Melegalkan Dosa

Sudah lama tak nge-blog yah? hehe.... Sebenarnya buanyaaak cerita yg pengin aku ceritain sama kamuuh Bloggieeee... Tapi, ada beberapa hal yang membuatnya tak terwujud. Hehe... Gakpapa sih yaah Bloggie... :)

Aku pengin cerita tentang kejadian ter-update yang cukup menggelitik. Ketika aku hendak mem-validasi quesionerku kemarin, aku mampir di sebuah rumah makan gituh. Lebih tepatnya, kantin ala anak muda gitulah, meskipun yang mampir juga banyak yang tua-tua. Hihi... :D. Nah, di saat itu datanglah segerombol anak muda, 3 perempuan dan 1 laki-laki. Masih 'bocah', masih berseragam putih abu-abu. Sepasang mengambil tempat di pojok, dan dua perempuan lainnya mengambil tempat di meja yang berbeda.

Nah, di sana ada seorang bapak-bapak sekitaran 30-an mendekati 40-an sepertinya mengenal pasangan itu. Lalu, keluarlah komentar yang sama sekali tidak diharapkan.
"Cewe ang tu yuang? Haa tu iyo tuh yuang, iyo mode tu!" (lebih kurang maksudnya begini : "itu pacar kamu yah? Wah bagus dah! Emang gitu tuh yg namanya anak muda).

Glek!
Astaghfirullaah...

Aku cuma bisa membiarkan adegan itu berlalu tanpa berbuat apa-apa. Karena aku tak mengenali si anak muda itu melainkan cuma sekedar tahu. Tapi, semoga pandangan tak suka cukup mewakilkan. Sedih sih, karena aku belum bisa mengingatkan secara langsung. Tapi aku berharap melalui blog ini, setidaknya, tersuarakan jua kegundahanku ini...

Sedih dan sungguh sangat sedih, ketika pacaran ala anak muda itu seperti dilegalkan bahkan oleh yang tua-tua. Jika saja bapak-bapak bahkan orang tua melegalkan hal yang begitu sudah pastilah si anak seperti mendapat persetujuan atas tindakannya tersebut. Sungguh, suatu pe-legal-an dosa. Na'udzubillah...

Masih di kampung yang sama, ada kisah yang tak kalah menyedihkan. Seorang ibu membiarkan (dan bahkan bangga!) ketika anak gadisnya (yang masih duduk di kelas 2 SMP) dibawa oleh seorang pria (sudah bekerja) yang katanya pacarnya. Bukan hanya sebatas me-legal-kan, bahkan si emak bangga dan memandang rendah anak-anak yang tak pacaran. Sungguh, suatu kelaziman yang aneh! Keanehan yang lazim!

Budaya ini sepertinya telah mengakar dengan kuat dan membudaya, bahkan di kampung-kampung yang jauh dari kebisingan kota sekalipun. Sungguh aneh dan menyedihkan. Dan sungguh berhasil 'mereka' men"cuci" otak umat muslim sehingga pacaran dianggap biasa. Justru gak pacaran yang malah terlihat aneh. Ini sungguh bukan sebuah pembiasaan yang benar. Dan, saatnya bagi kita untuk menyanggah dan mencerabuti akar budaya yang salah itu, setidaknya dimulai dari diri dan keluarga serta lingkungan kita...

Sungguh, "mereka" (baca : yahudi dan nasharo) berpeluh payah, mengerahkan segala upaya dalam menegakkan kemungkaran yang sudah pasti balasannya adalah an-naar, lantas mengapa kita tak berpeluh payah dan mengerahkan segenap upaya kita pula untuk menegakkan kebenaran yang balasannya insha Allah adalah al-jannah? Jika agar kemungkaran ini bisa tegak dengan setegak-tegaknya, "mereka" rela mengerahkan segenap harta dan jiwa mereka padahal yang mereka dapat setelahnya jelas-jelas bukan balasan yang baik dari Allah, lantas apakah kita sebagai umat muslim tak rela mengerahkan segenap jiwa kita untuk menegakkan kebenaran yang balasannya sudah jelas-jelas adalah kebaikan yang banyak dari-Nya. Minimal, megingatkan keluarga kita sendiri (adik-adik kita), anak-anak tetangga kita, dimulai dari lingkungan mikro terlebih dahulu. Setidaknya menuliskan ajakan kepada kebaikan di media-media yang kita punya.

Smoga ini jadi pengingat bagiku terutama... Juga semoga bagimu...

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked