25 Tahun!

Ya, pada akhirnya, tetap saja menjadi tua itu adalah sebuah keharusan. Jika saja dua atau tiga tahun lalu masih imut-imut (hueekk....nausea vomiting mode ON), maka sekarang menjadi 'amit-amit' juga menjadi suatu keharusan. Sebagaimana harus (belajar) berdamai dengan panggilan "Buk" (sesuatu yang memang tidak akuhh sukai...huhuu). Sadarlah Fathel, seberapa banyak waktu yang telah kau habiskan! Dan, sungguh, dunia ini terlalu singkat untuk dijadikan sebagai satu-satunya tempat kebahagiaan. Bahkan perumpamaan dunia ini, tak lebih dari sehelai sayap nyamuk saja....

Ya, memang harus disadari sesadar-sadarnya, bahwa seperempat abad berlalu sudah! Sudah lebih dari seperempat abad, Fathel! (Apah kau ngerasa masih 17 tahun saja, hem??!). Tapi, kenapa seperti tak pernah nyadar? Kenapa, hem??!

Bahkan catatan asa itu masih tertulis dengan nyatanya, tentang angka 25 yang telah diazzamkan sebagai the peak of achievement! Tentang tekad yang sudah tercatat sekuat-kuatnya. Tapi apa? 25 Tahun itu telah datang, man! Nyadar Fathel. Nyadar! Mana aksi nyatamu?? Lantas, ke manakah waktu-waktu berhargamu selama ini kau habiskan? Ke manakah? Dan setelah melewati angka 25, barulah penyesalan itu datang!

"Sebelum 25, adalah usia emas untuk dapat mencapainya. Karena setelahnya, mungkin akan lebih susah untuk menanamkan sebuah memory. Bukan tidak bisa, karena Allah telah menjanjikan untuk memudahkannya. Bahkan, seorang nenek di usia 80 tahun pun sanggup untuk menghafalkannya. Tapi, di bawah usia 25 itu adalah masa emasnya." Begitu yang pernah aku dengar dulunya. Redaksinya mungkin saja jauh berbeda. Tapi, kata-kata itu seperti sudah berada di amigdala.

Hari ini, benar-benar tertampar rasanya. Seorang bocah 3 tahun saja, dapat melafadzkan Qs. Maryam dengan lancarnya. Di usia 3 tahun! Seorang bocah tujuh tahun saja, bisa membacakan kitab mulia itu tanpa mushaf ketika diuji oleh sang guru. Lantas aku? Betapa memalukannya! Telah 25 tahun, tapi tak lebih baik dari kedua bocah itu. Bahkan tertinggal begitu jauh! Coba telik ke belakang kembali. Ke mana tahun-tahun itu telah aku habiskan? Ke manakah? Apakah urusan dunia telah lebih banyak menyibukkanku? Lalu, tak menyadarikah bahwa dunia ini hanyalah bayang-bayang saja. Sungguh, selama mengejar bayang-bayang, maka akan sejauh itu pula bayang-bayang itu lari. Tapi, jika menjauhi bayang-bayang, justru bayang-bayang itu datang mendekati! Selama mengejar dunia, maka selama itu pula dunia takkan pernah berhenti memuaskan, laiknya meminum air lautan. Tapi, selama kehidupan akhiratlah yang dikejar, maka, saksikanlah tentang dunia yang mengejar!

Dua puluh lima, Fathel!
Belum terlambat untuk menyesal...
Tapi, semua akan menjadi terlambat ketika kereta kehidupanmu telah berhenti pada stasiunnya. Sementara waktu pemberhentiannya itu tak pernah dapat kau dugakan. Lalu, apakah kau masih punya alasan untuk berleha-leha?!

Tak ada yang dapat menjamin, tentang bagaimana akhirnya nanti....
Maka Fathel, tak ingin kah kau, penutup hari-harimu adalah pada sebaik-baiknya penutup? Dan bukankah penutup itu ada pada satuan waktu yang tak pernah terprediksi?
Dan, bukankah apapun yang telah kau tuliskan, bahkan tergerik sedikit saja di hatimu, akan dimintakan pertanggungjawabannya?
Astaghfirullaahan 'adziim...
Maka, sadarilah itu! Sebelum segala penyesalan tiada lagi berguna....

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked