Come On Fathel, Enjoy Your Life!

Sebenarnya lagi mau hunting reseptor, ehh ujung-ujungnya ngelirk blog jugaaak. Hadeuuuh, suseeeh nih yee kalo sudah internet addict. Haha. Habisnyaaa, tak ketemu reseptor yang diinginkan siih. Saking frustasinyaaa, stiap list friend di YM yang berlatar belakang pharmacist ditanyain, "eh tau gak, tau gak jenis reseptor berdasarkan strukturnya? Tau gak? Tau gak? Pliiissss...!" (lebay!). Kalo berdasarkan tranduksi sinyalnya udah, tapi berdasarkan strukturnya?? Hwaaa, kimed banget. Dong-dong aye...kalo sudah berkaitan dengan kimiaa medisinal. Hihi... Meski ini cuma buat pengantar dan sekedar tau doang dan juga nda spesifikasinya farklin, tetep ajah mesti tau dasar-dasarnya kan yah? Udaaah aaah, kalo mau ngomongin farmasi, di www.fathelvi.wordpress.com ajah deh, Fathel. Ini blog kan isinya curahan hati semuaa. Haha.

Hmm, sambil hunting, akhirnya nyasar juga aye ke dunia mayanya temen-temen, yaahh sekedar ingin tau kabar mereka tanpa harus bertanya via SMS, telpon dan sejenis dunia maya lainnya. Di jaman serba digital saat ini mah, untuk tau kabar cukup pencet tombol sahaja kan yah? hehe...

Kadang, ada jugak euy rasa-rasa emm..gimanaaaa geetooh yaaah, liyat kebahagiaan mereka. Waaahh, seneengnya jadi merekaaa. Senengnya bisa seperti itu. Senengnyaaaa.... Tapiii, tetep saja rumput tetangga terlihat lebih hijau, kan yah?
Di banyak waktu, kita sering termangu bahkan tergugu, lalu ingin merasakan kebahagiaan yang orang lain rasakan. Tapi kita melupakan satu hal, bahwa hidup itu--sebahagiaa apapun tampaknya--tetaplah berada pada dua sisi seperti mata uang. Ada kebahagiaan, sekaligus kesedihan. Ada permasalahan, sekaligus penyelesaian.

Begitulah...
Kadang kita mungkin merasa cemburu dengan kebahagian yang orang lain rasakan. Apalagi bisa jadi, itu adalah sesuatu yang sesungguhnya pernah kita impikan dulunya. Merasakan hal yang sama seperti yang yang mereka rasakan... Tapi, tetap saja...ada sesuatu yang tak seindah yang kita bayangkan. Tetap saja ada... Sekali lagi, sebab hidup itu sejatinya adalah perputaran antara kebahagiaan dan kesedihan...

Sekarang, come on Fathel!
Enjoy your life...
Yakinlah, bahwa jalan yang tengah kau tempuh, adalah sebaik-baik jalan yang telah ditetapkan-Nya...
Kebahagiaan dan kesedihan, tetaplah satu paket tak terpisahkan dalam hidupmu...
Sekarang hanayalah menyoal bagaimana kau men-setting dua hal saja : syukur dan sabar.
Dan inilah kunci terpenting dalam hidupmu...

So, Enjoy your life Fathel...and do your best...for Allah...
Ganbatte ne!
Read More

Aku Kalah, Tapi Aku Menang

Aku Kalah, Tapi Aku Menang

Ini untuk kali kesekiannya aku kembali kalah. Hehe… Saking terbiasanya, mungkin aku sudah berdamai dengan begitu banyak kekalahan. Dalam kompetisi nyata yang memang jelas-jelas mencantumkan “Juara 1, 2, dan 3”, ataupun di banyak kisi kehidupan yang menang dan kalahnya bukanlah berafiliasi dengan sebutan peringkat ataupun juara. How poor, hihi…

Hmm…ini untuk kesekian kalinya aku bercerita. Maap yaah kalo sekiranya pengulangan cerita ini terkesan membosankan. Maklum, para sanguinis’ers biasanya suka mengulang cerita. Hehe…
Ayahku memberiku nama Fathelvi (Fathul-Alvi= seribu kemenangan) adalah agar kelak aku membawa seribu kemenangan dalam hidupku. Seribu? Haha, tentu saja itu sesuatu yang ‘berat’. Bagaimana tidak, seratus kemenangan saja sudah begitu berat, apalagi seribu, kan yah? Tapi kemudian, aku menyadari, bahwa selain sebagai do’a, namaku telah memberikan motivasi yang begitu banyak bagiku!

Sejak Sekolah Dasar dulu, sejujurnya, aku termasuk orang yang memang cukup terbiasa dengan posisi atas. Hehe…(Husy! Sombooooong! Haha, nda..nda ding!). Aku terbiasa yang kemenangan dan termasuk orang yang sulit menerima kekalahan. Kekalahan adalah hal yang membuat aku frustasi. Yaah,mungkin karena waktu itu skopnya masihlah sempit. Sangat sempit bahkan, yang penduduknya mungkin sekitar 100 kepala keluarga saja. Hanya sekitaran BSM (bukan Bandung Super Mall loooh! Apalagi Bank Syariah Mandiri, hehe. BSM itu nama Desaku dulunya yang kepanjangannya Banda Gadang, Sipotu, Mudiak Lawe). Itu pun hanya Mudiak Lawe saja yang mendominasi Karena Sipotu punya SD sendiri. Dan di Bandar Gadang punya sekolah MIN. Hee… Jadiii, untuk skop sebesar dusun Mudiak Lawe siih, alhamdulillaah waktu itu dapet juara 1 di kelas. Hehehe…

Selain selalu terobsesi jadi yang teratas di kelas, aku juga sering ikut lomba-lomba, mulai dari P4 (yang waktu itu masih jaman Soeharto, hingga mapel favoritku matematika) yan lagi-lagi skopnya juga amat sangat sempit, yaitu Mudiak Lawe. Paling sampai kecamatan Sungai Pagu. Dan hanya sekali sampai ke tingkat kabupaten Solok. Serta sekali sampai tingkat propinsi Sumatera Barat. Hehe… Ah, tak usahlah bercerita soal lomba-lomba itu. Toh, aku yakin, aku bukanlah apa-apa di antara begitu banyak orang-orang hebat lainnya. Hehe…

Sampailah pada akhirnya, aku memasuki sekolah menengah atas yang kata orang (nih kata orang looooh yaaaahhhh,,,cateeeet, hehe…), kata oraaang..pokonya kata orang itu favorit. Hmm… favorit atau tidaknya, mungkin juga tak penting untuk dibahas di sini, tooh stiap skolah juga punya sisi favorit tersendiri kan yah? Hee… Nah, di sekolah menengah atas itu, mulailah aku berdamai dengan ‘kekalahan’. Baik menyoal akademis (prestasi) maupun kompetisi yang nyata (yang diejawantahkan dalam bentuk kejuaraan) walaupun sebenarnya aku masih menyumbang sedikit piala untuk sekolah. Hanya sedikit siih, jika harus dibandingkan dengan teman-teman sekolahku lainnya. Yaah, aku memang bukan pemuncak. Sama sekali bukan! Mungkin kelas menengah kali yah? Hehe… Yang jelas, tak lagi berada di posisi atas. Maklum, skalanya bukan lagi dusun kecil Mudiak Lawe, tapi Sumbar dan sekitarnya (karena teman-teman SMA-ku kebanyakan juga bukan dari Kota Padang Panjang saja, tapi juga dari berbagai Kabupaten dan Kota di Sumbar plus beberpa orang dari Riau). Di kala SMA, aku sebenarnya masih belum bisa berdamai dengan kekalahan. Sungguh. Meksipun kemudian kenyataannya, aku memang tidak menjadi pemuncak seperti kala aku masih SD. Tapi, tetap saja, kalah adalah sesuatu yang sulit bagiku!

Hingga perjalanan hidup kemudian membawaku kepada banyak kekalahan lainnya. Soal akademis, soal prestise, bahkan juga sampai soal hati. Hahay! (Dan kalah soal hati inilah kekalahan yang paling membuat aku terpukul lalu jatuh terpuruk. Hahaaa…. Kasiaan. Tapi sekaligus juga membuat aku bangkit dan ingin segera meloncat lebih tinggi. Kekalahan ini juga adalah kekalahan yang paling banyak memberikan pelajaran berharga dalam hidupku, bahkan membuat perubahan dalam hidupku. Hemm…dahsyat yah? Hiihi).
Haha, yaah…aku kalah! Aku kalah, dan mulai belajar dari kekalahan… Ada banyak kekalahan empiric yang Allah hadiahkan kepadaku, untuk kemudian menjadi hadiah terindah dari-Nya. Hadiah itu adalah…belajar dari kekalahan. Belajar…dan berdamai dari kekalahan…

Hari ini, lagi-lagi aku kalah. Yah, kalah… Tapi, aku menang. Alhamdulillaah. Sebab, hari ini aku telah berhasil memangkan diri atas sebuah kekalahan. Berdamai dengan kekalahan dan tak lagi menjadi seseorang yang terobsesi menduduki posisi puncak, bagiku adalah sebuah kemenangan. Dan sungguh, ini lebih berharga.

Kekalahan adalah hadiah indah dari-Nya. Sebab, semakin banyak aku kalah, semakin banyak pula aku berpeluang untuk menang. Memenangkan hati. Belajar sabar. Belajar untuk tiada berhenti berjuang. Belajar untuk tidak berputus asa. Belajar untuk tersenyum pada setiap keadaan. Belajar untuk menghargai. Dan semakin menyadarkan diri bahwa diriku yang dhaif ini memanglah bukan apa-apa tanpa-Nya. Without Allah, I’m nothing!

Seperti namaku, Seribu Kemenangan, dengan mujahadah yang sungguh-sungguh, dengan semangat berkobar dan dengan kekuatan-Nya, aku yakin suatu saat aku akan mencapai seribu kemenangan itu. Menang yang bukanlah sekedar juara-juara saja. Dan sebuah kemenangan puncak yang aku cita-citakan adalah surga-Nya. Allahumma aamiin ya Rabb…

Maka, hari ini aku memang kalah. Tapi aku MENANG!
Allahu akbar!

Semangaaat!
Great MUJAHADAH!
Read More

Menjadi Inspiratif

Kamis sebenarnya adalah waktu kuliah yang bener-bener full day! Dari jam 8 pagi hingga jam 6 sore. Tapi, karena jadwal kuliahnya masih labil dan galau (bukan hanya kita yang labil yaah, jadwal kuliah jugaaa, ahahaha...), akhirnya sehabis kuliah farmol, aku dan Sri memutuskan untuk caww sahaja ke perpus buat hunting jurnal (yaaahh, biasalaahh santapan lezaaat kita kan tugasss. Kan referensinya mestilah jurnah. So what gitu loh. Hahaha, gayaaah banget!). Kemudian, janjian ketemu Mba Indri. Tapiii, sayang sekali ndak ada Uni Nadra dan Mba Ratna. Jadi, nge-date Gang Anak Skolah nya jadi kurang serruu. Meski begitu, tetap ajah kita ketawa-ketiwi bahagiaaa. Hee...

Nah, akhirnya kita menikmati gerimis siang di rektorat dan menghabiskan sore di Detos. Hee... Refreshing plus nyari kado karena mba Indri mau ada acara tuker kado. Eeeh, rupanya ada Ayu Tingting lagi konser di sana. Hee... Ck..ck...ck..., waahh luar biasa deeh animo pengunjung buat motoin Ayu Ting-ting. Kira-kira, kalau Yusuf Al Qordhawy yang dateng, animo pengunjung masi seheboh itu kah? hehe...

Setelah puter-puter nyari kado ndak ketemu, akhirnya kita memutuskan untuk ke TM Bookstore ajah. Mana tau ketemu kado di sana. Hee... Alhamdulillaah, akhirnya kadonya nemu euy...

Jadiii, intinya ceritanya apaaah cobaa??
Haha, belooooooom... Itu masih prolognyaaa. Hihihi... Maap yaaah, prolognya kepanjangan!
Inti ceritanya adalah ketika di TM Bookstore, ketika melewati rak yang berisi kisah-kisah inspiratif. Akhir-akhir ini aku memang lebih menggandrungi kisah inspiratif ketimbang novel. Entah kenapa, dan entah oleh sebab apa, terjadi pergeseran minat itu. Hee...

Ah, sungguh, sebenarnya kisah-kisah kehidupan yang kemudian menjadi konsumsi orang banyak itu sebenarnya tiada lain adalah kisah-kisah keseharian yang juga sedikit banyaknya kita alami, kan yah? Apa yang mereka alami, mungkin juga pernah kita alami. Tapi, apa yang membedakannya? Bedanya adalah, mereka bersedia membaginya dengan banyak orang untuk kemudian meninggalkan pelajaran berharga bagi yang sempat membacanya. Agar kisah buruknya, tak dialami lagi oleh orang lain. Atau, agar kisah manisnya, menjadi ikutan bagi orang yang sempat menikmati bacaan itu...

Maka dari itu sahabat, sesungguhnya setiap diri kita unik. Setiap diri kita inspiratif! Jadi, mengapa tak mencoba berbagi hikmah dengan orang lain? Bisa jadi saja, apa yang kita anggap biasa-biasa saja, justru sesuatu yang sedang orang lain butuhkan. Jadi, mengapa tidak mencoba menuliskannya?

Jangan kahwatari jika tak bisa menembus mendia atau penerbit...
sekarang jaman mah udah canggih, say!
Ndak mesti lewat buku, jejaring maya pun bisa... Nge-blog pun bisaaa...

Jadiii, mari kita tuliskan kisah kita...
Agar ia tak hanya sekedar menjadi masa lalu,
tapi ada ibroh yang kita bawa... untuk pelajaran bagi kita di kemudian hari, bahkan bukan hanya untuk diri kita saja. Juga untuk orang-orang yang pernah menyinggahinya...
Read More

Pelaku vs Pengamat

Heuu, sudah lama sebenarnya aku ingin menceritakan ini. . .
Tapi, selalu jejari ini tak mau berkompromi untuk menyentuh keyboard. Akhirnya, hari ini, detik ini, jejari ini mulai menyapa akrab si keyboard. Hee. . .

Aku dan Kak Luli. . .
Sesuatu hal yang menarik dari Kak Luli adalah. . . inspiratif. Apalagi, kita memiliki banyak minat yang sama! Bedanya, kak Luli adalah pelaku dan aku masihlah menjadi pengamat. Hihi...
Kak Luli adalah teman satu angkatanku, tapii kita beda peminatan saja di institusi pendidikannya. Jadi, hanya di matakuliah wajib saja kita ketemu. Tapi, di mata kuliah tanpa SKS, aku siiih sering ketemuuu kaka. Karena peminatan di mata kuliah kehidupannya samaaaaa. Ahaha... Jika udah punya waktu libur dikit ajah, pasti deh caww ke gang haji Attan, Pocin. hihi. . .

Read More

Mawar Indah pun Berduri

Hemm...sebenarnya (lagi-lagi) bukan kapasitasku untuk bercerita tentang ini... Hee... Lagi-lagi. Tapi, lagi-lagi juga aku pengin menceritakannya. Berharap, ini semua akan menjadi pelajaran bagiku, dan semoga juga bagimu. Apalagi, didukung dengan tendensiku terhadap dunia psikologi kali yah, hee... Yaaah, walaupun bukan kapabilitasku untuk menjelaskan segala sesuatu yang berbau psikologi (psikologi baunya apah coba? hihihi), tapii belajar psikologi juga bukan hanya untuk mahasiswa psikologi kan yah? Siapapun bole blajar, tho?!

Sebenarnya ini berangkat dari cerita-cerita teman-teman, sahabat-sahabatku yang bercerita kepadaku, baik yang kukenal langsung penampakannya, maupun yang tidak kukenal langsung penampakannya (berteman dalam duni maya, maksudnya. Hehe). Pake acara penampakan segalaaaa. Kaya makhluk halus ajah. Hee... Tapiii, kalau makhluk halus versi mikrobiolog kaya akuuu--hahaaa, gayaaa banget mikrobiolog! Padahal, juga nda kompeten, hihihi--makhluk halusnya adalah bakteri, hehehe. Dan seperti biasa, aku dengan senang hati menjadi "tong sampah" mereka. Tempat mereka mencurahkan segala uneg-unegnya. Yaah, bolehlaahh... Karena aku juga diuntungkan dari itu. Mengapa? Karena aku bisa belajar banyak dari mereka. Dan pelajaran ini bagiku sungguh berharga. Trima kasih yaah sudah curhat denganku... Semoga meringankan separuh bebanmu dan terima kasih juga atas pelajaran yang diam-diam aku petik. Hehe...

Read More

Tak Ada yang Kebetulan

Hari ini aku putuskan untuk menghabiskan hari-hari di perpustakaan pusat. Yahh, bukan untuk mengunjungi ruang koleksi buku tentunya, hee (sesuatu yang amat jarang kulakukan setiap kali ke perpus #parah!). Heuu, kan jaman udah canggih. Beribu-ribu halaman buku sudah bisa di-press dalam satu benda yang bahkan beratnya tak sampai 5 kg. hee... #ngeles!
Berjalan sendiri, menikmati langkah sendiri, dan (alhamdulillah tidak ngobrol sendiri, hehe....). Dan inilah saat-saat yang melankolik dalam hidupku. Mencoba berdialog dengan hati, dalam kesendirian...

Berada di sini, berjalan di sini, dan menyudut di gedung ini sungguh bukan menjadi salah satu catatan cita yang kutulis 5 tahun silam. Tidak, tidak begini inginku dulunya... Tapi kemudian, mengapa menjadi begini, aku percaya, INI BUKANLAH SEBUAH KEBETULAN, apalagi iseng-iseng berhadiah (seperti jawaban sekenanya yang sering kulontarkan iseng-iseng, hee..).

Ada catatan takdir-Nya yang tengah kujalani. Aku di sini, menulis ini pun, semua telah tercatat di lauh mahfudz sana. Jadi, memanglah tak pernah ada kebetulan dalam hidup ini. Tak ada. Semuanya tak pernah luput dari-Nya, dari catatan takdir-Nya...


Ah, memang tak ada yang KEBETULAN. Jadi, tugasku adalah menjalankan setiap jenak-jenak yang bukan kebetulan itu dengan sebaik-baik ikhtiar, dengan sebaik-baik capaian, dengan upaya terbaik yang kupunya. Agar segala yang tak pernah kebetulan itu, juga adalah sebaik-baik capaian... Lalu, perkara hasil, biarlah menjadi urusan-Nya... Satu hal yang pasti, keputusan-Nya, tetap adalah sebaik-baik keputusan...

Menyendiri di ruang ini, kemudian juga mengingatkanku pada satu hal. Masih menyoal keberadaanku di sini, di ranah-ranah para penuntut ilmu. Bahwa, betapa manusia hanyalah tempat penuh keterbatasan. Ilmu yang manusia miliki hanyalah sebatas keterbatasan. Lantas, atas dasar apakah manusia pantas menyombongkan diri? Ah, tidak! Tak pernah ada alasan untuk itu... Tapi, dalam keterbatasan, bukan berarti berhenti untuk belajar... Bukan berarti berhenti hanya dengan apa yang ada... Percayalah, belajar itu adalah sesuatu yang tak pernah terbatas...
Okeh, semangat belajar, Fathel!
Do your best! Bukan obsesi menjadi yang "ter", tapi semangat untuk mempelajari ilmunya. Sekali lagi, ilmunya! Tidak harus menjadi yang "ter", tapi HARUS menjadi seorang PENUNTUT ilmu.
Tetap semangat!
Read More

Memancing Ikan Mas

Ikan Massss...ikan nilaaa

Sudah hampir sebulan lamanya aku pengin sekali makan gulai kuniang ikan mas. Hwaaa, pokonya aku mau ikan mas, titik! (hehe, maksa banget!)
Berhubung pancingan di rumah sedang mengalami kerusakan berat (lebay!), akhirnya keinginan untuk memancing ikan nila dan kemudian membuat gulai kuning jadi tertunda. Mengendap berhari-hari.
Akhirnya, pada tanggal 9 Februari 2012 ba'da asyar, obesesi mendapatkan ikan mas mencapai puncaknya (jiyaahh, bahasanya lebay pisan!). Jadilah waktu itu, dengan alat pancing seadanya (darurat pula) dan juga dengan umpan goreng tahu balado (haha, umpannya goreng tahu... ternyata ikan-ikan itu menyukai goreng tahu balado. hihi), dimulailah proses pancing-memancing yang kata sebagian orang menyenangkan! Iyaa, menyenangkan sekali... Tentu saja. Apalagi kalo setiap kali si ikan itu melarikan umpan, adalah hal yang sangat menyenangkan untuk mengangkat pancingan dengan seekor ikan menggelepar-gelepar di ujungnya. Yihuiiii, menarik dan menyenangkan, alhamdulillaah.

Tapii, aku pengin ikan mas, bukan ikan nila kali ini. Aku pengin ikan mas, dan sangat berharap suatu ketika, ikan mas melarikan umpan. Hwaaaa,,,jleb..jleb...ikan mas warna orange keemasan itu bikin mata berbinar-binar.

Akhirnya, saat yang ditunggu pun tibaaa. Seekor ikan mas sebesar betis orang dewasa (orang dewasanya kurus apa gendut dulu niih? kan bedaaa.. hahaha... Yaaah, kira-kira berat 1 kilo lebih laah...) melarikan umpan. Hatiku gembira bukan main. Yihuiiii, alhamdulillaaah, akhirnya harapan itu terwujud jugaaa. Bayangan gulai kuning ikan menari-nari di pelupuk mata. Segera kutarik pancingan dan dengan segera pula membayangkan seekor ikan mas warna orens keemasan diujung tali pancingan. Tapiii, masya Allah, tak dinyana, pancingannya putus dan mata kailnya dilarikan sang ikan bersama umpan-umpannya.

Yaaaahhhh....
Aku kecewa bukan main. Harapanku gugur laiknya dedaunan tua jatuh dari pohonnya...
Akhirnya, aku mencoba memasang alat pancing (darurat)ku kembali, memasang mata kail nya, dan memulai memancing kembali. Masih dengan harapan agar suatu saat pancingannya mengenai ikan mas. Hwaaa, ikan maaaasss, kamu di mana siiiihh???

Aku pindah ke kolam satu. Sebelumnya aku memancing di kolam dua. Dan, tiba-tiba...seekor ikan mas dengan ukuran yang sama dengan ikan sebelumnya melarikan umpan. Hatiku menggelegak karena gembira. Alhamdulillaah, akhirnyaaa, aku bisa mendapatkan ikan mas lagi. Harapan itu masih ada! Harapan itu masih ada!
Kali ini aku menggunakan trik berbeda. Tidak langsung mengangkat pancingan melainkan mengikuti kemana si ikan itu pergi, sampai dia kelelahan sendiri. Tapii, tak dinyana, si ikan malah melarikan umpan jauh ke tengah kolam.  Jadi, jika aku mengikuti si ikan, pastilah aku harus menyebur ke kolam, begitu pikirku kala itu. Aku lupa, bahwa aku sebenarnya bisa mengulur nilon tanpa harus nyebur. Aahh, sayang sekali ikannya begitu gesit melarikan umpan dan lagi-lagi kejadian pertama terulang kembali. Mata kailnya putus dilarikan ikan. Dan lagi-lagi, pupuslah harapan untuk mendapatkan si ikan mas. Beberapa jenak kemudian, adzan maghrib berkumandang dan tentu saja prosesi pancing memancing harus segera diakhiri...
saungguak ikan Nila

Alhamdulillaah, meski harapan untuk mendapatkan ikan mas pupus, aku mengantongi 1,6 kg ikan nila. Alhamdulillaah, syukuri apa adanya... Setidaknya, 1,6 kg ikan nila itu telah cukup membuat senyum sumringah. Hehe...

Ada pelajaran yang iingin aku petik dari peristiwa ini....
Kadang kala, banyak dari harapan-harapan yang telah kita rajut hampir kita raih, bahkan mungkin kita meyakini bahwa itu dapat kita raih sebab ia sudah berada di depan mata...(seperti halnya ikan mas yang sudah termakan umpan dan hampir tiba di genggaman). Tapi, milik Allah-lah segala keputusan. Dalam sejenak, mungkin saja ia tak menjadi wujud nyata...
Maka, adalah hal yang terpenting, setelah ikhtiar sungguh-sungguh, menyerahkan segalanya pada Dia, Dzat yang jiwa kita ada dalam genggaman-Nya. Pada Dzat yang di tangan-Nya segala keputusan-keputusan atas diri kita. Dengan semikian, sungguh, kita takkan pernah kecewa dengan apapun yang terjadi dalam hidup kita...

Ah, hidup...
Sejatinya ia adalah ujian. Kesedihan itu adalah ujian. Tapi kesenangan juga adalah ujian. Kesempitan itu ujian. Tapi kelapangan juga adalah ujian. Kesusahan itu ujian. Tapi kebahagian juga adalah ujian. Sebab di banyak waktu; ujian kesenangan, kelapangan dan kebahagian justru lebih banyak membuat kita lena, lupa bersyukur, dan lupa bahwa ada Allah di balik segalanya. Sungguh, libatkanlah Dia di setiap jenak kehidupan kita... Dia.... cukuplah Dia saja...
Semoga ini semua jadi reminder, bagiku terutama, dan bagi kita semua...
Read More

"Buk!"

Seperti biasanya liburan, aktivitas ke pasar tradisional di kampung adalah hal yang rutin kulakukan dan aku memang menyukai pasar tradisional. Hee… Tapii, ada satu hal yang cukup menggelitik dan bahkan membuatku mesti berpikir sepuluh kali lipat. Pokonya, bagiku ini adalah sesuatu yang bagiku cukup mengganggu. Hehe. Itu menyoal panggilan.

“Bara nio, Buk?”
“Kapai kama, Buk.”
Hwaaaa….”BUK!”
Awalnya aku masi bisa mencuekin dan mengabaikannya. Paling tuh orang salah liyat! Wong aku imut-imut beginiiiih (geplak! Amit-amit kali Fatheeeeel! Hihihihi…). Tapi, kegelian dan rasa tak enak yang mengganggu itu semakin dipertegas dengan bertambahnya statistic orang-orang yang memanggil dengan sebutan “Buk!”. Bukan hanya di pasar, di travel juga, ibu-ibu administrasi di rumah sakit, si tukang sate, anak TK yang itu juga, pokonya buanyaaaaakk deeehhh. Hwaaaaa…..hwaaaaa….apakah aku benar-benar berwajah tua? Ko aku ndak yakin yaaahh? Padahal satu atau dua tahun lalu, aku masih sering dikira anak SMA bahkan ada yang lebih parah, mengira aku anak SMP. Sekarang? Ko hampir semua memanggil dengan panggilan “Buk!”. Bahkan, bukan dengan panggilan “Uni”. Ko langsung “Buk.”

Sejujurnya, untuk saat ini, aku kurang suka dengan panggilan “Buk”. (hehe, sengaja menuliskannya “BUK”… walaupun kaedah bahasa Indonesianya harusnya ditulis “Bu.” Aku geli banget soalnya. Hee…)
 Hwaaaa, aku kan bukan emak-emak! Tapiii, apa benar, aku lebih mirip mak-mak ketimbang mbak-mbak?  Hadeeehhh….mengganggu banget itu panggilan! Serius! (haha, mulai sensitip nih aye soal panggilan “buk”. Ketauan banget udah ‘tua’nya. Hahahaha…)

Aha, tapi yasudahlah! Aku juga ndak bisa memaksa orang-orang untuk memanggil dengan panggilan yang lebih menyenangkan dari “Buk,” saat ini. (kalau nanti-nanti, insya Allah, aku sih nda apah. Kalo memang pas dan cocok timingnya. Hee…). Dan satu lagi, mungkin benar deh aku lebih mirip orang umur 35 ketimbang 20 saat iniiiih. Hwaaaaahhhh…. Mungkin memang harus lebih dewasa dikit laahh, karena tempaan idup. Hahaha…

Tapi, sejujurnya, peristiwa demi peristiwa di atas, kendatipun bukan sesuatu hal yang menyenangkan bagiku, tapi aku perlu berterima kasih nih! Setidaknya, ini memberiku pelajaran berharga tentang waktu! Iyaaah, tentang waktu!

Tak ada orang yang dapat membendung waktu! Menjadi tua adalah sebuah keniscayaan, mau atau tidak mau! Sebab waktu tak perlu berkompromi dengan diri kita untuk melaju, kan yah? Dia akan tetap melaju dengan kecepatan konstan tanpa sedetikpun bisa kita cegah. Merasa lama atau sebentarnya saja yang kemudian kita berlakukan relativitasnya Enstein. Tapi, waktu tetaplah waktu, yang akan terus melaju!

Setidaknya ini semua, telah mengingatkanku bahwa waktu yang kupunya di atas dunia ini tidaklah banyak. Seperempat abad sudah berlalu. Sisanya, aku tak pernah tau, akan sampai kapankah itu. Jadi, ini semua menjadi reminder bagiku, untuk memanfaatkan waktu-waktu terbaik dalam hidupku untuk kemanfaatan. Ahhh, benar sekali! Betapa meruginya jika waktu itu terbuang begitu percuma. Sementara, inilah masanya aku harus menyiapkan bekal untuk perjalanan yang amat panjang. Dan bukankah setiap kita merindukan tempat kembali yang kenikmatan tak pernah bisa dilukiskan dengan kata-kata? Bukankah? Lalu, apakah dengan bermalas-malasan dan bersenang-senang, kita bisa mendapatkannya dengan begitu mudah? Tentu tidak! Harganya Mahal! Harganya mahal, Fathel. Sebab tempat segala sesuatunya itu dibalaskan itu begitu manislah, mengapa perjuangan ini begitu pahit dan melelahkan. Jika kita membiarkan waktu ini berlalu begitu saja tanpa mempersiapkan bekal apa-apa, bukankah hanya penyesalan panjang saja yang akan kita tuai nantinya?
“Ya Allah, kembalikan aku ke dunia kembali, dan aku janji akan beramal dengan sungguh-sungguh!”
Ah, tapi ketika itu, masa sudah berlalu. Sisanya hanyalah penyesalan, “mengapa aku dulu begini dan begitu?”
Na’uzdubillaah tsumma na’udzubillaah…

Jadiii, menyiapkan diri untuk perjalanan panjang dan mengisi waktu-waktu ini dengan prestasi terbaik kita untuk-Nya adalah jauh lebih baik dari pada sekedar merisaukan panggilan “buk!”, Fathel. Justru ini adalah sesutua yang berharga ketika kau mengubah sesuatu yang ‘Tidak Menyenangkan’ menjadi sesuatu yang ‘Mengingatkan’. Sebab, semakin banyak orang-orang yang memanggilmu dengan sebutan itu, maka itu artinya, semakin banyak pula orang yang telah mengingatkanmu akan waktu yang berlari begitu kencang. Ketika ada yang memanggilmu dengansebutan, “buk”, itu artinya mereka sedang berkata “Fathel, ingatlaah waktu-waktu yang telah berlalu. Sudah begitu banyak, bukan. Lantas, mengapa masih berlalai-lalai? Sedang kau tidak tahu, apa yang akan terjadi esok? Bukankah setiap jenak-jenak yang kau lalui, adalah langkah-langkah yang kau tempuh menuju kuburan! Ingat-ingatlah itu, Fathel! Ingat-ingatlah tentang kesejenakan dunia ini. Ingat-ingatlah itu… Sudah berapakah bekal yang telah kau siapkan?”

Okeeh,
Trima kasih kepada orang-orang yang tidak kukenal yang memanggilku dengan panggilan. “Buk.” Dengan begitu, secara tak langsung,mereka  telah mengingatkan aku tentang berharganya waktu yang kupunya…
Hayuuuuk Lalukan yang TERBAIK!
Read More

Menanti Abang Tukang Cireng

Abang Tukang Cireng, lewaaattt dooooooong. Pliss…Plisss…Plisss… [kalo ada Abang Tukang Bakso, tentu juga ada abang tukang cireng kan yah? Heuu…]. Sudah beberapa hari ini aku selalu menanti-nantikan kedatangan abang tukang cireng. Hadeehhh, kapan yaah abang tukang cireng itu datang? Kapaaannn yaaahhh? Lelah kumenantimu, Bang! Hehe… Setiap anak tetangga, pasti sudah kupesenin, “De’, nanti kalo liyat abang tukang cireng lewat, kabari Nipi yaahh.” Hampir setiap hari, ketika anak-anak tetangga pada maen ke rumahku, selalu aku bertanya, “Eh, abang tukang cireng itu ko nda lewat-lewat yah? Katanya lewat sini tiap hari. Nanti kalo lewat, kasi tau yaahh…”

