Mungkin kamu sudah sering dengar tentang filosofi tissue dalam kotak, bukan? Bagian putih pada lapis berikutnya, tidak akan muncul ke permukaan, jika lapisan teratasnya tidak diangkat! Iya kan?
Nah, barang kali, ini erat kaitannya dengan bagaimana memberikan kepercayaan kepada orang lain, misalkan kepada seorang anak. Aku percaya, ketika kita memberikan kepercayaan kepada seorang anak, maka, hasilnya akan luar biasa.
Banyak orang menjadi bisa, ketika diberi kepercayaan.
Kalau boleh kubahasakan, kadang kemampuan yang kita punya itu menjadi dorman ketika tidak ada hal-hal potensial yang membuat kemampuan itu dikeluarkan! Persis seperti lapisan tissue yang tidak akan muncul ketika lapisan di atasnya tidak diangkat. Apa buktinya, kita sesungguhnya punya kemampuan? Selemah-lemahnya kita, ketika tidak ada lagi orang kuat disekeliling kita, maka kita pun dengan sendirinya menjadi kuat. Itu menjadi bukti bahwa sebenarnya kita bisa!
Contohnya, seorang ibu yang takut dengan ular, ketika ia bersama anak-anaknya, dan hanya ia yang diandalkan oleh anak-anaknya, bisa saja tiba-tiba menjadi begitu kuat dan berhasil membunuh si ular, karena menlindungi anak-anaknya. Padahal, sesungguhnya si ibu itu sebelumnya sangat takut dengan ular…
Dengan case yang berbeda, seorang yang tengah jatuh cinta, memiliki kemampuan untuk merubah sebaliknya. Seseorang yang kasar, tiba-tiba menjadi lembut. Seseorang yang bodoh, tiba-tiba menjadi begitu pintar. Seseorang yang sangat benci pelajaran mengarang, tiba-tiba bisa menghasilkan bait-bait puisi.
Bukankah itu artinya, sesungguhnya kita memiliki banyak kemampuan?
Yaph, kita punya kemampuan itu! Kita punya potensi itu! Hanya saja, ia dorman. Nah, sekarang bagaimana mencetuskan dan melejitkan kemampuan itu agar ia menjadi tidak dorman lagi? Agar potensi itu menjadi aksi nyata yang menghasilkan karya?
Salah satunya adalah… dengan memberikan kepercayaan! Meyakinkan bahwa mereka sebenarnya BISA melakukannya!
Hal ini pernah dikisahkan Steven Covey kan yah? Tentang anaknya yang lemah secara fisiknya, sehingga selalu diejek oleh teman-temannya, apalagi di mata pelajaran olah raga. Nah, untuk memberikan prokteksi psikologis, ia menemani anaknya ini di setiap jam olah raga, dan memarahi semua anak-anak yang mengejeknya. Tapi apa? Tak ada perubahan! Sang anak tetap begitu dan begitu saja. Akhirnya ia merubah polanya dengan membiarkan si anak itu, tanpa mengawasinya lagi dan memberikan proteksi-proteksi lagi. Ia memberikan kepercayaan itu pada anaknya. Dan hasilnya justru sebaliknya, sang anak tumbuh pesat, hingga di bangku kuliah ia mendapatkan nilai A untuk smua nilai di transkripnya.
Di sini, memberikan kepercayaan bukan berarti memberikan harapan-harapan social yang tinggi sehingga dapat membuat sang anak menjadi frustasi. Misalkan, seorang orang tua yang senantiasa mencapai kesuksesan dalam jenjang kehidupannya, mulai dari akademis, karir, maupun status social…terkadang, mengharapkan anaknya juga harus sepertinya. Ini yang dimaksud harapan social itu. Ibu bapak yang pintar, lalu sang anak dituntut harus sepertinya juga! Tidak! Bukan begini!
Kepercayaan yang diberikan adalah…meyakinkan bahwa segala potensi yang ia punya adalah luar biasa, dan dia PASTI BISA! Bukan dengan mengatakan, bahwa kamu harus begini, begini dan harus mencapai ini. Allahu’alam.
Mungkin, sebagai calon orang tua, kita bisa membuat rancangan-rancangan ini, desain-desain, akan seperti apakah pola didik yang akan diterapkan pada anak-anak kita nantinya. Sesungguhnya, pola didik yang diterapkan oleh orang tua kita dulunya, memiliki andil besar dalam mempengaruhi pola didik kita nantinya pula. Akan tetapi, insya Allah, kita masih bisa belajar, menyerap dari berbagai sumber…, tentang bagaimana yang terbaiknya. Jika kita hanya membiarkan ia mengalir saja, tanpa ada I’tikad untuk merubahnya ke arah yang lebih baik, maka siklus itu akan terus saja berulang. Kesalahan-kesalahan yang sama pun akan terulang. Maka, yang semestinya adalah, merubahnya, mengambil yang positif darinya, dan memperbaiki yang negative darinya. Percayalah, bahwa masa depan Negara ini, sangat tergantung dari bagaimana kita menyiapkan generasi-generasi penerusnya. Kita, sebagai unit sel terkecil dari kesatuan besar Negara ini.
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked