikan bentuk buku, lalu buku-buku ini ditumpuk, maka tingginya akan mencapai 70 meter.
DNA terdiri dari dua untai spiral yang mengandung empat macam huruf kimia yaitu A,G, C, T, yang akan mengkode seluruh hal yang ada pada tubuh manusia yang jumlahnya mencapai tiga milyar untuk satu inti sel saja. Berat satu untai, hanya satu per 200 milyar gram. Dan lebarnya hanya satu per lima ratus ribu millimeter. Jika kita dapat mengiris sebuah kawat berdiameter satu millimeter saja menjadi seperseratusnya, maka ia akan menjadi benang yang sangat halus, yang akan snagat mudah diterbangkan angin. Namun, satu helai saja dari bagian irisan itu sudah lima ribu kali lebih tebal dari sehelai DNA. Jika semua DNA manusia di seluruh dunia yang berjumlah enam milyar digabungkan jad satu, maka berat DNA seluruh manusia itu tidak lebih dari satu butir beras. Menakjubkan! Subhanallah… Maha Besar Allah dengan segala penciptaan-Nya.
Ada satu hal lagi yang lebih menakjubkan. Untaian spiral untuk satu inti sel yang hanya seberat satu per 200 milyar dengan lebar satu per 500.000 milimeter itu direnggangkan, akanmencapai tiga meter. Itu artinya, jika seluruh untai DNA satu orang manusia yang terdiri dari 500 triliyun sel, akan sama panjangnya dengan 600 kali bolak-balik bumi matahari. Allahu akbar!!! Allahu akbar!! Sungguh menakjubkan. Benar-benar amazing.
Maka, tidaklah pantas bagi kita untuk lupa bersyukur atas segala ni’mat yang Allah berikan kepada kita. Karena Dia, telah ciptakan kita dengan sebaik-baik bentuk.
Sumber : FM/Buku-buku Harun Yahya & The Divine Messagef the DNA; Kazuo Murakami
Perkembangan sains memperjelas bahwa makhluk hidup memiliki struktur yang luar biasa kompleks dan suatu keteraturan yang sangat sempurna. Ini membuktikan fakta bahwa makhluk hidup diciptakan oleh Pencipta yang Mahakuasa yang memiliki pengetahuan tanpa banding. Salah satunya, dengan tersingkapnya struktur sempurna dalam gen manusia yang menjadi isu yang menonjol karena Projek Genom, penciptaan yang unik dari Tuhan telah terungkap.
Setiap satu kilogram tubuh manusia mengandung satu triliun sel. Jika berat badan kita saat ini adalah lima puluh kilogram, maka ada 50.000.000.000.000 triliun sel yang ada pada tubuh kita. Sungguh, angka itu sangat mengejutkan. Dan, yang lebih mengagumkan lagi, nyaris semua sel itu mengandung gen yang sama. Susunannya yang kemudian membentuknya berdasarkan fungsi masing-masing, apakah itu tangan, kaki, kuku, rambut dan lain sebagainya.
DNA atau gen itu sendiri terlindung dengan baiknya di dalam nukleus (inti sel) yang berada di pusat sel (yang berjumlah 50 triliyun tadi). Sel manusia memiliki diameter rata-rata 10 mikron atau atau satu per sepuluh ribu centimeter. Coba kita bayangkan, ambil penggaris, lihat ukuran satu centi meter, lalu bagilah sepuluh ribu. Subhanallah, begitu kecilnya. Molekul yang menakjubkan ini merupakan bukti nyata dari kesempurnaan dan sifat luar biasa dari seni penciptaan oleh Allah. Begitu luar biasanya sehingga suatu cabang sains khusus dibuat untuk mendalami rahasia molekul ini, yang masih banyak tersembunyi.
Informasi yang tersimpan di dalam DNA sangat menakjubkan. Walaupun sukar untuk dipercaya, dalam sebuah molekul DNA tunggal milik manusia, terdapat cukup informasi untuk mengisi tepat sejuta halaman ensiklopedia. Coba pikirkan; tepat 1000.000 halaman ensiklopedia…. inti dari setiap sel mengandung sebanyak itu informasi, yang digunakan untuk mengendalikan fungsi tubuh manusia. Sebagai analogi, kita dapat katakan bahwa bahkan Ensiklopedia Britannica yang banyaknya 23 jilid, salah satu ensiklopedia terbesar di dunia, memiliki 25.000 halaman. Jadi, di hadapan kita terbentang sebuah fakta yang menakjubkan. Di dalam sebuah molekul yang ditemukan di dalam inti sel, yang jauh lebih kecil dari sel berukuran mikroskopis tempatnya berada, terdapat gudang penyimpanan data yang 40 kali lebih besar daripada ensiklopedia terbesar di dunia yang menyimpang jutaan pokok informasi. Ini sama dengan 920 jilid ensiklopedia besar yang unik dan tidak ada bandingannya di dunia.
Riset menemukan bahwa ensiklopedia besar ini diperkirakan mengandung 5 miliar potongan informasi yang berbeda. Jika satu potong informasi yang ada di dalam gen manusia akan dibaca setiap detik, tanpa henti, sepanjang waktu, akan dibutuhkan 100 tahun sebelum proses selesai. Jika kita bayangkan bahwa informasi di dalam DNA dijadikan bentuk buku, lalu buku-buku ini ditumpuk, maka tingginya akan mencapai 70 meter.
DNA terdiri dari dua untai spiral yang mengandung empat macam huruf kimia yaitu A,G, C, T, yang akan mengkode seluruh hal yang ada pada tubuh manusia yang jumlahnya mencapai tiga milyar untuk satu inti sel saja. Berat satu untai, hanya satu per 200 milyar gram. Dan lebarnya hanya satu per lima ratus ribu millimeter. Jika kita dapat mengiris sebuah kawat berdiameter satu millimeter saja menjadi seperseratusnya, maka ia akan menjadi benang yang sangat halus, yang akan snagat mudah diterbangkan angin. Namun, satu helai saja dari bagian irisan itu sudah lima ribu kali lebih tebal dari sehelai DNA. Jika semua DNA manusia di seluruh dunia yang berjumlah enam milyar digabungkan jad satu, maka berat DNA seluruh manusia itu tidak lebih dari satu butir beras. Menakjubkan! Subhanallah… Maha Besar Allah dengan segala penciptaan-Nya.
Ada satu hal lagi yang lebih menakjubkan. Untaian spiral untuk satu inti sel yang hanya seberat satu per 200 milyar dengan lebar satu per 500.000 milimeter itu direnggangkan, akanmencapai tiga meter. Itu artinya, jika seluruh untai DNA satu orang manusia yang terdiri dari 500 triliyun sel, akan sama panjangnya dengan 600 kali bolak-balik bumi matahari. Allahu akbar!!! Allahu akbar!! Sungguh menakjubkan. Benar-benar amazing.
Maka, tidaklah pantas bagi kita untuk lupa bersyukur atas segala ni’mat yang Allah berikan kepada kita. Karena Dia, telah ciptakan kita dengan sebaik-baik bentuk.
Sumber : FM/Buku-buku Harun Yahya & The Divine Messagef the DNA; Kazuo Murakami
Momentz Unand Award V
Suatu siang yang sesak, kududuk-duduk di dekanat sambil nunggu dosen pembimbingku tiba. Salah seorang anggota ** Fmipa-Farmasi UA menghampiriku dan berkata, “Thel, ikutan Unand Award, yah.”
Pernyataan sang ukhti kusambut dengan tawa, “Apa? UA? Aku tak pantas ikutan ajang begituan.” Tolakku halus.
“Kenapa tidak?!”
“Karena, aku bukan orang cerdas.” Ehm…, kalo’ boleh jujur, aku minder ikutan acara ajang kompetisi yang menunjukan “isi batok” kepala. Karena, jujur kuakui, aku merasa ilmuku memang benar2 sangat sedikit dan limit mendekati nol.
“Halah, alasan saja.” Godanya.
“Syaratnya apa aja?” aku mulai menunjukan sikap antusias. Ehm.., basa-basi sebenarnya.
“dapet dukungan dari 120 orang mahasiswa Unand, yg dibuktiiin dgn 120 fotokopi KTM, IPK minimal 2,75 , bikin karya tulis dgn tema bla….blaa..blaaa…”
“waduh, jujur nih, aku ga’ sempat buat minta dukungan ke segitu banyak mahasiswa. Aku sedang intens di lab dari pagi sampai maghrib, bahkan malam.”
“udah dehh, nanti dibantuin.”
Akhirnya kuanggukkan jua kepalaku. Lumayan, iseng-isen berhadiah. Aku tertawa dalam hati.
***
Hari terakhir ngumpulin pra-syarat bwt UA ba’da dzuhur kukunjungi jua sekre BEM-KM UA bwt ngantarin syarat. Tau ga’, bwt 120 fotokopian KTM, ga’ ada satu pun usahaku. Tinggal nebengin orang ajah. He..he.. (abiis, aku tak terlalu berkeinginan kuat untuk menjadi peserta UA V kali ini siy). Jikalau para pembesar ** tidak memintaku (bahasa halus dari : menyuruhku) untuk ikut dan jika bukan karena aku “jundi yang taat kepada qiyadah” (halahh!! Bener tuh?), mungkin takkan pernah terlintas dibenakku untuk ikut ajang begituan. Abiis, no time siy (waaaalaaah, sok sibuk banget niy gua!). Dgn rada2 (ogah2an) kuisi formulirnya.
***
Test hari pertama, test akademis. Matematika, b.ingrris, b.indo, pengetahuan Umum, sejarah. Test psikologi. Emm…, karena banyakan plajaran SMA, dan aku sudah lupa, jadi, bermainlah ‘jenggo’ku. Tinggal nyilang sesuka hati. Haha. Di test hari pertama, aku merasa tak yakin bakalan lulus. Tak lulus juga tak apa, toh, aku juga tidak terlalu tertarik untuk ikut. Lulus, alhmadulillah. Tak lulus, tak ada yang perlu dikecewakan.
“silakan liyat pengumumannya nanti sore jam 16.30 di sekre,” begitu kata panitia. Halah, mana sempat!untuk tes nih aja, aku sudah ninggalin setumpuk pekerjaan di lab yang menunggu deadline.
Sorenya, aku terima SMS :
Selamat, anda lulus sampai semifinal. Bla…bla..(yg isinya syarat buat semifinalis)
Alhamdulillah. Iseng2 berhadiah. Aku tertawa dlm hati.
***
Seleksi semifinalis, wawancara tertutup dengan 5 pakar. Sosio semua! Kagak ada yg sains. Aku menduga, bakalan KO di sini. Abiiis, selain ga’ punya tivi, aku juga ga’ baca Koran. Walhasil, berita terkini aku tak tahu.
Pertanyaan juri tentang “suplemen”. Aku heran sendiri, kenapa suplemen, kok para penguji yg berstatus professor itu tertawa. Ah, aku baru sadar ternyata suplemen yang beliau2 terhormat maksudkan adalah “obat kuat”.
Ah, sudah sampai di sini. Ga’ lulus ke final juga ga’ papa. Biar aku bisa konsen kerja di lab. Apalagi, peneliti dari Jepang itu bakalan datang minggu niy. Kalo’ gak kecapai target, semua bakalan berabe.
Aku tak berharap lagi akan lulus smpai ke tahap berikutnya.
Tapi, esoknya, aku kembali dapet SMS, “selamat, anda masuk final, bla..bla….”
Alhamdulillah.
Sebuah senyum terukir.
***
Final UA.
Diskusi dan presentasi. Temaku “Pengangguran, kemiskinan, dan tingkat kriminalitas.”
Oalah. Tema umum banget (yg aku tak nonton atwpun baca Koran, so, bloon deeh). Diskusi kali ini tidak terlalu interest bagiku. Benar2 keluar Ori-ku yg benar2 minim ilmu. Haduuuuh, gua bloon banget yah?
Pas nampilin talenta, ini lebih kacau lagi. Para finalis lainnya benar2 mempersiapkan dengan sedemikian rupa.
Aku? Jangan di Tanya, pulang nge-lab udah nyaris isya. Itupun, nyampe’ di rumah, tewas abis, karena kecape’ an. Untuk final ini, lagi2 aku harus ninggalin lab. Haddduuuu…h. bayangkan, aku baru selesai menyiapkan penampilanku satu jam sebelum tampil. Itu pun Cuma pantun minang yang sama sekali tak ada bagusnya. Gaswat!
Akhirnya, tampillah aku dengan pantun minangku yang kacau abiez.
Ah, biarlah.
Aku tak pernah berharap untuk menang.
***
Alhamdulillah, akhirnya tiba saatnya grandfinal. Qadarullah, aku nyampe’ juga di ujung babak grandfinal, (ehm…, maksudnya, dari babak final, aku Alhamdulillah lulus ke grand final).
Oh, kali ini, aku mulai berpikir (Emm…, harapan itu masih ada!), meski tak 100 percent, coz, seminggu intens di lab flu burung RSUP M. Djamil sudah menyita begitu banyak perhatianku, waktuku, dan tenagaku.
For the selection, ohh…, pengetahuan umumku kacau banget.
Pas, nampil, utk seleksi 5 besar, akhirnya, AKU GUGUR. Yeah. Bagiku, it’s okay. Never mind!!
Yg paling berkesan, Entah kenapa, semuanya jadi lenyap waktu pertanyaan itu dilontarkan. Padahal, pertanyaan itu sangat menarik bagiku. Tentang dunia pendidikan yg referensinya sudah kutulis di novel. Kenapa tiba-tiba public speaking ku kacau banget yahh?? Ouwww…., ancur banget deeeeh. Aku melihat banget, bgmna *** **** begitu kecewa setelah satu harapan besar ditumpangkan ke pundakku. Oh, maafkanlah aku, tidak bisa memberikan yang terbaik.
Ehmm…, sungguh, aku ‘berbesar hati’ dengan kekalahan ini. Sejak awal, aku memang tidak terlalu focus ikut ajang unand award karena aku memang lebih kepikiran dengan ‘makhluk halusku’ di labor. Lagian, kalah dan menang dalam sebuah kompetisi adalah hal yg niscaya.
Tapi, setelah berpikir seribu kali dan pada puncak perenunganku, akhirnya, aku menyadari, kekalahan ini memiliki dampak buruk secara “jamaah”. Aku secara pribadi boleh tidak kecewa dan memang aku tidak kecewa dengan sebuah kekalahan ini, tapi, ada tatanan “organ, yg terkumpul atas jaringan2, yg tersusun atas sel” ini yang telah “kucoreng-moreng”. Aku, dan ketujuh grandfinalis lainnya.
Aku, secara pribadi, tidak terlalu kecewa dengan sebuah kekalahan, namun, secara “organ” aku harus menyesalinya. Ah, barangkali, jadikan saja ini sebagai pelajaran, bahwasannya tidak boleh ada “coreng-moreng” itu lagi di momentum berikutnya! Tak boleh! Sebab, ilmu itu adalah mutiara yg hilang dari seorang muslim, dan, kitalah yang harus menemukannya.
Bagiku, ini semua adalah lecutan pencuat semangat, untuk terus-menerus berkarya, memberikan yang terbaik bagi umat ini. Sesungguhnya, untuk memberikan karya nyata terbaik, tak perlu pengakuan public (ini yang menjadi catatan penting yang perlu aku garis bahawi). Yaaah, untuk memberikan karya nyata terbaik, tak perlu pengakuan public. Tak perlu ajang-ajang apapun itu. Sebab, setiap momentum waktu adalah ajang, untuk terus-menerus memberikan yang terbaik, bagi Negara ini, bagi agama Allah ini. Dan cukuplah Allah saja yang menjadi juri dan penilai atas karya nyata itu. Allahu akbar!!!
Gambarimasu! Ganbatte Kudasai! Hamasah! Smangat! Smangat!
Special thanks to : my lovely family yg selalu mendukungku. Sungguh, aku menjadi orang paling bahagia sedunia terlahir dari kelurgaku. Ibuku tercinta. Ayahku tercinta, dan adik2ku tercinta.
Second, temen2 se wisma yg telah menyemangatiku, yg minjemin baju kurung melayu, yg udah ngasi support lewat SMS (ketika BANDFathelvi kirim ke 1313), smua2nya dah. Luv U coz Allah, ukhty fillah…(Ratih, Citra, Titi, Dian, Dedew, Wewen, Mega,Via)
Truz,Kepada ibu Pembimbingku tercinta, Bu Marlina, yg juga nyuppport diriku. Makasih banget yah Bu.
Trus, temen2 angkatan yg udah nyupport abizzz… (aku jadi terharu banget. Padahal, aku tak memberikan ikhtiar yang optimal)
Ga’ ketinggalan jugah my team in laboratory yg udah bela2in hadir wlupun kerjaan di lab numpuk banget. Makasih banget yah temen2 and uni2 semua (Ni Ema, Ni Tria, Ni Eka, Bu Tati’, Ni Ria, Rani, Aya, Ayang, Inin, Rekha, and Mas Wahyu)
Juga buat grandfinalis semuanya (Fuad, Ona, Dian, Pute, Riri, Dona, Vania, Ayah, dan Ai, thank’s tlah bikin warna baru dalam hidupku. Senang pernah mengenal ‘makhluk-makhluk’ cerdas seperi dikau smua.
Dan semua pihak yang tak dapat kusebut satu per satu lagi, makasih buanyaaaak yah. Domou arigatou gozaimasu. Syukron katsiran.
Pernyataan sang ukhti kusambut dengan tawa, “Apa? UA? Aku tak pantas ikutan ajang begituan.” Tolakku halus.
“Kenapa tidak?!”
“Karena, aku bukan orang cerdas.” Ehm…, kalo’ boleh jujur, aku minder ikutan acara ajang kompetisi yang menunjukan “isi batok” kepala. Karena, jujur kuakui, aku merasa ilmuku memang benar2 sangat sedikit dan limit mendekati nol.
“Halah, alasan saja.” Godanya.
“Syaratnya apa aja?” aku mulai menunjukan sikap antusias. Ehm.., basa-basi sebenarnya.
“dapet dukungan dari 120 orang mahasiswa Unand, yg dibuktiiin dgn 120 fotokopi KTM, IPK minimal 2,75 , bikin karya tulis dgn tema bla….blaa..blaaa…”
“waduh, jujur nih, aku ga’ sempat buat minta dukungan ke segitu banyak mahasiswa. Aku sedang intens di lab dari pagi sampai maghrib, bahkan malam.”
“udah dehh, nanti dibantuin.”
Akhirnya kuanggukkan jua kepalaku. Lumayan, iseng-isen berhadiah. Aku tertawa dalam hati.
***
Hari terakhir ngumpulin pra-syarat bwt UA ba’da dzuhur kukunjungi jua sekre BEM-KM UA bwt ngantarin syarat. Tau ga’, bwt 120 fotokopian KTM, ga’ ada satu pun usahaku. Tinggal nebengin orang ajah. He..he.. (abiis, aku tak terlalu berkeinginan kuat untuk menjadi peserta UA V kali ini siy). Jikalau para pembesar ** tidak memintaku (bahasa halus dari : menyuruhku) untuk ikut dan jika bukan karena aku “jundi yang taat kepada qiyadah” (halahh!! Bener tuh?), mungkin takkan pernah terlintas dibenakku untuk ikut ajang begituan. Abiis, no time siy (waaaalaaah, sok sibuk banget niy gua!). Dgn rada2 (ogah2an) kuisi formulirnya.
***
Test hari pertama, test akademis. Matematika, b.ingrris, b.indo, pengetahuan Umum, sejarah. Test psikologi. Emm…, karena banyakan plajaran SMA, dan aku sudah lupa, jadi, bermainlah ‘jenggo’ku. Tinggal nyilang sesuka hati. Haha. Di test hari pertama, aku merasa tak yakin bakalan lulus. Tak lulus juga tak apa, toh, aku juga tidak terlalu tertarik untuk ikut. Lulus, alhmadulillah. Tak lulus, tak ada yang perlu dikecewakan.
“silakan liyat pengumumannya nanti sore jam 16.30 di sekre,” begitu kata panitia. Halah, mana sempat!untuk tes nih aja, aku sudah ninggalin setumpuk pekerjaan di lab yang menunggu deadline.
Sorenya, aku terima SMS :
Selamat, anda lulus sampai semifinal. Bla…bla..(yg isinya syarat buat semifinalis)
Alhamdulillah. Iseng2 berhadiah. Aku tertawa dlm hati.
***
Seleksi semifinalis, wawancara tertutup dengan 5 pakar. Sosio semua! Kagak ada yg sains. Aku menduga, bakalan KO di sini. Abiiis, selain ga’ punya tivi, aku juga ga’ baca Koran. Walhasil, berita terkini aku tak tahu.
Pertanyaan juri tentang “suplemen”. Aku heran sendiri, kenapa suplemen, kok para penguji yg berstatus professor itu tertawa. Ah, aku baru sadar ternyata suplemen yang beliau2 terhormat maksudkan adalah “obat kuat”.
Ah, sudah sampai di sini. Ga’ lulus ke final juga ga’ papa. Biar aku bisa konsen kerja di lab. Apalagi, peneliti dari Jepang itu bakalan datang minggu niy. Kalo’ gak kecapai target, semua bakalan berabe.
Aku tak berharap lagi akan lulus smpai ke tahap berikutnya.
Tapi, esoknya, aku kembali dapet SMS, “selamat, anda masuk final, bla..bla….”
Alhamdulillah.
Sebuah senyum terukir.
***
Final UA.
Diskusi dan presentasi. Temaku “Pengangguran, kemiskinan, dan tingkat kriminalitas.”
Oalah. Tema umum banget (yg aku tak nonton atwpun baca Koran, so, bloon deeh). Diskusi kali ini tidak terlalu interest bagiku. Benar2 keluar Ori-ku yg benar2 minim ilmu. Haduuuuh, gua bloon banget yah?
Pas nampilin talenta, ini lebih kacau lagi. Para finalis lainnya benar2 mempersiapkan dengan sedemikian rupa.
Aku? Jangan di Tanya, pulang nge-lab udah nyaris isya. Itupun, nyampe’ di rumah, tewas abis, karena kecape’ an. Untuk final ini, lagi2 aku harus ninggalin lab. Haddduuuu…h. bayangkan, aku baru selesai menyiapkan penampilanku satu jam sebelum tampil. Itu pun Cuma pantun minang yang sama sekali tak ada bagusnya. Gaswat!
Akhirnya, tampillah aku dengan pantun minangku yang kacau abiez.
Ah, biarlah.
Aku tak pernah berharap untuk menang.
***
Alhamdulillah, akhirnya tiba saatnya grandfinal. Qadarullah, aku nyampe’ juga di ujung babak grandfinal, (ehm…, maksudnya, dari babak final, aku Alhamdulillah lulus ke grand final).
Oh, kali ini, aku mulai berpikir (Emm…, harapan itu masih ada!), meski tak 100 percent, coz, seminggu intens di lab flu burung RSUP M. Djamil sudah menyita begitu banyak perhatianku, waktuku, dan tenagaku.
For the selection, ohh…, pengetahuan umumku kacau banget.
Pas, nampil, utk seleksi 5 besar, akhirnya, AKU GUGUR. Yeah. Bagiku, it’s okay. Never mind!!
Yg paling berkesan, Entah kenapa, semuanya jadi lenyap waktu pertanyaan itu dilontarkan. Padahal, pertanyaan itu sangat menarik bagiku. Tentang dunia pendidikan yg referensinya sudah kutulis di novel. Kenapa tiba-tiba public speaking ku kacau banget yahh?? Ouwww…., ancur banget deeeeh. Aku melihat banget, bgmna *** **** begitu kecewa setelah satu harapan besar ditumpangkan ke pundakku. Oh, maafkanlah aku, tidak bisa memberikan yang terbaik.
Ehmm…, sungguh, aku ‘berbesar hati’ dengan kekalahan ini. Sejak awal, aku memang tidak terlalu focus ikut ajang unand award karena aku memang lebih kepikiran dengan ‘makhluk halusku’ di labor. Lagian, kalah dan menang dalam sebuah kompetisi adalah hal yg niscaya.
Tapi, setelah berpikir seribu kali dan pada puncak perenunganku, akhirnya, aku menyadari, kekalahan ini memiliki dampak buruk secara “jamaah”. Aku secara pribadi boleh tidak kecewa dan memang aku tidak kecewa dengan sebuah kekalahan ini, tapi, ada tatanan “organ, yg terkumpul atas jaringan2, yg tersusun atas sel” ini yang telah “kucoreng-moreng”. Aku, dan ketujuh grandfinalis lainnya.
Aku, secara pribadi, tidak terlalu kecewa dengan sebuah kekalahan, namun, secara “organ” aku harus menyesalinya. Ah, barangkali, jadikan saja ini sebagai pelajaran, bahwasannya tidak boleh ada “coreng-moreng” itu lagi di momentum berikutnya! Tak boleh! Sebab, ilmu itu adalah mutiara yg hilang dari seorang muslim, dan, kitalah yang harus menemukannya.
Bagiku, ini semua adalah lecutan pencuat semangat, untuk terus-menerus berkarya, memberikan yang terbaik bagi umat ini. Sesungguhnya, untuk memberikan karya nyata terbaik, tak perlu pengakuan public (ini yang menjadi catatan penting yang perlu aku garis bahawi). Yaaah, untuk memberikan karya nyata terbaik, tak perlu pengakuan public. Tak perlu ajang-ajang apapun itu. Sebab, setiap momentum waktu adalah ajang, untuk terus-menerus memberikan yang terbaik, bagi Negara ini, bagi agama Allah ini. Dan cukuplah Allah saja yang menjadi juri dan penilai atas karya nyata itu. Allahu akbar!!!
Gambarimasu! Ganbatte Kudasai! Hamasah! Smangat! Smangat!
Special thanks to : my lovely family yg selalu mendukungku. Sungguh, aku menjadi orang paling bahagia sedunia terlahir dari kelurgaku. Ibuku tercinta. Ayahku tercinta, dan adik2ku tercinta.
Second, temen2 se wisma yg telah menyemangatiku, yg minjemin baju kurung melayu, yg udah ngasi support lewat SMS (ketika BAND
Truz,Kepada ibu Pembimbingku tercinta, Bu Marlina, yg juga nyuppport diriku. Makasih banget yah Bu.
Trus, temen2 angkatan yg udah nyupport abizzz… (aku jadi terharu banget. Padahal, aku tak memberikan ikhtiar yang optimal)
Ga’ ketinggalan jugah my team in laboratory yg udah bela2in hadir wlupun kerjaan di lab numpuk banget. Makasih banget yah temen2 and uni2 semua (Ni Ema, Ni Tria, Ni Eka, Bu Tati’, Ni Ria, Rani, Aya, Ayang, Inin, Rekha, and Mas Wahyu)
Juga buat grandfinalis semuanya (Fuad, Ona, Dian, Pute, Riri, Dona, Vania, Ayah, dan Ai, thank’s tlah bikin warna baru dalam hidupku. Senang pernah mengenal ‘makhluk-makhluk’ cerdas seperi dikau smua.
Dan semua pihak yang tak dapat kusebut satu per satu lagi, makasih buanyaaaak yah. Domou arigatou gozaimasu. Syukron katsiran.
IBU RUMAH TANGGA
Suatu hari, berkumpullah tiga orang muslimah yang kebetulan sudah tahun akhir di sebuah universitas negri. Setelah beberapa saat, mereka terlibat perbincangan seru.
“Eh, Mba’, Uni, Teteh, Ayuk, setelah tamat kuliah ini, mau ngapain?” Tanya Jeng.
Mba’ : “saya ingin mengambil S-2 ke luar negri. Pokoknya semua hal mengenai beasiswa ke luar akan saya hunting. Itu sudah menjadi cita-cita saya! Lagian, para saentis memiliki peluang lebih besar untuk studi penelitian di luar. Jepang, misalnya.” si Mba’ menjelaskan berapi-api. Semua mengangguk-angguk.
Uni : “saya pengen ngambil magister manajemen aja. Kuliah manajemen, akan membantu saya meneruskan karir Bapak di perusahaan A. mungkin gak di luar negeri, cukup di sini saja.” Agak kalem. Semua juga tak sadar mengangguk-anggukkan kepalanya.
Teteh : “saya mah, penginnya jadi PNS saja, atuh. Maklum, saya kan kuliah di jurusan Administrasi Negara.” Dan lagi-lagi, semua yg ikutan diskusi mengangguk-angguk.
“Lha, si Jeng sendiri mau ngapa, tho?”
“Kalo’ saya, penginnya sih, jadi guru. Guru itu looh, yang gak ada abisnya. ‘ilmunya mengalir sepanjang masa.”
“Ayuk gimana? Mau ngapain aja Yuk?”
Ayuk : Eng…emmm…., saya pengen jadi IRT saja tho.”
“APA??????????? IRT??????????? IBU RUMAH TANGGA???????????”
Serempak, semua yang hadir di sana menatap si Ayuk tak percaya.
“iya.” Jawab si Ayuk kalem bin datar, tanpa beban sedikitpun.
“Aaaaaah, sayang sekali potensimu Yuk! Kamu selama ini mahasiswa yang jago orasi, cerdas, dan juga potensial untuk menjadi akhwat ‘lapangan’.”
“Jarang lho Yuk, aktivis macam Ayuk niy cita-citanya jadi IRT. Maunya yang “bergerak” gituh.”
“Ayuk…eh….ayuk sedang becanda kan ya? Moso’ sih, Ayuk cita-citanya IRT doang! Sayang lho Yuk, ilmu yg di dapat di kuliahan mau diapain??”
“Maneh teh kunaon, atuh? Saya tak percaya.”
Semuanya bergantian dan nyaris berebutan memberikan komen ketidakpercayaannya.
Si Ayuk kalem-kalem saja sembari melempar senyum, memperlihatkan lesung pipinya.
“Kenapa, Yuk? Kenapa?!”
“Ada banyak alasan, sebenarnya. Sebetulnya, IRT yang saya maksudkan, bukan sekedar IRT, tapi, IRT yang produktif.”
“Produktif, it’s means banyak anak? Oalaaah, ada-ada saja si ayuk mah.”
“Bukan hanya sekedar banyak anak tho Teh. Tapi,produktif dalam artian luas.”
“Maksudnya si Ayuk teh apaan?”
“Hmm…begini lho Jeng, kita pasti sepakat, bahwasannya Ibu itu adalah madrasatul ‘ula alias sekolah pertama bagi anak-anaknya. Iya tho?? Nah, sudah masanya kita memperbaiki generasi ini dengan membaikkan kaum ibunya terleih dahulu. Baik-buruknya suatu Negara, tergantung dari baik-buruknya wanita di Negara itu. Di balik kesuksesan seorang laki-laki, ada wanita mulia yang menyokongnya. Sebaliknya, dibalik laki-laki yang brengsek,juga ada wanita busuk di belakangnya. Seorang wanita, bisa berprestasi mendorong lahirnya seorang pemimpin bangsa, sekaligus, seorang wanita jua berpotensi mendorong lahirnya pecundang bangsa.” Ayuk memulai orasinya. Eits, ceramahnya. Eh, engga’ ding! Curahan hatinya. Semua menganguk-angguk.
“Nah, IRT itu bagiku bukan pekerjaan yang rendah loooh, justru sebuah BIG PROJECT bagi seorang muslimah. Kenapa???? Karena, IRT itu adalah top of the job. Seorang IRT harus menjadi guru, dokter, hakim, polisi, baby sitter, ratu, bagi keluarganya, terutama anaknya. Semua peran2 besar itu mesti dijalanin dengan sempurna, untuk membentuk generasi Rabbani. Dan, salah satu proyek besarku adalah; ingin menjadikan generasi-generasiku, jundi-jundiku, sebagai calon pemimpin masa depan, sebagai generasi yang deket dengan Qur’an. Karena, awal kehancuran Islam itu bermula dari jauhnya hati-hati para pemuda Islam dari Al Qur’an. Aku benar-benar tersentuh dengan bundanya Husein Thab’thaba’I mengenai pola pendidikan Al Qur’a yang diajarkan kepada anaknya. Tak ada yang tak mungkin, jika Allah sudah berkehendak. Bagaimana, seorang Husein Thaba’thaba’I bisa menjadi sosok luar biasa di umurnya yg masih belia. Setelah kutanya seorang psikolog, bukan tidak mungkin itu semua bisa terwujud pada anak-anak di Indonesia, asalkan, dibentuk inviromental yang bagus,niatan yg ikhlas dan ghiroh dari orang tua, pola pendidikan yang benar, dan makanan yang halal yang mengaliri pembuluh darahnya.”
“Lha, idealitanya sih begitu Yuk, tapi, realitanya? Kebutuhan senantiasa tak tercukupi dengan penghasilan yang tersedia. Apalagi, ikhwah jaman sekarang mah --kata ustadz di sebuah dauroh—pada dhaif semua. Zuhud lah.” Tawa pun menggema di ruang itu.
“Waduuhh…, antara dhaif dan zuhud itu beda tiga ratus enam puluh derjat Mba’.”
“ Eit, kalo’ 360 derjat, itu mah namanya samimawon! Seratus delapan puluh derjatlah! Itukan titik terjauh.” Si Uni yang anak sains nyeletuk. Lagi-lagi, semuanya tertawa.
“Zuhud itu, meletakkan dunia di tangan, dan meletakkan akhirat di hati, gitu loh Jeng. Kalo’ dhaif mah beda atuh.”
“Artinya, kita ga’ boleh kerja, begitu yuk?”
“Waduh, maksudku tuh bukan demikian lho, Jeng. Ehm…, begini, tuntutan era globalisasi, hidup serba sulit terkadang mengharuskan istri untuk bekerja. It’s okay! Namun, yang ingin kutekankan di sini, IRT itu adalah pekerjaan yang utama. Seorang istri boleh saja bekerja jadi dokter, perawat, guru, apoteker, psikolog, akuntan, praktisi hukum, pengusaha, manejer, mahasiswi magister atau doctoral, PNS, dsb. Tapi, itu semua adalah “pekerjaan sampingan”. Pekerjaan utamanya tetaplah menjadi IRT. Selagi pekerjaan utama tidak terganggu, pekerjaan sampingan boleh saja dilakukan. Yang berabe itu, kadang2 pekerjaan sampingan malah jadi pekerjaan utama, dan sebaliknya. APA GUNANYA COBA, KITA SEBEGAI PEREMPUAN, BEKERJA DI LUAR UNTUK MENGGAJI SEORANG PEMBANTU, YANG MENGAWASI ANAK-ANAK KITA? apakah kita rela, anak-anak dibesarkan oleh pembantu? Sungguh, peran seorang ibu tetap takkan pernah tergantikan. Apa jadinya, pekerjaan utama sebagai madrasatul ‘ula, hanya dengan menggunakan sisa-sisa tenaga yang lelah. Akan dibawa ke mana generasi ini nantinya?”
“Ooo…uw…, iya yah??!!”
“Insya Allah, takkan mematikan potensi si istri kok. Justru di rumah dia bisa berkarya lebih banyak, mengeksplorasi amanah potensi yang dianugrahkan-Nya. Sepakat?”
“Lalu, yang terpenting lagi, how to prepare. Semua impian itu takkan terwujud tanpa tindak nyata. Tanpa persiapan yang matang. Tak cukup hanya dengan learning by doing saja di kemudian hari. Maksudnya begini, mestinya seorang akhwat harus memancangkan target dan memulai persiapannya dari sekarang, gituhh.”
“Ouw..gitu tho Tuk?” keempat temannya mengangguk-angguk.
“Yak tepat sekali, Jeng! Kalau g’ dari sekarang, kapan lagi? Kalo’ ga’ dimulai dari diri kita sendiri, lalu siapa lagi? Percayalah, kalau setiap muslimah bercita-cita untuk melahirkan generasi2 Qur’ani, maka aku yakin insya Allah negeri ini akan bebas koruptor. Insya Allah, mereka adalah arruhul jadiid fii jasadil ummah. Insya Allah, mereka adalah generasi rabbaniyyun, calon pemimpin masa depan. Dan, insya Allah, ini adalah salah satu jihad kita para akhwat, sebagai salah satu bentuk kontribusi bagi kemenangan dan kebangkitan Islam itu. Allahu akbarr!!!! Karena, aku percaya, insya Allah, harapan itu masih ada. Kalaupun kita tak dapat menikmati kemenangan itu, setidaknya, kita telah memberikan kontribusi bagi kebangkitan ummat Islam. Janji Allah itu pasti! Allahu akbar!!!!” Si Ayuk menyampaikan dengan begitu berapi-api, dan dikepalkan tangannya ke udara. Kalaulah waktu itu ada bensin, mungkin sudah meledak, dan mereka sudah hangus terbakar, saking berkobarnya api semangat tuh akhwat. (halah! Lebay dot com deeeeh). Keluar deh, sifat aslinya si Ayuk yang kitis, demen orasi, dan magnetis (hah???, nyambung ga’ yah?). padahal, tadinya sok kalem lhooo.
“Iya, aku juga penegn deeeh, meski S-2 di Jepang nantinya, aku tetap pengen jadi madrasatul ‘ula yg baik.” Si Uni berandai-andai.
“Lho, emang ke Jepangnya bawa ‘someone’ Un? Bukannya sendirian? Hehehe…” Ehh, si Uni malah diledekin
“Iyah! Sepakat!! Pokoknya, apapun pekerjaan sampingannya, pekerjaan utama tetaplah IRT!!!!!” mereka menjawab serempak. Every body in this millist, pada setuju kagak, sama kesimpulannya si Jeng, Mba’, Uni, Teteh, dan si Ayuk…????? (ini mah, ‘kakak’ semua!! Kecuali si Jeng!!!)
Source : The storiatte “Secarik Mozaik” and Pre-Matur of My 5th novel’s manuscript, “Elegi Aya” by ipi_tyf. Semoga kagak “gestasi” mulu’. Udah lebih Sembilan bulan niy. Kapan “maturasi”-nya, euy??? Hi..hi…
“Eh, Mba’, Uni, Teteh, Ayuk, setelah tamat kuliah ini, mau ngapain?” Tanya Jeng.
Mba’ : “saya ingin mengambil S-2 ke luar negri. Pokoknya semua hal mengenai beasiswa ke luar akan saya hunting. Itu sudah menjadi cita-cita saya! Lagian, para saentis memiliki peluang lebih besar untuk studi penelitian di luar. Jepang, misalnya.” si Mba’ menjelaskan berapi-api. Semua mengangguk-angguk.
Uni : “saya pengen ngambil magister manajemen aja. Kuliah manajemen, akan membantu saya meneruskan karir Bapak di perusahaan A. mungkin gak di luar negeri, cukup di sini saja.” Agak kalem. Semua juga tak sadar mengangguk-anggukkan kepalanya.
Teteh : “saya mah, penginnya jadi PNS saja, atuh. Maklum, saya kan kuliah di jurusan Administrasi Negara.” Dan lagi-lagi, semua yg ikutan diskusi mengangguk-angguk.
“Lha, si Jeng sendiri mau ngapa, tho?”
“Kalo’ saya, penginnya sih, jadi guru. Guru itu looh, yang gak ada abisnya. ‘ilmunya mengalir sepanjang masa.”
“Ayuk gimana? Mau ngapain aja Yuk?”
Ayuk : Eng…emmm…., saya pengen jadi IRT saja tho.”
“APA??????????? IRT??????????? IBU RUMAH TANGGA???????????”
Serempak, semua yang hadir di sana menatap si Ayuk tak percaya.
“iya.” Jawab si Ayuk kalem bin datar, tanpa beban sedikitpun.
“Aaaaaah, sayang sekali potensimu Yuk! Kamu selama ini mahasiswa yang jago orasi, cerdas, dan juga potensial untuk menjadi akhwat ‘lapangan’.”
“Jarang lho Yuk, aktivis macam Ayuk niy cita-citanya jadi IRT. Maunya yang “bergerak” gituh.”
“Ayuk…eh….ayuk sedang becanda kan ya? Moso’ sih, Ayuk cita-citanya IRT doang! Sayang lho Yuk, ilmu yg di dapat di kuliahan mau diapain??”
“Maneh teh kunaon, atuh? Saya tak percaya.”
Semuanya bergantian dan nyaris berebutan memberikan komen ketidakpercayaannya.
Si Ayuk kalem-kalem saja sembari melempar senyum, memperlihatkan lesung pipinya.
“Kenapa, Yuk? Kenapa?!”
“Ada banyak alasan, sebenarnya. Sebetulnya, IRT yang saya maksudkan, bukan sekedar IRT, tapi, IRT yang produktif.”
“Produktif, it’s means banyak anak? Oalaaah, ada-ada saja si ayuk mah.”
“Bukan hanya sekedar banyak anak tho Teh. Tapi,produktif dalam artian luas.”
“Maksudnya si Ayuk teh apaan?”
“Hmm…begini lho Jeng, kita pasti sepakat, bahwasannya Ibu itu adalah madrasatul ‘ula alias sekolah pertama bagi anak-anaknya. Iya tho?? Nah, sudah masanya kita memperbaiki generasi ini dengan membaikkan kaum ibunya terleih dahulu. Baik-buruknya suatu Negara, tergantung dari baik-buruknya wanita di Negara itu. Di balik kesuksesan seorang laki-laki, ada wanita mulia yang menyokongnya. Sebaliknya, dibalik laki-laki yang brengsek,juga ada wanita busuk di belakangnya. Seorang wanita, bisa berprestasi mendorong lahirnya seorang pemimpin bangsa, sekaligus, seorang wanita jua berpotensi mendorong lahirnya pecundang bangsa.” Ayuk memulai orasinya. Eits, ceramahnya. Eh, engga’ ding! Curahan hatinya. Semua menganguk-angguk.
“Nah, IRT itu bagiku bukan pekerjaan yang rendah loooh, justru sebuah BIG PROJECT bagi seorang muslimah. Kenapa???? Karena, IRT itu adalah top of the job. Seorang IRT harus menjadi guru, dokter, hakim, polisi, baby sitter, ratu, bagi keluarganya, terutama anaknya. Semua peran2 besar itu mesti dijalanin dengan sempurna, untuk membentuk generasi Rabbani. Dan, salah satu proyek besarku adalah; ingin menjadikan generasi-generasiku, jundi-jundiku, sebagai calon pemimpin masa depan, sebagai generasi yang deket dengan Qur’an. Karena, awal kehancuran Islam itu bermula dari jauhnya hati-hati para pemuda Islam dari Al Qur’an. Aku benar-benar tersentuh dengan bundanya Husein Thab’thaba’I mengenai pola pendidikan Al Qur’a yang diajarkan kepada anaknya. Tak ada yang tak mungkin, jika Allah sudah berkehendak. Bagaimana, seorang Husein Thaba’thaba’I bisa menjadi sosok luar biasa di umurnya yg masih belia. Setelah kutanya seorang psikolog, bukan tidak mungkin itu semua bisa terwujud pada anak-anak di Indonesia, asalkan, dibentuk inviromental yang bagus,niatan yg ikhlas dan ghiroh dari orang tua, pola pendidikan yang benar, dan makanan yang halal yang mengaliri pembuluh darahnya.”
“Lha, idealitanya sih begitu Yuk, tapi, realitanya? Kebutuhan senantiasa tak tercukupi dengan penghasilan yang tersedia. Apalagi, ikhwah jaman sekarang mah --kata ustadz di sebuah dauroh—pada dhaif semua. Zuhud lah.” Tawa pun menggema di ruang itu.
“Waduuhh…, antara dhaif dan zuhud itu beda tiga ratus enam puluh derjat Mba’.”
“ Eit, kalo’ 360 derjat, itu mah namanya samimawon! Seratus delapan puluh derjatlah! Itukan titik terjauh.” Si Uni yang anak sains nyeletuk. Lagi-lagi, semuanya tertawa.
“Zuhud itu, meletakkan dunia di tangan, dan meletakkan akhirat di hati, gitu loh Jeng. Kalo’ dhaif mah beda atuh.”
“Artinya, kita ga’ boleh kerja, begitu yuk?”
“Waduh, maksudku tuh bukan demikian lho, Jeng. Ehm…, begini, tuntutan era globalisasi, hidup serba sulit terkadang mengharuskan istri untuk bekerja. It’s okay! Namun, yang ingin kutekankan di sini, IRT itu adalah pekerjaan yang utama. Seorang istri boleh saja bekerja jadi dokter, perawat, guru, apoteker, psikolog, akuntan, praktisi hukum, pengusaha, manejer, mahasiswi magister atau doctoral, PNS, dsb. Tapi, itu semua adalah “pekerjaan sampingan”. Pekerjaan utamanya tetaplah menjadi IRT. Selagi pekerjaan utama tidak terganggu, pekerjaan sampingan boleh saja dilakukan. Yang berabe itu, kadang2 pekerjaan sampingan malah jadi pekerjaan utama, dan sebaliknya. APA GUNANYA COBA, KITA SEBEGAI PEREMPUAN, BEKERJA DI LUAR UNTUK MENGGAJI SEORANG PEMBANTU, YANG MENGAWASI ANAK-ANAK KITA? apakah kita rela, anak-anak dibesarkan oleh pembantu? Sungguh, peran seorang ibu tetap takkan pernah tergantikan. Apa jadinya, pekerjaan utama sebagai madrasatul ‘ula, hanya dengan menggunakan sisa-sisa tenaga yang lelah. Akan dibawa ke mana generasi ini nantinya?”
“Ooo…uw…, iya yah??!!”
“Insya Allah, takkan mematikan potensi si istri kok. Justru di rumah dia bisa berkarya lebih banyak, mengeksplorasi amanah potensi yang dianugrahkan-Nya. Sepakat?”
“Lalu, yang terpenting lagi, how to prepare. Semua impian itu takkan terwujud tanpa tindak nyata. Tanpa persiapan yang matang. Tak cukup hanya dengan learning by doing saja di kemudian hari. Maksudnya begini, mestinya seorang akhwat harus memancangkan target dan memulai persiapannya dari sekarang, gituhh.”
“Ouw..gitu tho Tuk?” keempat temannya mengangguk-angguk.
“Yak tepat sekali, Jeng! Kalau g’ dari sekarang, kapan lagi? Kalo’ ga’ dimulai dari diri kita sendiri, lalu siapa lagi? Percayalah, kalau setiap muslimah bercita-cita untuk melahirkan generasi2 Qur’ani, maka aku yakin insya Allah negeri ini akan bebas koruptor. Insya Allah, mereka adalah arruhul jadiid fii jasadil ummah. Insya Allah, mereka adalah generasi rabbaniyyun, calon pemimpin masa depan. Dan, insya Allah, ini adalah salah satu jihad kita para akhwat, sebagai salah satu bentuk kontribusi bagi kemenangan dan kebangkitan Islam itu. Allahu akbarr!!!! Karena, aku percaya, insya Allah, harapan itu masih ada. Kalaupun kita tak dapat menikmati kemenangan itu, setidaknya, kita telah memberikan kontribusi bagi kebangkitan ummat Islam. Janji Allah itu pasti! Allahu akbar!!!!” Si Ayuk menyampaikan dengan begitu berapi-api, dan dikepalkan tangannya ke udara. Kalaulah waktu itu ada bensin, mungkin sudah meledak, dan mereka sudah hangus terbakar, saking berkobarnya api semangat tuh akhwat. (halah! Lebay dot com deeeeh). Keluar deh, sifat aslinya si Ayuk yang kitis, demen orasi, dan magnetis (hah???, nyambung ga’ yah?). padahal, tadinya sok kalem lhooo.
“Iya, aku juga penegn deeeh, meski S-2 di Jepang nantinya, aku tetap pengen jadi madrasatul ‘ula yg baik.” Si Uni berandai-andai.
“Lho, emang ke Jepangnya bawa ‘someone’ Un? Bukannya sendirian? Hehehe…” Ehh, si Uni malah diledekin
“Iyah! Sepakat!! Pokoknya, apapun pekerjaan sampingannya, pekerjaan utama tetaplah IRT!!!!!” mereka menjawab serempak. Every body in this millist, pada setuju kagak, sama kesimpulannya si Jeng, Mba’, Uni, Teteh, dan si Ayuk…????? (ini mah, ‘kakak’ semua!! Kecuali si Jeng!!!)
Source : The storiatte “Secarik Mozaik” and Pre-Matur of My 5th novel’s manuscript, “Elegi Aya” by ipi_tyf. Semoga kagak “gestasi” mulu’. Udah lebih Sembilan bulan niy. Kapan “maturasi”-nya, euy??? Hi..hi…