Kesuksesan yang Sesungguhnya

Hari ini, tidak sengaja melihat salah satu postingan dari sesama alumni kampus yang sekarang sudah menjadi dosen. salah satu bidang yang aku pernah beririsan di sana (terlibat lebih dalam especially dalam TA dulunya). Tidak sengaja aja sebenarnya sih. Tapi, aku berhenti cukup lama di sana. Dan tiba-tiba saja terlintas "waah, aku ke mana aja selama ini? hampir-hampir segala yang sempat dipelajari dulunya 'menguap' semua semua. I have been there but not right now. apa ini? koq makin ga apdet dengan perkembangan terbaru di bidang ini?" Trus teringat juga tentang teman angkatan yang sekarang sudah meraih gelar professornya, ma shaa Allah. Honestly, segala jenis profesi (terutama di bidang kefarmasian--bidang yang aku pelajari di waktu kuliah) tidak ada yang begitu 'menarik' untuk aku perhatikan lebih dalam kecuali bidang "pendidikannya". Kata lainnya, aku mungkin tidak begitu melirik bidang farmasi rumah sakit, industri, apotek tapi yang menjadi perhatianku justru tentang dosen farmasinya hehe. Karena dulu pernah bercita-cita di bidang ini. Jadi, teman-teman yang berada di bidang ini cukup membuatku memperhatikannya dengan lebih di banding teman-teman yang bekerja di bidang yang lainnya. Tapi enggak stalking juga sih karena aku juga ga begitu aktif di sosmed. Ini yang sliweran aja yang ga sengaja "ketemu" di timeline. hehe.

Tapi.... satu hal. Bahwasannya, setiap jalan yang telah digariskan-Nya untuk seseorang, akan selalu memiliki "kabad" atau rintangannya masing-masing. Akan ada ujiannya masing-masing. Dan kemenangan yang sesungguhnya, bukanlah ketika meraih apa yang di cita-citakan untuk perkara dunia melainkan bagaimana nasib di akhirat kelak. Kemenangan yang sesungguhnya adalah apakah berhasil melewati sirath dengan selamat dan berujung pada surga. Itulah kemenangan yang sesungguhnya. Sedangkan apa yang ditempuh di dunia, bagaimana pun jalannya, hanyalah wasilah saja. Ya, hanyalah wasilah saja.

Seseorang, mungkin begitu gemilang di suatu bidang. Katakanlah seseorang bisa meraih gelar professor di usia yang relatif muda. Tapi, dia juga memiliki "kabad" nya. Sama seperti seseorang yang memilih untuk menghabiskan waktunya "hanya" di rumah saja, juga memiliki "kabad"nya. PR nya hanyalah, bagaimana ia mengisi hari-hari yang akan tercatat dalam record nya malaikat raqib dan atid, untuk kemudian berdiri di hadapan-Nya mempertanggungjawabkan segala yang ia lakukan semasa di dunia.

Jadi, kembali kepada "tujuan" kita berada di dunia ini buat apa. Percayalah, apa-apa yang tampak indah di dunia ini, hanyalah bagian dari gemerlap dan perhiasan dunia saja. Dan memang begitulah tabi'atnya dunia. Gemerlap, hijau dan menyilaukan. Bertabur wewangi dan warna-warni. Tapi fana. Pasti akan lenyap. Maka, hidayah dan pertolongan-Nya lah yang terpenting. Agar kita tidak tersesat. Agar kita tidak melenceng dari track yang seharusnya.

Banyak yang mengatakan "berada di rumah" saja itu adalah comfort zone. Dan aku juga merasa demikian. Comfort zone banget, alhamdulillaaah. Tapi, justru "comfort" ini adalah ujian tersendiri. Tentang bagaimana waktu-waktu yang telah diamanahkan-Nya apakah termanfaatkan dengan baik ataukah banyak terbuang sia-sia dengan kelalaian (apalagi dengan smart phone yang sangat mendistraksi)? Astaghfirullah... Ini adalah warning untuk diri sendiri sebenarnya.
Semoga Allah berikan aku, kamu dan kita semua hidayah untuk mempersiapkan diri dan perbekalan dan semoga kita memperoleh kemenangan yang sesungguhnya tersebut. Dan tiadalah keberhasilan yang sesungguhnya selain ketika kita telah menyebrangi sirath dan memasuki gerbang yang bernama Jannah. 
Read More

Memilih Sekolah Anak dan Segenap Dilemanya

Baiklah Blog, mari kita isi lagi. Setelah sekian lama nganggur. Baby Khadijah lagi aktif-aktifnya ma shaa Allah. Jangankan buat nulis blog. Buat masak aja mesti nyuri-nyuri waktu. Jadii, begitu khadijah bobo, sudah segunung kerjaan menanti. Sampai bingung mana yang harus dikerjakan dulu. Heuheu. Ini nulis blog juga dengan kondisi jemuran belum dilipat, piring belum dicuci. Dan juga seragam-seragam yang numpuk di keranjang pakaian kotor. Wkwkwkwk. Yepp, hari ini libur dulu. In shaa Allah besok beres. Hihi. Semangaaatt 💪💪💪.

Sejujurnya, ini tahun paling "galau" buat kami soal sekolah anak. Dan tahun paling lama untuk membuat keputusan soal sekolah mereka. Bahkan setelah kami balik ke Riyadh abis mudik ke indo (di mana anak-anak udah libur akhir semester selama 2,5 bulan) pun kami masih belum fix tentang sekolah anak. Btw, rasanya baru kemarin aku masih bengong ketika teman-teman cerita soal KeJi (tulis: KG) dan sekolah anak. Pengen ketawa kalo aku ingat nyebut KG itu dengan "kenji" hahaha. Rasanya baru kemarin aku gendong bayi bernama Aafiya ke Daar Adhikir ketika ibu-ibu seumuran bahas sekolah anak dan aku enggak paham apa yang mereka bahas saking ga ngertinya gimana sekolah anak di sini wkwkwkwk. Rasanya baru kemarin, kalo mudik enggak mikirin jadwal sekolah anak. Mudik yaa tinggal mudik aja. Ga perlu pusing soal kapan akhir term sekolah. Ternyata sekarang 3 anak sudah berada di grade aja (grade 5, grade 3 dan grade 1). Artinya, udah masuk tahun ke-6 anak sulung sekolah. Waktu cepat sekali berlalu.

Sejujurnya agak berat bagi kami di tahun ini memikirkan sekolah anak. Pertama, tahun depan in shaa Allah sudah kelas 6. Dan di kelas 6 ada ijazahnya. Ada ujiannya. Semakin tinggi kelas, semakin susah pelajaran indo untuk diikuti anak-anak. Khawatir jika kelas 6 langsung banting stir kurikulum indo, tidak bisa mengikuti. Kedua, kami tidak berniat untuk menguliahkan anak-anak di kampus internasional atau di luar negeri untuk S1. Kalo S2 maah bebass yaaa. Tapi untuk S1 kami lebih prefer di Indonesia saja. Untuk kuliah di Indonesia, "jalurnya" tentulah kurikulum indonesia. Tidak sekolah internasional seperti sekarang. Tapii, masalahnya sekolah indo itu jauh dari tempat domisili kami. Sekitar 25 km. Berarti klo antar jemput sehari 100 an km. Antar bolak balik 50 km. Jemput bolak balik juga 50 an km. Ini berat sekali buat kami. Dan untuk pindah rumah pun tidak bisa segera. Apalagi kontrakan yang sekarang udah bayar sampai desember. Di sisi lain, nyari kontrakan di sekitar sekolah indo sangat tak mudah. Kalo udah gini, rada nyesel dulu males-malesan belajar nyetir pas masih kuliah. Padahal sudah diajarkan sama ayah. Tapii, males ajaa. Hehe. Kalau bisa nyetir, mungkin aku bisa antar jemput anak-anak ke sekolah in shaa Allah. Seperti teman yang beda 1 district doang dekat sini. Dia yang nntar anak ke sekolah indo. Karena waktunya tentu lebib flexible dibanding suami yg harus masuk kerja.

Jadii, ada 3 pilihan yang dipilih.
1. Sekolah internasional (tapi masih menyertakan kurikulum arab saudi dan pemisahan antara murid laki-laki dan perempuan). Di segi biaya, jauh lebih besar tapi secara jarak lebih dekat. Secara kurikulum; Enggak sesuai dengan jalur kuliah nanti.
2. Sekolah indonesia. Secara biaya, lebih ringan. Kurikulum sesuai dengan jalur kuliah. Tapii, secara jarak sangat jauh. Susah secara transportasi.
3. Sekolah online kurikulum indo. Secara biaya dan jarak sangat oke. Ga ada jarak malah. Wkwkwwk. Tapiii, emaknya enggak pinter ngajar pedagogik. Anaknya enggak suka kalo online doang. Seneng kalo ada temennya.

Singkat cerita akhirnya kami memilih sekolah yang lebih dekat rumah kontrakan supaya mudah antar jemputnya. Karena jarak ini adalah issue yang cukup besar ternyata. Tapii, tetap ikut kurikulum indonesia dengan PKBM. Tapii, ikut 2 sekolah dengan kurikulum berbeda ini tidaklah mudah. Mereka pada mengeluh kalo pelajaran indo itu susaaah banget. Karena lebih intens di sekolah offline dari pada PKBM kan. Semoga ini adalah solusi terbaik untuk saat ini.

Sejujurnya dilema ini bukan kami saja yang merasakan. Banyak juga yang menghadapi hal dilematis kayak gini. Karena pilihan sekolah di sini tidak banyak untuk sekolah indo. Satu-satunya malah kalo sekolah indo. Banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam memutuskan untuk sekolah di mana; di antaranya biaya, jarak, "pergaulan" di sekolah, dan kemana tujuan kuliah nantinya (menyangkut kurikulum). Karena semakin tinggi kelasnya, makin susah pelajarannya kan yaa. Makin "ngos-ngosan" juga mengejar ketertinggalannya.

Semoga ini adalah pilihan terbaik dari-Nya. Dan semoga pula anak² dikaruniakan ilmu yang barokah dan bermanfaat, buat akhirat dan dunia mereka. Aamiin yaa Rabb

Read More

Cita-Cita Uni Rumaisha

My second born, Uni Rumaisha memiliki cita-cita unik yang tidak pernah kami--ayah bundanya--pikirkan sebelumnya. Berbeda dengan kakaknya (my first born) yang memang lebih ambitious soal cita-cita yang mainstream, Rumaisha punya cita-cita yang mungkin hampir tidak pernah dicita-citakan oleh anak seumurannya.


Soal cita-cita, mungkin mainstreamnya adalah ingin menjadi dokter, guru, pengacara dan sebagainya. Bukan di sekolah indonesia saja, di sekolah anak-anak juga bicara soal cita-cita ini. Si kakak sendiri cita-citanya katanya pengen jadi neonatologist sekaligus artist (artist bukan artis yaaa heuheuheu. Artist berarti orang yang profesinya berkaitan dengan art. Karena si kakak memang senang menggambar dan juga bikin karya kriya).

Akan tetapi kami surprise ketika Rumaisha bercerita tentang cita-citanya. Apa cita-cita Rumaisha?

"I want to be a housewife. I will take care whole family and my children"

Ketika kami tanya mengapa dia bercita-cita demikian karena katanya dia ingin berada di rumah saja, take care anak-anaknya. Ma shaa Allah. Sesuatu yang anti mainstream banget untuk anak usia 7 menjelang 8 tahun. Kami surprise dengan cita-citanya tersebut. Karena kami juga tidak pernah mention mengenai hal itu sebelumnya. Mengapa tiba-tiba dia bercita-cita demikian.

"Tapi Uni, meskipun di rumah, jadi housewife, uni tetap harus sekolah tinggi lho." Komenku.

"Yaiyalah Bunda! Harus dong. Gimana bisa teach anaknya kalo ibunya ga ngerti pelajarannya." Refers to mengajarkan anaknya ibunya mestilah paham dulu, begitu maksudnya. Ma shaa Allah Tabarakallaah Naaak. Aku terharu sekaligus berkaca-kaca mendengar jawaban Rumaisha.

Memang Rumaisha lebih tipe anak "rumahan" dan paling senang sitting adek baby nya. Di sekolah, ketika parent's meeting, gurunya juga bilang "I call her 'mother of the class'". Pembawaannya 'lebih dewasa' tapi juga tidak menafikan sisi kanak-kanaknya.

Rumaisha juga yang paling kukuh berpendapat "bunda ga boleh kerja" meanwhile kakaknya kadang suka nanya "kenapa bunda ga kerja ajaa". Heuheueheu. 

Barakallahu fi kunna yaa banaaty.
Semoga Allah senantiasa menjaga kalian di manapun kalian berada. Sungguh kami tak mampu menjaga kalian selalu. Dan Allah-lah yang mampu menjaga kalian. Semoga Allah jaga dalam keta'atan, dalam keshalihan, senantiasa sehat dan menjadi muslimah yang bermanfaat bagi agama. Aamiib

Read More

Prinsip!

Sudah lama tidak bercerita di blog. Bahkan postingan terakhir sebelum ini adalah tentang kelahiran putri keempat kami. Sekarang sudah lebih dari 7 bulan usianya alhamdulillaah. Dan postingan di sini belum nongol nongol juga sebelum ini.
Tak apa laah yaa... Namanya juga busy. Hehe.

Baby Khadijah usianya hampir sama dengan usia Tuufanul Aqsha. Terus terang, dalam 7 bulan terakhir, aku hampir tidak melewatkan sedikitpun berita-berita terbaru perkembangan kondisi di Ghozzah (Gaza). Sesuatu yang tidak pernah kulakukan di perang (baca: okupasi) sebelum-sebelumnya yang memang berlangsung setiap tahun yang menimpa saudara-saudara di Ghozah. 
Tuufanul Aqsha juga cukup menjadi "taufan" dalam kehidupan kami alias memberi dampak. Pertama, lebih intens tertuju mengikuti perkembangannya. Kedua, boikot. Ternyata selama ini banyak sekali produk boikot yang kami gunakan dan--astaghfirullaah--bermudah-mudah dengannya karena berkabutnya awareness tentang boycott ini sebelum 7 oktober. Buycut semaksimal mungkin! Dan no longer buying produk-produk yang terafiliasi terutama yang membiaya genosida. Ketiga, aku menjadi lebih strict soal makanan. Ga boleh buang-buang makanan dan mubadzir! Saudara di Ghozzah sedang kelaparan! Ini jadi tagline kami soal makanan. Rasanya begitu berat dan dan sedih menyaksikan makanan ada yang terbuang maupun berlebih-lebihan ketika makan (misal di momen iftar Ramadhan, banyak makanan berlebih-lebihan dan berlimpah) sementara di ghazzah saudara muslim kelaparan. Rasanya berat sekali. Hal ini lebih memicu semangat untuk tidak berlebih-lebihan ketika memasak dan mubadzir. Isi freezer mulai dikeluarkan satu satu dan tidak akan belanja dulu sebelum isi freezer habis kecuali memang urgent. Sungguh, ada banyak dampak positif bagi kami atas perjuangan berdarah-darah saudara kami di Ghazzah.

Alhamdulillaah, hal ini juga sampai ke anak-anak. Salah satu hal yang sangat berkesan bagiku adalah cerita dari uni Aasiya sepulang sekolah.

"Bunda, tau gak. Tadi N (inisial temannya) offer a party to us."
"Oh iyaa?! Trus?"
"Tapi Aasiya bilang 'No' (baca: ga mau join di party temannya)"
"Kenapa Nak?"
"Soalnya Party-nya diadakan di Mekdi. Aasiya ga mau kalo diadakan di sana. Kan boikot. Kan jadinya dia beli burgernya dari Mekdi."

Ma shaa Allah tabarakallah Nak.
Semoga Allah membalasnya.

Inilah prinsip!
Prinsip untuk senantiasa membela saudara-saudara kami sesama muslim.
Semoga Allah senantiasa kuatkan.

Mengikuti berita-berita yang lebih sering menyesakkan dada ketika menyaksikan saudara muslim dibantai itu sangat berat. Walaupun menggunakan akun IG yang bukan akun utamaku. Bukan berarti khawatir IG utama di banned! Enggak sama sekali. Aku memang sudah lama tidak menggunakan akun IG utama tapi bukan karena tidak ingin menyuarakan Palestina lewat akun utama tersebut. Melainkan aku sering kali terdistraksi dengan timeline yang lewat di sana dari orang-orang yang dikenal. Dan aku sudah lama meninggalkan scrolling timeline akun utama ini jauh sebelum 7 oktober. Karena bagiku--hanya bagiku lho yaa.. setiap orang punya alasan berbeda-beda tentunya--scrolling di IG orang-orang yang dikenal selain banyak menghabiskan waktu, juga banyak merusak hati heuheuheu. Merusak hati dengan haluuus sekali. Godaan dan rayuan syaithan dengan menyisipkan rasa hasad ketika melihat ada postingan yang "cetar", atau sebaliknya, menyusupkan rasa ujub ketika melihat ada postingan yang "nyungsep", padahal diri ini masih jauh dari baik. Maafkan kalo aku cuma memilih "cari aman" dengan tidak skrolling-skrolling berita terapdet dari teman-teman. Nyaris nggak pernah like apalagi komen. Bagiku, gak apdet jauh lebih baik. Tapii, ini berlaku sangat personal. Setiap orang punya kebutuhan, ketahanan, dan tujuan yang berbeda-beda dalam mengakses sosmednya. Dan inilah aku--manusia yang berkumpul padanya banyak sekali silap, alpa dan salah--yang memilih untuk tidak mengakses sosmed kecuali pada akun sempalan yang tiada dikenal dan tak pula mengikuti orang yang dikenal kecuali hanyalah segelintir. Pada akun inilah aku kerap membagikan postingan tentang palestin. Berharap akan menaikkan postingannya sehingga jangkauannya lebih luas. Hanya setitik ini dan amat sedikit ini yang bisa kulakukan di medsos.

Tapi, memang sangat berat. Berat menyaksikan saudara-saudara seiman dipersekusi sementara diri ini tak mampu berbuat apa-apa. Kadang, ingin sekali escape berita ini. Tapii, bagaimana dengan mereka yang menghadapi penderitaan ini setiap hari? Bukan level yang hanya membaca berita perkembangan saudara di Ghazzah melainkan yang mengalaminya? Membaca berita--sekaligus mendo'akan. Agar mereka tak luput dari hari-hari kita. Agar selalu ingat bahwa mereka masih dalam kondisi sulit. Agar kita tak lupa, bahwa genosida itu masih berlangsung. Bukankah tabiat manusia adalah mudah lupa, lalai dan amat gampang terdistraksi? Mengikuti perkembangan terbaru dari mereka adalah salah satu cara me-maintenance ingatan kita--juga do'a-do'a kita--untuk mereka, saudara saudara kita di Ghazzah.

Semoga Allah memberikan kemenangan untuk mereka 🇵🇸🇵🇸🇵🇸
Read More

Bidadari Keempat, Alhamdulillaah

Aku lupa kapan terakhir kali menulis di blog. Sudah lama sekali tidak disambangi blog ini. Hehe. Waktu dan kesempatan plus mood nulis yang merosot. Jadinya banyak tulisan yang hanya berhenti di draft. Alhamdulillaah 'ala kulli haal.
Alhamdulillaah, september 2023 yang membahagiakan. Di penghujung september ini alhamdulillaah Allah karuniakan kami amanah keempat, bidadari kami yang lahir di 27 september 2023 jam 6.42 pagi. Alhamdulillaah aladzi binni'matihi tatimmussalihaat. Semoga Allah menjadikannya anak yang shalihah, bertakwa, qurrata' a'yun. Senantiasa diberikan-Nya hidayah, kesehatan, dan iman yang kokoh. Aamiin yaa Rabb... 
Dengan ini, genaplah 4 orang anak² shalihah kami. Alhamdulillaah.

Kami menamainya "Khadijah". Khadijah Altahira. 
Ketika lahir anak kedua dulu, kami berniat memberi nama anak perempuan dengan nama wanita penghulu surga yaitu Aasiya, Maryam, Khadijah dan Fatimah. Niat ini baru hadir ketika di kelahiran anak kedua. Ketika anak pertama belum terlintas niat ini. Akhirnya si Kakak protes hehe. "Harusnya nama kakak itu Fatimah. Biar pas. Bisa ndak diganti namanya, Bunda?" Tanya kakak. Sayangnya mengganti nama sangatlah tidak mudah. Apalagi dokumen ada di 2 negara. KSA dan Indonesia. Jadi, mengganti nama bukanlah ide yang bagus untuk saat ini mengingat administrasinya yang buanyaaak banget. Gapapa yaa kak? 🤗😀

Setiap kelahiran memiliki ceritanya masing-masing. Dan ma shaa Allah, meski lahir dari rahim yang sama, tapi proses kelahirannya sangat sangat berbeda kisahnya. Dan di antara empat kelahiran bidadari kecil kami, kisah Khadijah adalah kisah yang paing berliku dan paling penuh perjuangan! Ma shaa Allah. Semoga Allah menjadikannya anak yang kuat dan tangguh sebagaimana proses kelahirannya yang lebih penuh tantangan.

Seyogyanya--menurut teori manusia--kelahiran anak keempat dengan normal delivery harusnya jauh lebih mudah dibanding kelahiran sebelumnya. Karena sudah pernah 3x melahirkan sebelumnya. Tapi, berbeda dengan teori, justru kelahiran anak keempat ini adalah kelahiran yang paling banyak kesulitannya. Terbukti bahwa teori manusia itu tidak selalu benar 😊.

Selama proses kehamilan, memang ini agak menguras energi dan lebih mudah mengalami kelelahan karena usia sudah di atas 35. Baiklah, bagiku ini not a big deal. Masih bisa dijalani alhamdulillaah. Tapi yang berat adalah ketika proses persalinannya. Aku merasakan kontraksi yang cukup meyakitkan itu sudah sejak usia kandungan 35 week. Pada kehamilan sebelumnya, di 35 week itu sudah ada pembukaan 1. Dengan riwayat kelahiran anak-anak yang selalu lebih cepat dari due date, aku pikir di week 36 itu sudah ada pembukaan juga. Tapi ternyata the servix still close di usia kehamilan segini. Padahal aku sudah merasakan kontraksi yang sakit dan teratur. Dan itu berlangsung selama 2 minggu berikutnya sampai aku tidak bisa tidur karena sakitnya kontraksi.

Di akhir minggu ke 38, sudah ada pembukaan 1-2 cm. Kontraksi makin sakit. Bahkan kontraksi sesakit itu aku rasakan ketika kelahiran anak ketiga ketika pembukaan 7 atau 8. Tapi ini masih 1-2 cm. Cukup mengherankan kenapa progressnya sangat lamban.

Persis di minggu ke 39, ketika jadwal rutin check up, di sorenya, dokter mengatakan "sure, in shaa Allah tonight" untuk lahiran. Kami diminta untuk datang ke ER sekitar jam 8 an. Setelah membereskan makan malam, anak² sudah pada tidur, kami berangkat ke ER. Dengan riwayat kelahiran ketiga yang progressnya cepat alhamdulillaah, prediksi kami (dan juga dokternya) akan segera lahir malam ini juga.

Ketika sampai di ER, ternyata masih pembukaan 3. Padahal kontraksi yang intens dan sakit suda terasa sejak siang. Sempat dokter di ER bertanya-tanya, "beneran nih?" Katanya. Beneran udah kontraksi yang reguler. Karena kebetulan pas sampai ER kontraksinya agak merenggang. Tapi setelah itu menguat lagi. Akhirnya setelah dilakukan pegecekan, dokter memutuskan untuk admit ke LDR (labor and delivery room). 

Di LDR dipasang CTG. Memang prosedurnya di sini ketika di LDR dipasag CTG jadi ga bisa jalan/moving lagi. Pengalaman lahiran 4 anak selalu gini. Hehe. Kontraksi semakin intens dan sakit. Subhanallaah, sakit yang luar biasa! Orang-orang bilang lahiran anak pertama adalah lahiran yang paling menyakitkan. Tapi, aku merasakan kontraksi anak keempat ini justru jauh lebih sangat sangat menyakitkan. Dan sayangnya pembukaannya hanya mentok di pembukaan 7. Dan itu sudah berganti tanggal. Sudah beberapa jam. Kontraksi ketika anak 1-3 masih bisa ditahan. Tapi, kontraksi anak keempat ini aku benar-benar sudah ga bisa tahan lagi. Sakit sesakit-sakitnya. Subhanallaah.

Karena mentok di pembukaan 7, akhirnya dokter memutuskan untuk emergency SC. Mesti ada sesuatu, kata dokternya. Kalau lahiran anak keempat harusnya cepat. Ini ga ada progress. Mau ga mau harus SC. Aku iyakan dengan segera karena sudah tidak tahan dengan sakit yang luar biasa. Meskipun suami sempat ragu berharap ada second opinion tentang SC ini. Tapi dokternya tetap kekeuh buat emergency SC. 

Di ruang operasi SC, dokter mencoba untuk menyuntikkan obat bius melalui spinal. Tapi, 3x dicoba ternyata gagal. Karena aku mengalami kontraksi tanpa jeda. Jadi sulit untuk menyuntikkan lewat spinal. Akhirnya terpaksa dilakukan bius total. Pengalaman pertama mengalami SC dan itu dalam kondisi yang tidak begitu siap.

Ternyata setelah SC baru diketahui bahwasannya posisi bayi yang miring. Posisi ini ternyata yang membuat bayi sulit untuk "turun" dan pembukaan yang tidak kunjung bertambah. Posisi bayi yg miring juga salah satu indikasi untuk dilakukannya persalinan secara SC. Mungkin karena itu juga kontraksi yang aku rasakan sangat sakit dibanding kontraksi kelahiran anak 1 sampai 3 (kalau ini mungkin asumsiku aja). Karena aku merasa berada di puncak sakit yang luar biasa yang belum pernah aku rasakan di kelahiran sebelumnya.

Setelah SC pun, ternyata aku harus berhadapan dengan spinal headache. Di mana sempat 3x dimasukkan obat anastesi lewat spinal tapi gagal. Ini sakit kepala terberat yang pernah aku alami sampai rasanya mau bangun dari tidur itu merasa sedikit ngeri dengan sakitnya. Pain killer sama sekali tidak membantu sedikitpun. Subhanallaah.
Alhamdulillaah--dengan pertolongan-Nya--spinal headache berangsur pulih di hari ketiga pasca pulang dari RS.

Pada titik ini aku jadi refleksi. Sakit kontraksi yang luar biasa ini, belum apa-apanya dibanding sakitnya sakartul maut. Ya Allah. Terasa persiapan untuk "pulang" yabg sesungguhnya masih sangat jauh. Perbekalan yang masih sangat sedikit.

Tapi, setiap kesulitan pasti ada kemudahan dari-Nya. Dan DIA adalah Dzat yang tidak pernah mengingkari janji-Nya.
Ma shaa Allah tabaarakallaah. 
Dengan pertolongan Allah; support dari suami sangat sangat berarti di masa-masa seperti ini alhamdulillaah. Jazakallahu khair katsir Zaujiy ❤❤. Terharu banget lihat suami, ayah dari anak-anakku yang menjadi orang paling sibuk di rumah, menghandle segalanya di kala aku ga bisa ngapa-ngapain. Mulai dari nyiapin 3 anak ke sekolah (nyuci nyetrika baju mereka), nyiapin sarapan dan bekal, antar jemput, bantuin bikin PR mereka, masak, nyiapin makanan, beberes rumah, bantu handle baby ketika aku masih mengalami spinal headache, mijitin aku juga, ngurus dokumen bayi, dan masih banyak lagi. Barakallahu fiik yaa Zaujiy. Hanya Allah yang bisa membalas kebaikan beliau 🤲🤲❤.  I love him so much more  ❤❤❤.
Read More

Yang Terekam dalam Jejak

Hari ke-11 Syawal. Apa kabar hati? Apa kabar semangat Ramadhan? Apakah masih menyala ataukah telah meredup?
Dan ingatlah, bahwa Allah yang engkau beribadah pada-Nya di Ramadhan juga adalah Rabb yang sama yang engkau beribadah pada-Nya di bulan syawal dan bulan-bulan lainnya (<-- Nasehat utk diri sendiri!!). Jadilah hamba Allah, bukan 'hamba Ramadhan' yang hanya beribadah ketika di Ramadhan saja (lagi-lagi nasihat untuk diri sendiri).
Hari ini, aku menginstall FB dan messenger lagi setelah sekiaaaan lamaa (entah berapa bulan yang lalu) tidak mengakses akun FB ku. Sebenarnya tidak ada terbersit niat sama sekali untuk install kembali FB karena memang sudah lama tidak keep in touch dengan sosmed satu ini. Apalagi messengernya! Tapi, ada kebutuhan untuk call dan silaturrahim karena di sini WA call di block oleh providernya. Jadi, mau ga mau akhirnya install juga.

Scrolling layar melihat teman-teman dan sahabat-sahabat yang muncul di timeline. Kebanyakan masih postingan terkait idul fitri 1444 H. Tetiba, ada keinginan untuk men-scrolling kembali messanger, melihat messages lama. Padahal tak ada kepikiran sebelumnya.

Setelah membaca beberapa pesan lawas, rasanya hati ini menjadi tertunduk malu. Gemes dengan tingkah sendiri dulunya. Betapa alay nya. Subhanallaah. Semoga Allah mengampuni dan memaafkan kebodohan-kebodohan, di masa lampau tersebut. Masa masih jahil (sekarang pun masih sering mendzolimi diri sendiri dengan banyaknya dosa. Astaghfirullah), masa alay, masa yang jika boleh diulang, aku ingin perbaiki kembali. Sayangnya masa tak dapat diulang. Yang bisa dilakukan adalah MEMPERBAIKI YANG TERSISA dengan MEMOHON PERTOLONGAN ALLAH. Oleh sebab, tanpa pertolongan-Nya, sungguh kita takkan dapat melakukan kebaikan meskipun hanyalah setitik atom.

Ya Rabb ...
Membaca messej2 lama, ke-alay-an dan kebodohan di masa itu, rasanya sangat malu dan ingin menutup segera jendela browsing. Lalu, bagaimana ketika membaca catatan amal di akhirat kelak? Di mana segalanya tercatat tanpa membedakan perkara besar ataupun perkara kecil. Segalanya tercatat dengan sangat detil. Betapa malunya, ketika catatan itu dibuka tapi ternyata kejahilanlah yang muncul--nas alullahul 'aafiyah.

Wahai diriku. 
Mumpung masih ada kesempatan.
Mumpung masih berada di 'ruang ujian' bernama Ad Dunya, engkau masih ada kesempatab untuk meng-koreksi 'lembaran ujianmu' tersebut. Kelak, ketika waktu ujian habis, kertas jawaban diserahkan, tak ada lagi kesempatan! Dan engkau hanya bisa menyesalinya. Mumpung masih di atas tanah. Sebelum engkau dimasukkan ke bawah tanah.
Read More

Eid Mubarak 1444H

Sudah lamaaaa sangat tak corat-coret di blog. Heuheu ... Maaf ya Blog udah dicuekin berbulan-bulan. Trus sekarang, tetiba udah lebaran aja. Alhamdulillaaah.

Baiklah, kali ini mau cerita Eid ul Fitr 1444 H. Baru kali ini pas malam takbiran di sini, kami pergi keluar malam-malam (lebih tepatnya dini hari). Malam takbiran di sini memang ga sama dengan di Indo yang semarak banget. Takbir eid di mana-mana. Dengernya bikin bahagia (sekaligus sedih kalo lagi jauh dari kampung halaman). Kalo di sini, takbirannya cuma pas habis subuh aja. Dan itu pun shalat eid nya sekitar 10-15 menit setelah syuruq. Alatuuul. Jadi, takbirannya cuma sebentar sangaaaattt.

Nah, malam Eid tahun ini kami pergi keluar malam-malam. Berdua aja. Pacaran judulnya heuheu. Anak-anak yang udah tidur dari jam 9-an ditinggal aja. Keluar kali ini tujuannya sebenarnya adalah pengen beliin goodie bag Eid buat anak-anak yang belum lengkap (berhubung terakhir belanja mingguan/bulanan sekitar 15 hari sebelumnya, jadi goodie bag nya belum lengkap isinya). Selain itu kami juga pengen beli beras yang kebetulan banget habis paaas banget dengan berbuka terakhir Ramadhan ini. Kenapa enggak malam ba'da isya aja belanjanya? Naah, ceritanya ayahnya anak-anak udah tepar duluan karena habis kerja. Jadi, ba'da isya sudah tidur.

Dulu, kami pernah keluar malam ba'da isya di malam takbiran. Tapi, ga begitu rame. Mirip hari biasa aja. Dan bahkan cendrung sepi sih. Sepinya ga begitu signifikan juga sih dibanding hari biasa. Nah, pas malam takbiran kali ini, bangun jam 1-an. Tapi, kami berangkat sekitar jam 2.30 an. Dini hari banget kan. 

Apa yang kamu bayangkan jika keluar tengah malam begini? Sepi? Big No!
Ternyata tengah malam ini justru rame sangaaatt. Mirip orang-orang ngabuburit sore-sore kalo di Indo. Banyak toko yang masih buka. Terutama toko baju Thoub (baju "gamis" lelaki), toko kelontong, kebanyakan supermarket, toko bunga, daaaan ... terutama barbershop! Dari ba'da isya sampai tengah malam, barbershop (yang jumlahnya belasan di sekitar tempat tinggal kami) semuanya penuuuh dan antri panjang. Orang-orang pengen rapi-rapi keknya mau Eid. Heuheu ...
Aku benar-benar surprise. Ternyata tengah malam gini rameee bangeett yaa. Really surprise.

Kami sampai di rumah sekitar 15 menit sebelum azan subuh. Siap-siap subuh. Bangunin anak-anak. Lalu shalat subuh. Abis subuh siap-siap berangkat Eid. Karena waktu syuruqnya ga begitu jauh dengan subuh, ternyata kocar-kacir juga nyiapin berangkat shalat Eid nya. Padahal kami udah kerja sama nyiapin anak-anak, tapi tetap keteteran.

Ada dua masjid jami' di dekat rumah yang dipakai shalat Eid. Fyi, di sini bisa disebut negeri sejuta masjid. Masjidnya ada di mana-mana. Buanyaaaak banget ma shaa Allah. Tapi, tidak semua masjid menyelenggarakan shalat jum'at. Hanya masjid jami' saja yang menyelenggarakan jum'atan. Dan biasanya masjid jami' juga menyelenggarakan shalat Eid. Nah, niat awalnya kami mau shalat Eid di masjid Jami' Maiman. Masjidnya nyaman dan bagus ma shaa Allah. Akses ke lantai perempuan juga ada lift nya. Masjidnya besar dan luas. Qadarullaah ketika mau nyampe di Masjid Maiman (sekitar 100-200 meter), ternyata imam sudah bertakbir beberapa kali di rakaat pertama. Jika kami paksakan, kemungkinan nyampe dalam masjid udah mau salam. Akhirnya muter ke masjid jami' Firdaus yang alhamdulillaahnya belum mulai shalat. Tapiii, ternyata jama'ah di masjid Firdaus jauuuhh lebih banyak dari pada masjid Maiman. Sehingga kapasitas masjid Firdaus yang juga besar tak cukup menampung jama'ah. Jadi kami mau ga mau harus shalat di luar (di jalan samping kiri dan kanan masjid). Ada buanyaaak orang juga di luar yang ga kebagian tempat. Qadarullah kami ga bawa sajadah karena espeknya mau shalat dalam masjid. Jadi, buru-burulah suami pulang lagi ambil sajadah. Mesti lari dikit karena sebentar lagi shalat Eid mau dimulai. 

Balik-balik, suami bawain tikar taman (tikar outdoor yang dipakek buat duduk-duduk kalo naman). Hehe. Yaa, kalo dihitung waktu untuk mencapai rumah yang dilantai 3 memang ga cukup sih. Kebetulan tikar taman memang udah ada di mobil. Jadi ga perlu naik ke lantai 3 rumah yang mana juga harus membuka kunci pintu 3 kali (pintu gerbang luar, pintu gerbang tengah, dan pintu rumah). Ini juga yang bawa tikar taman, nyampe-nyampe udah imamnya udah mau takbir shalat eid.

Akhirnya kami shalat di luar dengan kondisi yang ga seideal kayak waktu eid sebelumnya di masjid Maiman. Qadarullaaah. Jam shalat eid adalah jam 5.40 an.

Alhamdulillaah. Alhamdulillaah.

Tapi, pas Eid kami ga bisa pergi ke mana-mana lagi karena setelah itu, suami harus berangkat kerja. Ya, memang lebaran adalah salah satu peak season pekerjaan suami. Jadi, 10 tahun di sini, ga pernah merasakan lebaran itu libur. Apalagi bisa eid di al Haramain (Makkah-Madinah) kayak teman-teman lain. Alhamdulillah 'ala kulli haal.

Setidaknya kami masih sempat seremoni membagikan reward puasa Ramadhan dan tilawah pas ramadhan buat anak-anak. 
Terakhir, kami mau mengucapkan Eid Mubarak buat semua ❤❤
Taqabballahu minna waminkum, kullu 'aam wa antum bikhair

Semoga Allah pertemukan dengan Ramadhan berikutnya. Aamiin yaa Rabb 🤲🤲


Read More

Seberapa Lama


Seberapa lama orang-orang akan mengenang ketika kita telah pergi meninggalkan dunia?
Apakah long lasting?

Ternyata tidak lama!
Jika orang terkenal (terkenal di bumi oleh sebab apapun, apakah artis, selegram, da'i kondang dsb) saja dengan kepergian yang mengesankan paling-paling hanya "menghiasi" beranda surat kabar, media, sosmed, berkisar satu sampai dua minggu, paling hebat sebulan, lalu bagaimana dengan orang yang "biasa-biasa" saja? Paling hanya hitungan hari. Lalu? Setelahnya terlupakan! Mungkin hanya diingat oleh sebagian kerabat, teman sahabat. Itu pun tak lama. Sebulan, dua bulan, dan katakanlah setahun. Kemudian? Kehidupan kembali berjalan. Tanpa kita, mereka melanjutkan perjuangan di kefanaan dunia. Semua kembali "normal". Berjalan seperti biasanya.

Lalu tinggallah kita. Sendirian.
Mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah diperbuat semasa di dunia. 
Di atas tanah, orang-orang melanjutkan hidup.
Di bawah tanah, kita akan menuai apa yang telah ditanam. Jika berbekal cukup, akan bahagialah masa kesendirian itu. Jika tidak, bahkan minus--nas alullaahul 'aafiyaah--maka kerugian dan penyesalan yang amat beratlah yang ditanggung. Sementara, tak kan ada lagi kesempatan untuk kembali ke atas bumi, mengejar ketertinggalan, menjemput segala bekal yang tak sempat dipersiapkan.

Jika engkau mengerti betapa cepatnya engkau terlupakan setelah kematianmu, maka engkau takkan sedikitpun mencari "perhatian" manusia di bumi, wahai diriku! Sama, mereka adalah musafir yang juga sama-sama berjuang untuk perjalanan panjang menuju akhirat! Cukuplah "perhatian-Nya" saja yang berusaha engkau dapatkan. Mumpung masih di atas tanah. Mumpung masih ada kesempatan untuk menanam sebelum menuai.
Read More

Lunchbox dan Uang Jajan

"Bund, mau uang jajan, boleh?" Si kakak suatu hari sepulang sekolah tiba-tiba rikues uang jajan. Selama ini dia enjoy-enjoy aja sekolah tanpa jajan. "Mayan sehari jajan 10 Riyal. Rateel juga jajan tiap hari, kakak diajakin." Tambahnya sambil menyebutkan teman sekelasnya.

"Hmm ... uang jajan yaa.... Kan udah ada bekal (lunchbox)" aku mencoba bernegosiasi. Ekekekeke...

"Iyaaa ... tapi pengen uang jajan jugaa. Lima riyal ajaa. Ga perlu 10 riyal kayak Mayan." Sebagai gambaran, 5 Riyal itu kira-kira sekitar 20K rupiah. Tapiii, harga jajanan di sekolahnya berkisar antara 1-3 Riyal. Jadi, kalau disetarakan dengan jajanan di Indonesia, 5 riyal itu dapat 5 jajanan. Satu riyal seharga sebungkus popcorn atau wafer.

"Ok, let me discuss with your Daddy." Jawabku kemudian. Waktu itu week end, jadi ... tidak perlu buru-buru memutuskan.

*****

Perihal uang jajan memang masing-masing orang tua memiliki kebijakan sendiri. Ada teman yang tidak membiarkan anaknya jajan sama sekali, akan tetapi setiap keinginannya (misal pengen beli roti atau potato chip), maka sang ibu/ayahnya yang membelikan. Ada yang memberikan uang jajan sebagaimana pada umumnya orang tua memberikan uang jajan kepada anaknya. Ada yang memilih untuk membuatkan jajanan sebagaimana jajanan anak-anak di sekolahnya sehingga anak-anak tak perlu jajan lagi. Ada pula teman yang lebih extrem (tapi bisa jadi ini adalah lebih baik) yang hanya memberikan anak uang modal untuk kemudian mereka membeli barang yang dijual. Keuntungannya menjadi uang jajan sang anak. Untuk level ini aku kayaknya angkat tangan hehehehe.

Selama ini, kami memang nyaris tidak memberikan uang jajan kepada mereka. Karena, untuk ke sekolah mereka telah dibekali lunchbox yang isinya berbagai snack dan juga air mineral.
Paling tidak ada 2 slice chocolate sanwich, cupcake, snack-snack sekitar 2-3 pcs, sekotak susu. Kadang aku juga membuatkan burger ala-ala buat anak-anak. Dulu juga beberapa slice buah potong. Tapi karena sering ga dihabiskan, emak kapoook. Dahlah, makan buahnya pas di rumah aja pas ngumpul sekeluarga 😅.
Rasa-rasanya dengan bekal segini, anak-anak tidak perlu lagi jajan karena makanan ini cukup sampai mereka pulang sekolah (masuk jam 6.30 pulang jam 12.40). Dan di rumah tinggal makan siang. Tidak perlu membawa bekal nasi dan lauk pauk (alias makanan berat) juga. Dua kali waktu break di sekolah, rasanya cukup untuk menghabiskan bekal segini. Bahkan sering juga bekalnya malah tak sampai habis.

****
Singkat cerita, akhirnya kami mengabulkan permintaan kakak untuk jajan. Sesungguhnya tidak ada yang paling benar atau paling salah dalam kebijakan orang tua memberikan uang jajan. Yang berprinsip tidak memberikan jajan juga pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Sebaliknya, yang memberikan uang jajan juga tidak sepenuhnya salah. Menurutku ini. Hehehehe. 

Apa alasan kami (aku dan suami) akhirnya memberikan uang jajan.
Pertama, kami mencoba memposisikan diri jadi anak. Ketika masih anak-anak, memiliki uang jajan suatu kesenangan tersendiri dan ketika tidak punya jajan, rasanya juga sedih. Hehehe. (Bukan berlindung dibalik kalimat--namanya juga anak-anak lho yaaa) heuheu. Karena, yang ga dikasi uang jajan, belum tentu kelak ketika dewasa menjadi orang yang rajin menabung dan pandai mengelola uang. 

Kedua, memperkenalkan kepada anak bagaimana mengelola uang dan semoga dengan ini mereka mengerti dan melek dengan financial management. Bagaimana anak bisa mengelola uang sedari dini jika mereka tak memiliki uang? Karena ini adalah praktek bukan sekedar teori. Makanya kami sepakat dengan memberikan uang jajan ini.

Tapi, kami memberikan uang jajan ini bukan memberikan bergitu saja. Kami meminta anak-anak untuk belajar mengalokasikan (alias budgeting) uang mereka. Kami meminta mereka untuk mengalokasikan dari sekian uang jajan mereka, berapa yang ingin mereka keluarkan untuk infaq, berapa yang ingin mereka keluarkan untuk jajan, dan berapa yang ingin mereka simpan sebagai tabungan. Hanya 3 alokasi itu saja terlebih dahulu. Jadi, harapannya, ketika anak diberikan uang, mereka sendiri yang memiliki kesadaran untuk mengalokasikan infaqnya, tabungannya dan jajannya. Mereka yang menentukan nominalnya. Selain itu, kami meminta mereka untuk membuat laporan keuangan. Khusus kakak, dalam bentuk tertulis. Dan si uni (masih belum bisa nulis sendiri), maka laporannya boleh disampaikan secara lisan. Mereka menyambut rencana kami dengan riang dan penuh semangat. Ma shaa Allah, ternyata Kakak malah membuat laporan keuangan sendiri dengan formatnya sendiri sebelum aku memintanya. Ma shaa Allah tabaarakallaah.

Kami memberikan uang jajan untuk seminggu sekaligus. Jadi mereka lebih leluasa dalam memenej uang mereka sendiri. Begitu harapannya. Awalnya aku mengira mereka akan mengalokasikan uang tabungan dan infaq sekitar 1-2 riyal saja karena ngebet pengen jajan. Sesuai komitment awal, bahwasannya aku tak akan "merecoki" berapapun jumlah yang mereka alokasikan tersebut. Jadi aku sudah siap-siap menahan diri untuk tidak memberikan saran apapun terkait alokasi mereka. Menahan diri untuk tidak komentar apapun dengan berapa nominal tabungan dan infaqnya meski tabungannya cuma 1 atau 2 riyal saja seminggu. Ma shaa Allah tabaarakallah, ternyata mereka mengalokasikan 20% untuk infaq, 40% untuk tabungan dan hanya 40% dari total yang akan mereka jajankan. Ma shaa Allah ... hadzaa min fadhli Rabbi. Rasanya terharu sekali ketika mereka ternyata mengalokasikan infaq dan tabungan jauh di atas espektasiku.

Semoga dengan cara ini mereka memahami bagaimana mengalokasikan dan memenej uang sendiri sedari dini. Ini hanyalah sebuah harapan orang tua yang masih harus banyak belajar sepertiku. Dan aku share di sini bukan berarti aku paling benar dan paling baik caranya. Aku hanya berharap, jika ini adalah sesuatu yang baik, semoga bermanfaat bagi sesiapa yang membacanya.

Dahulu, kami pernah mengalokasikan uang untuk anak tapi kami yang menentukan. Ini sekian riyal buat tabungan dan sekian buat infaq. "Hayoo masukin ke celengan masing-masing" (waktu itu belum ada jajan). Tapi bukan mereka yang mengalokasikan. Kemudian kami menyadari bahwasannya hal ini (mungkin) tidak menumbuhkan kesadaran untuk mengelola keuangan sendiri dan tidak menimbulkan kesadaran tentang kebiasaan berinfaq. Karena ditentukan oleh kami sebagai orang tua.

Dengan membebaskan mereka mengalokasikan ini semoga menimbulkan kesadaran dalam diri mereka sendiri (atas petunjuk dan hidayah Allah--Allahummahdiinaa yaa Rabb) untuk membiasakan berinfak sesuai dengan keinginan mereka sendiri, dengan besaran yang mereka tentukan sendiri tanpa ditetapkan atau didikte oleh kami sebagai orang tua sehingga mereka merasa tidak terpaksa untuk berinfak karenanya.

Aku masih ingat kata-kata si Uni ketika dia pengen mengalokasikan sekitar 35% uang jajannya untuk infaq (yang kemudian jadi 20% menyamakan dengan si Kakak), "Nanti, uang infaq uni ini akan menjadi harta uni di akhirat ya Bund. Dapat balasan yang berkali lipat." Yaa Rabb ... nyesss... adeeemm, mata sampai berkaca-kaca mendengar si Uni bilang gitu. Yaa Rabb ... ma shaa Allah tabaarakallah. Semoga Allah berikan hidayah dan keistiqomahan untuk anak-anak kami ya Allah.

'Ala kulli haal, ini hanyalah ikhtiar manusia (yang dhaif) seperti kami. Dan Allah yang menggenggam hati mereka dan memberikan ilham kepada mereka. Semoga mereka tetap dalam hidayah dan penjagaan-Mu yaa Rabb.
Read More

Terkenal di Langit

Beberapa hari ini di berbagai kanal banyak menyebut-nyebut satu sosok yang mungkin semasa hidupnya tak begitu dikenal. Bukan selegram. Apalagi artis. Kebaikan-kebaikannya tak menggema sebagaimana seorang yutuber yang membagikan kegiatan sosialnya lalu ditonton ribuan orang. Tidak. Ia tak begitu.

Tapi begitu ia kembali kepada Ilahi, di hari yang mulia--hari Jum'at--seolah Allah tengah mengungkap dan menampakkan segala kebaikan-kebaikan yang selama ini tersembunyi. Tentang perjuangan dakwahnya. Tentang sedekah-sedekahnya. Tentang ia yang banyak menjadi wasilah untuk mengislamkan banyak orang (tentu hidayah di tangan Allah). Tapi ia menjadi "pemilik onta merah" nya. Seolah terbukalah tabir-tabir yang selama ini tertutup dan diberitakanlah kebaikan-kebaikan itu yang mungkin juga menjadi "jalan hidayah" dan inspirasi kebaikan pula bagi yang masih tinggal di bumi.

Ah, mungkin inilah yang disebut "terkenal di langit" tersebut. Boleh jadi, di bumi tak banyak yang mengenalnya. Tapi namanya menggema di langit. Di sebut-sebut oleh sosok-sosok yang jauh lebih baik dari penduduk bumi--malaikat.

Ma shaa Allah tabaarakallaah.

Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita. Kita yang sedang berada di "departure terminal" saat ini menanti jadwal kepulangan. Tentang kita yang PASTI akan kembali pulang, yang waktunya telah ditentukan akan tetapi tak diberitahukan. Tentang bekal apa yang kita bawa. Tentang persiapan yang kita lakukan untuk kembali pulang tersebut. Apakah kita kembali dalam keadaan lengah dan bermegah-megah dengan dunia (na'udzubillah, nas alullaahu al 'aafiyah) ataukah dengan kondisi pemuh persiapan kapanpun waktu itu datang? Semoga Allah karuniakan kita sebaik-baik penutup.

"Allahumma inna nas aluka husnul khitam"


"Esok, semua jiwa akan mendapatkan hasil dari semua perbuatannya. Semua yg menanam akan memanen apa yg telah mereka tanam. 
Jika baik, maka baiklah yg mereka dapatkan untuk diri mereka. Jika tidak baik, maka itulah sejelek-jelek perbuatan".

(Imam Ibnu Rajab)
Read More