Yuk, Halal-kan

Beberapa hari yang lalu aku berbincang-bincang dengan seorang teman. Hingga sampailah pada topik yang ini. (Eits, ini bukan tentang kapal dan dermaga serta samudra loh yah. Hihi...).
Kata temanku; "Aku tidak terlalu peduli tuh sama makanan apakah ada label halalnya atau tidak."
Responku; "Hah? kok gitu?"
Jawabnya; "Begini; gimana dengan ibu-ibu yang suka jual roti harga seribu? Gimana dia bisa dapetin sertifikasi halalnya?"
Kataku; "Sebagai anak farmasi dan sebagai teman dekatnya seorang apoteker penyidik di badan POM yang sering mendengarkan kisah-kisah 'penggebrakan' produk halal dan produk yang tidak bersertifikasi, aku sih hmm.... rada-rada kurang sepakat dengan apa yang kamu sampaikan. hehe..."
(hehe, dalihnya anak farmasiii euy. Daliiiih.... hihi. Hemm... Walaupun ilmu farmasi banyak cabangnya, ada klinis dan komunitas, analisis, farmakologi, biofarmasi, kimiafarmasi, teknologi farmasi dan formulasi, farmasi herbal, mikrobiologi dan bioteknologi farmasi, farmakognosi dan bahan alam, serta farmasi sains, dan tentu saja aku tidak mengusai semuanya, apalagi bidang analisis dan kimia farmasi analisis, kimia analisis, kimia farmasi lanjut dan segala sesuatu yang berhubungan dengan analisis dah poko'nya, tapi tetap saja belajar analisis dulunya menjadi pelajaran wajib semasa kuliah. hihi... :D )

Ini, Inii, Iniii, Iniiii dan Iniiiii

Assalaamu'alaykum Bloggie... :)
Kayanya aku kangen kamu deh Bloggie, hehe. Beberapa hari ini quota internetku habis. Jadiii, serasa di hutan deh. Hihi... Paling aku hanya menggunakan fasilitas nge-net gratis di kampus. Dan kemarin, aku udah full lagi quota internetnya. Alhamdulillaah... Dan kembali deh aku 'sambangi' dirimu. Heuu...

Aku mau cerita sesuatu nih Bloggie. Eumm..., sebenarnya apa yang aku ceritakan ini sudah pernah aku tuliskan sebelum-sebelumnya dengan versi yang berbeda dan di waktu yang berbeda. Tapi sebenernya intinya sepertinya sama yah? Sama-sama bercerita tentang 'Pertemua Ruh di Chamber Jiwa'.hehe.... Seperti yang ini niih, yang inii, dan juga iniii, serta iniiii dan iniiiii. (Makin ke sini makin puanjaaang 'i'-nya si 'ini' nya. Hihi :D).

Nah, berkaitan dengan kesesuaian-ruh ini, kemarin aku kembali mendapati kejadian yang cukup meninggalkan pelajaran (tapi rada-rada bikin geli menurut aku sih. Hehe. Tapi aku tak ingin menceritakan kronologisnya di sini). Ini adalah tentang jiwa-jiwa yang tak saling bertemu, meskipun keberadaannya telah sama-sama di bawah payung keislaman dan tarbiyah, tapi ternyata tetap saja ternyata tak bisa 'memaksakan' sang jiwa untuk 'bersama'. Bahkan sudah satu wisma/kosan sekalipun! Kalo menurut pemandangan secara global, mungkin kebanyakan kita berpikir, "Lha, sama-sama akhwat ko bisa sih nda 'nyatu'? Bukankah seharusnya sudah sama-sama tau konsep ukhuwah?" Ya, itu idealnya. Tapi, jika kita jujur pada hati kita, mungkin setiap kita pernah merasakannya--dengan kadar yang berbeda-beda--bahwa dengan akhwat A kita merasa 'dekat dan nyaman' tapi dengan akhwat B ko rasa-rasanya susaaah yaah? Dan 'jiwa' itu ternyata memilih :)

Mengapa begitu?
Sepertinya pembahasan di kelima si 'ini' (maksudnya link yang bertajuk 'ini' yang membahas masalah kesesuaian jiwa) di atas sudah cukup mewakilkan deh. Hehe...
Aku hanya re-writing saja kali ini.

*Hehe, Maaf ini GeJe banget. Dan judulnya juga GeeJee... ihihi... :D
**Anggap saja ini salam sapa karena sudah lama tak ngeblog (lamanya emang berapa sih Fathel? wkwk :D)

Lima Jam di Hari Ini...


Hari ini aku kedatangan tamu istimewa dari Jogja. Alhamdulillaah, senang sekali. Sudah sekian lama tidak berjumpa dengannya. Terakhir kali kalo tidak salah sekitar satu setengah tahun yang lalu. Dan satu hal yang kemudian aku catat dalam hatiku adalah… transformasi luar biasa dari sosok sahabatku itu, sahabat se-wisma dan sekamar, sekaligus sahabat yang dekat. She is one of my best friend (hehe, aku selalu menggunakan kata-kata ‘one of my best friend’ karena aku memiliki banyak sahabat inspiratif yang dari merekalah aku banyak belajar).

Ah iya, kembali kepada transformasi tadi. Aku dan dia bernah berada di satu potong masa perjuangan, dan aku merasakan sekali betapa selangkah demi selangkah, sosoknya terlihat semakin istimewa di mataku. Perubahan demi perubahannya. Dan bagaimana ia memaknai hidup. Masih lekang di ingatan, dan bahkan hingga kini, perjuangannya yang berat. Dan, selalu saja, orang-orang dengan track record perjuangan hidup yang berat membuatku terkagum-kagum.
Ada satu hal yang tak pernah berubah. Yaitu, ia adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Semangat belajarnya luar biasa. Ia melahap banyak buku dan tebal-tebal pula seperti menikmati sebatang coklat lezat. Buku setebal 3 cm saja bisa dihabiskannya dalam waktu yang sebentar. Hebatnya lagi, dia tak terlihat ‘tersiksa’ untuk menghabiskan lembar demi lembar itu. Hehe. Beda sekali denganku yang membaca bila dibutuhkan saja. Mungkin bisa dikategorikan aku tak terlalu suka membaca. (Hadeuuh…padahal perintah Allah pertama kepada Rasulullaah itu adalah BACA!). Aku suka membaca saat aku memerlukannya saja. Jika aku butuh, aku akan melahapnya. Tapi, jika aku belum merasa membutuhkannya right now, biasanya aku lebih suka mengkoleksinya dulu. Perkara membacanya, entar saja, saat aku butuh. Hihi… *alibi. Dia beda. Buku-buku tebal itu, saat dia sedang butuh atau pun tidak, dia akan dengan segera menghabisinya. Masya Allah…
*Hayoo semangat belajarrr Fatheeeeel*
*Hosh…hosh…hosh… Semangaaaaaattt!* (dengan gaya mengepalkan kedua tangan ke udara, dan kemudian mengambil bantal, lalu tidur. Hihi… Gak bangeeet yah?! Hehe…)

Lima jam kami habiskan dengan bercerita. Seperti biasa, selalu menyemangati. Selalu penuh dengan motivasi. Darinya, aku melihat semangat yang menggebu-gebu untuk menuntut ilmu. Darinya, aku lihat semangat luar biasanya untuk beramal. Aahh, sungguh…jadi kangen masa-masa di wisma dulu. Banyak hal yang kami bahas. Dan entah mengapa, itu smua memberikan motivasi bagiku. Aku jadi ingat kata guru ngajiku dulu waktu SMA, “Apa yang disampaikan bir-ruh, maka akan diterima bir-ruh juga. Apa yang disampaikan dengan ruhiyah baik, maka si penerima juga akan merasakan gelombang ruhiyah itu.” Mungkin inilah yang aku rasakan. Dia menyampaikannya dengan ruh yang baik, sehingga aku pun merasakan gelombang kebaikan itu darinya.

Satu kalimat darinya yang bagiku sangat berkesan adalah “Mari kita review kembali jenak-jenak perjalanan kita. Setiap step-step yang sudah kita lewati itu sungguh terdapat maknanya. Ada hikmah yang diberikan-Nya di setiap langkah dan persinggahan kita. Mengapa kita berada di sana dan berada di sini saat ini, selalu saja mengandung hikmah yang besar. Aku sering kali meresapi itu.”

Sekian dulu kisah pertemuan kami dalam bingkai ukhuwah. Hanya satu hal yang dapat aku bagi dari pertemuan ini, bahwa ia (mungkin tidak sedang menasihatiku, bahkan hanya dengan bercerita tentang kehidupan yang di jalaninya, bukan dengan cara menggurui) justru menghadirkan motivasi bagiku, motivasi untuk berusaha menjadi lebih baik. Dan sungguh beruntunglah orang-orang yang jika bertemunya atau mengingatnya, justru membuat kita lebih mengingat Allah. Dan hal itulah darinya yang bagiku sangat menginspirasi. Uhibbukifillaah ukhty… Smoga Allah pertemukan kita kembali, pada masa yang terbaik menurut-Nya

Kufr wal Faqr


Perjalanan ke dan dari arah Grogol-Slipi (sebenarnya untuk urusan akademis) pada saat Jakarta dilanda banjir besar kemarin meninggalkan sesuatu pelajaran berharga bagiku. Sebenarnya, bukan perjalanannya, dan hal ini sebenarnya sudah disadari dari kemarin-kemarin. Tapi, perjalanan (yang cukup dramatis itu) semakin memperkuat keresahan dan kesedihan di hati tentang sesuatu yang besar ini. Sesuatu yang begitu berat untuk dituliskan sebenarnya. Sesuatu yang membuat kita harus dan bahkan wajib men-syukuri betapa nikmatnya berislam dan wajib memohon pada-Nya agar ditetapkan dalam keislaman. Sesuatu yang begitu menampar wajah ini tentang keberadaan kita saat hal besar itu sedang dipertaruhkan. Allahu akbar! Subhanallaah… Sungguh, ini adalah sesuatu yang berat.

#Substansi

Hemm, sebenarnya ini adalah sebentuk pengingat, klarifikasi atau apalah namanya terkait postingan aku (di rumah maya yg satu lagi sih heeheuu... dan merupakan re-blogging). Aku tidak menyalahkannya, dan bahkan itu adalah sebuah kebiasaan baik. Dan kebiasaan baik perlu dilestarikan. Aku tidak punya kafaah untuk menyatakan itu benar atau salah, akan tetapi aku hanya sedang mengingatkan diriku sendiri terkait substansi terhadap apa yang kita lakukan. Ya, substansinya. Semoga kita tidak terjebak dengan hal-hal yang hanya teknis belaka, dan yang lebih parah lagi--astaghfirullah, mempersempit makna yang seharusnya amat sangat luas. Artikelnya sudah aku link-kan dalam Chripstory yang aku bahas. Aku hanya merasa 'bertanggungjawab' mempublikasikannya via twitter lagi karena pada awalnya link artikel itu aku diseminasi via twitter. (nah, dari pada ngetik ulang, mending copas saja yah? hihi... :D)

Edisi Spesial: Detik-Detik Sebelum Akad Sakral Itu...

Siang ini, kalo tidak karena haknya tubuh, mungkin aku masih bersemayam di kamar kosan dan capcay 'jadi-jadian' ini takkan jadi. Heheuu... Karena laperlaah (jam sudah meunjukan angka 14.00 ehh angka 2 dink, karena gak ada angka 14 di jam dinding akuuh, hihi :D), makanya terpaksa harus masak. Hehe. Sejujurnya, kalo dalam kesendirian kaya gini (biasanya kan bareng Dewi), aku memang agak rada-rada kurang bersemangat memasak. Kalo bukan dalihnya adalah karena laperrr akut, mungkin aku lebih memilih mengerjakan hal lain. Hihi. Kalo ada temannya, setidaknya, ada seseorang yang juga kita masakin. Hehe. Menurut pengakuan Dewi, juga ngerasain hal begitu. Kalo aku tak ada, Dewi juga rada-rada gak bersemangat masaknya. Jadi, karena kebersamaanlah, memasak bagi kami terasa menyenangkan. Meskipun tidak pake piket kaya di wisma dulu dan hanya berdasarkan asas kesukarelaan dan sesiapa yang punya waktu lebih saja, tapi tetep ajaah tuh seneng-seneng ajah. Karena ada orang lain yang tengah kita bahagiakan. Ciee ilaaaahh... Uhuuy... Hihi... *GJ banget ekspresi nya. Haha :D

Rihlah ke Kuburan

Ahad kemarin setelah agenda makan-makan (agenda makan-makan selalu menyengkan yah? heuu...) di Resto Bobara khas Manado [Resto Muslim dan halal insya Allah, dan tentang halal ini sebenernya adalah poin penting yang perlu dicermati sebelum makanan itu masuk ke saluran cerna. Spakat?! :) ], aku dan Ega telah membuat kesepakatan untuk menjelajahi museum Prasasti di hari Rabu. Dan hari Rabu itu, akhirnya rencana kami itu terwujud meskipun hujan mengguuyur tiada henti-hentinya (kalo pun jeda, paling skitar 15 menit dan itupun masih rada-rada gerimis gitu) dari jam 3 dini hari hingga ke sekitar maghrib. Aku sebenernya sudah mulai agak 'mundur' melihat hujan mengguyur karena bepergian ketika hujan itu agak repot bagi aku, kecuali memang amat sangat terpaksa. Heheuu... Soalnya mengingat kaos kaki yang pasti akan basah dan berlama-lama dengan kaos kaki yang basah itu sesuatu yang tidak begitu menyenangkan bagiku. Hihi. Tapi, Ega semangatnya luar biasa tak terbendungkan. Akhirnya, apapun rintangannya teteeup berangkat ke Museum prasasti. Dan akhirnya, jam 9.30-an kita berangkat dari stasiun Pocin.

Pada mulanya, aku membayangkan museum itu adalah sesuatu bangunan yang memuat benda-benda tertentu, dipajang, trus diliatin. Atau, setidaknya ada semacam ukiran-ukiran bersejarah yang memuat cerita jaman dulu, tergantung museum apa itu. Ketika aku tanya Ega, dan aku baru nanyain ketika kita udah di Bajaj menuju museum kalo tidak salah (aku lupa persisnya. Intinya adalah ketika kita mau nyampe di museumnya), dan Ega dengan santai menjawab, "Bukan, tapi kuburan."
"Hah? Kuburaaaan??? Masya Allah... Ckckck... Glek." Aku aseli bengong. "Jadi kuburan tho?! Museum yang isinya kuburan semuaaa?" Tuing...tuing....

Untuk Diriku...

Ini hanyalah pengulangan saja, untuk menyemangati diri sendiri.
____________

Wahai diriku, sungguh, Allah takkan pernah bebanimu, melebihi batas kemampuanmu.
Yakinlah, bahwa ujian-Nya hanyalah pada kadar kesanggupanmu saja.
Maka, ada lagikah alasan bagimu untuk merasa tak sanggup memikulnya?
Allah saja mempercayakannya padamu, lantas mengapa kau tak percaya?
Bukan. Pintamu bukanlah minta diringankan bebannya. Tapi, agar Allah berikan bahu yang kokoh, untuk memikulnya.
Selama kau belum berhasil menyelesaikan ujian ini, maka ujian-ujian remedi yang akan kau hadapi pastilah tetap pada level yang sama hingga kau berhasil lulus, berhasil melewatinya!

Kesedihan

Seperti biasa, Ahad malam adalah jadwal halaqohnya Ketapunk'ers (kosan kitaa :) ), dan ini bagiku adalah agenda yang sangat menyenangkan. Mirip-mirip agenda Rohis jaman-jaman masih di wisma gitu. Hiks, jadi kangen Wisma'ers niih, Syakuro dan Hurriyah. Tapi bener deh, sepotong episode hidup di wisma benar-benar telah menjadi pembelajaran yang sangat berharga bagiku. Mulai dari hal yang sederhana, hingga hal luar biasa. Belajar berbagi, memahami, bersabar, mendewasakan, mengatasi konflik, mengingatkan, sampai belajar masak (walau aku masih jauh dari baik dan mesti belajar buanyaaaak)  karena ketika setingkat SMP dan SMA aku tinggal di Asrama yang notabene tau beres doang, tinggal makan. Hehe. Maka, bagiku, kehidupan wisma itu adalah kuliah tanpa SKS dan sarat pembelajaran yang tak akan di dapatkan kecuali di wisma itu sendiri. *btw, ko jadi bahas wisma yah? hihi :D

Okeh, back to topic, tentang halaqoh Ketapunk. Pembahasan pekan ini diangkat oleh Riza dengan tema "Kesedihan". Wahh, temanya bikin sedih ya? Hehe, namanya juga "kesedihan". Dan tidak seperti mater-materi sebelumnya, untuk tema ini aku tertarik menuliskan dan mengulasnya di blog. Kalo tidak salah dulu aku juga pernah ngaplod materi yang dibawakan oleh Ayu. Ya, cuma dua tema ini yang aku tuliskan di blog. Heheuu...

Nah, tentang kesedihan itu, di sini dicontohkan dengan kesedihan yang dialami oleh nabi-nabi--yang sama seperti manusia lainnya juga merasakan kesedihan. Dicontohkan pada 4 orang Nabi dan Rasul Allah. Pertama Nuh 'alaihissalaam, yang bersedih karena setelah sekian ratus tahun hanya sedikit pengikut beliau, selebihnya kafir. Nabi Nuh ternyata merasakan kesedihan yang mendalam karena hal ini. Kedua nabi Luth 'alaihissalaam yang sangat bersedih ketika para tetamu beliau datang dan 'diserbu' kaum beliau yang homo bahkan termasuk istri beliau yang menyebarkan berita kedatangan tamu tersebut. Saat itu, beliau merasa bersedih dan merasa tidak punya 'power' untuk melawan serbuan kaum beliau yang brutal dan ganas 'menyerang' tamu beliau. Ketiga, kesedihan Nabi Ya'qub 'alaihissalaam yang bertahun-tahun berpisah dengan anak beliau Yusuf dan setiap hari beliau menangis karena ingin bertemu Nabi Yusuf hingga mata beliau tak lagi dapat melihat. Dan terakhir, nabi Ayyub 'alaihissalaam, yang ditinggalkan istri beliau lantaran sakit berpuluh-puluh tahun.
Dari semua kesedihan yang ada pada sosok-sosok mulia di atas, dapat ditarik satu benang merahnya yaitu :
Bahwa sosok-sosok mulia itu, senantiasa memulangkan dan mengembalikan kesedihan itu pada Allah, Rabb yang Maha Penyayang. Ya, inilah kuncinya, mengembalikan kesedihan itu pada Allah yang jiwa kita ada dalam genggaman-Nya.

Tumis Entah Apa Namanya :D

Pagi yang cerah, ba'da subuh, aku sudah stay di depan netbuk. Mulai mengetikkan huruf demi huruf yang memuat persenyawaan multimedia (animasi) dan farmasi, hehe, maksudnya: tesis. Sekalian searching beberapa tools patient education gituuhh, karena topik yang aku angkat kali ini bukan berbasis laboratorium dan formulasi obat (sebagaimana gambaran umum masyarakat tentang farmasi), tapi lebih ke masyarakat.Tak sadar, ternyata jarum jam sudah menunjukkan angka tujuh dan alhamdulillaah batrai netbuknya sudah low juga sehingga mesti di-cas. Baguslah. Jadi, ga ngetem terus di depan laptop. Hihi. Abisnya, kalo udah fokus, kadang aku juga suka lupa waktu :(