Mawar Indah pun Berduri

Hemm...sebenarnya (lagi-lagi) bukan kapasitasku untuk bercerita tentang ini... Hee... Lagi-lagi. Tapi, lagi-lagi juga aku pengin menceritakannya. Berharap, ini semua akan menjadi pelajaran bagiku, dan semoga juga bagimu. Apalagi, didukung dengan tendensiku terhadap dunia psikologi kali yah, hee... Yaaah, walaupun bukan kapabilitasku untuk menjelaskan segala sesuatu yang berbau psikologi (psikologi baunya apah coba? hihihi), tapii belajar psikologi juga bukan hanya untuk mahasiswa psikologi kan yah? Siapapun bole blajar, tho?!

Sebenarnya ini berangkat dari cerita-cerita teman-teman, sahabat-sahabatku yang bercerita kepadaku, baik yang kukenal langsung penampakannya, maupun yang tidak kukenal langsung penampakannya (berteman dalam duni maya, maksudnya. Hehe). Pake acara penampakan segalaaaa. Kaya makhluk halus ajah. Hee... Tapiii, kalau makhluk halus versi mikrobiolog kaya akuuu--hahaaa, gayaaa banget mikrobiolog! Padahal, juga nda kompeten, hihihi--makhluk halusnya adalah bakteri, hehehe. Dan seperti biasa, aku dengan senang hati menjadi "tong sampah" mereka. Tempat mereka mencurahkan segala uneg-unegnya. Yaah, bolehlaahh... Karena aku juga diuntungkan dari itu. Mengapa? Karena aku bisa belajar banyak dari mereka. Dan pelajaran ini bagiku sungguh berharga. Trima kasih yaah sudah curhat denganku... Semoga meringankan separuh bebanmu dan terima kasih juga atas pelajaran yang diam-diam aku petik. Hehe...



Aku teringat dengan salah seorang teman yang hanya mengarungi usia pernikahannya selama 1 semester saja. Januari resepsi, lalu Juni sudah mengajukan cerai di pengadilan. Ah, sesungguhnya sedih sekali. Siapapun, pasti tak ingin demikian. Siapapun. Tapi begitulah. Di umur 25, dia sudah harus menjadi janda. Bukan karena ditinggal untuk selamanya oleh sang suami. Tapi, berakhir dengan ucapan talaq di Pengadilan.

Lalu, aku juga mendapatkan cerita yang lainnya. Tentang seorang teman yang telah mengagumi seseorang selama hampir 10 tahun. Dia tak pernah mencoba menghubungi kecuali hanya untuk sesuatu yang memang amat sangat penting. Tak pernah bersua juga karena juga sudah berbeda daerah. Dan betapa bahagianya ketika takdir Allah bersesuaian dengan catatan asanya. Sosok itulah yang kemudian Allah halalkan untuknya.

Tapi kemudian, ada sebuah kata-kata darinya yang bagiku cukup menggelitik;
"Tidak selamanya mendapatkan orang yang kau ingin dan kagumi itu justru berujung pada kebahagiaan. Kadang, bukan sosok yang dirimu kagumi itulah yang kemudian memberikan kebahagiaan kepadamu."

Lama aku tercenung. Aha, tidak selamanya...
Maka, cukuplah kepada Allah saja harapan kita terlabuh, menyoal apapun itu. Tidak hanya cinta dan kekaguman. Ya, tidak hanya menyoal cinta. Menyoal apapun dari setiap sisi kehidupan... Setidaknya, ini memberiku pelajaran (juga) tentang kesalahan di masa lalu.

Tapi, satu hal yang ingin aku ambil pelajaran dari setiap kisah yang diceritakan kepadaku.... Bahwa sejatinya setiap kebaikan, selalu punya perintangnya. Dan, pada setiap kebaikan pula, setan selalu berupaya memutusnya. Seperti buhul-buhul yang sudah tertulis di lauh mahfudz ini pun, adalah sesuatu yang begitu ingin mereka pisahkan. Ya, memisahkan yang telah menyatu. Itulah misi mereka... Maka, misi kita adalah sebaliknya. Mempertahankan buhul-buhul itu... agar tetap pada simpul yang padu. Dan itulah sebabnya, mengapa aku selalu mengatakan kepada setiap orang-orang yang curhat untuk ingin mengakhiri ikatan mitsqan ghalidza itu untuk menjadikan itu sebagai pilihan terakhir, jika memang tak lagi ada pilihan lain. Yah, meski aku bukanlah pelaku dan bukan pula orang yang punya kapabilitas di sini, tapii aku hanya sedang mencoba belajar saja bahwa memang tak selamanya apa yang kita pikirkan indah itu memang selalu indah. Tapi juga, tak selamanya apa yang kita kira buruk itu adalah buruk. Sebab hidup senantiasa adalah perputaran antara kesedihan dan kegembiraan saja kan yah?

Mengapa mawar yang indah itu juga memiliki duri?
Sebab ia sedang bercerita pada kita, bahwa selain keindahan, kehidupan itu juga memiliki duri. . .
Karena itu, kita tak boleh hanya terpaku pada sebuah keindahan semata tanpa menyiapkan satu ruang kecil untuk sang duri. Ini bukan menyoal berputus asa ataupun berpikiran negatif. Hanya menyiapkan diri untuk sebuah kemungkinan durinya. Sebab, kita tak perlu bersiap diri untuk menciumi wanginya mawar dan memandangi eloknya rupa mawar. Tapi, kita perlu bersiap diri untuk duri...
Mungkin begitu... :D

2 comments:

  1. Wah inspiratif mba,. suka dengan uraiannya, dari cerita dua temannya diatas banyak pelajaran yang bisa dipetik.. =)

    ReplyDelete
  2. =)
    alhamdulillaah, smoga ini jadi pelajarab buat kita bersama yaahh...

    trima kasih sudah mampir ke sini..^^

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked