Kanker [Episode PKL part 1]

Liburan dua minggu ternyata jauh lebih padat dari jadwal kuliah itu sendiri. Sudah dua minggu, tapi aku selalu saja wara-wiri ga jelas ke sana ke mari hatta hari Ahad sekalipun. Dan, dalam dua minggu ini, hanya di satu jum'at saja aku punya waktu libur. Dan benar-benar libur. Bahkan tak turun dari lantai 2 kosan, kecuali hanya 1 kali saja dalam 24 jam itu. Wew! Betah bangeeet yaah? Hihi. Akan tetapi, pada dasarnya, ternyata libur 24 jam justru membuat lebih lelah! Lelah hati maksudnya. Padahal, sesungguhnya masih banyak materi Oncology yang semestinya aku pelajari. Tapi, huwaaahhh....kenapa tiba-tiba pengin rehaattt dulu yah? Heuu...

Senin depan, insya Allah PKL (as a clinical pharmacist candidate, hihi) udah dimulai. Bertempat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Heuu... Deg-degan, tapi excited juga siih. Dan rutinitas berangkat jam 5 subuh dan nyampe kosan lagi jam 10 malem akan ditempuh, insya Allah. Hayuuu, fightiiing! Semangaaaaatttt, Fathel. Semestinya, aku segera nyiapin bekal buat PKL nya. Tapi, berhubung dalam 2 minggu ini nda punya waktu kosong kcuali jum'at kmarin, jadi si oncology masih belom tersentuh. Oncology ohh oncology. Walaupun sebenarnya sebelum bener-bener terjun, kita masih dibekali dulu ama dokter dan pharmacist nya, tapi tetep ajah kalo nda punya persiapan apa-apa jadi ketauan banget bego nya. Hihi... Yaa, kalo masih jadi mahasiswa bolehlah bego-bego dulu. Kalo udah pinter, ngapain juga belajar kaaann? Haha...

Hemm.... Kanker. Penyakit membunuh yang telah merengguti sekian banyak nyawa. Penyakit yang ditakutin oleh banyak orang. Dan, kebanyakan kemoterapi yang tersedia tidak membuat lebih baik di segi kualitas hidup dan mungkin hanya memperpanjang umur hidup saja. Penyakit yang...mendekatkan si penderitanya pada kematian! Setiap orang yang divonis terkena kanker pada umumnya akan mengalami down luar biasa! Lalu, menjadi gelaplah segala yang membentang. Menjadi musnahlah mimpi-mimpi yang dirajut. Menjadi lenyaplah semangat hidup.

Tapi, sesungguhnya, dan semestinya, ada satu sisi positif dari ini semua. Sungguh. Sesuatu yang tak didapati oleh orang-orang sehat. Penyakit kanker, memang mendekatkan si penderitanya pada kematian. Akan tetapi, semua itu akan menjadi reminder bagi mereka, tentang berharganya sisa-sisa umur yang mereka miliki. Sedang, orang-orang yang diberi nikmat kesehatan, sering luput tentang hal tersebut, dan sering merasa dan berpikir "beramalnya entar ajah, kalo udah tua." Siapakah yang menjamin umurnya akan sampai pada waktu yang dia prediksi itu?! Ah sungguh, seberat apapun kanker, tapi dia menjadi reminder yang menyadarkan akan hari berakhirnya kehidupan ini. Jika kita mengatahui waktu kita tinggal sedikit, bukankah kita ingin memberikan performa terbaik yang kita bisa berikan...

Insya Allah nanti share lagi soal PKL. Aku mau download bahan-bahan PKL dulu yaahh. Do'akaan... ^__^
___________________________


Perjalanan hidup manusia
Menempuhi alam dunia
Menghabiskan waktu yang tiada lama

Perjalanan hidup manusia
Menempuhi alam dunia
Menghabiskan waktu yang tiada lama


Usia bertambah semakin senja
Tiada serasa tak tersadar
Semakin dekatlah kematian
Akan menjelang tiba

Sadarilah usia amanah dari Illahi
Sadarilah kita pasti kan dimintai
Pertanggung jawabannya pada Illahi
Usia bertambah semakin senja
Tiada serasa tak tersadar
Semakin dekatlah kematian
Akan menjelang tiba

Sadarilah jalani hidup ini penuh makna
Sadarilah pastikan ia berarti di akhirat
Yang abadi

Perjalanan hidup manusia
Menempuhi alam dunia
Menghabiskan waktu yang tiada lama

Usia bertambah semakin senja
Tiada serasa tak tersadar
Semakin dekatlah kematian
Akan menjelang tiba

Sadarilah jalani hidup ini penuh makna
Sadarilah pastikan ia berarti di akhirat
Yang abadi

Sadarilah usia amanah dari Illahi
Sadarilah kita pasti kan dimintai
Pertanggung jawabannya pada Illah

Sadarilah jalani hidup ini penuh makna
Sadarilah pastikan ia berarti di akhirat
Yang abadi

-The Fikr-
Read More

Bodoh Sekali!

Dan lihatlah, mereka semakin tertawa garang. Ketika perangkap-perangkap mereka telah dimasuki. "Bodoh! Kau BODOH SEKALI." Itu tawa mereka. Dan bukankah mereka telah berjanji akan menyesatkan hingga ke akhir masa?!

Iya. Kau bodoh. Bahkan sangat bodoh, wahai diri.
Jika memang kau sudah mengerti bahwa semarak bebunga warna warni di pepinggiran jalan itu hanyalah fatamorgana yang menyesatkan, lantas mengapa begitu lama kau termangu menatapinya? Terlena. Kemudian lupa, bahwa jalan yang kau tempuh masihlah panjang!
Sedang kau dalam keadaan sadar dengan sesadar-sadarnya, tentang fatamorgana dan jalan panjang yang masih harus kau tempuh itu!

Beranjaklah segera!
Jika kau tak ingin, kesiaan ini berlangsung lebih lama.
Berlalulah segera!
Jika kau tak ingin tenggelam di sini.
Hayooo, segaralah bangkit!
Sebab, kau tak pernah tau, kapankah akhir dari episode hidupmu di dunia ini, wahai diri.
Relakah kau, jika dalam keterlenaan itulah, Dia memanggilmu kembali?
Relakah kau, membiarkan kenikmatan terbesar itu ditukar dengan dunia yang bahkan lebih ringan dari sayap nyamuk?
Relakah kau menukar yang banyak dengan yang sedikit?
Relakah kau menggadaikan emas demi perunggu?

Wahai diri, bukankah kau masih ingin tetap di jalan ini?
Wahai diri, bukankah kau masih ingin berada di bawah naungan hidayah-Nya...
Lantas, masihkah kau punya alasan untuk berlena diri?
MASAIHKAH?
JIKA MASIH, ALANGKAH MERUGINYA KAU!

Wahai diri, ingatlah, bahwa hanya surga-Nya yang menjadi tujuanmu...
Tapi, mengapa kau masih membiarkan diri dalam ghaflah yang istimror?!
Mengapa!?

Kembalilah!
Kembalilah!

____________________________

Read More

Rel Kereta, Jalan Raya dan Kematian

Innalillahi wainna ilaihi rooji'un....
Hari ini ada dua kecelakaan kereta di pagi selasa di waktu yang hampir bersamaan. Satu korban di Stasiun Pondok Cina, yaitu buruh bangunan di UI dan dua korban di stasiun Tebet, tukang ojek dan penumpangnya.
Ya Allah....
Lagi-lagi, rel kereta memakan korban....

Aku punya kisah Inspiratif  Saif Al Battar. Smoga bisa menggugah kita smua.

Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang.
Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.
Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing. Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.
Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Pekejaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi. Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak waktu luang…pengetahuanku terbatas. Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas.
Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban. Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah. Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu. Tak ada gunanya…Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia. Kami segera membawa mereka ke dalam mobil. Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening. Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk).
Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat. Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu’ sekali.
Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu. Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.
Kejadian Yang Menakjubkan… Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu…sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika. Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapatpenanganan. Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah agama. Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah. “Subhanallah! ” dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati. Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan Al Quran seindah itu.
Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku Sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga. Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia. Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir.
Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan. Sampai di rumah sakit… Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya. Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya.
Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. “Justru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum.Aku ikut menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan. Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat. “Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah”.Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya… Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat…
Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin… (Azzamul Qaadim, hal 36-42)


Sumber : [“Saudariku Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab”; judul asli Kesudahan yang Berlawanan; Asy Syaikh Abdul Hamid Al-Bilaly; Penerbit : Akafa Press Hal. 48]




Smoga kisah ini jadi pelajaran berharga buat kita semua, buatku terutama, juga buatmu semua...

“Ya Allah, jadikanlah umur terbaik kami di penghujungnya, jadikanlah amal terbaik kami di penutupnya, jadikan hari-hari terbaik kami saat bertemu dengan-Mu.”

Read More

Aku dan Rel Kereta

Setiap orang mungkin memiliki kebiasaan unik yang berbeda dengan orang lain. Atau, entah hipotesaku salah? Hihi... Aku sendiri sebenarnya punya beberapa kebiasaan unik di wisma dulunya yang sering 'dikritisi' temen-temen. Hehe, anggap saja itu the unique of Fathel. Hahaha. Salah satu kebiasaan itu adalah, aku terbiasa mengenakan kaos kaki terlebih dahulu sebelum mengenakan jilbab. Hihi... Kata teman-teman, itu adalah hal yang aneh, secara memasang kaos kaki seharusnya menjadi urutan terakhir dalam runtutan episode berpakaian (halaah, pake episode segala!) tepat ketika mau berangkat saja, sebelum memakai sepatu atau sendal. Tapi, aku memang sudah terbiasa, yaa memang sulit juga ngerubahnya. Hehe...

Nah, salah satu kebiasaan lainnya adalah, aku terbiasa melintasi palang kereta ketika palang jalan itu sudah diturunkan. Artinya, sebenarnya sudah ada palang melintangi jalan pertanda akan ada kereta lewat. Dan aku, selalu menyeruak di bawah palang itu, dan mengambil posisi satu langkah di depan palang. Dan itu, masih jauh dari rel kereta. Sekitar 3-4 meter. Kebiasaanku menyeruak di bawah palang ini juga sebenarnya sudah berlaku semenjak dulu, dan tak pernah satu kali pun bapak-bapak penjaga palangnya berkomentar. Alasannya sebenarnya adalah aku malas saja berdiri di samping para motor dan para mobil, nda tahan asapnya. Udah gitu ada yang ngerokok juga. Selain itu, biar aku bisa langsung jalan begitu palang diangkat, karna kalo aku berdiri di belakang palang, aku akan saingan dengan pengendara motor, dan mereka pasti lebih cepat! Jadi, memilih posisi satu langkah di depan palang adalah posisi terbaik menurutku.

Tapi, berbeda dengan sore ini. Sepulang dari ITC Depok, aku dan Nany mendapati palang kereta sudah diturunkan. Seperti biasa, aku langsung mengambil posisi dengan menyeruak di balik palang. Tapi tak dinyana, aku diteriaki (bahkan di-sumpah-serapah-i) oleh segerombol (mungkin) pemulung (entah buruh).
"Woi! Ada kereta yang lewat tuh!"
"Tunggu neeng!" Teriak bapak di seberang.
"Maen serobot aja Lo!"
"X%(*^%%$#...."
"$^&*)#@^&*(..."
Dan seabrek kata-kata kasar lainnya yang memang sengaja tak aku tuliskan. Heh? Ngapain juga mereka harus berkata kasar? Pun kalo aku ketabrak kereta, memangnya ada urusannya dengan mereka? Nda perlu berkata kasar juga kaaan? Sangat mengherankan! Entah karena mereka dibesarkan di lingkungan yang memang terbiasa dengan sumpah serapah, jadi kata-kata kasar dianggap biasa, atau entah bagaimana.

Lagian, alhamdulillaah aku masih normal ko, dan juga tidak niat menabrakkan diri di kereta. Siapa sih yang mau menabrakkan diri ke kereta? Siapa sih orang normal yang mau melintasi rel ketika kereta lewat? Aku kan hanya melintasi palang dan berdiri satu langkah di depannya yang jarak ke kereta masih 4 meteran. Wong  kalo berdiri di peron ajah jarak ke kereta nda nyampe setengah meter juga nda papa ko. Aku juga sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa akan ada kereta lewat. Ko pada sewot ajah siih??? Heuu....

Tapi, aku mencoba diam aja. Nda ada gunanya juga perang mulut ama tuh bapak-bapak buruh. Malah Nany yang geram banget. Hehe. Tapi, biarlah. Anggap saja mereka orang-orang yang memang sangat peduli sama aku dan ndak rela membiarkan aku sedikitpun berjalan menuju rel. Anggap saja mereka memang sangat care sama aku kan yah?! Kalo saja mereka tak peduli, mereka nda mungkin tereak-tereak begitu, dan mungkin mikirnya gini, "biarin ajah tu orang kelindes kereta. Emang gue pikirin. Anak bukan emak bukan. Bukan siapa-siapa. Nda ngerugiin gue juga." Justru karena mereka pedulilah makanya mereka berteriak-teriak begitu--meski dengan kata-kata yang memang tak enak didengar telinga. Ya, mencoba berpikiran positif saja sama bapak-bapak itu. Semoga niat baik mereka buat ngingetin aku dibalasi kebaikan oleh Allah.

Ijinkan aku memetik pelajaran dari peristiwa ini. Bahwasannya, pertama, tidak semua maksud kita (bahkan maksud baik sekalipun) dipahami baik dan dipahami sama oleh orang lain. Maka, sebaliknya, jangan langsung men-judge sesuatu yang dilakukan orang lain salah sebelum kita benar-benar mengetahui maksud sebenarnya di balik tindakan seseorang itu. Jangan sampai, dugaan dan prasangka kita dikedepankan sehingga langsung menyalahkan tindakan orang lain yang belum tentu juga salah (ini nasihat terutama untuk diri sendiri yang begitu spontaneus menilai! Makanya Fathel, sediakan seluas-luasnya ruang husnudzon sebelum kamu mengetahui dengan sejelas-jelasnya maksud orang lain itu). Pelajaran kedua, ketika kita mencoba menjadi orang-orang yang berbeda dari kebanyakan orang-orang, maka bersiaplah menuai banyak suara dari berbagai lini. Tapi, sepahit dan seberat apapun, tetaplah berada di baseline-baseline kebenaran! (ini ngucepinnya mah gampang tapi ngelaksanainnya susaah pisaaan!). Di jaman serba edan begini, pemimpin baik adalah hal yang langka. Nda korupsi adalah hal langka. Ketika seorang berada di lingkungan yang serba korupsi lalu ada satu orang yang bertahan untuk tidak korup, biasanya pilihannya hanya dua, kalo nda merasa tersingkir dan terasing (plus berbagai cemooh, caci maki, de es be), kalo nda yaa disingkirkan. Kebanyakn yang terjadi kan begitu yaa? Maka penting sekali sebenarnya kita MEMBIASAKAN yang BENAR, bukan MEMBENARKAN yang BIASA! Biar kita dan bangsa kita tak lagi membenarkan korupsi karena sudah terbiasa. Mari biasakan yang benar!

Siip...
Mari kembali Berbenah Fathel!
Semangaaaaaaaattt!
Read More

Stenosis

Wah, sudah begitu lama tak membersamaimu Bloggie. Dan, segala yang ingin aku tuliskan menguap entah kemana langitnya. Hehe. Saking banyaknya yang pengin aku tuliskan, jadinya, malah tak satu pun yang kemudian tertuliskan (halaah, apaansih?). Iya, lebih kurang begitu. Ada semacam degradasi itu (atau malah degeneratif? hehe...)

Ak mau cerita apah yah Bloggie? Hemm....cerita tentang stenosis ajah yuuk. Maaf yah Bloggie, lagi-lagi kali ini aku pake bahasa egois (hehe, mksdnya bahasa yang hanya kalangan tertentu yang familiar). Untuk obat-obat hipertensi dengan kondisi compelling CKD dan penyakit ginjal lainnya (komplikasi dengan diabetes), golongan ACE inhibitor masih menjadi pilihan paling topcer! Mengapa? Karena dia tidak merusak ginjal, tidak seperti obat-obatan lainnya. Akan tetapi, DIKECUALIKAN untuk stenosis pada pembuluh aferens nefron ginjal. Pemberian ACE inhibitor justru membahayakan ginjal karena adanya stenosis dapat memperberat kerjanya karena pembuluh eferens nya mengalami vasodilatasi sementara di aferensnya stenosis (terjadi penyempitan).

Ya, si stenosis ini memberikan pelajaran banyak padaku. Sangat banyak! Jika aferens mengalami stenosis akan sangat mustahil dapat mengalirkan ke eferens dengan jumlah yang banyak. Apalagi jika eferens mengalami vasodilatasi. Hal itu hanya akan dapat merusak saja. Justru merusak. Ya, jika ruhiyah mengalami stenosis, akan sulit (bahkan teramat sulit) untuk mengalirkannya... Akan begitu sulit untuk mengalirkan energi-energi positif itu. Apalagi, adanya vasodilatasi keharusan untuk mengalirkannya lebih banyak. Percayalah, ini bukan menyoal bagaimana beretorika Fathel! Tapi ini menyoal, the power of ruhiy! Sehebat apapun retorika, jika tanpa ruh, segalanya hanyalah nol besar! Hati hanya akan menerima seberapa banyak yang dikeluarkan.. Tidak seperti otak, yang bisa saja menerima, meski dalam kapasitas besar. Karena tak ada pelibatan hati di sana. Hanyalah sekedar sampai-menyampaikan saja...

Dan, stenosis ini pulalah yang menjadi alasan, mengapa blog ini menjadi sepi tulisan...

Baiklaah, mari kembali merefresh segalanya... Kembali berbenah!
Karena ujian dari-Nya hanyalah sebatas kesanggupanmu saja Fathelvi Mudaris, maka JAGALAH HATIMU! Jagalah Allah di hatimu, maka Allah-pun akan menjagamu...Ketahuilah, bahwa dunia ini hanyalah sejenak saja...Ketahuilah, bahwa MAUT datang pada WAKTU yang TAK TERPREDIKSI!

Read More

Gadis Berjilbab Cokelat

Seperti sudah lama pernah mengenalnya!  Ya, aku seperti pernah mengenalnya. Meski entah di mana itu.
"Eh, itu yang jilbab coklat, mba nya siapa yah namanya?" Tanyaku pada teman sebelah.
"Oh itu kan si...." temen sebelah menyebutkan sebuah nama.
Ah iya! Iya! Aku ingat sekarang! Sangat ingat malah!

Ah, sekarang kau sudah jadi 'orang besar', dik!
Sesuatu yang memang telah aku dugakan sebelumnya...
Kau dan teman-teman seperjuanganmu, akan jadi orang-orang hebat, insya Allah... Itu gumamku dulu.
Dan hari ini, apa yang pernah aku dugakan dulunya, menjadi wujud nyata...
Wajah teduhnmu, sungguh sudah lebih dari cukup untukku..
Bahagiaku adalah ketika kau dan teman-teman seperjuanganmu, menjadi orang-orang besar...seperti harapanku ketika kau dan teman-temanmu ketika masih mengenakan seragam putih abu-abu...

Seulas senyum darimu ketika kita berpapasan.
Senyum teduh. Dan aku bahagia dengannya.
Ah, kau pasti tak mengenalku lagi. Lebih tepatnya, mungkin kau tak pernah menduga, aku ada di sini sebagai peserta di acara yang kau sebagai panitia segaligus fasilitatornya, sekaligus menjadi orang-orang 'belakang layar' dari sebuah agenda sebesar ini.
Sudahlah. Tak mengapa. Aku juga tak ingin kau kenali lagi. Hehe...
Melihatmu menjadi 'orang besar', sudah lebih dari cukup untukku...



_____________________
ehh?? ujian Fatheeeeeeeeeellll...ujiaaaaaaaaaaaaaaaaannn....! Ngeblog mulu!
Read More

Ujian Kali Ini

Marilah kita bercerita tentang kisah menarik hari ini.. Kita? Ehh, nda nyadar aku tengah ngomong entah sama siapa. PeDe banget ada yang menyimak. Padahal, sebenarnya kebanyakan yang mampir hanyalah orang-orang nyasar sahaja. Hihi... Tapi, setidaknya Bloggie-ku tersayang ini mendengarkan aku. Bukankah kadang kita hanya butuh didengar sahaja, tho??

Hari ini ujian Farmakoterapi. Karena di jadwal jam 13.00, aku memutuskan untuk datang lebih awal saja. Apalagi Bu Roma SMS, "Dateng dooong." Jadi, semangat untuk datang ke kampus lebih awal mencuat juga. Lagian, aku juga udah janji sama Sri Dipiro (hehe, Sri Dewanti maksudnya. Aku memanggil Sri dengan sebutan Dipiro karena Sri itu ahli farmakoterapi, dan mengusai banyak isi buku Dipiro. Jadi, aku kagum deh. Hehe. Makanya aku menyebutnya Sri Dipiro) untuk dateng jam 11, karena kami mau bahas Aritmia (kelainan Irama jantung).

Sampai di kampus, napsu makan tiba-tiba ngedrop banget. Nda selera ngeliat apapun. Huhu. Akhirnya, cuma makan siang dengan segelas jus Alpukat dan kueh ringan yang dibeli di gedung A sahaja. Apalagi karena tentengan yang berraaaattt banget. Ada DIH --> drug information handbook yang tebelnya lebih tebel dari HP samsung (> 10 cm) dan parahnya lebih tebel dari bantal akuuh, ada guideline Antibiotic, dan ada cuplikan buku Dipiro yang sudah aku print semalem dan sudah aku kasih marker, menandai halaman-halamannya. Dan tentu saja yang tak boleh ketinggalan adalah laptop beserta komponen pendukung untuk bisa koneksi internet.

Tepat jam 13.00 ujian di mulai. HANYA SATU SOAL. Studi kasus, dari kisah nyata pasien di rumah sakit rujukan nasional. Howalaaahh. Masya Allah. Satu soal, pertanyaanya dua, dan jawabannya empat halaman folio. Satu soal, tentang pasien dengan riwayat pengkonsumsi alkohol, menderita diabetes mellitus tidak terkontrol, yang kemudian menyebabkan komplikasi, osteoartrithis, Chronic Kidney Disease (CKD) stage III, CVD, Stroke, Hypotonic Bladder, imobilitas, instabilitas, lalu Inkontinentia urine yang mengakibatkan dia harus pasang kateter silikon, tapi dia menolak dan dipasangkan kondom kateter yang justru memicu ISK (infeksi saluran kemih). Pasien geriatri, dengan kerusakan fungsi ginjal. Itulah kasusnya. Tambah lagi, dia anemia, tapi diberikan suplemen asam folat (dan aku baru menyadari setelah ujian, anemianya disebabkan oleh kerusakan ginjalnya, bukan karena defisiensi asam folat! Sebab, eritropoeitin juga diproduksi oleh si ginjal. Hwaaa, kenapa bisa lupaaa ketika ujiannya yaaahh???)
Tiba-tiba saja, waktu dua tiga jam lebih merasa tak cukup untuk kubahas. Puyeng. Aku panik. Lantas me-nol-kan inteligensia. Bahkan aku tak sempat membaca di chief complient nya itu adanya batuk, jadi aku menyalahkan pemberian ambroxol di pembahasan DRP. Masya Allah... Ck..ck...ck... Dan satu lagi, ternyata...perut sudah bernyanyi ria.
Read More

Ujian dan Kesederhanaan

Saat-saat fullstressing, adalah saatnya si otak kanan menggeliat, merajuk dan minta perhatian. Huwaaahh, adalah seperti mendapati buah simalakama, ketika ujian menjelang, dan ketika itu pula kepingin nulisnya udah meluap-luap ke permukaan. Mungkin suatu saat bisa saja surut, tapi, tak berarti apa-apa jika ia hanya terlewat begitu saja.

Semakin lama, blog guweehh semakin geje saja rasanya yah? hihi... Kebanyakan isinya cuma curhat belaka. Tapi ya sudahlah, karena ini semua apa adanya saja. Bukan kamuflase. Ya, beginilah akuu (semoga bukan sebuah pembenaran! Meski beberapa orang memang tak suka dan mengkritisi blog yang isinya curhat semua. Tapi sekali lagi--ya sudahlah!).

Hemm, cerita apah yaah?!
Yaa, cerita akuuh tentulah tak jauh-jauh dari yang namanya kuliah dan ujian. Hehe. #Jadimahasiswalagi. Tidak seperti mahasiswa pascasarjana lainnya, aku tetep saja harus menghadapi ujian tertulis. Jika saja di mahasiswa PS lainnya nilai paling minimal adalah B, maka di jurusan aku khususnya, nilai C itu snagat mungkin! Jadi, jika di mahasiswa PS lainnya IP (dan IPK) tiga koma sekian-sekian adalah wajar adanya, maka di jurusan aku mahasiswa PS dengan IP dua koma mungkin juga ada. Intinya, tetap saja, kuliah pascasarjanaku tak jauh beda dengan S1 (menyoal ujiannya yaa, bukan menyoal inti yang dipelajarinya!). Yang lebih kasian lagi adalah mba-mba dan ibu-ibu yang sudah berkecimpung di dunia kerja, kini juga mesti komat-kamit dan basitungkin buat belajar UAS. Dan parahnya lagi, yang namanya makalah dan presentasi tetap tak luput dari kegiatan perkuliahan. Sama seperti mahasiswa PS lainnya. Jika mahasiswa PS lainnya, dicukupkan dengan nilai makalah dan presentasi saja, maka kita juga ketambahan ujian tertulis. Tak satu pun dari mata kuliah yang tidak memberikan tugas kuliah. At totally, kuliah pascasarjana yang kata orang-orang lebih gampang dan lebih santai dari S1 bagi kita adalah mustahil adanya. Lima belas SKS saja sudah begitu megap-megap. Aku tak bisa bayangkan, jika aku sampai mengambil 22-24 SKS. Waduuhhh, itu sama saja bunuh diri, hihi.

Masih ada 5 ujian lagi yang mesti aku jalani. Tapi, 5 ujian terakhir ini adalah ujian-ujian yang sangat menarik bagi aku. Hemm, klinis banget, gituuuh! Empat di antaranya studi kasus dan 1 perhitungan dan penyesuaian dosis pada pasien (termasuk pasien yang mengalami gangguan fungsi hati sebagai organ yang akan memetabolisme obat dan juga ginjal sebagai organ yang akan mengeliminasi obat, juga pasien pada populasi tertentu seperti pediatrik dan geriatrik). Intinya, point of interestnya lebih deh... Hehe... (Menyukai ujian?? Waahh sesuatu banget yaaaa??). Meski tak serta merta menyukai ujian akan menghasilkan nilai bagus. Tetep saja harus belajar, kan ya?!

Sesuatu yang masih mengganjal dan menjanggal adalah tesis! Howalaaaa, tesis oh tesis. Sampai hari ini aku masih blank soal tema dan judul. Sementara, temen angkatan kita sudah ada yang seminar proposal (yang berarti udah ngelewatin 2 tahapan awal!). Udah gitu, kita sidangnya ada 5 tahapan (sidang komisi, proposal, sidang pre-hasil, sidang hasil, dan sidang komprehensip) dan harus sudah submit artikel untuk bisa ikut sidang terakhir. Katanya, anak-anak klinis sih jarang yang bisa selesai dalam masa 4 semester. Hadoooohh, jadi bergidik ngeri niih. Kalau sudah ngomong yang beginian, bawaannya jadi GALAU. Heuu.... [ Ya sudah, biar nda galau, nda usah ngomongin tesis dulu, cuy!].

Semester depan, saatnya clarckship di RS. Semoga sebelum Ramadhan, bisa PKL di RSKD yaah. Aamiin. Jadi, lebih cepat selesai akan lebih baik. Kalau harus menunggu lagi, waduuhh... akan kegeser juga jadwal-jadwal lainnya ke belakang. Emm...dapat kabar, kita bakal dibarengin PKL nya sama Pharm.D (Residen Pharmacy yang lagi praktik di RSCM dari Amerika). Waduuhh, jadi deg-deg-an. Yang jelas, pasti beda jauhhh sama pharmacy Klinis di Indonesia deh. Amerika kan bagus banget farmasi klinisnya. Dan, kabar-kabarnya lagi, bahkan para PPDS ajah belajar ama si Residen Farmasi, saking pahamnya dia. Ck..ck...ck... Tapi, aku seneng juga sih, kalo memang jadi dibarengin ama mereka. Jadi banyak belajar deh sama Pharm.D [kira-kira aku bisa bahasa Inggris nda yaah?? --> ahahaha, gubraakk! Makanya belajar, cuy!].

Oh iyaa, aku lagi bahas kasus Kardiovaskular dan kasus Infeksi niih. Selain itu, yang diujiankan juga ada kasus ADR dari obat-obat hipertensi, ACEinhibitor, ARB, beta-blocker, NSAID selektif maupun nonselektif, Antidepressan, Golongan Statin, antibiotika dan antijamur. Hwaaahh, rasanya aku harus begadang terus full day selama 1 minggu ke depan deh buat ngebahas kasus-kasus tersebut. Tapi aku menikmati. Hehe...

Wah...waahh, sudah panjang lebar banget niiih cerita yaah? Hihi... Namanya juga cerita (nda penting!). Sebenernya aku cuma pengin ceritain soal ujian DDS (drug delivery system and targeting) kemarin. Tapi malah terjadi vasodilatasi begitu jauh (bahkan angioedeme cerita, yang meleber entah ke mana rimbanya iniih, ahaha). JAdi, sebenernya DDS&T itu bagi aku sih matakuliah wajib yang berraaattt banget. Berraattt karena aku tak pelajari di jaman S1 dulunya. Berraaatt karena bidangnya tak begitu aku minati (kecuali terapi gen, hehe). Berraatt karena... aku memang harus pahami konsepnya sedari awal lagi. Naahh, pas belajar kemarin itu, aku belajar hingga ke ranting-rantingnya, hingga ke pucuk-pucuknya, hingga ke akar-akarnya, tapi ngelupain batangnya. Aku berpikir, hal sesederhana itu kecil kemungkinan akan dikeluarkan di ujian. Aku terlalu berpikir rumit, sehingga melupakan hal-hal sederhana. Tapi, masya Allah, yang keluar di ujian itu justru adalah hal-hal yang sederhana. Bukan lagi batang, bahkan kulit-kulitnya batang kali yaah, yang ketika belajar aku cuekin. Dan parahnya, aku terjatuh pada hal-hal yang sebenarnya sederhana.

Ya sudahlah, sudah berlalu. Meski pun sempat menyesali diri, mengapa tak memulai belajarnya dari hal-hal yang sederhana dulu, tapi setidaknya aku telah diberikan banyak pelajaran oleh kisah ujian  DDS&T ini.
Sering kali dalam hidup, kita memikirkan hal-hal yang rumit. Hal-hal pelik. Namun, sering kali kita melupakan hal-hal sederhana. Bukankah sering kali pula, hal-hal sederhana itulah yang sebenarnya menjadi esensi dari hidup kita. Mungkin kita punya banyak obsesi. Banyak mimpi. Tapi, kita lupa hal-hal sederhana yang ada di sekeliling kita.
Ya, walaupun ujian  DDS&T tak terlalu sukses, tapi setidaknya, ia nya meninggalkan pelajaran berharga untukku (semoga juga untukmu!).
Banyak hal dalam hidup ini yang sesungguhnya bisa kita sederhanakan. Tapi, sering kali kita memandang dari sudut kerumitannya saja. Sehingga lupa, bahwa semestinya kerumitan itu ada yang bisa kita selesaikan dengan cara yang sederhana.

Hokeehh, semangat ujiaan. Semoga ujian-ujian ke depan bisa terlewati dengan lebih baik. Ujian kehidupan terutama....

Read More

Bara Api

Ya, begitulah hakikatnya sang bara api...
Ketika kecil, ia menjadi kembang yang sangat indah... Bahkan terlalu indah.
Dan kau menyebutnya--kembang api!
Tapi, akan tiba suatu masa, di mana bara itu membesar, apalagi ketika tertiup sang angin.
Lantas tiba-tiba, membesar... Dan, mungkin sampai pada keadaan di mana kau tak lagi mampu memadamkan bara kecil yang kau buat jadi mainan itu pada mulanya...
Bahkan, mungkin saja kau ikut terbakar, jika saja kau tak punya kesempatan menghindar atau menyelamatkan diri.

Maka, bersyukurlah jika hari ini kau rasakan sakitnya memegang sang bara.
Bersyukurlah, sebab kembang api yang kau sebut indah itu pada akhirnya kau rasakan jua percikan panasnya...
Bersyukurlah, karena api itu belum sempat membesar...belum sempat membakar....
Kau masih punya kesempatan untuk padamkannya, Fathel...
Bersyukurlah, Fathel...

Maka, jangan lagi pernah bermain kembang api, secantik apapun ia... Sebelum ia membakar dirimu sendiri...


______________________
Di sela kegalauan ujian Farmakologi Molekular yang Belajarnya di Injury Time...
Semoga ujian kali ini sukses....
^___^
Read More

Bukan dengan Begini Caranya

Ah, tiadalah pantas bagimu untuk memaksakan asa. Karena, bukan kau yang menjalaninya Fathel.
Betapa menyedihkan, jika motivasi yang kau berikan justru berakibat tekanan, bahkan paksaan.
Tidak!
Bukan dengan begini caranya, Fathel....
Seharusnya kau membangun dan menghidupkan jiwa-jiwa itu, membiarkan potensi-potensinya berkembang...
Bukan dengan memaksa harus menjadi seperti apa yang kau maui...meskipun itu baik. Baik menurutmu, belum tentu baik bagi kondisi mereka...Sebesar apapun harapmu!
Ya, ini menyoal cara, bukan menyoal hasil Fathel!
Sebab hasil adalah urusan-Nya, bukan urusanmu...

Jadi, bukan dengan begini caranya Fathel...
Read More

Ya, Begitulah Dunia...

Selalu saja, pasti ada ujian untuk penakar setiap kenaikan kelas.
Maka, jika merasa tak pernah mendapati ujian-Nya, mungkin saja itu disebabkan oleh dua hal : Ketiadapantasan kita untuk naik kelas atau "merasa tak pernah ada ujian" itu sendiri adalah sebentuk ujian...

Sungguh, dunia yang amat sejenak ini begitu berat. Dalam satuan waktu, selalu saja ada kefluktuatifan. Niatan ikhlas pada mulanya sekalipun, di pertengahannya selalu saja mendapati ujian ketahanan, dan akan selalu direcoki oleh bisikan-bisikan setan yang menyesatkan. Maka, bertahan dari padanya, seperti berjalan di atas kaca yang licin berminyak, tanpa berhati-hati, maka dengan begitu mudahnya tergelincir.

Tapi, begitulah surga-Nya.
Bagaimana diri kita merasa pantas dapat memasukinya, jika hanya duduk-duduk santai saja?
Begitulah surga-Nya...
Memang, menggapainya perlu berpeluh payah. Perlu bersusah-susah.
Karena ia, tak pernah dapat dimasuki, hanya dengan cuma-cuma...

Jalanan menujunya adalah seperti berada di atas gunung es yang licin, di mana kiri dan kanannya adalah jurang. Extra upaya, serta extra hati-hati. Sebab, sedikit saja, mungkin akan menggelincirkan kita pada jurang-jurang itu... Masihkah kita ingat, kisah tiga orang; syuhada, dermawan dan penghafal qur'an? Ketiga-tiganya adalah mulia di mata manusia. Tapi, mereka diganjar neraka, karena niatan di dalam dada mereka adalah hanya karena ingin disebut syuhada, dermawan atau qari'. Dan sungguh, begitu halus caranya menggelincirkan niatan kita...
Memang tak berlebihan, jika kita menyebut dunia ini berat! Maka yang sejenak ini, memang teramat singkat hanya untuk bersenang-senang belaka...
Sungguh, sebelum segalanya menjadi penyesalan, sebelum hari di mana taubat itu tiada lagi berguna, sungguh Allah masih membentangkan seluas-luasnya ampunan...

Semoga Allah menjadikan penutup hari-hari kita adalah dengan sebaik-baik penutup, sebab amalan itu tergantung bagaimana ujungnya....tergantung bagaimana penutupnya...


Mentoring Ketapang, Rajab 1433 H
Read More

25 Tahun!

Ya, pada akhirnya, tetap saja menjadi tua itu adalah sebuah keharusan. Jika saja dua atau tiga tahun lalu masih imut-imut (hueekk....nausea vomiting mode ON), maka sekarang menjadi 'amit-amit' juga menjadi suatu keharusan. Sebagaimana harus (belajar) berdamai dengan panggilan "Buk" (sesuatu yang memang tidak akuhh sukai...huhuu). Sadarlah Fathel, seberapa banyak waktu yang telah kau habiskan! Dan, sungguh, dunia ini terlalu singkat untuk dijadikan sebagai satu-satunya tempat kebahagiaan. Bahkan perumpamaan dunia ini, tak lebih dari sehelai sayap nyamuk saja....

Ya, memang harus disadari sesadar-sadarnya, bahwa seperempat abad berlalu sudah! Sudah lebih dari seperempat abad, Fathel! (Apah kau ngerasa masih 17 tahun saja, hem??!). Tapi, kenapa seperti tak pernah nyadar? Kenapa, hem??!

Bahkan catatan asa itu masih tertulis dengan nyatanya, tentang angka 25 yang telah diazzamkan sebagai the peak of achievement! Tentang tekad yang sudah tercatat sekuat-kuatnya. Tapi apa? 25 Tahun itu telah datang, man! Nyadar Fathel. Nyadar! Mana aksi nyatamu?? Lantas, ke manakah waktu-waktu berhargamu selama ini kau habiskan? Ke manakah? Dan setelah melewati angka 25, barulah penyesalan itu datang!

"Sebelum 25, adalah usia emas untuk dapat mencapainya. Karena setelahnya, mungkin akan lebih susah untuk menanamkan sebuah memory. Bukan tidak bisa, karena Allah telah menjanjikan untuk memudahkannya. Bahkan, seorang nenek di usia 80 tahun pun sanggup untuk menghafalkannya. Tapi, di bawah usia 25 itu adalah masa emasnya." Begitu yang pernah aku dengar dulunya. Redaksinya mungkin saja jauh berbeda. Tapi, kata-kata itu seperti sudah berada di amigdala.

Hari ini, benar-benar tertampar rasanya. Seorang bocah 3 tahun saja, dapat melafadzkan Qs. Maryam dengan lancarnya. Di usia 3 tahun! Seorang bocah tujuh tahun saja, bisa membacakan kitab mulia itu tanpa mushaf ketika diuji oleh sang guru. Lantas aku? Betapa memalukannya! Telah 25 tahun, tapi tak lebih baik dari kedua bocah itu. Bahkan tertinggal begitu jauh! Coba telik ke belakang kembali. Ke mana tahun-tahun itu telah aku habiskan? Ke manakah? Apakah urusan dunia telah lebih banyak menyibukkanku? Lalu, tak menyadarikah bahwa dunia ini hanyalah bayang-bayang saja. Sungguh, selama mengejar bayang-bayang, maka akan sejauh itu pula bayang-bayang itu lari. Tapi, jika menjauhi bayang-bayang, justru bayang-bayang itu datang mendekati! Selama mengejar dunia, maka selama itu pula dunia takkan pernah berhenti memuaskan, laiknya meminum air lautan. Tapi, selama kehidupan akhiratlah yang dikejar, maka, saksikanlah tentang dunia yang mengejar!

Dua puluh lima, Fathel!
Belum terlambat untuk menyesal...
Tapi, semua akan menjadi terlambat ketika kereta kehidupanmu telah berhenti pada stasiunnya. Sementara waktu pemberhentiannya itu tak pernah dapat kau dugakan. Lalu, apakah kau masih punya alasan untuk berleha-leha?!

Tak ada yang dapat menjamin, tentang bagaimana akhirnya nanti....
Maka Fathel, tak ingin kah kau, penutup hari-harimu adalah pada sebaik-baiknya penutup? Dan bukankah penutup itu ada pada satuan waktu yang tak pernah terprediksi?
Dan, bukankah apapun yang telah kau tuliskan, bahkan tergerik sedikit saja di hatimu, akan dimintakan pertanggungjawabannya?
Astaghfirullaahan 'adziim...
Maka, sadarilah itu! Sebelum segala penyesalan tiada lagi berguna....

Read More