Krucils with Piama

Suhu 7° C pagi itu. Anak-anak masih terlelap oleh sebab malamnya baru tidur jam 12-an. Tapi kami harus berangkat untuk pijet [baca: fisioterapi] baby Maryam. Antara bimbang dan ragu untuk membawa mereka (dua kakaknya Maryam) yang masi tertidur pulas. Ada opsi untuk meninggalkan mereka berdua tidur di rumah. Toh jarak ke RS cuma 8 km. Fisioterapi juga biasanya cuma 15 menitan. Dan lagi klo tidur telat, biasanya pagi juga belum bangun (pola tidur yg mesti diperbaiki yaa. Ntar kapan2 cerita soal perjuangan menormalkan pola tidur merekaa yaa...). Kendatipun banyak alasan yg sebenarnya menguatkan mereka untuk ditinggal saja, Tapiii... ga tega. Gimana kalo terbangun dan nyari emak bapaknya. Haduuhh pasti panik anaknya.

Sebenarnya mungkin bisa saja ayahnya pergi berdua sama Maryam aja. Tinggal ditaro di carseat dan ayahnya bisa bebas nyetir. Tapii., agak susah kalau si baby mau nenen dan nangis kejer. Bisa-bisa ayahnya malah ndak konsen nyetirnya.

Akhirnya diputuskan, anak-anak diangkut aja. Nanti pas di RS aku nunggu di parkiran bersama di duo uni, ayahnya ke fisioterapist bawa Maryam. Deal.
Anak2 diangkut masi dengan piama, dan bahkan juga dengan selimutnya masing-masing. Hihi... Lalu ditaro di carseat masing-masing. Beres. Berangkat.

Rumah sakitnya terdiri dari 3 basement (basement 1, 2 dan3) dan 4 lantai gedung (ground, 1, 2 dan 3). Lantai ground khusus utk fisioterapi. Sedangkan kami parkir di basement 1 persis di depan pintu menuju lift. Di lantai basement jg ada absensi finger print sebelum menuju lift.

Pagi itu kami (anak-anak sudah terbangun) menyaksikan orang-orang bekejaran dengan waktu, mengejar absen agar tepat waktu. Ada yang terburu-buru dan bahkan meninggalkan begitu saja mobilnya yang masih menyala dan pintu yang terbuka lebar demi absen finger print. Jika ada yang berniat jahat, tinggal dibawa lari aja tuh mobil... 🙈🙈🙈... Alhamdulillaah di sini relatif aman (tapi ga juga bisa dikatakan bebas dari pencurian lho yaa).

Ah iyaa... pelajaran buat diri sendiri: untuk absensi dunia yang waktunya ditentukan oleh manusia saja, kita berlari dan berusaha untuk mengejar agar tepat waktu agar bonus atau gaji ga dipotong, agar performa bagus bisa naik pangkat atau tujuan lainnya. Tapi ketika aturan-Nya dan waktu yang ditetapkannya berlaku, apakah kita juga menyegerakan diri?! Astaghfirullaah... astaghfirullaah...

Nah sampailah aku pada masa di mana ketika Aafiya berkata "Bunda mau pipiis".
Haduuuhh... tak ada toilet di basement. Mau ga mau harus ke ground floor. Tapiii, anak-anak masih ileran. Masi pakek piama tidur. Hadudududu... Mau ga mau akhirnya kami menuju toilet. Berusaha mengabaikan tatapan heran orang yang sudah rapi tentunya. Ga pada pakek piama dan wajah baru bangun. Hehehe...

Pas mau balik lagi ke basement dr kejauhan aku liat mirip Rosaline, perawat dokter obgyene ku. Buru-buru aku masuk lift sebelum benar-benar papasan sama dia. Untungnya lift juga langsung terbuka. Ehh ga dinyata pas lift terbuka; triiiiing... Rosaline nya juga menuju lantai basement. Kirain mau ke lt1 (ruang klinik dokter obgyene ku). Tapi ternyata mau ngabsen juga. Aaakk.. pertemuan tak terhindarkan lagi.

Saling sapa hi, nanyain kabar. Kentara sekali wajah Rosaline heran, ngapain aku ke RS dengan bawa anak yang masi berpiama. Xixixi... "I m so sorry Rosaline, they just wake up." (Sambil masang wajah sok innocent plus nyengir. Tengsin juga sih). "No problem, fathelvi. Noo problem". Jawabnya. Rosaline adalah perawat berkebangsaan philipine. Dia sangat ramah.

Aahh iya yaa... Berpiama bukan dosa. Masi kucel juga bukan dosa. Apalagi masi anak-anak. Mengapa harus malu. Malu lah jika kita memang berbuat salah. Seharusnya tak perlu malu... hehehe...

*Tulisan ini ditulis setelah ditinggal2 beberapa kali.. jadi udah lupa apa yang mau ditulis... kekekeke... Maklum, emak beranak 3 ini emang lagi rada hektik. Kekekeke...

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked