Cowo Cakep dari Balik Kaca

Adalah hal yang menyenangkan pagi menjelang siang ini bisa menemani cowo cakep (dari balik kaca). Ya, meski cuma lewat screen laptop. Tapi, saat ini it suffice for me. Meskipun si cowo cakep lagi berkutat sama laptop dan segenap software yang sama sekali tidak aku paham apa itu [dulu demeeen banget dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan komputer2an dan sempet ingin masuk kuliah perkomputeran, alhamdulillaah sekarang Allah hadirkan ahli informatika yang hebat sekali. I'm proud of him ;)]

Menatap cowo cakep yang lagi asyik dengan laptop dan sofware nya. Hihi. Ingin sekali mengajak cowo cakep-ku ngobrol. Tapi tidak ahh, aku tak ingin mengganggu pekerjaannya. Jadii, menatapnya dan menemani kesibukannya saat ini suffice for me lah. Sesekali, aku sela juga sih. Nanyain apakah si cowo cakep sudah sarapan atau belum. Rasanya, pengen sekali punya pintu ke mana saja si doraemon biar aku bisa ke sana. Atau pinjam baling-baling bambu nya deh. Tapi, kalo pakai baling-baling bambu, nyampe berapa lama yah? Wong naek pesawat terbang ajah 9 jam. Gak jadi deh pinjem baling-baling bambu. Pinjem pintu ke mana saja ajah deh :D. Ahaha, ngacoo bangeett yaahh...
Ini bukan hal sebenarnyaaa...
Sebenernya, menurutku sih yaa (ini murni pendapat pribadi looh, siapapun boleh mengkoreksi) menyuguhkan film di mana ada "solusi tak masuk akal" merupakan pendidikan yang kurang baik. Kenapa? Karena anak diajarkan untuk mendapatkan solusi instan dan parahnya, tidak masuk akal, untuk setiap permasalahan mereka. Gak bisa ke mana-mana, trus ada baling-baling bambu. Jika dijahilin, nanti ada alat buat balas dendam. Lantas, anak tumbuh sebagai peng-khayal tingkat tinggi dan berharap segera berjumpa solusi seperti tontonan mereka. Padahal, adakah itu di dunia nyata? Tentu tidak kan yah?


Back to topic. Menatapi cowo cakep di balik kaca. :)
Jika rindu itu bisa ditara, mungkin tak ada satuan berat yang dapat mengukurnya. Kerinduan yang unlimited. Tak berbatas... Smoga Allah segera satukan tempat, aku dan cowo cakep-ku :)

Ah iya, sebenarnya satu hal yang ingin aku sampaikan lewat tulisan ini. Sesuatu yang sangat berkesan bagiku, sebagai pengingat bagi diriku. Smoga juga bagi dirimu, siapapun itu yang dengan sengaja atau pun tidak, telah terjebak membaca tulisan ini. Hihi...
"Jangan pernah mencintai, melebihi cinta kepada-Nya." Itu pesan dari cowo cakep-ku.
Smoga rasa cinta yang aku miliki untuknya dan dia untukku, tidak melebihi kadar kecintaan kepada-Nya. Ini adalah hal yang bagiku sungguh berat. Teringat, betapa masih jauhnya diri ini dari itu semua. Teringat, bertapa masih banyak kelalaian yang kulakukan. Teringat, betapa masih banyak rombengan itu...
[Terima kasih untuk sosok yang kucintai, yang telah banyak mengingatkanku dan mengajariku banyak hal. Jazakallaahu khair katsiro, Cinta]

Dulu aku pernah berdiskusi (baca : bercerita-cerita) dengan salah seorang dari teman terbaikku. Pernyataannya yang masih kuingat sampai saat ini adalah, "Aku tidak pernah mencintai suamiku sepenuhnya. Aku menyediakan sedikit ruang untuk segala hal yang mungkin tidak kuharapkan akan terjadi." Waktu itu, aku agak mengeryitkan dahi atas pernyataan sahabatku itu.
Bagiku, dan menurut persepsiku, ketika mencintai sudah menjadi sebuah keputusan, maka itu artinya aku akan menyerahkan segenap dan sepenuhnya lokus spesial hatiku untuk seseorang yang kucintai itu. Setelah keputusan besar itu, maka hanya dia saja. Karena hati itu ada banyak lokusnya, dan satu lokus spesial untuk seseorang spesial itu, maka bagiku, tentulah lokus spesial itu adalah milik satu orang itu saja dan hanya ia lah penghuninya.
Kemudian, seseorang yang kucintai itu, memberikan margin atas cinta itu, bahwa ia tak boleh melebihi kecintaan kepada-Nya.

2 comments:

  1. benar kak :)
    semoga cinta kakak dan suami dikekalkan hingga ke surga :)

    ReplyDelete
  2. Aamiin yaa Allah...
    syukran do'nya yah Li :)
    Apa kabar dek?

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked