Living in Riyadh part 12: Lifestyle

Lagi di indonesia malah kepikiran pengen lanjutin cerita seri "living in riyadh" hihihi. Abisnya... 'separuh jiwa' masi di Riyadh... :) <3

To be honest, aku liat mobil-mobil  mewah dan super mewah itu ya di Riyadh. Ngeliat mobil mewah di Riyadh sama seperti melihat av*nza atau x*nia beredar di sini. Banyaak sangaaatt. Di kampungku, sekelas inn*va, h*nda CRV itu sudah tergolong sangat sangat mewah. Di sini? Itu maaaah standar ajaah. Masi buanyaaaak cuuy mobil mewah dan berkelas lainnya.

Sampai-sampai ada rumor beredar, "kalo pengen ngerasain mobil mewah, di sini kesempatan emasnya, bro! Di indonesia ga bisa kayak gini."
Meskipun begitu... kami bukanlah pengendara mobil mewah. Hehehe....

Itu soal mobil. Lalu soal gejet. Di sini, pengguna iPh*ne bisa dibilang bejibuuuun. Sampai-sampai si iPh*ne hampir ga terlihat sebagai barang mewah lagi. Di manapun berada--di ranah publik tentunya--pengguna handphone canggih keluaran terbaru bukanlah sebuah prestise yang perlu diunjukkan kepada segenap khalayak. Sudah banyaaaak beredaaaar...

Juga soal brand bermerek. Di sini sangat sangat sangat mudah dijumpai. Perlengkapan apaaaaa sajaaaa. Jika dulu di Indonesia hanya ada di mall tertentu, di sini koq kayak "tiap 'gang' ada".

Ya begitulah lifestyle di sini. Bukan karena produk yang masuk ke sini adalah produk KW sehingga banyak beredar dan harganya relatif lebih murah dibanding di negara lain. Murah banget juga enggak kalii.. Rasional lah lebih tepatnya. Menurut analisaku (dan juga hasil diskusi dengan teman-teman), ada beberapa poin yang melatarinya:

1-Negara ini adalah negara dengan masyarakat yang memiliki daya beli tinggi. Namanya juga negara kaya. Sebagaimana orang kaya, beli apa aja nda perlu mikir panjang kan. Nah, dengan taraf hidup masyarakatnya yang tinggi, daya beli masyarakat juga tentu tinggi. Jadi, membeli barang bermerek bukanlah masalah. Sepatu harga 1,5jt bagi kita tentu hal yang sangat mewaaah dan perlu mikir sampai ratusan kali. Bagi mereka, ini bukanlah sesuatu yang perlu dipikir berulang kali.

2-negara ini adalah negara tanpa pajak. Negara yang bersandar pada prinsip dan landasan syar'i, tentu akan sangat meminimalisir hal-hal yang tidak bersesuaian. Pajak salah satunya.
Sebagaimana kita ketahui, pajak akan dibebankan pada harga barang. Itulah sebabnya harga barang (termasuk mobil) harganya memang tidak semahal di negara-negara yang berpajak. Relatif lebih murah. Ditambah lagi harga bensin yang murah dan kualitas bensin palinh rendah adalah setara pertamax nya kita, jadi mobil mewah adalah sesuatu yang why not bagi mereka.

3-real discount adalah untuk mempercepat turn over barang. Diskon di sini bukanlah mark up. Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya di sini. Diskon sepertinya hanyalah sebentuk "jual untung" dan untuk mempercepat turn over barang. Yang aku rasakan juga gitu sih. Turn over barang cepeeeet banget. Dengan daya beli masyarakat yang tinggi, maka mereka (pemilik toko dan grupnya) sebenarnya sudah untung. Wong yang beli banyak koq. Hehe... Jadi diskon itu yaa buat nambah untung ajah... sekali lagi--turn over barang. Perputaran barang jadi cepat. Pernah nyesek banget... di m*thercare pas kami beli jaket winter buat Aafiya harganya 200 SAR. Pas diskon, barang yang sama harganya jadi 90 SAR. Hiihihi...
Jika sampai ada yg mark up diskonnya, siap-siap saja ditutup tokonya sama kementrian perdagangan.
Diskon inilah yang dimanfaatkan banget oleh emak-emak "antu diskon" wkwkwkwkwk.

Ini bukan berarti kesimpulannya bahwasannya barang-barang di sini branded semua loh yaa... Juga banyaaak koq barang-barang yang ga branded. Barang-barang dengan harga terjangkau dan ga perlu nunggu diskon. Hihihi...

Dengan lifestyle yang begini, sedikit banyaknya memberikan pengaruh sih. Dulu mana akuuh tau barang-barang branded. Hihihi... Tapi.. tidak semua keinginan itu mesti diikuti. Meskipun statisfy treshold akan meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi kita terhadap barang branded. Eh si statisfy treshold ini cuma istilahku saja. Si ambang batas kepuasan. Misal, dulu kita terpuaskan dengan es mambo. Tapi setelah berjumpa es kacang ijo atau es mambo pake santan, statisfy treshold kita menjadi meningkat. Begitu pula ketika sudah berjumpa es w*lls... si es kacang ijo jadi terasa biasa saja. Yang mewah adalah w*lls. Tapiii setelah berjumpa si b*skin robb*n, statisfy treshold kitapun semakin meningkat... W*lls yang dulu terasa mewah kini menjadi biasa saja. Begitulah manusia... tak pernah puaas.

Tidak semua yang kita beli mesti branded. Dan lagiii... kualitas diri seseorang tidak tergantung seberapa branded apa yang dipakainya kan ya. Taqwa-lah yang di hadapan-Nya yang menjadi pembeda. Dan ilmulah yang meninggikan derjat, bukan branded.
#Nasihat untuk diri sendiri terutama ini mah :)

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked