Rasanya sangat berbinar-binar sekali demi melihat sesiapa yang lewat di depan rumah kemarin sore. Yap, betul! Si tukang cireng yang sudah kutunggu-tunggu kedatangannya semenjak hampir dua tahun silam. Waah, segitunya nungguin tukang cireng? Wong sebenernya aku bisa saja mendapatkan cirengnya di Depok. Tapi, HARUS TUKANG CIRENG YANG ITU! Kenapa bisa begitu? Nah, kisah penantian panjang (hasyaaaahh lebay banget) "menunggu si tukang cireng" itu ada di sini. Sekali lagi ingin kutegaskan, bahwa aku bukanlah penggemar berat cireng. Tapi, ini tentang satu cireng yang masih abu-abu.
"Pak, Cireng Pak." Rupanya penjual cirengnya adalah bapak-bapak setengah baya.
Si penjual cireng langsung berhenti. Bukannya memesan cireng, aku buru-buru bertanya, "Pak, dulu sekitaran 1 atau 2 tahun lalu, bapak pernah lewat sini juga kan?"
"Iya betul. Kenapa, nak?"
"Eng... gini pak, dulu saya pernah beli cireng sama bapak. Eh ternyata cirengnya kelebihan satu. saya tunggu-tunggu bapak tiap hari, tapi nda lewat-lewat." Ya, semenjak saat itu, aku memang tidak pernah melihat satu orang pun penjual cireng di kampungku. Maklum di kampungku yang kecil ini, makanan yang available sangatlah tidak bervariasi. Makanan khas daerah lain, jarang sekali ada di sini. Agaknya, beliau adalah satu-satunya penjual cireng yang pernah kutemukan di kampungku.
"Wah, saya sering jualannya di Padang Aro, Nak." (Padang Aro itu sekitar 40 km dari rumahku).
"Ah biasa itu nak. Udah diikhlaskan koq. Saya memang biasa melebihkan dari jumlah pesanan."
Rasanya bahagia sekali bisa 'melegalkan' satu Cireng. Cireng yang sebelumnya masih abu-abu. Walaupun kemudian perkataan teman adekku benar bahwasannya si penjual biasa melebihkan jumlah dari pesanan yang seharusnya, tapi setidaknya aku butuh mendengar langsung dari penjualnya. Aku butuh 'pelegalan' cireng itu. Sebab, di akhirat tak ada rupiah lagi untuk membayar satu cireng yang abu-abu. Di akhirat, kemana hendak kucari si tukang cireng yang dulu bahkan tidak pernah bertemu (hanya lewat titipan ke anak tetangga saja) di antara milyaran umat manusia.
Itulah kisah cireng abu-abu dan penjualnya :)
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked