Seharusnya...

Suatu malam yang membuatku sangat menyesal adalah terlalu serius menanggapi diskusi (yang layaknya disebut perdebatan). Menyesal telah menghabiskan banyak energi sementara "mereka" merasa yang paling suci, yang paling sunnah, yang paling bener tidak pernah merasa salah, tak sedikitpun cela pada diri mereka. Merekalah yang paling benar. Bahkan, hilanglah sopan santun dan keluarlah kata-kata "aslinya". Katanya sih buat mengingatkan, tapi koq yaa kata-katanya itu lho... jauh dari sopan. Subhanallah...

Pembahasan itu, seharusnya tidak udah lagi dibahas. Toh, masing-masing memang punya landasan dalam melakukan sesuatu. Hal yang paling membuatku menyesal adalah aku telah menghabiskan waktu, menguras energi untuk menanggapi sesuatu yang seharusnya tidak perlu ditanggapi.

Selang beberapa saat setelahnya, datang pula komentar di jejaring maya dari "manusia sebangsa"nya yang kata-katanya--subhanallah--sangat "indah". Saking indahnya, kita tidak bisa lagi membedakan apakah kata-kata itu berasal dari lisan orang yang katanya paling lurus, paling ikut sunnah, paling benar dengan bahasa sumpah serapah di pasaran. Penuh caci maki dan emosi.

Aku tidak menggeneralisir semuanya sama, toh aku juga bersahabat baik dengan sebagian lainnya. Sekali lagi tidak semua, hanya sebagian. Tapi aku menemukan beberapa dari mereka berbahasa sedemikian rupa, seolah merekalah yang paling benar, paling suci, tidak pernah salah... Mereka mengatakan, tidak "berkelompok", tapi sejatinya mereka tengah "mengelompokkan" orang selain golongannya bukanlah orang baik, ga ngikutin sunnah rasul dan judgemen lainnya.

"Ga usah terlalu ditanggapin serius lah. Ngabisin energi aja. Lebih baik kita lalukan yang terbaik, apa yang kita bisa." Kata suamiku. Hehe... iya yah. Ngabisin energi ajah... seharusnya ga perlu ditanggapi serius yaa? ;)

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked