Revolusi

Teman-teman, udaah pada tahu dong yaah kisahnya sahabat yang sungguh kerreeen ini. Nama beliau Mush'ab bin Umair (Radhiyallaahu anhu). Tau kaaaan? Ya harus tau doong yaahh. Masa' biografi dan kisah hidup Ming Ho lebih banyak yang diketahui ketimbang sahabat Rasulullah? Iya kaan?! Hmm... sepertinya, kita iniii udah direcokiiin banget banget dan banget dengan yang namanya Ghazwul Fikriy, di mana kita lebih tau dan lebih hapal seluk beluk artis Korea terkenal ketimbang Sahabat Rasulullaah yang luar biasa. Kisah mereka, para publik figure itu tak lebih hanya kisah flamboyan belaka (waahh, takutnya ada yang marah niih dibilang flamboyan, soalnya kalo tidak salah itu icon salah satu SMA Negeri di Sumbar. Hihi...), tapi lebih di-update ketimbang kisah heroik luar biasa yang membangkitkan semangat juang dari para sahabat. Mari waspadalahh.. :)

Baiklah, aku takkan membahas soal Ghazwul Fikriy-nya. Aku pengin memaparkan kisah sosok luar biasa itu. Bukan juga memaparkan kisah beliau (Radhiyallahu anhu) dengan sedetil-detilnya karena aku husnudzan bahwa teman-teman sudah pada tahu semua kisahnya. Tapi, pengen ambil spiritnya dari kisah beliau.

Rasional Ber-antibiotik

Baiklah, sebelum menuliskan sesuatu ini, aku mau pajang foto yang menarik ini dulu aahh...
Gunakan Antibiotik secara TEPAT!
Ya, ini adalah salah satu bentuk kampanye antibiotik, agar digunakan secara tepat [aku ambil foto ini di dekat gedung Central Medical Unit (CMU) 2 RSCM].
Ketiadaan Antibiotik dan resistensinya adalah sesuatu yang amat sangat mengancam. Sayang sekali, laju resistensinya jauh lebih cepat dari penemuan antibiotika baru. Antibiotik sudah 'terkuras habis' penemuannya di era emas tahun 1940'an dan saat ini, nyaris tak ada penemuan antibiotik baru di seantero dunia. Jadii, jangan main-main dengan antibiotik.

Sirop Fatamorgana

Coba perhatikan ceret di bawah ini :
Teko ambo di kosan :)
Aku hendak bertanya, menurutmu, apakah isi ceret itu? Hemm... mungkin kau mengira itu adalah sirop rasa anggur yang amat menggiurkan jika diminum saat cuaca panas, apalagi ada es batu yang menyertainya. Begitu kan?
Tapi, agaknya, jika kau menebak begitu, maka kau salah. Isi ceret itu adalah air bening saja. Kebetulan di belakangnya terdapat satu gelas tupperware yang berwarna merah tua keunguan. Ya, tupparware itulah yang memberikan kesan bahwa air di dalam ceret itu adalah sirop segar rasa anggur.

Lantas, buat apa aku memamerkan 'sirop' fatamorgana itu kah?
Begini, kawan. Mungkin ada hikmah yang dapat kita petik dari kisah si ceret dengan sirop fatamorgana itu. Ya, tentang bagaimana kita berpikir tentang sesuatu.

Ya Begitulah...

Ya begitulah.
Kadang, disadari atau tidak, mungkin kita punya kekhawatiran yang 'agak' berlebihan.
Ketika sebuah pengharapan telah diperbolehkan dan dimaklumi adanya, ada semacam kekhawatiran ia-nya tak menjumpai wujud nyatanya. Mungkin semacam rasa takut kehilangan, barang kali.
Takut asa itu lenyap. Takut, esok ia-nya hanya menjadi catatan mimpi. Takut ia hanya akan menjadi jejak masa lalu. Dan sederet persenyawaan ketakutan dan kekhawatiran lainnya...

Tapi,
Segalanya HARUS dipulangkan pada-Nya.
Dia-lah yang memiliki segala keputusan.
Ketika kita berencana, maka Dia-lah yang menetapkannya.
Apapun yang Dia kehendaki, maka akan mudah bagi-Nya.
Dan apapun yang tidak Dia kehendaki, maka pasti tidak akan terjadi.
Jadi, tiadalah yang lebih baik dari pada do'a dan berserah diri pada keputusan-Nya.
Tawakkal atas segala rencana-Nya.
Smoga keridhoan-Nya meliputi...

My First Book, Insya Allah

Alhamdulillaah... Sungguh terasa sangat indah karunia-Nya. Dalam beberapa hari terakhir, sungguh banyak surprise dari-Nya. Sungguh banyak nikmat-Nya. Dan, sungguh amat naif jika aku tak pandai bersyukur atas karunia-karunia-Nya yang banyak itu. Sungguh, nikmat itu, juga adalah sebentuk ujian dari-Nya. Sebab, kadang kenikmatan justru banyak membuat kita lupa. Bahkan,--naudzubillaah, menganggap ia-nya adalah sesuatu yang niscaya. Sebab, kita berada di Safety zone. Zona aman. Di critical zone mungkin kita lebih cendrung dekat. Meminta pertolongan-Nya di zona kritis. Bahkan seorang atheis pun mungkin pandai menyebut "Oh my God" saat zona kritis itu. Tapi, pada zona aman? Justru inilah yang sering membuat kita lupa. Dan di sinilah letak ujian itu. Semoga kenikmatan dari-Nya, membuat kita senantiasa bersyukur dan justru menjadi sebuah batu loncatan bagi kita untuk terus meng-up grade diri kita, ruhiyah kita. Semoga...

Pagi ini aku dapat email yang bikin surprise. Dari penerbit Parapluie. Berikut isi emailnya :

Penyesalan Kita...

Hari ini ada kisah yang menurutku cukup bikin geli dan juga bikin agak panik. Hehe. Tadi sebelum berangkat ke rumah guru ngaji buat agenda mingguan, aku lupa menyiapkan dompet. Sebenarnya aku cukup yakin akan keberadaannya di tas sehingga aku tak mempersiapkannya lagi. Ya, intinya aku tidak memeriksa ulang isi tasku itu dan merasa yakin bahwa aku sudah meletakan dompet di dalam tas. Nah, di depan boulevard aku naik ojek bapak-bapak tua yang baik hati dan penyabar yang sudah memutih rambutnya di balik helm kuning yang ada logo kampusnya. Hehe. Meskipun aku sesungguhnya tidak terlalu menyukai naik ojek kecuali dalam keadan terpaksa, tapi di hari ahad, itulah satu-satunya kendaraan yang available. Apa boleh buat. Kalau harus jalan kaki, itu akan menghabiskan banyak waktu karena jauh. Kalau naik angkot, itu memakan waktu lebih lama (bisa sampai setengah jam lebih) karena harus 2x ganti angkot sementara ini sudah hampir telat. Waktu hanya tersisa 15 menit lagi dari jadwal yang seharusnya. Jadi memang inilah jalan satu-satunya. Hee....

Nah, ketika sampai di tempat tujuan (pangkalan ojeknya) karena biasanya aku melanjutkan dengan jalan kaki setelahnya, aku obrak abrik seisi tas, tapi tak ada dompetnya! Masya Allah, ke mana ituuh dompet? Kemungkinan besar ketinggalan di kosan. Waduuhhh.... Udah diubeg-ubeg pun sak tas-tasnya, cuma ketemu 700 rupiah doang. Mana cukup! Ongkos ojeknya 5000. Waduuhh. Mulai deh aku rada-rada panik. Alhamdulillaah, bapak ojeknya sabaaarr banget dan ndak marahin aku di hadapan orang banyak. Beliau menunggu solusinya sambil memarkir motornya, Aku coba telpon temen yang tadi hampir barengan berangkatnya, tapi ndak keangkat. Ndak kedengaran mungkin. Waduuhhh... Aku memutar akal. Bagemana iniiihhh?? Tiba-tiba aku ingat, deket situ ada kosan temen seangkatan. Lalu kutelpon dia, buat membantu memecahkan masalah ini. Hehe. Akhirnya, aku dan bapak ojek tua menuju kosan temenku itu dan akhirnya masalah pembayaran ojek pun terselesaikan. Smoga Allah balasi kebaikan temanku itu dengan kebaikan yang banyak. Aamiin...

Aku hanya ingin berbagi pelajaran dari kisah ini, yang semoga mengingatkan diriku terutama dan juga dirimu semua yang secara tak sengaja mungkin ngebaca ini. Hehe.

Tentang Khilaf, Alfa dan Kesalahan Kita

Sungguh, ketika aku mencoba mengetikan huruf demi huruf ini, rasanya tak dapat aku lanjutkan tulisan ini. Rasanya kelu. Rasanya tak berdaya. Dan sungguh malu pada Rabb yang mengetahui segalanya bahkan sekedar lintasan hati saja.

Mungkin, kita (aku terutama) pernah berada di fase yang sama. Fase penurunan yang drastis. Fase di mana mungkin kita membersamai banyak kesalahan. Salah. Khilaf. Dan alfa. Meski insan memang tempatnya khilaf, memang gudangnya alfa, memang sarangnya salah, tapi lantas dengan begitu akankah kita begitu mudah berselindung dibalik dalih sifat keinsanan ini? Tidak. Semestinya harus ada fase peningkatan grafik kembali. Kembali pada-Nya. Kembali mengadukan segala resah dan memohon ampunan dengan sepenuh harap dan rasa takut kepada-Nya, Yang Maha Menerima Taubat hamba-Nya.

Setiap kita pernah bersalah. Mustahil ada orang yang tak pernah berdosa. Mustahil ada orang yang selalu benar. Sehebat-hebat manusia, pasti pernah tersalah. Pasti pernah berdosa. Tapi, ini menyoal bagaimanakah kita setelah salah? Bagaimanakah kita setelah alfa yang kita perbuat? Memohon dengan segenap permohonan pada-Nya untuk pengampunan dan mungkin 'remisi' atas kesalahan kita itu kah? Atau membiarkannya menjadi tumpukan noda hitam yang semakin menutupi hati kita kah?

Ah, bukan sedang ingin 'menyelamatkan diri' atau berselindung dibalik kekhilafan yang niscaya adanya, tapi ketika salah, alfa dan khilaf, maka itu sesungguhnya tetap sesuatu yang memberikan nilai bagi diri kita. Ini bukan berarti kita membiarkan begitu saja kesalahan, kehilafan dan dosa-dosa itu membentuk setumpuk 'tabungan' hitam, tapi ini menyoal penyikapan kita atas salah. Sungguh ada berita gembira atas kesalahan, dosa, khilaf dan alfa. Yaitu, Dia, Allah yang Maha Menggenggam hati-hati kita, sungguh amat berbahagia dengan taubat kita. Lebih berbahagia dari pada seorang pengembara yang kehilangan onta merah beserta perbekalannya lalu ia kembali mendapatinya dan karena rasa bahagianya itu, ia salah menyebutkan kalimat yang sesungguhnya fatal itu. Tapi begitulah, Allah amat berbahagia dengan taubat hamba-Nya. Ini adalah sebuah kesempatan baik untuk kita, hamba-Nya yang tak pernah luput dari salah, tak pernah absen dengan dosa.

Barakallah buat Dedew

Kebersamaan itu... ketika saling mengingatkan saat yang lain lupa. Saling menanggung beban saat yang lain ada masalah. Saling menguatkan. Saling bercerita. Saling mengadukan gundah. Ini bukan lagi hanya sekedar teman seper-atap-an. Tapi saudara. Di jalan ini. Dan ketika segalanya berdilatasi, dan ketika sahabat yang selama ini selalu ada kini akan 'pergi', maka sungguh bohong jika aku tidak bersedih. Tapi, apakah aku punya alasan untuk bersedih atas kebahagiaan sahabatku? Tidak.

Aku memang sedih. Sedih, karena mungkin kebersamaan kita menjadi berbeda lagi nantinya. Tak ada hari-hari penuh cerita. Tapi aku juga bahagia. Sangat berbahagia. Bahagia karena insya Allah akan ada orang yang membahagiakannya, lebih dari pada aku.

Barakallah untuk one of my best friends, saudara sepersusuan (hehe, sama-sama bikin susu ind*m*lk dari batch yang sama, kotak yang sama, air panas dari ketel yang sama, gelasnya ajah yang beda, hihi :D), saudara saparuik (hee, karena masak and makan bersama), saudara di jalan da'wah insya Allah... :)

Barakallaah buat Dedewqyu Dewi Oktavia dan Muhammad Abdussalam yang Insya Allah akan menggenapkan setengah agama tidak lama lagi. Barakallaahu laki wabaraka 'alayki wajamaa bainakumaa fii khoir... Smoga jadi keluarga yang Samara, dunia dan akhirat.


My Design for Dewi's Wedding Invitation.

Kadang Kita Perlu Bersyukur, Saat Harus Berbalik Arah

Wah, kangen juga nih sama si Bloggie. Hehe... Maaf yah Blog, beberapa hari ini agak tercuekin. Hihi :D
Aku sebenernya dari kemarin itu pengen nulisin. Tapi ya itu, soksok sibuk. Hehe. Padahal ga juga sih. Heuu....

Ahad kemarin, kami reunian farmasi 05. Tapi judulnya ajah yang reunian farmasi, yang kesannya besar-besaran (soalnya kalo reunian farmasi, itu artinya seharusnya ada sekitar 100 lebih partisipan).Tapi ini yang hadir cuma 5 orang. Dan tidak bisa juga disebut reunian farmasi, karena peserta reuniannya juga dari biologi dan kimia. Hehe. Jadi, sebut saja ini reunian orang-orang Padang. Hihi :D. Aku, Uul, Ikrima, Dewi dan Nany. Niatan awalnya berangkatnya jam 10. Ehh ndak taunya molor hingga ba'da dzuhur, karena temen-temen mau foto dulu di perpus pusat, di pinggir danau dan makan siang (yang merangkap sarapan pagi) karena paginya buru-buru harus ke agenda mingguan dulu jadi tidak sempat. Hee... Nah the main destination itu sebenarnya Taman Buah Mekar Sari. Tapi, hemm...ada tapinya. Dan inilah kisahnya :

Pohon Tempat Kau Berteduh

Mari kita sedikit berimaji. Bayangkanlah dirimu saat ini berada di sebuah padang yang luas. Dan di seberang tempat keberadaan kau berdiri, ada sebatang pohon--jika kau di sisi timur, maka pohon itu di sisi barat--, di mana sesungguhnya pohon itu begitu ingin kau gapai, kau petiki buahnya, dan mendapati perteduhan di bawahnya. Saat ini, belumlah ada kepemilikan yang sah atas pohon itu, hingga kau tak berhak untuk memetiki buahnya, bahkan untuk sekedar berteduh saja di bawah rindangnya. Mungkin kau berharap, dan amat sangat berharap dapat mencapai pohon itu dengan segera dan semua orang dapat meng-iyakan kepemilikanmu atas pohon itu. Tapi, sekali lagi, itu masih ada dalam anganmu. Dan nyatanya, semua harapmu masih berada di alam angan. Kau belum melakukan apa-apa. Atau tidak dapat melakukan apa-apa.

Lalu, saat kau tak tahu apa yang harus kau lakukan dan memang tak ada yang bisa kau lakukan, kecuali jika kau memang melanggar untuk mendekati si pohon itu. Tapi, itu tidak kau lakukan. Kau tetap pada prinsip bahwa pohon itu barulah kau dekati dan engkau petiki buahnya, hanya ketika ada kepemilikan yang sah atas pohon itu.

Elegi di Gerbong Kereta

Mungkin, cuap-cuap aku kali ini bakalan menimbulkan sesuatu yang kontroversi. Tapi biarlah. Aku hanya sedang memaparkan pengamatanku. Ya, dari satu sudut pandang saja. Mungkin kamu punya pandangan yang berbeda. Semacam orang buta yang mendeskripsikan bagaimana bentuk gajah, yang amat sangat tergantung pada bagian mana dia menyentuhnya. Hehehe... :D

Setiap kali naik kereta, satu hal yang menurutku sangat menarik adalah soal pilihan. Pilihan akan masuk gerbong manakah. Sebagian teman perempuan berkata, "Halaahh, ngapain sih ke gerbong wanita. Wanita lebih egois. Tidak mau berbagi tempat duduk. Pokonya, ego antar perempuan itu rada-rada sengit gituh!"
Okeh, itu pendapat sebagian wanita. Tapi realitanya? Hemm... *mikir

Pertapaan yang Memabukkan

Arena "bertapa"
Setumpuk ajian buat bertapa... hhihi :D


Akhirnyaaaa, alhamdulillaaahh aku jadi manusia "normal" jugaah. Hihhihi :D
Emang sebelumnya bukan manusia normaaal???
Hahaaayy!
Ya, begitulaahh....

Do You Feel it in Your Heart ?

Hemm... Setelah analisis dengan mendalam pake Guide to Iferential Statitical Test of Difference ala David P Zgarrick, PhD (hehe, yang ini mah bo'ongan. Ndak pake analisa statistik ini ko. Pake Guideline Pak David Z ini ntar ajah insya Allah pas thesis yang sebentar lagi, hehe), maka aku berkesimpulan, setidak-tidaknya, ada 3 (TIGA) warna rasa yang dirasakan seorang perempuan dengan 23+ (entah laki-laki yah? Aku tak tahu, karena pola sebaran data kali ini adalah di kalangan para perempuan, jadi, aku tak bisa memastikan ini juga terjadi pada laki-laki. Hehehe :D) ketika Sahabat dekatnya, atau juga teman-teman yang di kenal, dan apalagi jika temannya itu lebih muda satu, dua atau tiga tahun lebih, akan menempuh akad sakral itu : menikah! Pemaparan hasil 'survey' ini bukan atas dasar pandangan subjektif saia sebagai orang yang menuliskannya, melainkan dari banyak perempuan yang secara sadar atau tidak, mereka telah berpartisipasi dalam 'survey' kali ini. Hehe...

Baiklah, tanpa memperpanjang muqaddimah, mari kita kupas tuntas hasil 'survey', tentang  Ada 3 Rasa yang sekurang-kurangnya dirasakan oleh seseorang terutama 23+ ketika mendapati berita sahabat terdekatnya, temen-temennya (satu sekolah, satu kampus, satu organisasi, bahkan satu jejaring maya mungkin, hee), dan juga teman-teman yang mungkin lebih muda barang setahun dua tahun, hingga tiga tahun lebih, akan menggenapkan setengah agama pada sebuah majlis akad yang sakral itu.

1. Rasa bahagia
Ya, setiap orang pasti berbahagia ketika mendengarkan berita bahagia. Ya bahagiaaa dong yaaahh... Sangat tidak sopan rasanya, jika bersedih atas kebahagiaan sahabat kita sendiri. Kecualii... yaa kecuali niih yaahh, kecuali jika dia sempat (atau malah terlanjur) mendekati sebuah lubang gelap pengharapan terhadap seseorang akan mengucapkan akad sakral itu di majlis sahabatnya itu. Kalo udah begini mah kaga ada bahagianyaaa, kendatipun sahabatnya dia sendiri...paling dekeeet malaahh! Kalo istilahnya temen-temen dulunya, "Manjamua banta", artinya Menjemur bantal. Karena udah basaaahh dengan air mata, menangis semalam suntuuk. Hihihi :D
Makanya, jangan deket-deket ama lubang dalam dan gelap yang bernama pengharapan, jika tak ingin merasakan sakitnya terjatuuh ke dalam lubang itu dan susahnya bangkit dari si lubang dan muncul kembali ke permukaan. Siiipp?? Cukuplah kisah-kisah patah berdarah-darah itu miliki segelintir orang. Mari petik hikmahnya saja. Hehehe...

2. Sedih
Loh?? Koq sediihh, kan ndak deket-deket sama jurang pengharapan?? Sedih antonim dari bahagia, tho?? Itu kan dua hal yang bertentangan! Hahaa, sabaaarr, jangan protes dulu yaahh.
Hmmm, coba selami dari hati terdalam, pasti ada rasa sedih di samping bahagia itu tadi. Kita dan sahabat Apalagi yang satu kos, satu wisma, saudara 'sepersusuan' (maksudnya sama-sama beli susu Ultr*milk barengan, atau malah minum satu botol berdua karena lagi bokek, wkwkwkwk :D), saudara "saparuik" seperiuk, yang sama-sama makan dari Magicom yang sama (bukan dari periuk sih yaah.. hihi) dan di talam yang sama, kini akan 'meninggalkan' kita. Tak bisa curhat kaya dulu, tak bisa ngalor ngidul kaya dulu, tak bisa bahkan hanya sekedar jalan-jalan berdua, tanpa idzin dari seseorang yang akan membersamai dia nantinya. Ndak bisa suka-suka ajaah ajakin ke mana-mana. Udah gituuuh, sahabat kita itu, besar kemungkinan akan menghabiskan waktu lebih banyak untuk urusan keluarga barunya. Dan itu, serius, bikin sedih. Siapakah penggantimu setelah dirimu bersamanya? Hasyaaaahhh!
*cari ganti sendiri sono! Hihihi :D

3. Mupeng
Haha, iyaah mupeng. Pasti ada mupengnya, walaupun dari mulut bilangnya, "tenang sajaaa, ada yang terbaik nantinya buat kita, di waktu yang terbaik. Pangeran ber-escuda putiih itu akan dataang (ya iyalaahh, nunggu yang ber-escuda maahhh susyeeeehh, non! Nunggu sampe umur 40? Gak kaaaan?! Ahaha.... Survey membuktikan, rata-rata orang akan mapan di usia sekitar 40-an. Ini bukan survey saia. Saia cuma ngutip doang mah. Hehehe...)
Mupeng juga terbagi dua :
3a. Mupeng Asimtomatis
Haha, gayaa bangeet yah asimtomatis. Intinya, mupengnya sesaat doang. Sesaat setelah mendengar berita. Trus, dengan kesibukan, dengan target-target hidup, dengan banyak hal lain, ia akan terdegradasi begitu sajaaaa...
3b. Mupeng persistent
Naahh, kalo mupeng yang persistent ini niih yang susyeeehh. Pertanyaan yang menggentayangi benak adalah, "Deuuhh, saya kapaaan yaaahhh?" Hehehe...
Naah, kalo mupeng nya udah persistent, maka saatnya melancarkan aksi! Dengan cara yang syar'i tentunyaa. Di antaranya, do'a dan sholat hajat, minta Allah mudahkan. Trus, jangan lupa baikin diri, baikin ruhy. Tapi, jangan sampai salah niaat looh yaahh, baikin diri 'hanya' untuk itu saja. Baikin diri adalah include ke semua lini kehidupan kita, ukhrawi maupun duniawi. Hehe.

Tapi, di balik semua itu, setiap kita harus kembali pada satu hal, bahwa segalanya sudah Dia tetapkan untuk diri kita di lauhul mahfudz sana, jauh sebelum kita mengenali dunia, jauh sebelum kita mengenal A,B,C,D.... A, Ba, Ta, Tsa... Dan yang jelas, tak ada tulang rusuk yang tertukar. (Kalo ketukar sama belanjaan ibu-ibu sebelah yang ternyata isinya gajih, bukan tulang rusuk, tinggal bilang ama tukang daging nya ajaah. Tulang rusuk kan enak dibikin soup. Hehehe... :D Kidding!). Maksudnya, rizki kita takkan tertukar dengan orang lain, jadi tak perlulah kita khawatir akan hal itu. Apa yang Allah tetapkan menjadi milik kita, tak akan nyasar ke tempat orang lain, betapa pun jutaan orang menghalanginya dan membuat makar atas itu. Dan sesuatu yang bukan ketetapannya untuk menjadi milik kita, meski seluruh umat manusia mengupayakannya, tetap saja tak akan pernah menjadi milik kita...

Maka, alangkah lebih baiknya, hal yang perlu kita lakukan itu adalah memperbaiki diri kita terlebih dahulu (Nasihat buat diri sendiri niiih terutamaaa. Masih sering error soalnya. Astaghfirullaah.... Astaghfirullaah....) dan jangan lupaaaa, nyiapin diri juga buat penutup hari-hari kita yang sudah PASTI akan kita jalani.

Siiiipp?? :)

Baru Desain, Karyaku Mana Ya?

Sudah dua karya yang design nya menyangkut aku.
Pertama, Surat Cinta Untuk Murabbi, designed by me
Dan kedua, Allah, Inilah Proposal Cintaku for Girls, adopted from my design and I was being a Covergirls (ahahaha, walaupun tampak belakang. Dan akuuh juga tak mau sih kalo tampak depan). Berkat jadi "covergirls" dadakan giniiih aku jadi kebanjiran friend request. Ahahaaayy... :D

Tapi, belum tampak satupun karyaku. Ya, yang aku penulis tunggalnya. Kalo antologi udah, alhamdulillaah... Hehe
So, Karyaku Manaaa?

#Semangat Berkarya!



Mendekati Margin Sebuah Komitmen

Dan sungguh, janji Allah itu pasti!
Sungguh, jika kita berdo'a pada Rabb yang hanya pada-Nya saja kita menggantungkan segenap pengharapan, maka lihatlah... Ada masa di mana Dia mewujudkannya, atau menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.

Mungkin memang benar, kadang kita melewati lembah grafik kosinus untuk sebuah komitmen. Ya, tiadalah yang dapat melintasinya kecuali diri kita sendiri. Tiada yang dapat melanggarnya, kecuali kita kita sendiri yang mencoba melintasi margin-margin komitmen itu. Tapi, entah karena aku memang sudah 'berdamai'. Atau sebab tengah berada pada titik penyadaran untuk tidak menyandarkan harap pada manusia, sehebat apapun dia.

Tapi, insya Allah untuk komitmen yang satu ini, aku tidak ingin dan benar-benar tak ingin melintasinya. Bahkan, aku tak ingin mendekati marginnya sedikit pun : tentang komitmen bahwa aku tak ingin menyandarkan harap pada seseorang, sebelum Allah tetapkan untukku! Dan aku, insya Allah akan berusaha untuk menjaga ini. Menjaga agar aku tak selangkah pun mendekati marginnya, apalagi melintasinya dan melanggarnya. Itu inginku yang sederhana :)

Edisi Reparasi Diri

Hemm.... akhir-akhir ini memang aku jarang nge-blog. Sebenernya sih bukannya tak ada yang pengin dituliskan, tapi entah kenapa, malas sekali menulis. Hihihi... Baik itu menulis dengan pulpen atau menulis dengan menekan keyboard. Nahh, di saat laporan yang menumpuk-numpuk (sekitar 350-400 halaman A4 font 12 pt spasi 1.5 <-- lengkap amit!), malah kepikiran ngeblog. Aneh yah? Hehehe...

Aku mau cerita gado-gado saja deh. All theme. Hehehe. Soalnya, lagi riweuh juga. Jadi, lagi pengen cerita yang ringan-ringan ajah (memangnya ada cerita yg berat di blog ini? Rasanya isinya curhatan belaka!? Hihihi... :D)
Topik pertama soal Kapal, Dermaga dan Samudra (beuuhh, lagi-lagi deeh! Demen amat! Kaya nda ada topik lain ajah! Hihhi :D). Entah kenapa, actually, thus as because of environment kali yaahh. Haaiiihhh, puyeng gue ngadepin cerita yang beginian muluuuu di mane-mane kaga ade abisnyeee >.< dan ditambah pula sindrome 20+ (Nda tega nambahin sederetan angka dibelakang angka 2 nya, jadi cukup dibikin 20+ sahaja. Biar keliyatan masih 20 padahal aslinya masih 17. Ehhh?? Kehkehkeh....).
Hemm tapi, aku jadi dapet pelajaran berharga. Kita (yaa aku terutama) mungkin lebih sering mempersiapkan diri untuk sesuatu yang belum pasti adanya, sibuuuk dah nyiapin, tapiii kadang sesuatu yang sudah pasti adanya, lupa nyiapin. Nge-desain gimana keluarga yang bener, tapi lupa ngedesain gimana aku bakalan mengakhiri kehidupan dunia ini. Ya, aku bukan berarti ngenyalahin dan tidak merekomendasikan untuk mempersiapkan itu semua. Toh itu juga adalah bagian dari sebuah kontribusi demi terciptanya masyarakat madani (ciee elaaahh), dan menurut aku sih itu semua memang MESTI disiapin. Tapi, semestinya porsinya harus seimbang dong dengan menyiapkan bekel buat menjadikan penutup hari-hari sebagai sebaik-baik penutup. Intinya, kita mesti menyiapkan juga buat hal ini. Ya harus! Kalo kapal berlayar saja yang belum tentu kita dapati pelayarannya, sudah disiapin baik-baik, bagai mana kita tak penyiapkan diri untuk sebuah penutupan hari-hari yang ia-nya adalah PASTI, bahkan dengan atau tanpa berlayarnya kita. Ya nda sih? Nah, aye ini sedang mengarahkan telunjuk (beserta keempat jari lainnya!) bahwa ini sebenernya lagi negor diri sendiri.

Okeehh, let's fighting. Nge-desain bagaimana kita menutup hari-hari kita. Sungguh, bagi aku ini adalah perkara yang berat. Berat maksudnya, adalah kita tak dapat menjamin akan seperti apa kita setelah ini. Dan sungguh, sebaik-baik amalan adalah yang baik pada penghujungnya. Smoga Allah menjadikan kita istiqomah, menjadikan kita husnul khotimah, menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh di jalan-Nya. Karena, sungguh istiqomah itu lebih sulit. Bahkan, dalam Al Qur'an dan Hadits-hadits, gandengan Istiqomah itu adalah Taqwa. Bertaqwalah kepada Allah dan istiqomah lah. Huaaa, smoga Allah menjadikan kita istiqomah. Dan lagi-lagi ini berat! Dan sungguh orang-orang yang tertarbiyah sekalipun, yang hari ini masih membersamai jalan dakwah yang mulia ini, tak dapat menjamin, esok, lusa, beberapa dekade lagi, masih kah tetap di sini? Ghiroh luar biasa ketika di kampus, lantas tenggelam ketika sudah berada di dunia pasca kampus. [Kalo sudah bahas ini, aku jadi benar-benar tertohok, sekaligus sediih. Sedih melihat beberapa sahabat yang tak lagi bergabung di jamaah ini. Sedih dengan diri sendiri,d dan berharap dapat istiqomah. Adakah yang menjamin, selain Allah saja?! Smoga Allah tetap menjadikan diri kita menjadi orang-orang yang istiqomah.]
"Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa, ba'da izhadaitanaa...."
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau palingkan hati kami kembali setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami....

Itu bahasan yang pertama. Okeh, lanjut ke next theme. Suatu ketika, aku shalat di mushalla perpus pusat. Nah, kebetulan waktu itu, aku ngelihat dua orang satpam wanita, yang subhanallaah menyempatkan diri untuk tilawah dulu setelah Dzuhurnya. Subhanallaah. Itu adalah pemandangan langka menurutku. Jadi malu dan tertohok sendiri. Bahkan, mungkin kita (yaa, aku terutamaa) sering sekali mentolerir diri ketika badai kesibukan melanda. Memangkas porsi yang seharusnya untuk-Nya. Astagfirullaah... Astaghfirullaah.... Astaghfirullaah... Terima kasih Mba Satpam, sudah memberikan pelajaran untukku...

Sesungguhnya masih banyak yang ingin aku tuliskan.... Tapi, sudah kelu niih. Tak sanggup lagi berkata-kata. Begitu banyak yang membuat kita tertohok, sebenarnya. Smoga kita peka. Semoga hati kita peka. Aamiin...

Belum terlambat untuk menjadi lebih baik, dan semoga tidak terlambat untuk bertaubat atas dosa-dosa kita yang terus bertambah...

Ini Edisi menasihati diri sendiri dan berharap semoga kamu kecipratan juga. Hee... :)

Lagi-lagi, tentang Kapal, Dermaga dan Samudera


Kemarin sehabis melirik foto temenku yg satu SMP, satu SMA, hingga satu angkatan di farmasi,yang baru saja merayakan royal weddingnya di mana dia terlihat cantik dengan gaun pengantinnya, tiba-tiba terbersit keinginan untuk menuliskan status fesbuk di atas (seperti yang ada di gambar). Sebenernya agak rada-rada iseng sahaja. Hihi.... Tapi, ternyata sambutan pemirsa di luar estimasiku. Rupanya sudah ada 94 komentar (termasuk komen aku dan dua komen yang terpaksa aku hapus harena khawatir akan menyebabkan fitnah. Maklumlah, gossip itu berkembang lebih cepat dari pada membelahnya bakteri secara eksponensial. Dan gossip itu mengalami replikasi jauh lebih cepat dari pada mesin PCR yang mampu membuat jutaan copy DNA dalam waktu 3 jam). Dan karena aku tak ingin ada suudzhan di antara kita, terpaksa aku hapus. Jika komen itu beredarnya hanya seputaran temen-temen farmasi klinis, it's okay, karena semuaa kami juga tau itu becandaan doang. Tapi, bagaimana dengan 2.043 orang teman lainnya yang tak tahu apa-apa tentang becandaan itu? Okelah mereka takkan semuanya melirik dan menyempatkan diri membaca komen-komennya, tapi yah tetap saja ada banyak orang yang mungkin tak sengaja membaca. Aku memang tak ingin ada salah interpretasi di antara orang-orang yang tak sengaja membacanya. Hehe...

Hemm...baiklah, kita lanjutkan perbincangan mengenai Kapal, pelayaran dan dermaga. Tiga setali mata uang yang sulit dipisahkan. Jiyyaaahhh...

Memang, kedengarannya menyenangkan ketika pertama kai berlayar, di mana kebanyakan orang-orang akan excited melihat lautan yang biru, melihat air yang jernih, ikan warna-warni yang berlarian kesana-kemari, melihat hamparan kebiruan yang luas, awan yang cerah. Aku banyak mendengar kisah ini dari mereka yang telah berlayar.

Tapi justru, yang mampir ke telingaku, kebanyakan bukan cerita suka nya melainkan duka. Mabuk laut yang tidak menyenangkan. Terpaan topan. Hantaman badai. Hingga kandas porak poranda di tengah lautan. Masih beruntung ada yang punya pelampung. Yang lainnya, ada yang malah memilih tenggelam bersama lautan dalam. Membiarkan tubuh tercabik-cabik sang hiu. Memasrahkan diri dengan gelombang yang meng-ombang-ambingkan. Cerita ini lebih banyak kudengar. Atau karena mungkin memang bertampang tong sampah kali yah, jadi orang-orang senang sekali nyampah di aku, mengeluarkan uneg-uneg nya. Hee. Tentang cerita duka sepanjang perjalanan mereka.

Tapi, cerita duka, akankah membuat khawatir untuk berlayar?
Smoga tidak.
Sebab, tidak mungkin ada sunnah rasul-Nya, jika tak ada maksud baik dibalik-Nya...
Kata kekasih Allah, "An-nikahu sunnatiMan raghiba 'an sunnati, falaisa minni", Dan rasulullah sudah mensabdakan tentang orang-orang yang tak mengikuti sunnah beliau yang satu ini, "Barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku, maka dia bukanlah bagianku."
Tidak mau kaaan, dicap sebagai "Bukan Umat Rasulullah?"

Mungkin kita perlu tahu berita duka tenggelamnya kapal-kapal itu (bukan vanderwich saja loh yah, api ada banyak kapal sepertinya).
Agar setiap kita, tak hanya berpikir akan selalu tenang berlayar. Agar kita tahu, bahwa akan ada gelombang pasang. Dan agar kita bersiap diri menghadapi terpaan badai. Setidaknya, kita menyediakan segala persiapan selagi masih di darat, untuk menangkis segala kemungkinan. Meskipun ini tak mutlak selalu sesuai. Jika pun akhirnya kandas, maka, itulah ujiannya. Bisa jadi, kapal yang ditumpangi bukanlah kapal terbaik. Bisa jadi nakhodanya yang tak pandai menjalankan si kapal dan tak paham arah mata angin dan tak paham hendak dibawa kemana si kapal itu. Atau bisa jadi juga penumpangnya yang bawel. Apapun itu penyebabnya, banyak kapal yang jatuh tenggelam. Sungguh itu adalah ujian. Smoga yang mendapatinya diberi kekuatan dan semoga diberikan ganti yang lebih baik.