Karena Berpisah itu... adalah Niscaya!

Alhamdulillaah, setelah melewati sidang komisi (ini bukan sidang komisi DPR loh yaaa... Sidang komisi buat tesisong... hihi :D ), akhirnya kangen nge-blog deeh. Sebenarnya ada buaaanyaaak hal yang pengin aku ceritakan. Tapi tak sempat menyambangi blog. Dan udah "menguap" deehh idenya. Gakpapa sih. Demi lulus menjadi eM.Farmer tahun iniiii insha Allah!! Semangaaaaatttt...
Kemarin pas sebelum sidang komisi, sempat kepikir, cukup gak yah 24 jam untuk membuat animasi flash tesisong? *Ini pertanyaan konyol sekali karena jawabannya sudah pasti : TIDAK! Nyatanya, dua hari full (gak full juga sih, maksudnya nyaris sebagian besar waktu tercurah ke sana, karena kan gak mungkin 24 jam sehari stay depan laptop), animasinya setelah di-rakit, kok yaa cuma berdurasi 1 menit 36 detik? Masya Allah. Jadi, untuk durasi 5-10 menit, harus menghabiskan berapa jam (atau berapa hari ya?). Tapi gak papa. Semangaaaaaattt....
Saat-saat begini, berasa sekalii betapa berharganya waktu. Dan sering sekali kita (aku terutama) menyia-nyiakan nikmat waktu dan nikmat kesempatan. Astaghfirullaah...

nge-SPAM aahh... :)

Baiklah, sebenarnya ini bukan waktunya nge-blog. Tapi karena aku pengen "refreshing" sekaligus nge-spam, yoweslah, ada sedikit waktu available untuk ini (lagi dikejar-kejar tesisoooong soalnya niih. Hehe...).

Ya, mungkin inilah rintangan, hambatan, dan sekaligus ujiannya. Sebenarnya, kendala dalam sebuah penyelesaian penelitian adalah niscaya adanya. Mungkin, kemarin-kemarin aku terlalu melankolik dengan yang namanya ujian (kehidupan). *Hasyaaaahh...

Kaca

Aku tahu, kau pasti sudah tahu, bahwa bercermin pada kaca yang cembung, akan membuat bayanganmu terlihat membesar.
Aku juga tahu, kau pasti sudah tahu, bahwa bercermin pada kaca yang cekung, akan membuat bayanganmu terlihat mengecil dan menciut.
Aku tahu pula, kau pasti sudah tahu, bahwa bercermin pada kaca yang datar, akan membuat bayanganmu terlihat proporsional, akan tetapi...ia terbalik. Sisi kanan menjadi kiri dan kiri menjadi kanan.

Maka...

Berkaca pada yang cembung, hanya akan membuat diri besar. Besar dengan pujian. Besar dengan kekaguman orang lain pada diri kita. Apalagi, pujian itu tidaklah pantas ditujukan untuk diri kita. Maka, janganlah berkaca pada kaca yang cembung, ketika hendak menilai diri...

Berkaca pada yang cekung, hanya akan membuat diri kita ciut. Merasa rendah. Merasa sangat terpuruk. Merasa diri kita lah satu-satunya orang paling merana di dunia. Jika hendak berkaca diri, maka hindarilah berkaca pada kaca cekung ini...

Bahkan...

Berkaca pada yang datar sekalipun (seberapapun upaya untuk menghindari kaca cembung dan cekung), tetap saja ianya memberi jawaban yang kurang objektif. Sisi kiri menjadi kanan dan sisi kanan menjadi kiri...

Sungguh...
Berkacalah pada hati...
Karena hati, akan selalu mem-fatwakan kebenaran.
Segala keburukan dan maksiat, adalah sesuatu yang meresahkan hati...
Segala kebaikan dan kemashlahatan, adalah sesuatu yang menggembirakan hati...
Maka, mintalah fatwa pada hati...

Dan sungguh, adalah sebuah bencana yang besar, ketika sensitifitas hati itu mulai hilang. Mulai mengabur...
Hati yang tidak lagi sensitif dengan maksiat dan tidak lagi merasakan nikmatnya mendekat pada Allah...

Smoga, Allah senantiasa menjaga sensitifitas hati kita, kepekaan hati kita, untuk senantiasa mendekat pada-Nya, agar filter yang dihasilkanya : akan segera memberikan alarm ketika diri bermaksiat dan akan segera pula memberikan kenikmatan luar biasa ketika diri melakukan kebaikan...

Sungguh, segala urusan hati adalah milik-Nya dan Dia-lah yang membolak balikkannya...
Smoga Dia Sang Maha Penggenggam hati tetap membuatnya tsabat 'alaa tha'at, 'alaa diinul Islaam...
 Ya mukallibal quluub, tsabit qalbi 'alaa diinika, 'alaa tha'atika...
Aamiin Allahumma aamiin...

Ujian dan (h)Ujan

Caution (!) : 
Jika Anda lebih sayang pada waktu Anda, segera tutup halaman ini.
Ini hanyalah sekedar curahan hati belaka. Jadi, alangkah lebih baiknya jika engkau manfaatkan waktumu untuk sesuatu yang lebih berguna dari pada membaca postingan ini. Okay?!
So, JANGAN BACA postingan ini!

Kisah 'Tragis' Kunci Kosan

Ketika hendak membeli dua porsi nasi uduk plus ayam goreng favorit kami (aku dan Dewi) tak jauh dari kosan ba'da maghrib kemarin, tiba-tiba tak dinyana...kunci kosanku jatuh ke selokan. Masya Allah... Mana gelap pula yang tak terlihat kasat mata. Aku tak membawa henphon. Dan seketika, menjadi sedikit panik lah aku. Ke mana akan kucari bala bantuan niih? Mau menghubungi siapa saja di kosan, henpon nya tidak kebawa. Mau menggunakan sedikit penerangan, lagi-lagi hanpone nya tak bawa.
Dan di saat genting dan panik itu, lewatlah Bapak tetangga pemilik counter henpon yang tak jauh dari kosan. Tentu saja bukan pilihan saat itu untuk membeli henpon baru, heuu... karena aku lebih membutuhkan senter. Hehehe... Dan pilihan panik saat itu adalah : Memberanikan diri menyapa si Bapak pemilik counter dan bertanya "Pak punya senter nggak?"

Alhamdulillaah...si Bapaknya berempati setelah kujelaskan kronologis kejadian malam itu. Beliau kemudian rela mengambilkan senter dari counter dan meminjamkannya untukku.
Alhamdulillaah, meski dalam selokan, kuncinya terlihat berkilau-kilau terkena cahaya senter bapak pemilik counter.
Tapi, Kyaaaaaaaaaaaa.... Itu SELOKAN! Ugh... Tak ada pilihan selain mengambil kuncinyaaa!
"Cuci di sana dulu neng." Si Bapaknya menunjukkan satu kran yang dibawahnya terdapat satu drum biru yang sepertinya sudah tak terpakai lagi. Cepat-cepat aku cuci tuh kunci, dan dengan sesegera mungkin pula mengembalikan senter si Bapak (semoga Allah balasi kebaikan Bapak Tetanggaku si pemilik counter itu) sambil berterima kasih. Satu saja hal yang benar-benar ingin kulakukan saat itu. Segera ngacir ke kosan. Mengambil segayung air dengan setumpuk detergen, merendam tangan dan kuncinya hingga memastikan kuman-kuman yang membersamai selokan itu lenyap dari kunci dan tangan. Kyaaaaaa.... Hiiiiyyyyy....
Dan tentu saja kejadian ini membuat napsu makan menguap entah ke mana langitnya. (kalo menguap entah ke mana "rimba"-nya bakalan kejauahan. Soalnya rimba jauh dari sini. Hihi....)

Hemm... ini sebuah pengingat buatku.
Mungkin sering kali aku mengabaikan soal 'hidup bertetangga'. Dan mungkin kehidupanku lebih terkesan "individualis" di pinggiran kota ini. Padahal, sesungguhnya, ketika kita mengalami kesulitan, maka yang pertama kali turun tangan membantu itu ya tetangga. Kisah 'tragis' kunci mengglinding ke selokan itu adalah salah satu kisah nyatanya. Dan buktinya, yang membantuku adalah tetangga yang sama sekali tak kukenal (meski, tetangga jauuhhh sih). Benarlah, bahwa Rasulullaah mengajarkan kita agar senantiasa berbuat baik pada tetangga. Semoga ini menjadikanku lebih aware terhadap kehidupan bertetangga. Jika pun belum sanggup untuk sampai mendatangi tetangga satu persatu, memberikan hadiah dan lain sebagainya, setidaknya, berlaku baik, menyapa dan tidak membuat kegaduhan yang menyusahkan tetangga mungkin cukup dan seharusnya lebih ditingkatkan lagi. Semoga jadi pengingat buatku.... (dan semoga juga buatmu)

Tak Penting

Tulisan ini sudah aku tulis lebih kurang 1 minggu yang lalu. Tapi, ketika menulisnya, tiba-tiba quota internetku habis. Dan bahkan email pun tak terkirim. Hehe. AON ini hanya memfasilitasi 10 situs populer saja. Dan blogger bukan salah satunya. Hihi... Jadi aku hanya mempublish ceritera lama ini sahaja. Oh iya, satu lagi, ini bukanlah cerita penting. Sayangi waktumu. Sebaiknya dirimu segera pencet tombol silang warna merah di pojok kanan atas jika dirimu menyayangi waktu yang terbuang akibat membaca tulisan ini. Hehehe...
Hayooo, sayangi waktu Anda :D
_________________________________________


Saturasi Kebahagiaan

Sudah tiga hari aku tidak keluar dari pertapaan, kecuali hanya untuk "penyambung hidup" alias beli makanan. Hehe... Warung bu Dhe maupun tukang sayur yang teriak "Terong, tahu, bayaam, ayaam..." tak dilirik lagi. Dua liter minyak goreng Sania masih saja hampir utuh di posisinya (mungkin masih sekitar 1,8 Liter isinya). Heheeuu... Ini puncak "pertapaan" ku. Ihihi... Kalo kemarin pertapaannya adalah karena laporan Cases yang menumpuk, kali ini "lebih mengasyikkan". Berkutat dengan Laptop. Dan pula berkutat  dengan sesuatu yang menyenangkan. Animasi! Ya, fixasi draft animasi kemarin (yang durasi draft nya baru 2 menit-an kemarin itu).

Dulu, aku termasuk orang yang tak begitu senang belajar dari buku text-book kalo soal Editting baik itu Video mapun foto, fotografi dan animasi. Aku lebih senang try and error sendiri. Aku punya satu buku Photoshop (dulu waktu aku masih baru belajar photoshop ketika semester 3 kuliah S1) dan itu adalah hadiah milad ke-19 dari gank rockers (huaaa, Really-really miss gank rockers yang dulu. PS : Rockers adalah gank anak-anak yang pake Rok. hihi... :D). Nyatanya,sampai hari ini aku belum khatam buku photoshop itu. Hihi... Pun begitu dengan buku Macromedia flash, kali ini aku beli di bookfair. Sama saja nasibnya. Aku tak pernah sampai khatam membaca dan mempelajarinya. Lagi-lagi, aku memang lebih senang utak-atik sendiri, dan cara yang paling quick refference adalah : phone a friend. Hahaha. Ya, nanya langsung ke pakarnya. Mohon maaf bagi siapa saja (sudah banyak orang kayaknya) yang telah menjadi korban kebawelanku yang nanyaaa muluu. Hihi... :D. Smoga siapa saja yang sudah sudi dan rela berbagi ilmu denganku, pahalanya terus mengalir yaah... :) [Pahala yang ngajarin flash dan animasi, trus dimanfaatin buat bikin Informasi Obat yang bener dan tepat, dan insha Allah akan terus diputer di pusat layanan kesehatan masyarakat bahkan tidak selama prosesi tesisongku berlangsung, tapi bakalan kontinu insha Allah, ditonton banyak orang, diambil manfaat ilmunya. Ada berapa ratus (bahkan ribuan) orang yang menontonnya (dan smoga juga mengambil ilmunya). Masya Allah, alangkah banyaknya pahala mengalir bagi orang-orang yang telah mengajarkan flash dan animasi itu. Jazakumullaahu khair katsir buat merekaa....]

Ngompol

Kita sudah sama-sama tau, betapa "hangat"nya berita politik di negeri ini. Uhm... sebagai orang "awam" di bidang politik, sebenernya agak 'kurang nyaman' bagi aku untuk ber-cuap-cuap soal politik di blog (yang nuansanya malah lebih banyak curhatnyaaa... hihi :D). Dan lagi, aku juga jarang ngompol (baca : NGOMong POLitik). Tapi, anggaplah ini cuap-cuapnya 'orang awam'. Mungkin aku kurang memiliki tendensi terhadap dunia perpolitikan dan sampai saat ini belum berminat untuk ambil kuliah jurusan ilmu politik. Hihi... :D. Tapi, bukan berarti juga aku anti politik loh yaahh. Toh Rasulullaah dulunya juga ber-siyasah (berpolitik) dan bahkan beliau adalah politikus ulung.

Terhadap "badai politik" yang menimpa Partai Keren Selalu (ihihi, ini kepanjangan yang "narsis". Astaghfirullaah... PKS maksudnya), maka benar apa yang disampaikan oleh ustadz Irsyad Syafar di status beliau di FB bahwa kita mestilah mengedepankan husnudzhan terlebih dahulu. Sebagai mana setiap jenak perjalanan Rasulullaah selalu saja memberikan khudwah hasanah pada diri kita, dahulu beliau juga pernah mengalami gelombang fitnah yang luar biasa. Aku ngutip kisahnya niih dari statusnya Ustadz Irsyad di sini.

Ketika fitnah besar menimpa keluarga Rasulullah saw, tepatnya Istri Beliau tercinta, Ummul Mukminin ‘Aisyah ra, yaitu dituduh telah melakukan selingkuh dengan Sahabat mulia Shafwan bin Mu’aththal, kaum munafiqin dan orang-orang kafir langsung memojokkan Rasulullah saw dan umat Islam. Tuduhan diiringi cacian pun beredar kemana-mana. Banyak sahabat Rasulullah dan penduduk Madinah termakan oleh tuduhan dan celaan tersebut. Sehingga mereka ikut serta pula berbicara dengan nada para tukang fitnah.

Tapi ada sepasang suami istri di kota madinah, Abu Ayyub dan Ummu Ayyub Al Anshari tidak menjadi korban dari fitnah dan tuduhan itu. Ummu Ayyub dengan logika sederhana, tetapi muncul dari hati yang bersih, dia berkata kepada suaminya: “Suamiku, kalau seandainya engkau yang menjadi Shofwan, apakah engkau mau/berani berbuat selingkuh dengan Istri Rasulullah?”. Sang suami menjawab: “Demi Allah, saya tidak akan melakukannya”. Jawaban sang suami langsung ditanggapi oleh Ummu Ayyub: “Jika engkau tidak akan mau melakukan, maka pastilah Shafwan lebih tidak akan mau lagi. Karena Shofwan jauh lebih baik dari pada engkau”.
Lalu Ummu Ayyub melanjutkan: “Dan jika seandainya saya yang menjadi ‘Aisyah, demi Allah, saya tidak akan berani mengkhianati Rasulullah saw. Dan ‘Aisyah jauh lebih baik dari saya, maka mustahil dia akan melakukannya”. Dengan hati yang jernih dan logika sederhana ini, Ummu Ayyub dan suaminya selamat dari fitnah yang keji. Minimal hatinya tetap bersih.


Tesisong dan Seulas Cinta

Hari ini aku sama sekali tak ada niat buat ke mana-manat and niatnya cuma stay di kosan sampai jam 4 sore untuk kemudian ketemu dengan ukht Ega. Sebenarnya, kita janjian dengan pembimbing itu di hari kemarin. Dan semua udah pada 'kejar-kejar' gitu kemarin. Tapi, qadarullah, pertemuannya tidak jadi, karena kaka ipar pembimbingku berpulang kemarin. Jadi, pertemuannya dibatalkan. Dan hari ini, tiba-tiba aku dapat SMS dari Mba Eka Kartika (dan itu sudah jam 1.15 siang) bahwa kita ketemunya hari ini, jam 2. Hehe, akhirnya cau dan buru-buru ke kampus deh...

Alhamdulillaah aku sudah menyelesaikan "draft" animasiku dan proposalku dalam 4 hari yang lalu hingga kemarin, jadi ada "modal" untuk ketemu pembimbing. Hehe... Meskipun masih buanyaaak sangat revisinya, tapi mengerjakan penelitianku kali ini benar-benar terasa sangat menyenangkan. Alhamdulillaah. Bersemangat sekali menyelesaikannya, di samping memang ada misi yang lain yang membuat aku termotivasi sekali menyelesaikan tesisong (hehe, panggilan cayang buat si tesis...) di semester ini, insha Allah. Do'akan yah semoga Allah mudahkan, lancarkan, dan tak ada kendala yang berarti selama pengerjaan penelitianku kali ini yah Bloggie... :)