Ups… jangan sampai salah paham dulu, mengapa aku begitu menanti-nantikan kehadiran si abang tukang cireng. Plis, jangaan suuzhan dulu yaah. Hee… Aku juga bukan penggemar berat makanan khas sunda itu. Aihh, bukaaaan….sama sekali bukaaaan. Wong, aku beli cireng pertama kali di kampungku itu yah Cuma waktu itu doang!Hee…
Read More

I am FLP Lover

I'm FLP Lover

Jika ditanya hobbi, maka sedari dulu aku selalu menjawab, “Nulisss!” Hee…
Aku suka menulis semenjak SD. Cerpen perdana itu adalah ketika aku kelas 6 SD mengangkat tema puasa. Ketika SMP, keinginan untuk menulis semakin meningkat. Apalagi aku jadi PJ madding sekolah. Deuuhh, senangnyaaa. Meskipun kala itu karyaku itu masilah picisan belaka. Yaah, sesuai dengan tema-tema ABG yang salah mempersepsikan ce I en te a. hihi.

Kemudian, berkenalanlah aku dengan karya-karya FLP, ketika novel-novel dan kumcer-kumcer karya FLP’ers sedang booming-booming nya. Dan karya Mba Helvy Tiana Rosa dengan Ketika Mas Gagah Pergi adalah cerpen pertama yang bikin aku nangiiiisss sekaligus merubah persepsiku tentang karya-karya islami. Dulu, dalam pikiranku yang sederhana ini, cerpen-cerpe islami itu hanyalah sebatas kisah-kisah para muallaf (heuuu, malu mengenang betapa dangkalnya persepsiku tentang karya islami kala itu).
Read More

F.E.E.L N.E.L.A.N.G.S.A

Hai. . . . Hai. . . . Bloggie,,,Assalaaamu'alaykum!
Hari ini aku dari rumah sakit, Bloggie. Bukan lagi sakiiit. Tapi ngurusin surat keterangan sehat untuk STRA. Hanya saja, masi shock dan terkaget-kaget. . . Hihi. . .
Kaget napa, coba?
Masya Allah, alaaamaaakkk, berat badan nambah lagi cuy! Hadeeehh. . . . Sibuk bukannya malah bikin kurus, tapi malah sebaliknya. Heuu. . . . Tapi tak apalah. Itu karena aku bahagia. Hehe. Dan itu juga karena aku alhamdulillaah sihattt. . . .  Alhamdulillaah, berasa sekali nikmatnya sehat. Maka nikmat Tuhan mana lagikah yang kau dustakan, Fathel?!

Hari ini ke rumah sakit. Bertemu teman-teman sejawat yang kebanyakan senior dan teman-temanku di farmasi. Hadeeehh,,, aku sudah dateng jam 8 kurang, Bloggie. Tapiii, belum tampak ada aktivitas2 administrasi. Nungguin para pegawainya sarapan dulu. Hadeehh. . . .  Akhirnya, aku nungguuuuuuuuuu lamaaaa banget dehh (lebay! padahal nunggunya cuma 1 jam! hee). Untung aku bawa buku. Jadi ludes deh bukunya dibacain. Hee. . . .
(Deuhh, prolog nya ko puanjang bener yah?? hihi. . . . )

Uhmm,,, yang pengin aku ceritakan di sini adalah soal pilihan yang sedang aku pilih saat ini. Meskipun banyak yang menyokong dan men-support, tapi juga tak sedikit yang mempertanyakan. Halaaah, ngapain jugak kuliah lagi Fathel? Ngapain juga harus sekolah tinggi-tinggi. Pikirkan tuh masa depanmu. Nanti malah terlena loh.
Read More

Aku Kangen Sekolah

Personel Sekolah Kitaaa....^^

Waahh, sudah hampir 1 bulan tidak sekolah. Aku kangeeen sekolah lagiii. Kangen sama Bu Kepala Sekolah Mba Indri, Kangen Sama Waka Kesiswaan Sri Wahyuni Dipiro, Kangen Sama Mba Ratna, Kangen Uni Nadra. Hwaaaa, aku kangen sekolah lagiiii.....
Maafkan Akuuu Bu Kepsek, aku sering jadi murid yang bawel, selalu datang sekolah terlambat. Uhuhu...
________________________

Read More

Mawar Di Tengah Hutan

jalan2 menuju hutan


Seminggu yang lalu, aku sempet jalan-jalan ke tengah hutan belantara. Jiyaahh, lebay nian yah? Hee…
Iya memang hutan banget euy…. Menyenangkan sekaliii sekalian terapi jerawattt kate temen-temen aye, hihihi. (Hadeeehh, begini niiih kalo udah sibuk dan stress #soksoksibuk, hihi. Padahal, dulu nih yaah, jerawat itu ogah banget mampir. Padahal aye nda pake tuuh yang namanya tete bengek perawatan segala macem. Cuek amaaat sih aye dulunya. Sekarang? Hadeeehhh…. Dia maunya bersahabat dengan muke aye. Huwaaa toloooooooooong…! Ah, tapi biarin deeeh, yang penting hati riang dan senang #ndakadahubungannyadenganjerawat,hihi…).  Menyenaaangkaaan sekali menghirup udara hutan yang segerrr… Subhanallaah, Maha Agung Allah yang menciptakan hutan dengan begitu indahnya… Hanya satu hal sahaja yang agak sedikit mengganggu. Tentang “panyangek” yang tiba-tiba menyergap di jalan. Hwaa….hwaaa… Untungnya segerraa di tangkis. Ciatt…ciatt…!!

Uhmmm, tak perlulah aku ceritakan lebih detil lagi soal hutan dan pendakian menujunya yang cukup bikin ngos-ngosan. Hee…. Nanti kepanjangan bener nih cerita. Hee… Naah, setelah berkeliling-keliling dan mengamati, akhirnya pandanganku tertuju pada sebuah pembandangan yang begitu menakjubkan (lebaaaaaaaaayyy!). Dia adalah…tarraaaa…mawar di tengah hutan! Subhanallaah… Mawar itu dikelilingi semak-semak dan tanaman hutan lainnya. Dan dia adalah satu-satunya mawar di tengah hutan itu sepanjang pengamatanku. (ngomong-ngomong soal jalan2 ke tengah hutan, aku inget KL waktu semester 2 dulunya. Heuu…). Dan tak lupa pula aku abadikan sang mawar dalam potretku kali ini. Ceklek! Cekklekkk!
Mawar di Tengah Hutan

Masya Allah, mawar di tengah hutan… Luar biasaa…
Ada pelajaran yang pengin aku petik kali ini, soal sang mawar.
Sang mawar telah mengajariku tentang bertahan dalam kesendirian. Ketika tak banyak teman-teman seperjuangan di suatu tempat, di suatu ranah… Mungkin selama ini, kita (aku terutama) begitu adem dan merasa berada di zona nyaman ketika bersama saudara-saudara sefikrah. Saudara seperjuangan. Tapi, sering kali kemudian kesendirian menggerus kita. Kesendirian sering kali membuat kita lebih mudah mentolerir diri, lalu perlahan mulai tergerus. Bahkan ketika diri kita sendiri tak menyadarinya. Astaghfirullaah….

Menjadi mawar di tengah kebun mawar mungkin memang mudah. Setidaknya, ada teman-teman seperjuangan yang akan menupang, di kala mungkin semisal angin ribut sedang berusaha menerbangkan kita. Namun, kesendirian membuat kita mungkin lebih mudah goyah… Lebih mudah menyerah dan berdamai dengan segala keadaan yang ada…

Kadang-kadang, sampai jua berita-berita itu ke telinga;
“Heh, si A sudah mendekin jilbab yah?”
“Tau nda, di B udah pake celana jeans loh…”
“Eh, si C sekarang udah pacaran.”
Aahh, sudaaaaaaaaaaaaahhh,,,hentikanlah!
Sejujurnya, aku sungguh tak ingin mendengar itu semua… Ada kesedihan mendalam. Ada ketakutan mendalam! Aku bersedih, sungguh…
Akan tetapi yang sungguh lebih ingin aku tangisi adalah, bahwa kita tak pernah bisa menjamin diri kita akan seperti apa! Hari ini, begini. Tapi, siapakah yang dapat menjamin tentang hari esok? Ya, Allah….jadikan kami orang-orang yang istiqomah di jalan-Mu…jadikan kami orang-orang yang tetap teguh dalam diin-Mu…Jadikan penutup hari-hari kami di dunia ini adalah dengan amalan terbaik di hadapan-Mu…Untuk-Mu…Ya Allah, itu pintaku…
Ah, menjadi mawar di tengah hutan memang tak semudah menjadi mawar di tengah kebun mawar. Bahkan, kita mungkin tidak menyadari bahwa kita sedang tergerus.
Maka, kumohon wahai sahabat, ingatkanlah aku… Ingatkanlah akuuu ketika kau lihat aku mulai lengah… Sebab tak mudah untuk menjadi mawar di tengah hutan sebagaimana tak mudah untuk bertahan dalam kesendirian…
Read More

Meja, Lampu, dan Kamar Mandi

Alkisah, kejadian ini bikin aku, ibu dan Adek geli, ketawa sampai pinggang pegel. Hihi. Tentang lampu kamar mandi yang sudah habis masa pakainya sehingga ketika saklar dipencet, lampunya tidak nyala-nyala. Hihi… (lebay amat yaah. Mohon permaklumannya yaaahh, hee…). Jadi ceritanya lampu kamar mandi itu kan mati. Jadi, kan mesti diganti kan yah? Nah, berhubung yang jual tongkat ajaib buat masangin lampu (aku nda tau namanya apah? Hihi…) nda dijual di Solsel tercinta, jadiii terpaksa mengandalkan meja dan kusri (dan juga memanjat tentunya) untuk mengganti dan memasang lampu yang baru. Nah, di sinilah letak hal yang menggelikan itu…

Read More

Back...Back...Back Again

Assalaamu'alaykum Bloggie Saiaaank...
Dengan dipenuhi rasa bersalah, akhirnya aku mencoba kembali menulisimu...
Huwaaaah, bloggieee, rasanya beberapa bulan terakhir ini mandeg bangeeet akuuuh... Tolooong....
Bahkan ketika koneksi internet lancar-lancar sahaja, aku justru tak bisa menuliskannyaaa....
Hwaaaa, sekali lagi, toloooooooooong... :)

Hehe,,,
Tapi, sudahlah Bloggie...
Aku hanya sedang menikmati menjadi aku yang sekarang (jadi, aku yg dulu bagemana? ihihi...).
Aku yang sekarang, tentu tak lagi sama dengan aku yang dulu. Setelah sempat terpuruk...lalu bangkit....terpuruk lagi....dan sekarang bangkit lagi! (hayoo, semangattt wahai diriku!).
Banyak dari kisah-kisah perjalanan yang luput dai catatan...
Tapi biarlah, setidaknya aku juga sedang belajar hal yang lain. Hee...

Read More