Ketika Tangan dan Kaki Bersaksi

anakanakanak

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
(Yaa siin : 65)

Dahulu, waktu aku masih kecil, aku ikut rombongan mengaji di sebuah rumah seorang yang dianggap pandai dalam hal agama. Kegiatannya adalah belajar tajwid dan irama Al Qur’an. Sesekali ada penyampaian tausiyah dari ustadznya. Suatu hari, ada tausiah dari si ustadz yang begitu ‘berkesan’, bagiku—juga bagi semua murid-murid sang ustadz tersebut—yang kemudian berdampak pada sikap luguku yang khas anak-anak kala itu.

Lebih kurang, begini isi “tausyiah” sang ustadz, “ Anak-anak sekalian…kelak di akhirat, semua anggota tubuh kita bicara. Mereka akan bersaksi tentang apa yang dahulu kita kerjakan. Tangan akan mengatakan apa saja yang dilakukannya. Kaki pun akan bersaksi kemana saja dilangkahkan. Mata, hidung, kecuali lidah, akan bersaksi tentang apa yang mereka lakukan.” Kami pun tersihir dengan apa yang disampaikan ustdaz. Ada ketakutan dalam hati untuk melakukan kemaksiatan (kemaksiatan versi anak-anak kala itu tentunya). Lalu sang ustadz menjelaskan, “Tapiii, jika kita mau menutup rambut kita, maka rambut akan membela. Tangan berkata…bla..bla…dan akan dibantah oleh rambut, dan rambut berkata, “saya tidak melihat koq.”

Setelah pulang dari mengaji, aku dan adikku langsung mengenakan penutup kepala ke mana-mana, bahkandi dalam rumah sekali pun. Dan itu berlangsung selama dua hari. Kontan saja ibu langsung heran, kenapa koq tumben kami nutup-nutup kepala begitu. Dan kami ceritakanlah apa yang disampaikan sang ustadz. Ibu kemudian geleng-geleng saja, sambil menjelaskan, “tidak begitu….”. Sebenarnya, dalam pikiranku waktu itu juga sempat protes, “trus, kalau maling nutup kepala, bisa bebas dosa dong yah? Bagemana dengan laki-laki yang tak pake tutup kepala?” tapi, karena yang menyampaikan seorang ustad, aku akhirnya percaya saja. Alhamdulillah, kemudian ibu menjelaskan.

Sejauh ini, apa yang ustadz itu sampaikan belumlah lagi kutemukan dalilnya demikian. Mungkin maksud sang ustadz adalah memotivasi kami untuk memakai jilbab, tapi….esensi yang disampaikan berbeda, dan bahkan tergolong sesuatu yang mengada-ada. Bagi anak-anak, dengan keluguan seperti itu, dengan mereka yang apa adanya, tentu akan menelan mentah-mentah segala yang disampaikan tanpa terlebih dahulu menganalisanya, apakah benar atau salah. Dampaknya, anak-anak akan melakukan kesalahan karena “nasihat” dari orang dewasa yang salah. Anak-anak, dengan kepolosan dan keluguan mereka, menerima begitu saja. Dan akibatnya, tentulah fatal. Apalagi anak-anak dimasa mulai meng-adopt segala sesuatu di sekelilingnya, hal-hal seperti ini akan tersimpan di alam pengertiannya. Di alam ketika dia mulai mengenali sesuatu.

Masya Allah…
Plajaran yang dapat diambil, meskipun bermaksud memotivasi, janganlah sampai memberikan nasihat yang salah pada anak-anak. Mungkin akan ada yang berpikir, “aaah, kan masih anak-anak, nanti juga paham sendiri”. Tapi….ternyata, apa yang disampaikan itu dipedomani dan ditelan bulat-bulat oleh sang anak. Al hasil, sang anak tumbuh dengan sebuah motivasi yang salah. Dan itu akan menjadi backgroud mindsetnya ketika ia mulai beranjak besar. Bukankah di masa kecil itu, akan meninggalkan kesan yang begitu dalam pada jiwa sang anak?!

Semoga ini semua mengingatkan kita untuk tidak memberikan motivasi yang salah pada anak-anak dalam bersikap. Kepada anak-anak pun, tetap harus dijelaskan kebenaran sesuatu. Dasarnya apa. Manfaatnya apa bagi kita. Akibatnya apa.

Kasidah-an

Suatu hari, pengurus masjid deket rumah datang dan bertanya, “Ada kaset kasidah tidak?” kata si Bapak. Aku yang saat itu ada di TKP, langsung nyeletuk, “kasidah mah kaga ada Pak. Yang ada Cuma nasyid.”
“Nasyid?”
“Iya….Nyanyi islami juga, Pak.”
“Bolehlah.”
Kemudian kuserahkan satu kaset SNADA kepada Bapak itu.

Uhm….ngomong-ngomong soal musik islami, nasyid memang belum populer di kampungku. Apalagi oleh generasi seangkatan si Bapak yang kluaran jaman 45 begitu (hihi..kluaran jaman?? Kaya mode ajah!). musik islami yang lebih populer itu adala kasidah (ngomong-ngomong tulisannya kasidah apah qasidah yak? Hehe). Bahkan, sampai ada latihan kasidah segala. Hee…. Bagus memang, menyemarakkan islam. Hanya saja, ada beberapa baitnya yang kedengaran rancu di telingaku. (ini tidak bermaksud menjatuhkan loh yah. Hanya ingin sedikit mengkritisi dan mudah-mudahan bisa memperbaiki….)

Ng….idealnya, tujuan seni islami (dalam hal ini adalah kasidah dan nasyid), hendaknya jangan hanya jadi konsumsi telinga, tapi juga konsumsi hati. Adanya unsur kebaikan di sanalah yang membuatnya berbeda dengan seni-seni pop lainnya. Nah… konsumsi hati, tentulah hendaknya juga bersumber dari hati, karena yang berasal dari hati, pasti jua akan sampai ke hati. Selayaknya sebuah konsumsi hati, maka Mutlaq yang disampaikan itu semestinya adalah kebenaran. Iya tho?!

Mari (sedikit) mengkritisi beberapa bait kasidah ini.

Hindarilah semua, perbuatan yang keji….
Hindarilah semua, perbuatan yang mungkar….
Amalkanlah Al Qur’an, jadikanlah pedoman…
(sampai di sini kita masih sepakat kan yah?)
Bait lanjutannya
Biarlah orang benci, asalkan Tuhan sayang….

Di sini mulai rancu. Bukankah ini kurang singkron dengan apa yang Rasulullaah sampaikan. Bahwa jika saja Allah sudah mencintai seorang hamba, maka Allah akan memanggil Jibril dan mengatakan bahwa Allah mencintai seseorang tersebut. Kecintaan itu diteruskan kepada penduduk langit dan bumi. Sebaliknya, jika Allah membenci seseorang, kebencian itu pun diteruskan hingga ke penduduk langit dan bumi. Itu artinya, cintanya Allah akan singkron dengan cintanya makhluk. Subhanallaah…, makanya ada sahabat yang hatinya begitu peka sehingga beliau dapat mendeteksi “kecintaan” itu hanya dari “sikap” hewan-hewan di rumahnya, bahkan dari cicak dan tikus saja. Masya Allah…

Yak, lanjut ke bait berikutnya….

Carilah pintu surga, dengan amal sendiri…

Yang ini juga kedengaran rancu. Bukankah, jika kita beramal spanjang hari pun takkan bisa memasuki surganya Allah, jika begitu ke-PD-an kalo surga itu karena amalan kita? Dan bukankah surga itu adalah karena rahmat-Nya?! Bukan berarti tanpa beramal kita akan masuk surga. Hanya saja, jika mengandalkan amal sendiri….mungkin tak satu pun pintu surga dapat kita masuki. Allahu’alam.

Pelajaran yang dapat diambil adalah…seni islami sebenarnya adalah sebuah pintu untuk menyebarkan kebaikan. Dan selayaknya pula, apa yang kita sampaikan itu semestinya adalah kebaikan dan kebenaran. Sebab, jika tidak hati-hati, bisa saja kemudian ia menjadi sebuah pembenaran. Allahu’alam.

Episode Angkot Ungu

Suatu hari, di angkot ungu, menuju Lubuk Minturun. Penumpang yang sepi, membuat si angkot jalannya begitu merayap. Tiba-tiba saja sang supir menyerahkan sebuah buku padaku. “Coba baca halaman 61 sampai 64, Nak. Lalu, kalau sudah selesai, baca halaman 21 yah.” Kata si bapak yang sebagian besar rambutnya sudah dipenuhi uban itu.

“Eh, iya Pak.” Aku segera membuka halaman yang disebut si bapak. Isinya tentang haramnya berjabat tangan dengan non mahram. Dan, kedua adalah larangan untuk berdua-duaan (khalwat) dengan non mahram tanpa ditemani oleh keluarga. “Anak-anak sekarang yah, aneh-aneh sekali. Tayangan di televisi itu loh, banyak yang merusak generasi muda. Itu, lihat saja. Banyak generasi muda yang berdua-duaan, batasan-batasan yang dilanggar.” Si bapak memberikan wejangan ketika aku selesai membaca halaman yang disebut. “Dan, beginilah salah satu cara Bapak buat mengingatkan, Nak. Kalo dari mulut sendiri, Bapak ini mah bukan siapa-siapa. Bukan ustadz juga. Bukan orang alim juga. Tapi, kalo buku sudah bicara, secara tidak langsung akanmengingatkan mereka.”

Masya Allah…
Bapak itu telah mengajarkanku tentang amar ma’ruf dan nahi mungkar. Sesuatu yang aku dan kebanyakan orang belum tentu juga bisa suarakan dan hanya bisa bungkam, jika aku berada di suatu angkot misalnya, dan melihat ada yang berdua-duaan dan melampaui batas-batas bersikap antar non mahram. Masya Allah… bukankah semestinya diingatkan yah? Semestinya? Apakah ini adalah selema-lemahnya iman. Ataukah, pemandangan ini menjadi hal yang sangat lumrah di lingkungan masyarakat saat ini? Astaghfirullaah…

Sungguh, ini semua mengingatkan kita, tentang pentingnya mengingatkan, pentingnya amar ma’ruf dan nahi mungkar. Baik di dunia nyata, maupun dunia maya.

Persamaan Linear Ukhuwah

Dalam menyelesaikan sistem persamaan linear mau dengan satu, dua maupun tiga variabel, ada banyak metode yah? Heuu…. Ini kan plajaran kelsa X SMA yah. Hihi. Tak ape lah. Sedikit me-review plajaran semester gasal ni lagi. Hayoooo murid-murid, apa ajah metode yang bisa digunakan untuk menyelesaikannya?? Hayoo…hayooo…, siapa bisa jawab, bu guru kasih reward nilai tambahan niih. Hayoo..hayoo…

Pertama….metode subtitusi. Kedua metode eliminasi. Ketiga, metode grafik.

Iyaaak! Pinter murid-murid…
Oke deh, bu guru kasih reward!

Heuu…

Hmm…bukan. Bukan plajaran SPL yang menjadi esensi tulisan ini, tentu saja. Jika memang pengin plajari ini, hayuuu….tafadhol kunjungi ajah situs-situs edukasi di hutan rimba maya yang tak bertepi ini. Heuu… Hanya sedikit blajar dari SPL ini yang kemudian ingin dianalogikan dengan kehidupan dan pemikiran yang berkembang saat ini.

Untuk menyelesaikan SPL, apapun metoda yang kita gunakan, jika dengan cara dan aturan yang benar, insya Allah akan mencapai goal, end point dan hasil yang sama. Iya kan?! Kita boleh pilih metoda apa saja yang bagi kita mudah, dan tentu saja, tidak perlu merasa metoda ini adalah paling benar, dan menyalahkan metoda lain.

Hmm…dalam rihlah blog, biasanya aku tidak hanya mengunjungi rumah maya ahlul-blog dengan satu warna fikroh semata. Dan, dari sini…aku belajar banyak hal. Tentang metoda (manhaj) itu juga, berikut cara berpikir yang menyertainya. Sungguh, ini semua memberikan plajaran tentang “Berdamai dengan segala perbedaan furu’iyah itu semua”

Sungguh, kita berasal dari satu “akar” yang sama. Akar yang agung. Akar yang sempurna. Akar yang paling mulia. Yaitu islam. Kemudian, kita juga punya goals yang ingin dicapai yang sama. Buah yang diinginkan yang sama. Yaitu, jayanya Islam, terbangunnya peradaban Rabbani. Hanya saja…, mungkin kemudian kita punya bentuk cabang yang berbeda, bentuk ranting yang berbeda. Bentuk daun yang berbeda. lalu, apakah pantas bagi kita, untuk menyalahkan, merasa paling benar dan menyalahkan yang lain hanya karena perbedaan metoda saja? Ah, tidak…tidak…. iTu semua bukan suatu kepantasan.

Seperti SPL, metoda apapun yang kita gunakan, tetap saja menghasilkan nilai hasil yang sama. Dan, kita juga tidak pernah punya alasan untuk menyalahkan metode apapun bukan?

Dengan segala perbedaan furu’iyah, sungguh…berdamailah dengannya. Bukan dengan saling menyalahkan. Bukan dengan merasa masing-masingnya paling benar. Bukan memperselisihkan perbedaan yang tak kunjung berjumpa titik temu. Sementara di luar sana, sang penggerogot sudah mulai menggeranyangi titik-titik lemah kita. Lalu, kenapa tidak saling bahu membahu saja, jika kita memang memiliki goals yang sama?!

#merindukanukhuwahyangluarbiasameskidenganfikrohyangberbeda#

Desain dan Blogging

nge edit edit edit
Uhm….sudah lama juga rasanya tidak begitu apdet ngeblog dan onlen-onlen. Heuu… There was some trouble on my lepy ‘n my speedy. So, I couldn’t update my blog ‘n write notes. Ini, juga baru diinstall ulang lagi lepinya. Dan, ternyata nginstall ulang sendiri, gak sesukses nginstall ke ahlinya yang udah prope. Nasheeeb…nasheeeb…. Ditambah pula virus yang sudah beranak pinak dan menginvansi berbagai data yang kemudian didelete oleh anvir. Jadinya, hilang deh datanyaaaaa… mana kaga ada back up data pula. Haduuh….nasheeb…nasheeeb… Innalillaahi wa Inna ilaihi rooji’un…

Sudahlah…tak apa. Mau bagemana lagi, coba? Iyah tak? Setidaknya jadi plajaran berharga ke depannya biar lebih hati-hati soal menyimpan data. Harus ada back up juga kek nya. Apalagi kalo itu data penting kan yah?

Uhm…crita apah yak?!
Tentang nge-blog ajah deh. Hee… Walaupun rasa-rasanya, udah terlalu sering ngebahas soal nge-blog-blog-an, tapiii…tetap saja kepingin ngebahas blog lagi….lagi dan lagi. Hehehe.
Hmm…Salah satu kegiatan ahlul-blog yang yang jarang di-luputkan (diluputkan?? Bahasa apa pulak ituu???) adalah rihlah blog alias blog-walking. Inilah rihlah gratis yang menyenangkan. Heuu… soalnya, bisa berkenalan dengan buanyaaaaakkkk orang, siapapun, ke mana pun. Biasanya sih, kalo rihlah blog, bagiku ada dua hal yang menjadi perhatian utama…pertama desain blognya (ini yang nyata langsung kliayatan) dan yang kedua isi dari blognya. Lalu, kegiatan selanjutnya adalah tukaran link ataupun follow mem-follow…heuu….

Kalo biasanya aku rihlah blog buat menyerap buanyak inspirasi dari tulisan-tulisannya, kali ini aku lebih ngebahas soal desain blognya.

Nah…
Suatu hari (uhm….cukup sering juga sih) aku rihlah ke blognya Azizah Ananda, siswi kelas XII di SMA 3 Mataram. Waaah…sungguh, aku appreciate banget sama blognya Azizah. Azizah ajah yang masih berstatus siswa, nge-blognya udah cakep banget. Baguss banget desain blognya… Aku banyak blajar dari blognya Azizah ini. Dan, Azizah pun blajar nge-blog nya juga autodidak. Mantab….mantaab… Bahkan sudah bikin tutorial blog pula.

Dan rihlah pun berlanjut. Kali ini ke blognya Rinda. Rinda adalah mahasiswi Fakultas Hukum tapiii paham bahasa html sehigga Rinda bukan Cuma nge-produksi blog sendiri, tapi juga mencipta template sendiri. Ada banyak template yang sudah didesain Rinda. Berbagai theme, dua dan tiga kolom. Template-nya juga kerreeen abisss. Cantiq. Dan…girly, pinky. (ngomong2, keknya Rinda penyuka pink yah? Heuu…). Membuat template blog bukan perkara mudah, setahuku. Kebanyakan blogger juga umumnya memakai template dari suatu situs penyedia template. Dan aku termasuk salah satu dari pengguna itu. Heuu… Rumit juga ternyata memahami bahasa html itu. Coba aja template nya berbahasa Minang dan bukan berbahasa html, pasti aku sudah bikin banyak template. Kikkikkik… Mana pulak ada bahasa minang dalam template. Ada-ada ajah!

Satu dari sekian banyak bahasa perkomputeran dan perprograman (penyalahan EYD nih. Hihi) adalah bahasa HTML. Pengiiiinnn ajaah blajar. Menarik soalnya. Hee… Hal lain yang pengin aku plajari dari dunia perkomputeran dan perdesainan adalah flash (terserah deh, mau adobe flash ataupun macromedia flash). Kemarin sempat nginstall MMF dan sudah bisa sikit-sikit bikin *.gif image (digabung ama sotoshop juga sih. Kalo perlu, gak hanya sotoshop, ditambah juga baksoshop, dan ayamsoup. Hihi, ngaco!), bikin button animasi. Waah, serruuu juga ternyata. Tapi sayaaaaang, lepi kenak pirus begitu. Dan, programnya ikut ter-inject…. Ya sudah, abisss sudaaah. Slain itu, pengin blajar corel juga. Pengin blajar adobe premiere juga. Pernah nginstall premiere nih dan blajar juga. Tapiiii, terlalu berat untuk lepi tua itu. (Kayaknya aku adobe mania nih yah? Hihi….mulai dari adobe reader, adobe photoshop, adobe flash…skarang adobe premiere pulak. Hihi). Pokoknya sukaaaaaa ajah dan pengin blajar. Tapiiii…yah itu tadi…smua program itu dihapus virusss. Bagemana dooooong?? Hadeuuh…hadeuuhh…

Heuu… sekian cerita-cerita pening dan tak penting dariku. Plajaran berharganya, tak peduli apapun latar belakang disiplin ilmu kita, tak peduli berapapun umur kita, ketika kita merasa sangat tertarik dan begitu interest dengan sesuatu, siapa pun kita ternyata BISA yah. Seorang anak kelas 1 SMP yang bernama Yahya Harlan saja sudah berhasil membuat jejaring sosial mirip fesbuk. Yaitututu...salinsapa.com. Pengguna salingsapa.com sudah mencapai 5500 dan diakses oleh 47 negara di dunia, seperti Amerika Serikat, Belanda, Norwegia  dan Malaysia. (Ini niih, kunjungi dan join yak). Bukankah untuk bikin ini perlu script-script yang cukup rumit (setidaknya bagiku). Jadiii, terbuktilah…ketika kita MAU insya Allah kita PASTI bisa. Iya tho??!

Siluet Suatu Senja

Senja di Solsel..^^ (belakang rumah saia)







Aku Saat Ini

Aku saat ini;
Hanya mencoba tetap berdiri di bibir-bibir ketegaran....
Hanya mencoba mencipta seluas-luasnya ruang tak harap pada manusia kendatipun selalu saja kisi-kisi yang memberi napas atas harap-harap itu...
Hanya mencoba menyediakan penyangga diri....ketika mungkin saja suatu saat akan limbung di hadapan kenyataan...

Aku saat ini;
Dengan sebuah rasa yang tak dapat didefinisikan yang menyesaki jiwa...
Tak terdefinisinya ia, maka begitu terasa hampa...hambar...tiada lagi berasa....kebas....kelu...

Aku kemarin, saat ini dan sampai kapanpun....
Benar-benar tak punya tempat bergantung, kecuali hanya pada-Nya...hanya pada-Nya saja....
Cukuplah hanya Dia....cukuplah hanya Dia saja...tiada yang lain....

Budak-Budak Kebiasaan

Subhanallaah…sungguh kagum aku pada seorang nenek tua yang umurnya mungkin sudah mencapai angka 80 atau 90 itu. Benar-benar mengagumkan. Semua ini kemudian mengajarkanku tentang kebiasaan dan kita sebagai manusia yang menjadi ‘budak’ dari kebiasaan tersebut.

Setelah lebih dari tiga hari membersamai beliau, aku menjadi semakin mengenali sosok itu. Nenek tua itu berwajah bersih. Memiliki kebiasaan yang selalu rapi, dan sangat rajin. Ia sangat mencintai mesjid dan selalu tepat waktu dalam sholatnya. Jika saja sudah terdengar adzan berkumandang, ia bersegera untuk melaksanakan sholat. Sering kali ia menunaikan sholat ke mesjid. Tapi, belakangan anak dan cucunya sudah melarang karena ketuaannya itu. Dikhawatirkan beliau akan terjatuh jika berjalan sendirian ke mesjid. Osteoporosis telah merenggut kebebasannya untuk melangkah. Tapi, meski dengan punggung yang bungkuk begitu, ia selalu berupaya untuk ke mesjid. Ia selalu menjadi yang pertama di seantero penghuni rumah itu untuk berwudhu’ dan sholat jika saja adzan telah berkumandang. Dan ia pula yang menjadi orang yang paling berlama-lama bersama Al Qur’an dan melafadzkan huruf demi hurufnya. Ia juga masih turun ke dapur dan ikut memasak sesuatu meski hanya sayur bening, walaupun anak cucunya sudah mencegat. Ia pun masih senantiasa bersih dan rapi dengan kamarnya yang tak terlihat berantakkan sedikitpun, di saat orang-orang seusianya banyak yang mengabaikan hal ini.

Kemudian aku bertanya pada anak dari nenek itu. Bagaimana bisa nenek itu melaksanakannya di saat orang-orang seumuran beliau mungkin tak banyak yang bisa seperti itu? Anaknya menjawab, bahwa beliau telah melakoni ini semua semenjak ia kecil dulunya. Semenjak ia mulai mengerti tentang kehidupan. Masya Allah…

Semua ini mengajarkan kepada kita, bahwa kita memang menjadi ‘budak’ dari kebiasaan kita. Ketika kita membiasakan suatu keburukan, maka, kita akan menjadi budak dari keburukkan tersebut. Kita akan senantiasa melakoninya. Pun sebaliknya, ketika kita terbiasa melakoni sesuatu kebaikan. Kita pun menjadi ‘budak’ dari kebiasaan tersebut yang akan senantiasa pula kita lakukan. Seperti kata sebuah pepatah Minang, “Ketek taraja-raja, gadang tabawo-bawo, lah tuo tarubah tido.” (Di waktu kecil mulai belajar untuk melakukannya, ketika dewasa mulai menjadi kebiasaan, ketika tua tidak dapat diubah lagi.)

Sebuah penelitian membuktikan bahwa otak kita akan mereduksi segala sesuatu yang sangat jarang digunakan, diulang maupun dibiasakan. Itu sebabnya, jika kita sudah lama tidak mengulangi sesuatu semisal pelajaran maka kita akan melupakannya. Apalagi hafalan Al Qur’an, yang ketika sudah lama tidak diulang, ia-nya begitu cepat lenyap dari ingatan, bahkan lebih cepat dari kuda yang lepas dari tali kekangannya. Astaghfirullaah… astaghfirullaah…

Maka sebab itu pulalah, Rasulullaah perintahkan kepada kita untuk menjaga kebiasaan baik ini. Tentang menjaga amalan baik kita. Sungguh Allah menyukai amalan yang istimror. Berkelanjutan. Dari Aisyah ra., Rasulullah bersabda : “Amal perbuatan agama yang paling disukai Allah yaitu amal perbuatan yang terus dikerjakan oleh orang yang mengerjakannya.” (Al Hadits)

Lembaran Kehidupan

Dalam rihlah blog (blogwalking) kali ini, aku terdapar di blognya Rusda Ulfa. Cihaaa….pada akhirnya, si Cu’ul bergabung jugak di dunia per-blog-an. Hehe. Ahlan wa Sahlan Cu’uuuuul…. Semoga betah. Hee…

Pada postingan pertamanya, begitu “nge-zugg” bagiku. Kamu bisa baca di sini. Tentang hidup dan analoginya dengan lembaran buku. Tentang episode hidup ini. Ah, begitu berkesan sekali nasihat ini bagiku. Ah, benar sekali…bahwa Allah selalu menyediakan lembaran baru tanpa noda untuk kita isi, seburuk apapun lembaran-lembaran sebelumnya. Subhanallaah…. Maha Agung Allah yang membentangkan seluas-luasnya pintu maghfirah di siang hari untuk kemaksiatan di malam sebelumnya, dan membentangkan seluas-luasnya magfirah di malam hari untuk kemaksiatan di siangnya.

Selayaknya sumber daya yang tak dapat diganti dan di daur ulang, waktu-waktu berlalu takkan pernah dapat dijemput. Yang tersisa hanyalah lembaran-lembaran yang telah tercatat oleh kiraman katibin yang suatu saat akan dipertanggungjawabkan. Setiap catatan, akan dihadirkan dan diputarkan kembali dengan sedetil-detilnya. Adakah yang lebih Maha Teliti selain persidangan-Nya?

Ah, tentang lembaran-lembaran yang telah berlalu itu. Bahkan sangat banyak coret moretnya. Terlalu banyak. Tak terhitung lagi. Belum. Masih belum layak untuk ditinggalkan sebagai jejak yang baik. Masih belum layak. Bahkan sangat jauh dari layak. Aku….dan buruknya lembaran lalu.

Sesungguhnya, banyak yang disesali. Banyak. Dhaif. Hina. Penuh debu. Penuh noda. Jika saja waktu bisa diputar, tentu setiap kita sangat ingin kembali menjemput hari-hari itu, untuk kemudian diperbaiki, direkonstruksi. Tapi sayang sekali, waktu tak dapat dijemput. Dan, tentu saja pintu kemana saja doraemon sama sekali tidak berlaku di sini.

Ah, tabiat manusia selalu begitu. Bahwa setelah nyata di hadapan mereka, tentang perbuatan mereka itu dan akibatnya, barulah memohon-mohon untuk dikembalikan. Ke dunia lagi, bahkan. Tapi, dapatkah? Tentu saja tidak! Lembaran yang telah berlalu, dengan segala kesalahannya, dengan segala noda yang tertinggal di sana, memang takkan pernah dapat dijemput. Kesalahan adalah sesuatu yang wajib untuk disesali. Tapi, bukan berarti hanya terpaku di sana yang akan melemahkan semangat kita. Ia-nya memang adalah sebuah kesalahan. Tapi, bukan berarti selamanya kita harus merasa begitu lemah dengan sebuah pembiaran dan kepasrahan tanpa makna. Justru, dengannya, jadi sebuah lecutan semangat….untuk mengisi lembar-lembar berikutnya dengan tinta terbaik. Dengan goresan terbaik pula. Yakinlah…bahwa selalu ada lembaran baru yang Allah bentangkan untuk hambahamba-Nya. Yakinlah….

Dari Anas ra. Berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : “Allah Ta’ala berfirman : “Wahai anak Adam, selama kamu berdo’a dan berharap kepada-Ku niscaya Aku amouni dosa yang telah kamu lakukan, dan aku tidak mempedulikan betapa banyaknya. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu bagaikan awan di langit kemudian kamu minta ampun kepada-Ku niscaya Aku mengampuni kamu. Wahai anak Adam, sesungguhnya seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa seisi bumi, kemudian kamu menghadap Aku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun maka Aku akan mengampuni dosa yang seisi bumi itu. (HR. At Tarmudzy)

Cinta Naja

sayaaaaang ^o^
Ini pertemuan kali keduaku dengan gadis kecil umur sembilan tahun itu. Naja namanya. Ia adalah cucu dari seorang nenek yang anaknya adalah tetangga dekat kakak perempuan dari mama sahabat baik ibuku (hihi…ribeeet bet yak! Sengajaaaa….!! wkwkwk). Tapiii….berasa sudah lama sekali mengenalnya. Aku menyukai keceriaan gadis kecil itu. Ia yang ramah dan selalu ceriaaa…

Bukan hanya itu, ia juga “mewarisi” kegombalanku. Hihihi. Baru dua kali berjumpa, ia sudah bilang, “Naja sayaaaang banget sama Ka Fathel”. Bahkan dia membuat sepucuk surat untuukku yang isinya “Naja cinta Ka Fathel”. Hee….ada-ada saja. Bikin GR ajah nih anak. Hihi.

Pernah juga dia bilang begini… “Kakak itu cantiiiiiik deh kayak bidadari” (hueeeekks… masa tukang gombal digombaliii…hihi..gak ngaruh….gak ngaruhhh). Sambungnya kemudian, “….tapiiii, kayak bidadari dijatuhin dari loteng!” Gubraaaak…..!! Tuing…tuing…. Kalo dijatuhin dari loteng, bukan cantik namanya, tapi babak belurrr. Dan si Naja, malah cekikikan. Hadeuuh….deuh…deuh….

Uhmm….
Tentang cinta dan mengatakan cinta. Meski banyak yang seperti Naja, bahwa mereka dengan mudahnya dapat mengatakan cinta….Tapi ternyata, tak sedikit juga yah yang SULIT untuk menyatakan cinta. Ternyata, mengatakan cinta, bagi sebagian orang, bukan perkara mudah.

Menu Spesial Hari Ini

Dahulu, semasa masih kuliah (kek yang udah lama tamat ajah niih..hihihi), menu favorit di kafe Mertua (baca : kantin Mintuo) Fak. Farmasi Unand adalah….ayam balado ijau. Hehe. Diriku kaga tau niih, namanya apah. Hee….*paraah. Belakangan baru tau kalo itu adalah sejenis Gulai Koto Gadang (hmm…Koto Gadang ini di Payakumbuh apah Batusangkar yak? Soalnya menu beginian, biasanya ada di acara berhelat a.k.a baraleknya orang-orang Batu Sangka). Sudah lama sekaliiiii rasanya tidak mencicipi menu yang satu ini. Sllllrreeeppph….ngiler…xixixi….

Kalo biasanya masak yang biasa-biasa, kali ini nak masak yang diluar kebiasaan. Hee…. Walhasil, berbekal ilmu kirologi (logi : ilmu dan kiro : kira-kira), akhirnya nak chuba berinovasi dengan gulai Koto Gadang ini, meski pun resepnya tak dapat dikualifikasi dan divalidasi di bagian divisi quality assurance alias tak bisa dijamin orisinalitasnya. Hihihi. Namanya juga inovasi tadi yaah. (halaaaah….nyari alasan pulak. Bilang ajah kaga tau resep aselinya. Hihi).

Hayuuuuk….cmimiiiiwww…mulai memasak gulai koto gadang (yang tak terjamin orisinilitas resepnyaaa…alias resep inovasi karangan sendiriii. Hihi). Tapi….tapi…, namanya “gulai”, ko ndak pake santan yah?! Aihh…bagus lah yaah, biar ndak tinggi kolesterol darahnya. Konon kabarnya, urang Minang banyak yang kenak Stroke, akibat makanannya yang bersantan dan tinggi kolesterol begitu. Padahal, sebenarnya, pan bukan makanannya yang berkolesterol kan yah? Tapiiiii, lebih tepatnya…makanan yang mengandung lemak akan membuat zat itu direaksikan oleh tubuh membentuk kolestrol, LDL yang tinggi, HDL yang rendah, lalu trigliserida yang tinggi (heuu…jadi macam kuliah farmakoterapi dan biokimia ajah..hihi).

Pertama-tama, bumbu-bumbunya diuleg dulu. Lebih bagus, kalo bumbunya giling sendiri, lebih berasaaa…dan lebih terjamin kualitasnya. Dan lebih bagus lagi, kalo tanaman sendiriiiii. Yah, bumbunya standarlaah….jahe, lengkuas, sedikit kunyit…diuleg ampe halus. Lalu, berbagai daun-daunan beraroma terapi (halaaah), semacam daun ruku-ruku, daun salam, serai, daun limau puruik, daun kunyit (tapiii, kelima bahan ini tak perlu ikutan diuleg). Siapin juga cabe ijo yang lagi-lagi lebih baik diuleg sendiri. Gak usah beli yang instan di pasaran. Owkeeeeh??? Siiiiiiiiiippp…. Eits….sebisa mungkin kaga usah pake penyedap deh. Hee…. Soalnya aye mah kaga biasaaa pake penyedap. (jadii gak sedaap dong yah? Aihh..bellooom tentuuuuuu!! Cihaaa….)

Lalu, si ayam…di cuci…diberesin kulitnya, dan dimasak dulu dengan sedikit jahe, bawang putih dan lengkuas yang sudah diuleg. Biar bumbunya meressaaaaappp hingga lapisan terdalam. Tujuannya jugak, menghilangkan amis. Trus jugaa, lebihh slrreeeeppppp daah. Kalo udah berubah warna si ayamnya, menjadi agak kecoklatan dan agak pucat, baru deh diangkat. Setelah itu, digoreng sikit biar lebih gimanaaa geetuuuh. Setelah itu, tumiskan bawang putih dan bawang merah (kaya judul dongeng yah? Hee), masukin bumbu-bumbu yang sudah diuleg tadi, plus para dedaunan….aduk-aduk sebentar…baru masukin si ayam yang udah digoreng selayang pandang tadii. Aduk ampe mateng. Daaaan…..taraaaaaaaaaaaaaaaaa…..siap disajikaaaan.

Mau??
Mau??
Mau??
Mau??
Mau??

Hehe….

Ini niiih, hasilnyaaaa…
Mau?? hehehe d^_^b

About Life

senyuuuuummmm

Tentang hidup….
Bahwa….kesuksesan itu akan terasa lebih manis, jika terlebih dahulu kita rasakan kirikil tajam…

Tidak selamanya hidup itu seperti apa yang kita inginkan…
Ada kalanya, kita harus menelan ludah pahit, bahkan perlu mengeluarkan air mata…
Tapiii….insya Allah akan ada senyum sesudahnya….

Yakinlah….
Bahwa….tiada kesulitan tanpa kemudahan….
Yakinlah…., boleh jadi kita menyenangi sesuatu…sementara ia belum tentu baik untuk diri kita.
Boleh jadi pula kita membenci sesuatu….sementara ia adalah lebih baik untuk kita. Allah lebih tahu tentang diri kita, jauh di atas ke-tahu-an kita tentang diri kita sendiri…

Syukuri setiap anugrah hidup….
Hanya ikuti…cukup ikuti harmonisasi iramanya….setiap irama melodi kehidupan yang Allah gariskan…
Makaa….kita akan tersenyum…di setiap skenario yang telah digariskan-Nya

Nourising Herb

Lingkueehhh
Nourising Herb adalah tanaman atawa herba yang dwifungsi, slain sebagai herbal medicine, ia juga digunain buat makanan atawa pun bumbu masakan. Yaah…semisal jahe, jeruk nipis dan buanyaaaak lagi lainnya. Hihi…kaya kuliah herbal medicine lagiiih nih yah? Hehe.

Nah…nah….
Kebetulan sekali niih, aku lagi kepingin ngebahas soal nourising herb ini, yang kalo di kampung-kampung lebih sering tergolong kepada Toga (tanaman obat keluarga) yang dicanangkan di kegiatan PKK. Bahkan, taman TOGA ini sampe dilombain loooh, antar jorong, antar nagari. Hehe.

Ternyata eh ternyata rahasiaaa kenapa masakan itu eunaaak tenan selain ibu-ibu tuh punya jiwa and fitrah ke-memasak-an, adalah bumbunya yang orisinal. Yang aseli, gilingan sendiri. Bukan bumbu yang sudah jadi sahajaaa di pasaran yang gak kita tau seperti apa sih kualifikasinya. (hihi, pakek kualifikasi segaleee, pan Cuma tanaman ajah koq. Bukan obat-obatan yang men-syaratkan CPOB segalaaa…wkwkwk). Eh…tapi…tapi…., kan ada tuh yaah Materia Medica, trus….uhmm….CPOTB….dan berbagai pengolahan simplisia lainnya. Huaaah….kaga usaah ribet-ribet aah. Hihi.

Betapa menyenangkan sekali, jika norising herb itu adalah tanaman kita sendiri. Jadiii, selain orisinal, juga baruuu sangat! Minyak atsirinya masih tinggi kandungannya. Jadinyaaa…insya Allah menjadikan makanan lebih berasaaa dan leuzaaaattt sangaaat.. hee….

Semua ini bikin aku pengin jika bangun rumah entar (entah kapan nih yah?), gak terlalu pengin rumah mewah yang macam gedoong begitu, jika tak ada tanamannya. Cukup rumah yang sederhana saja, tapiiii punya pekarangan yang luassss. Biar bisa nanam apaaaah ajah…biar bisa nanam naurising herb. Hee….

Berikut ini adalah beberapa norising herb yang ada di skitar rumah…

Jeruk Nipis


Daun salam
Kunyik

Sedih

Sedih....
Sungguh adalah hal yang sangat menyedihkan ketika raga kita bertemu, tapi tidak begitu dengan jiwa kita.....
Dan lebih menyedihkan lagi, ketika jiwa kita tak lagi bertemu...begitupun dengan raga...

Tentang hati-hati yang semakin terpolar pada kutub-kutub yang berbeda....
Pada pilihan jalan yang kita pilih....pada suatu persimpangan...
betapapun aku tak ingin ada persimpangan itu...

Sedih...
sungguh sedih....
aku semakin kehilanganmu, sahabatku....
kehilangan...sesuatu yang mahal harganya....bahkan melebihi bumi dan seisinya...

Sungguh....
aku pun tak dapat menjamin apakah aku dan jalan yang kita pilih ini dulunya adalah lebih baik....
Aku mungkin lebih buruk....

Tapi, tetap saja adalah hal yang menyedihkan....ketika kita tak lagi berada dalam gerbong kereta yang sama....

Laa Taghdab!

Ini menjadi perjalanan yang cukup bersejarah dalam hidupku. Hanya sepajang 180 km saja...tapi harus ditempuh selama (14) empat belas jam. Masya Allah... Kejadian ini menimpa kami, ketika travel yang kami tumpangi mengalami dua kali pecah ban sepanjang perjalanan. Bahkan kemudian, harus ganti mobil pula, meski dari agen travel yang sama. Masya Allah…

Dari sepuluh penumpang, akhirnya…gugur tiga. Satu penumpang tujuan Maninjau memilih untuk kembali pulang. Dua penumpang lain, sepasang suami istri di mana sang istri sedang hamil tua, tujuan Payakumbuh memilih untuk berpindah ke mobil lain. Aku, dan enam penumpang lainnya yang kemudian bertahan dengan travel yang kehabisan nafas itu. Dua penumpang tujuan Bukittinggi yaitu gadis berusia 19 tahun. Satunya adalah pekerja bordiran Bukittinggi yang memilih tidak tamat SMP, anak ke 6 dari 9 bersaudara di mana ibunya sudah berpulang. Satu lagi, gadis dengan usia yang sama. Ia adalah mahasiswi sebuah sekolah Keperawatan Swasta di Bukittinggi. Lalu, satu lagi, seorang laki-laki. Tujuan Bukittinggi juga. Alumni Fakultas Teknik sepertinya. Hee… Kalau yang ini, aku tak begitu tau. Tiga sisa lainnya adalah sepasang suami istri beserta ibu mertua mereka, tujuan Payakumbuh. Mereka adalah pasangan baru yang baru dikaruniakan anak perempuan umur 4 bulan. Tiga hari sesudahnya mereka akan berangkat ke Batam. (Waaaah…..sampai kenal semuanyaaa, saking lamanyaaa berada di atas travel itu, hihi).

Hmm…dalam kondisi begini, apalagi tangisan sang bayi yang melengking dan ditambah pula agen yang bikin ulah, benar-benar memancing emosi kebanyakan penumpang. Apalagi, bapak si bayi itu. Bermacam sumpah serapah yang keluar, yang sangat tak tega untuk kutuliskan di sini.

Aku hanya ingin berbagi hikmah tentang sepanjang perjalanan ini. Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya bahwa perjalanan akan selalu menceritakan watak pelakunya.

Not Hopeless

Rise U'r Hope

In the end, I so understand about the beauty of no hope. It does not mean losing hope.But, just do not expect to humans only. Often times the hope and the dreams that weimpose high on reality that is not as beautiful as hope.

Well, Allah willing, I will not create much hope in people. I do not want to bringdisappointment to those expectations. Only in Allah alone. Suffice it to Allah alone.

This does not mean I can eliminate my feelings. But, I will try to cleanse my heart from viruses. Of interaction that will only pollute the heart. Although I was often too weak. Often also fell. But, I beg of Allah's protection. I just want to divert it to someone who has Allah chose for me alone. Not to anyone who is clearly not Allah chose. Can I guarantee that indeed he is the best? Not necessarily. So, I just wanted to give my heart to someone who Allah Bless all.

Koruptor Waktu

Beberapa waktu lalu (hingga saat ini) aku masih nyangkut di mana-mana. Hee….memangnya hanyut apah yah? Hihi. Maksudnya, nyangkut di urusan administrasi sehingga harus masuk kantor, kluar kantor. Mulai dari jorong, RT, RW, lurah, camat, hingga ke kantor polisi, rumah sakit, capil, dinas2 tertentu. Beuhhh….ribetnyaa tak ketulungan.

Uhm…sebenarnya…tidak ada masalah dalam hal pengurusan administrasi yang ribet itu, jika saja oknum yang terlibat di sana menjalankan fungsi dan perannya dengan baik. Sayang sajaaaaa, aku harus menghadapi orang-orang yang berleha-leha dengan tugasnya sehingga satu urusan harus nyangkut berlama-lama. Padahal urusan itu banyaaaaaaaaaaaaak sekali yang harus di selesaikan. Beranak pinak. Bercucu cicit. (halaaaah, lebay!).

Acap kali aku harus berhadapan dengan birokrat yang korupsi. Iyah! Korupsi waktu. Sebut saja, di instansi A untuk suatu urusan. Aku harus rela bolak balik sampai empat kali ke kantor itu dalam satu hari, untuk suatu urusan hanya gara-gara si bapak yang mesti tanda tangan, melanglang buana entah ke mana. Padahal, jam baru menunjukkan angka 10 pagi. Tapiii, pegawainya sudah keluyuran begitu. Ada yang ke pasarlah. Ada yang masih di rumah lah. Ujung-ujungnya, urusan yang semestinya bisa selesai dalam satu hari (bahkan 1 jam) harus diundur sampai esoknya. Beuhhh…sebel siiihh…tapiii, harus sabar tho?

Di waktu yang berdekatan, di instansi lain, sebut saja instansi B, aku pun mengalami nasib yang sama. Masih sekitar jam 10-an, rupa-rupanya karyawannya sudah melang-lang buana, entah ke mana rimbanya. Sampai-sampai, salah satu pegawainya bilang, “Dek, urusannya mendesak tidak? Soalnya, pegawai ini dan si itu sedang ke pasar, sedang ke rumah sakit, sedang keluar sebentar. Tidak bisa tanda tangannya sekarang.” Kujawab, “waduuuh, Bu, saya perlu sangat niih, surat ini, soalnya masih ada 14 macam surat lagi yang harus saya urus.” Aku mencoba menggunakan nada tidak sebel walaupun hati sudah dongkol. Heuuuuhhh! “Dek, maaf yah, jikasurat ini diteruskan, nanti ketahuan sekali kalau pegawai banyak yang tidak masuk. Gak pa-pa yah dek, jika besok saja. maaf…” gubraaaaaaaaaaaak!!! Ditelantarkan! Padahal, urusan itu sebenarnya 5 menit juga siap! Deuuuhh…

Di tempat yang berbeda, di waktu yang hampir berdekatan juga. Aku membutuhkan surat itu dengan segera. Tapiiii, ketika mau ngurus, si pegawainya bilang, “Uni, maaf yah, bapaknya masih di rumah. Katanya baru siap mandi. Jadii, Uni sabar yah nunggunya.” Beuhh…baru mandi katanya?!! Padahal, jarum jam sudah menunjukkan jam 9.30 pagi. Memangnya jam kantor jam berapa sih, Om?????!!!!!

Di instansi lain (semua yang kuceritakan ini, instansinya beda-beda loh!), nasibku tak jauh beda. Katanya bisa sih selesai dalam jangka waktu sebentar. Tapiii, pihak yang betranggungjawabnya lagi keluar. Padahal, masih jam 11. Dan, dijanjikan, akan diselesaikan esoknya. Pas esoknya, aku kembali mendatangi instansi tersebut (bahkan menyengajakan diri untuk telat 1 jam dari yang dijadwalkan, biar instansi tersebut punya waktu lebih buat mengkoreksi), eeh….pas nyampe di sana, ternyata berkasnya sama sekali belum disentuh! Paraaaaaaah!!!!

Aah…ternyata penyakit korupsi ini benar-benar sudah mendarah daging yah… Bukan hanya korupsi duittt, tapi juga korupsi waktu. Mulai dari jajaran tinggi hingga ke unit terkecil. Betapa sangat mengesalkannnya. Huufftt….

Yang bisa kulakukan hanyalah s-a-b-a-r! yup, sabar! Menikmati setiap proses itu. Menikmati rangkaian kekesalan itu dengan kesabaran. Fiuufft… Hanya saja, jika terus begini, bagaimana negeri ini bisa maju tho?! Cape’-cape’ ajah pemerintah kasi gaji full, jika kinerjanya begitu. Udah gituuu, masiiiiii aja gak malu minta naek gaji. Beuhhh…benar-benar mengherankan!

Aku Memilih : Idealismeku

Hmmm…memilih, berarti harus siap dengan segala konsekuensi. Begitulah. Dan aku, memilih idealismeku.

Menyoal tentang pekerjaan (kefarmasian). Setelah mulai “menyemplungkan” diri dalam dunia pencaker (hee….) aku baru menyadari dan betul-betul paham bahwa farmasist sampai saat ini masih punya lahan yang sangat membentang luas untuk dicangkuli. (petani dong yah? Hihihi… kan S. Farm… Farm(er) kan petani. Wkwkwk….kiddin’). Tak bisa dipungkiri, meskipun lulusan pharmacist (apoteker khususnya) semakin bertambah tiap tahunnya, tetap saja ia sangat langka dan ternyata berstatus “Sangat Dibutuhkan” untuk lahan apotek, rumah sakit, PBF, dinas kesehatan dan instansi pemerintahan, gudang farmasi, industry obat tradisional maupun konvensional, BPOM, industry kosmetik, industry makanan, hingga ke MUI dan bea cukai. Mungkin masih banyak lagi.

Fakta membuktikan, Rata-rata (mungkin nyaris 99,99 %) angkatanku yang notabene tamatan apoteker paling terakhir untuk saat ini (kecuali kalo teman2 yang diwisuda februari 2011 ini sudah mendapatkan ijazah. Hmm…kayaknya belum deh), sudah memperoleh pekerjaan kefarmasian yang tersebar di berbagai lahan dan di berbagai daerah. Bayangkan, hanya dengan rentang waktu sekitar 5 bulan saja. Hmmm… baru tahu aku, ternyata begini yaaah? Hee… Ini mungkin karena aku memilih untuk berdiam diri dari segala sesuatu yang berbau farmasist dalam beberapa bulan terakhir , sehingga aku tidak memahami hal ini dengan sepaham-pahamnya. Hihi. Dan, aku (dengan ke-mengangguran-ku) bukan pula tidak ada tawaran. Banyak malah. Bahkan boleh memilih. Hihi. Juga ada yang statusnya “sangat dibutuhkan” atau “dibutuhkan cepat” yang itu artinya, peluang untuk diterima sangat besaaar. Makanya, aku tak heran, jika dalam rentang 5 bulan ini, hampir semua (kulihat dari cerita-cerita di grup fb angkatan apoteker 09/10) sudah pada bekerja. Hehe…akunya saja yang masih ketinggalan kereta dan hanya memilih PNS yang kemudian tak lulus itu (kata temanku, cita-cita PNS tu terlalu rendah. Hee….baiklah, aku sepakat!). Anehnya, malah memilih terjun ke bidang yang sama sekali bukan latar belakang ilmuku, melainkan apa yang menjadi minatku. Hihi. Tapi kembali, karena aku memang harus memilih.

Huufffttt…
Kembali tentang idealism itu. Tentang tulisan yang kutulis dulunya. “Bertahan dengan idealism atau berdamai dengan realita.” Aku….MEMILIH IDEALISMEku. Aku tidak punya pilihan lain untuk menolak tawaran itu, kecuali benar-benar harus terjun di ranah kefarmasian yang memfasilitasi idealism itu. Aku tidak ingin menerima tawaran yang mengangkangi idealism itu tapi juga tak ingin merusak hubungan sitalurrahim yang selama ini sudah terbina. Jika bukan mereka, aku tentu saja bisa menolak, seperti banyak penolakkan-penolakkan sebelumnya. Apalagi dengan posisiku (yang kata mereka) menganggur itu. Karena ini hidupku. Dan aku yang akan menjalaninya. Tapiiiiiii, sebab ini menyangkut soal hubungan keluarga… Aku jadi seperti buah simalakama. Makaaa…memang harus melarikan diri ke ranah yang bisa berdamai dengan idealism, dan tentu saja ini bukan berarti melarikan diri dari persoalan. Meski pun memilih ini, bukan tanpa konsekuensi. Sebab, memilih ini, berarti aku juga harus meninggalkan sesuatu yang selama ini sangat kuminati itu.

Sebenarnya, ini hanya soal komunikasi saja. Bisa saja dikomunikasikan. Tapiiii, terlalu sulit untuk memahamkan idealisme kepada orang-orang yang di kepalanya hanyalah uang melulu. Bagiku, saat ini masih sangat berat.

Sekali lagi, aku memilih idealismeku. Sungguh, aku tidak ingin menambah daftar panjang orang-orang yang melecehkan profesi ini meski pelakunya adalah sang pemilik gelar profesi ini sendiri. Jika bukan dari dari diri kita (diriku terutama), lalu…akan sampai kapan pembiaran ini? Akan sampai kapankah? Lalu, kapankah akan berubah? Mengapa tidak memilih menjadi agent of change saja?! kenapa tidak dengan perlahan mengubah paradigm (buruk) yang terlanjur di-cap-kan oleh banyak profesi lainnya?

Jika ini idealismenya hanya menyangkut keduniaan saja, mungkin kita masih bisa berdamai. Tapiii, ini soal SUMPAH yang dulu terucap di depan Pak Dekan, di depan pak Rektor, di depan Bapak Ketua IAI, di depan para dosen, di depan para orang tua, di depan rekan sesama mahasiswa, dan terutama sekali…..di hadapan Allah. Sumpah yang diucapkan dengan permulaan “Demi Allah”. Akankah akan menebalkan muka terhadap sumpah itu?!

Aku tahu, ranah farmasi adalah ranah yang begitu rawan. Antara hitam dan putih. Banyak kebajikan yang bisa didulang di sini, tapii….ia-nya juga adalah ranah mafia yang mungkin belum terjamah seperti layaknya kasus pajak itu. Tipis sekali bedanya antara mafia dan kebajikan itu. Tak disadari bahkan. Apalagi obat, berikut perbisnisan yang mengekor di belakangnya, adalah bisnis yang tak pernah mati meskipun dalam keadaan krisis moneter. Karena, obat bertalian dengan pertahanan nyawa. Sekalipun krisis, orang-orang tetaplah memilih penyelamatan nyawa. Maka, tak perlu heran jika banyak macam bisnis yang gugur kala krisis 98 dahulu, dan satu-satunya bisnis yang masih eksis adalah bisnis obat. Karena, sakit tak mengenal krisis. Karena itu, ranah perobatan tetap menjadi ranah yang menggiurkan. Dan tentu saja, akan banyak mafia yang melirik ranah ini. Jika tak kuat-kuat iman, bisa saja terjerumus pada mafia perubatan. Hmm…terlalu miris untuk diceritakan. Terlalu banyak kisah yang tak terungkap. Menyedihkan. Satu kesimpulan besarku adalah : Memang sangat dibutuhkan idealisme untuk ini semua.

Cukup sekian curhat dariku. Hee….
Berkali-kali aku berharap, semoga farmasist dan dunia perubatan semakin lebih baik.
Semakin aku tahu, bahwa memang perlu sekali pembenahan, mulai dari ranah birokrasinya. Sebab, birokrasilah yang menjadi hulu bermulanya.

Wajah

Dalam beberapa kali perjalanan…aku selaluuuuu sajaaaa ditanya, “sekolah di mana?”. Ini pertanyaan lazim yang bahkan sudah akrab di telinga. Hadeuuuh….deuh…deuh…. Jika sudah dilayangkan pertanyaan begini, aku hanya bisa tertawa atawa nyengir. Lalu bilang, “saya sudah tamat.”

“Haa? Sudah tamat?”

Biasanya, komentar seperti ini adalah susulan dari pertanyaan pertama. Hehe. Bosan juga untuk menjelaskan.

Barang kali, jika aku pake seragam SMP atau SMA, mungkin masih banyak yang percaya. Hee… Kalo aku ngikut SENAMPTN, SIMAK, UMB, UM dan sejenisnya, mungkin aku takkan dicurigai, meskipun sudah melewati angka 24 tahun. Huwaaaah….bisa dong, jadi joki! Ups! Taaak….tak akan, insya Allah. Hihi.

Tapiiii, ada satu kali kejadian, di mana estimasi orang-orang meleset jauhh. Yang biasanya aku dikira anak sekolahan, kali ini malah disangka TUKANG OJEK. Gubraaaaakkkk! Apa tampang aye, lebih mirip tukang ojek ketimbang apoteker yah? Hihi. Kejadiannya begini, suatu hari aku melewati jalan yang biasa dilalui. Dari kejauahan, aku melihat seorang wanita tua yang berjalan terseok-seok, membawa beban berat. Kebetulan sekali, aku sendirian, jadiii…apa salahnya coba, menawarkan tumpangan kepada wanita tua itu.

Kutanya, “Nio kamano Buk?”
Beliau menjawab, “Indak…indak…mokasi lah nak.” (ini jawaban penolakan untuk tukang ojek, biasanya).
Aku, pasang tampang bingung, sambil melanjutkan perjalanan. Hee….akhirnya, aku jadi tertawa sendiri sepanjang perjalanan. Hmm…baru nyadar, kalo kalimat “Nio kamano?” itu adalah kalimat yang biasa diucapkan tukang ojek jika hendak menawarkan sewa di kampungku. Dan lagi, di kampungku tukang ojek bukan hanya melulu laki-laki, tapi banyak juga yang perempuan. Makanya aku dikira tukang ojek. Hadeuuh… Tapi, masa’ iya sih yah? Wong aye sudah rapih-rapih begini. Gak pake jirong (baca : bergo) lagiii. Bawa ransel lagi. Kenapa di kira tukang ojek yaah?! Hihi.

Hmm…wajah. Perwajahan.
Menjadi apapun kita, sebenarnya bisa saja. mau jadi anak sekolah. Mau jadi tukang ojek. Mau jadi politisi. Mau berwajah apapuuuun. Seperti G*yus yang memainkan banyak peran. Hanya saja…kebenaran insya Allah akan selalu menang! Kebenaran, tetap akan terkuak. Sepintar apapun sang pelaku menyembunyikan wajah. Jika pun kemudian ia berhasil menyembunyikannya dari manusia dan dari pengadilan manusia. Tapii, ia takkan pernah bisa menyembunyikannya di hadapan Allah, di persidangan yang Maha Teliti.

--------------------

sumber gambar di sini

Uzlah

Semakin canggih dan kerennya dunia, melahirkan jenis “bumi” lain. Bumi itu bernama dimensi maya. Benar-benar tak bertepi. Dunia yang tak bertepi. Seiring dengan itu, bertumbuh subur pula berbagai jenis aplikasi dan jejaring sosial yang memungkinkan koneksi manusia antar satu sama lainnya. Banyak sekali manfaatnya tentu saja. Tapiiii, bukan tanpa sisi buruk. Seperti obat yang berefek terapeutik, sekaligus memiliki efek samping. Begitupun dunia maya ini, tentunya. Kadang, memang terapeutiknya yang lebih utama. Tapi bukan tak sedikit juga yang efek sampingnya lebih berasa. Bahkan, bukan saja efek samping, sudah menjadi efek toksik. Na’udzubillaah…

Hmm…aku termasuk orang yang ikut terjun dalam dunia tak bertepi ini. hehe… Kamu juga kan yah? Iyaaaa….kamuuuu! jangan clingak-clinguk kiri kanan dong! Kamu yang lagi bacaaaa. Hihi. (kalo gak lewat internet, baca nya lewat mana coba?! Iya kaaaan?). Sebenarnya banyak sekali manfaatnya. Dan, aku bukan sedang jenuh dengan itu semua. Tidak. Tapiiii, saat ini, aku pengin uzlah ajah dari segala bentuk maya, kecuali blog dan email serta chat application (ym dan gtalk). Hee…. Aku telah menghapus akun friendster dan twitterku secara permanen. Dua akun yang pernah jadi toprank… bahkan twitter saat ini juga termasuk jajaran jejaring social yang toprank, kalo ndak salah. Betul tidak niih?!

Aku juga sudah minggat secara permanen dari multiply, padahal lagi euphoria-euforianya ber-MP ria. Hehe. And also, deactivated akun fb. Selain itu, aku juga lagi meng-uzlah-kan diri dari kaskus, yahoo! Pulse, myspace, flickr, linkdh, hi5, scribd, picasa, cybernet, boxnet, myslide, dan sederet lainnya. Yahoo! OMG jugak (hahaha…ngacoooo, masak ke OMG segalaaaa. Hihi. Gak laaaah… Gak masuk kualifikasi dan juga tak ingin masuk kualifikasi ini. Hehe…)

So what?
Sebenarnya bukan apa-apa sih. Lagiaaan, aku juga bukanlah artis yang membutuhkan ketenaran lewat itu semua. Adanya aku di dunia macam tu juga tidak akan memberikan banyak pengaruh. Toh, juga tak akan ada yang merasa keilangan karena adanya aku hampir sama dengan tiada. Hee…. Meski, aku tak menafikan juga, sebenarnya banyak sekali manfaatnya. Hanya saja, aku kepingin uzlah ajah… Hee… Hihi…sejak kapan jadi GJ begini yah? Khek…khek…khek…

Hmm…tapiii, hebatnya jejaring social di dunia maya itu ternyata bisa membuat orang-orang pendiam jadi “heboh”. Membuat orang-orang introvert jadi ektrovert. Dan parahnya, membuat banyak orang berasa jadi artis yang selalu di update di hadapan public. Macem-macem saja jenisnya. Mulai dari status curhat “Aku rindu padanya.”, “sungguh tak enak, patah hati”, “Sediiiiiihhh…”, “Capek”….lalu status-status mengenai aktiviti , “Lagi di pantai”, “Gw..lagi males mandi.”, “Gw kedinginan banget”, “Gw lagi baca farmakope”, “lg di airport”, “minum es kelapa muda bersama dirinya,” de se be hingga ke status…penuh caci maki melapiaskan emosi. Semuanya ter-update dengan lengkap. Mengapa booming ini terjadi hampir di segenap antero dunia?! Hmm….kabar-kabarnya sih, karena jejaring maya ini…memenuhi kebutuhan dasar manusia dari teorinya Pak Maslow di tingkatan ke-empat dan ke-lima. Benar atau tidak, aku pun belum buktikan!

Aihh…sudahlah… Kurasa, ini postingan tak penting saja. hihi. Udah gak penting, tulisannya kacawww lagiiiii. Huuuftt…. Semakin banyak saja tulisan-tulisan tak penting niiih.

Tahura : Memungut yang Terserak

Aliran air dan lumut
Lokasi : Tahura Bung Hatta, Padang
Tanggal : 29 Januari 2011


Bunga Putih
Lokasi : Tahura Bung Hatta, Padang
Tanggal : 29 Januari 2011

Kembar
Lokasi : Tahura Bung Hatta, Padang
Tanggal : 29 Januari 2011

Ungu
Lokasi : Tahura Bung Hatta, Padang
Tanggal : 29 Januari 2011



Blog Award

Nih awardnyaa...^^

Cihaaa…alhamdulillaah….dapat award dari Rahmawati SS alias “kami” (hihi…..no offense SS). Sebelumnyaaa, trima kasih buanyaaak yaaah SS..^^
Karena rules nya haruslah menuliskan 8 hal tentang aku dan 8 blogger yang mau dikasi award, maka, aku pun memenuhi rules itu.


The rules that i accept this award, i must to do the following list :
1. thank and link to the person who awarded me this award.
2. share 8 things about myself.
3. pay it forward to 8 bloggers that i have recently discovered.
4. contact those blogger and tell them about their awards.


---------------

8 hal tentang aku…
1. Ekstrovert
2. Ceria
3. Fluktuatif
4. Obsesif
5. Gaya kelekatan : insecure
6. Dominate
7. Pelupa dan selenge’an
8. Writinghollic


8 blogger yang aku kasi award
1.Ang's Blog (Dwi Asri Anggianasari)
Blognya Ang, Inspiratif dan (kadang) melankolik, cerdas, dan semangat. Selain itu, bersama Ang, berasa deh, bahwa ukhuwah itu tak mengenal jarak. Berawal dari pertemuan di blog, pada akhirnya….bertemu di dunia nyata. Sungguh, tak terbayangkan sebelumnya. Masya Allah…

2. Scientz’s Blog (Scientia Afifah)
Blog yang nge-ruhiy banget, berasa semangatnya, cerdas cara berpikirnya…dan just write what her feeling. Aku jarang sekali melewatkan tulisan-tulisan cerdas di blog ini (walau kadang2 suka bloon juga, banyak istilah-istilah yustitia yang tak kupahami, hihi). Tapiii, aku tak tau nih, apakah awardnya bisa dikasih apa tidak. Soalnya MP punya settingan yang sedikit berbeda dengan WP maupun BP. Hehe.

3. Zona Cahaya Mata’s Blog (Nur’any)
Berkunjung ke Blognya, kayak nemu rumah penuh warna keceriaan. Like this…^^
Tulisannya ‘Aini bagus-bagus juga euy.

4. Eka’s Blog (Eka Ferlinda)
Nah, blog eka ini, agak berbezza. Aku appreciate banget dengan blognya eka, karena, ke-istiqomahan-nya use English in her blog. Sesuatu yang bagiku sangat berat. Hehe. Sampai-sampai waktu pertama kali berkunjung, aku pangling, “apakah aku salah alamat atau tidak nih yah?” hihi. Kupikir awalnya, ini blog ditulis oleh warga selain Indonesia, saking gak adanya tulisan berbahasa Indonesia. Hehe.

5. Ice’s Blog (Micelia Amalia)
Hmm….blog Ice adalah most references ketika dulu mulai menyenangi desain blog. Thankyou Iceee^^. Suka baca istilah-istilah kedokteran dan segala sesuatu yang berbau dokter lainnya (memangnya dokter punya bau, yah? Hihi) dari blog ini.

6. Thasya’s Blog (Nathasya Humaira Adriani)
Aku appreciate banget sama Blognya Thasya, karena Thasya sudah nge-blog sejak umur 13 tahun. (Kelas berapa itu yah? Kelas 2 apa 3 SMP?), sesuatu yang sangat langka untuk anak seumurannya. ^^. Rasa-rasanya, dulu waktu aku umur 13 Tahun, bahkan tidak mengenal computer. =_=’

7. Shafeera’s Blog (Shafeera Green Sulaiman)
Blognya sisuka hijau. Hehe. Pertemuan pertama dengan Shafeera waktu lagi rihlah blog (baca : blogwalking). Tulisan Shafeera yang begitu menarik. Pokoknya asyik ajah ngebacanya. Seorang anak teknik yang nyastra abizzz^^

8. Tita’s Blog (Iftita Rahmi)
Pertama kali berkunjung ke blognya calon psikolog ini, sudah tertarik. Bagus tulisanna. Hmm…sebenarnya, blog-nya genre 9 Asrama, Smansa Papa (Urwatul Wutsqa) ini bagus-bagus semua euy. Blognya Ahmad Fauzi, Miftahul Rahmi, Indra Elfirasy, Maisyah Nelzima dan masih banyaaaaak lagi lainnya.

Sebenarnya, awardnya lebih dari delapan. Karena, masing-masing blog, punya keunikan tersendiri. Punya gaya bercerita tersendiri. Dan punya style serta karakter tersendiri. Tapiiii, karena Cuma dibatasi delapan, yaaah….terpaksa deh hanya dimuat delapan sahajaa. Hihi.

Buat para blogger semuanya…
Hayuu….hayuuu…keep writing, keep blogging.
Karena dengan ngeblog, kita bukan hanya tengah memuarakan rasa dan mewarnai wacana dunia, tapi terutama buat mengingatkan diri kita sendiri tentunya. Sesuatu yang kita tuliskan, maka….kitalah yang semestinya pertama kali menjadi pelakunya. Bukankah begitu?

Perpisahan

Alahan Panjang, Menjlang terbenam matahari, 29 Januari 2011

Sampai kapanpun, perpisahan tetaplah sebuah keniscayaan. Kendatipun, perpisahan selalu menjadi momentum yang sangat menyedihkan. Tapi, karena keniscayaannyalah, maka kita harus berdamai dengan segala bentuk perpisahan itu. Apalagi dalam kesejenakkan dunia.

------------

Menikmati zona-zona baru kehidupan.
Kembali mencengkramkan langkah…
Untuk episode selanjutnya.

Ada kegamangan di balik sejumput semangat yang kubawa serta.
Tapi, begitulah kehidupan. Begitulah potongan fragmen setiap episode-episodenya.
Selalu saja punya cerita lika-liku.

-----------

Baiklah….
Ini masanya…
Bahwa, sangat sedikit sekali waktu yang tersisa…
Bahwa, sedikitpun tak punya pengetahuan tentang esok bagaimana…
Tapi, untuk ini, untuk hari ini….harus dengan segenap upaya!
Harus dengan se-optimal-optimalnya mujahadah…
Sebab, inginnya kita adalah…penutup hari dengan amalan terbaik. Sedang masa penutupnya tak kita ketahui…Maka sejatinya, mestilah setiap detik adalah amalan terbaik. Semestinya… Sebab, kita tak pernah tahu, kapankah ujungnya…

----------

Ahlan wa sahlan di zona baru, Fathelvi…
Satu tekadmu, bahwa…apapun kisi hidupmu, KAU HARUS MENGOPTIMALKAN SEGENAP UPAYA TERBAIKMU!
Ruhiy—Fikry—Da’wy—Jasady—‘Amaly—Maaly

Hingga kereta kehidupan memberhentikanmu distasiun ketetapan-Nya…
Untuk menuju kebadian yang seabadi-abadinya…
Hendak seperti apakah hari keabadianmu?
Bukankah tau TAK PERNAH ingin, abadimu adalah seberat-beratnya penderitaan?
Lalu, kenapa tidak kau desain dari sekarang?

-----------
Padangpanjang,
The luvely sweet home town…
I’m coming…
Semoga kau tak bosan melihat wajahku, yang pernah 6 tahun membersamaimu…
Hehe…

Maka Ni’mat Tuhan Mana Lagi yang Kau Dustakan?

Sunrise di Solsel, Januari 2011

Subhanallaah…
Maka Ni’mat Tuhan mana lagi yang kau dustakan? (Qs. 55 : 55)

Tentang anugrah nafas-nafas kehidupan yang Allah percayakan. Tentang seoptimal-optimal upaya untuk menjalankan amanah itu. Tentang warna dan liku hidup yang penuh tanjakan, lalu tikungan, pun kemudian berjumpa dengan jalan yang mulus. Tak jarang berbatu, tapi juga bukan tak sering penuh wewangi bunga.

----------

Maka, nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kau dustakan?
Bahkan kau tak memiliki angka kesanggupan untuk sekedar mengitungnya, Fathel…
Tapi, hanya berapa jenak waktukah yang kau habiskan dengan segenap kesyukuran?
Atau, kau hanya menganggapnya sebagai suatu ke-lumrah-an, yangmemangseharusnyabegitu?
Ah, tidak…tidak!
Nikmat Tuhan mana lagikah yang kau dustakan?

-----------

Tersimpuh di bawah remang-remang realita…
Bahwa sesungguhnya sudah begitu banyak….sudah tak terhitung…
Tapi, juga banyak yang luput dari kesyukuran

-----------

Wahai diri….
Bahwa kau bahkan tak lebih dari setitik debu…
Lemah
Hina

Lalu, alasan apa yang kau punya, untuk dapat sekedar mendongakkan kepala, he?
Alasan apa?!
Sungguh, tidak ada!

Labuhan Harap

“Bagemana, Fathel?”
Itu pertanyaan salah seorang sahabatku.
“Tentang apa?”
Aku meraba-raba arah pembicarannya.
“Tentang itu…”Katanya.
“Ah, aku baru bertemu kuncinya. Bahwa, kita memang tak pernah bisa menghapus rasa. Tapi, yang bisa kita lakukan adalah memutus harap. Tidak ada lagi harap-harap pada manusia (yang juga sama dhaifnya). Hanya cukup pada Allah saja. Cukup pada Allah saja, labuhan segala harapan itu. Di tangan-Nya, segala keputusan terbaik.