Long Distance Relationship

Long Distance Relationship alias hubungan jarak jauh (selanjutnya kita singkat LDR ajah kali yaa) memang bukan pilihan yang mudah... Apalagi bagi sepasang suami istri. Tapi ada kalanya, LDR menjadi satu-satunya pilihan terbaik. Ada kondisi di mana memang mengharuskan untuk LDR. Ada yang seminggu sekali berjumpa. Sebulan sekali. Setiap 6 bulan. Dan bahkan ada yang sampai hitungan tahun!

"Saya 6 tahun menikah. Tapi 75% dari pernikahan itu adalah LDR."

"Kami pernah 6 tahun tidak berjumpa setelah nikah. Suami ga pulang. Dan saya menghabiskan waktu dengan kesibukan yang padat."

Dua pernyataan tersebut aku dengar langsung dari yang bersangkutan (dengan redaksional berbeda).

"Dulu, kala belum ada skype dan video call lainnya... kami LDR sekian tahun hanya dengan mengandalkan telpon saja."

"Di negara kami yang masih terbelakang, saya berkomunikasi dengan istri hanya lewat surat. Itupun suratnya baru sampai 1 bulan kemudian."

Dua pernyataan terakhir adalah cerita yang didengar suami dari teman-temannya.

Aahh.. pasti beraaat banget. Aku yang LDR cuma 7 bulan saja sebelum berangkat ke Riyadh (dan itupun sebagian waktu LDR nya diisi dengan kesibukan mengejar target tesis yang supeeerr extra menyita waktu) sudah terasa beraaaat... Padahal juga sudah didukung dengan teknologi video call (dan kami video call hampir tiap hari), tetap saja beraaaat rasanya. Apatah lagi yang LDR bertahun-tahun dan tidak didukung dengan teknologi yang mendekatkan yang jauh semisal video call. Duuhh.. yang pasti... berat bangeeett...

Ada yang lebih nyesek lagi. Ada salah seorang teman dari rekan kerja Abu Aafiya yang bercerita memilukan. Karena LDR, si anak beranggapan bapaknya ada di laptop. Ceritanya mereka tiap hari video call... Biar ada komunikasi antara anak dan bapak mungkin maksudnya. Suatu ketika si bapak pulang ke kampung halaman. Si anak tak mengenali bapaknya dan bilang, "bapakku yg ada di laptop bukan yg ini... " ahhh pasti sedih bangeeett...

Memang tak mudah untuk menjalani LDR. Aku... jika memang masi ada pilihan untuk tidak LDR, aku pasti memilih untuk tidak LDR. LDR adalah pilihan terakhir yang akan dipilih--di saat tak ada pilihan lain--.

Tapiii...
LDR akan membuat kita mengerti... akan berartinya sebuah rasa rindu. Dan akan membuat kita lebih menghargai saat-saar kebersamaan... :)
#Eaaaaaa
Salah satu hikmah LDR... :D

*****

Yang LDR lagiii... meski sebentar... tapi berasa beraaaat... separuh jiwaku masi di Riyadh.. ;)

Read More

Nasihat Klise "Don't Judge the Book by the Cover"

"Don't judge the book by the cover..."

Nasihat ini terdengar begitu klise. Jangan nilai buku dari covernya, jangan nilai orang dari penampilannya.
Klise, bukan?
Sederhana, bukan?
Tapi... pada penatalaksanaannya; tak semudah pengucapannya.

Dulu sebelum berangkat ke Riyadh, aku dikira TKW yang akan bekerja di sektor domestik. Pun saat memenuhi persyaratannya. Sempat diperlakukan semena-mena dan dipandang "rendah". Tak mengapa. Bukan masalah bagiku. Hehe
Tapi hal yang sangat berharga adalah, aku jadi mengerti ternyata beginilah nasib orang-orang yang tidak seberuntung kita, yang memilih untuk bekerja di sektor domestik karena memang tidak punya pilihan lain. Mestinya kita yang sempat mengenyam pendidikan yang lebih (bukan berarti lebih baik dan lebih tinggi!) Lebih banyak bersyukur dan juga sekaligus ujian; apakah ilmu yang didapat sudah memberi kemanfaatan bagi sesama.

Nah... di apartemen kami kan multinasional tuh yah... Biasanya Abu Aafiya "mengenalkan" beberapa penghuni dari mobilnya. Misal, "bapak yang punya mobil ini adalah orang saudi asli. Orangnya baik dan ramah." "Yang punya mobil ini adalah dokter, sangat taat beribadah dan hampir selalu datang awal untuk shalat berjama'ah. Ma syaa Allah." Begitulah cara kami "mengenali" tetangga. Bukan kenalan secara langsung (khusus perempuan). Hehe.. Beda sosioculture tentunya. Kalau sesama laki-laki sih seperti biasa, kenalan, salaman, ngobrol singkat. Tapi kalau wanita, nyaris tertutup dan tidak saling berkenalan dengan siapapun. Pun mengenakan niqob kan yah. Hehe...

Nah suatu ketika, Abu Aafiya bercerita serius tentang salah satu tetangga kami. Pada mulanya, kata Abu Aafiya, si tetangga terlihat sangat sederhana dan biasa saja. Penampilannya sama seperti teman-temannya yang berasal dari Bangladesh pada umumnya. Tapi, di luar dugaan... ternyata dia adalah seorang dokter spesialis anak yang bekerja di rumah sakit milik kerajaan khususnya bidang pertahanan. Sudah menyelesaikan pendidikan doktor (S3) di Jepang.

Setelah sering ngobrol, bareng ke masjid, dan interaksi lainnya, Abu Aafiya cukup dekat dengan sang tetangga ini. Setelah lebaran nanti in syaa Allah mereka pindah ke Jepang se keluarga. Baru kali ini Abu Aafiya terlihat sedikit merasa kehilangan. Dengan sosioculture yang sangat menjaga privacy dan kehidupan pertetanggaan yang tidak begitu intens, berganti tetangga adalah hal yang lumrah dan tak ada rasa kehilangan. Toh akan berganti dengan tetangga baru lagi. Hehe... Namun kali ini kata Abu Aafiya, ada sedikit kesedihan ketika mendengar mereka akan final exit.

Hmm...
Benar yaah... don't judge book by the cover. Mudah sekali mengucapkannya. Tapi pada pelaksanaannya; tak semudah mengucapkannya!

Jadi... mari belajar berprasangka baik terhadap siapapun.. :)

****

Suatu ketika kami berdiskusi tentang; 'seberapa penting mengedepankan penampilan ketika bepergian.' Penampilan di sini bukan berarti tabarruj.. penampilan rapih dan necis lebih tepat konteksnya.

"Penting sih. Tapii... not too mandatory." Ini jawaban Abu Aafiya. Sering kali kalo para engineer itu ngantor cuma pake jeans dan kaos oblong ajah. Hihihi... Tapi aku suka euy. :P

Kadang (atau sering bahkan) aku juga terlalu easy going dan cuek soal penampilan. Apalagi di negeri Riyadh yang semua terbungkus Abaya hitam. Jadii, cuek ajah daah mau pakek apapun sebelum 'dibungkus' Abaya. Hihihi...
Aku menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwasannya kecuekan itu sangat mengundang perhatian para madam-madam yang sedang mencari ART alias asisten rumah tangga dan melakukan penawaran untuk menjadi ART atau sekurang-kurangnya; menananyakan 'ente punya link kaga nyariin ART buat ane'. Hehe...

Tapi walaubagaimana pun, berpenampilan baik (bukan dalam hal tabarruj) tentu lebih baik dari pada berpenampilan cuek bin amburadul. Setidaknya, kita menjaga orang lain dari prasangka judge book by the cover.
Setuju?

Yang ga setuju bole komen koq.. :P

Read More