Manusia dan "Kabad"nya (another story)

{لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي كَبَدٍ} 
4:البلد 

Sungguh Allah telah menciptakan manusia dengan kesusahannya. Apa pun yang ditempuh, kebaikan maupun keburukan, perkara dunia maupun akhirat, semua memiliki "kabad" nya masing-masing.

Seperti yang aku ceritakan sebelumnya (di tulisan yang berjudul sama hehe), bahwasannya sering kali kita melihat posisi orang lain itu kayaknya "koq enak banget dia yaa...". Padahal, orang lain tersebut memiliki "kabad"nya tersendiri dan bisa jadi jika kita di posisi tersebut belumlah tentu kita bisa memikulnya. Yang tampak ke permukaan biasanya hanyalah yang manis-manisnya saja.


Ini adalah kelanjutan dari kisah cpns luar negeri yang aku post beberapa waktu lalu. Setelah pengumuman hasil SKD keluar, aku ditakdirkan Allah menjadi salah satu peserta yang lulus ke SKB. Alhamdulillaaah. 
Hasil SKD CPNS 2021


Sejujurnya, aku tidak bisa mendefinisikan perasaanku. Senangkah? Sedihkah? Entahlah. Mungkin lebih tepatnya adalah masih bingung. Hehe.

Sebelas tahun yang lalu, aku yang bersemangat untuk bisa lulus CPNS ternyata ditakdirkan Allah tidak lulus dan amat besar hikmahnya. Justru saat ini, aku bersyukur ketika Allah takdirkan tidak lulus kala itu. Sekarang, ketika aku tidak begitu berharap untuk lulus, lalu Allah takdirkan untuk lanjut ke tahap selanjutnya walaupun ini tentu saja belum final. Pasti. Pasti ada hikmah yang besar pula, mengapa Allah menggerakkan hatiku untuk sampai ke tahap ini.

Sebagai peserta, kemungkinan besar masing-masing akan stalking saingannya. "Siapa sih yang akan bersaing denganku di SKB nanti?". Aku yang memang pada dasarnya memiliki kekepoan dengan kadar yang cukup tinggi 🤣🤣🤣 tentu saja stalking 2 peserta lain yang lulus. Aku berada di peringkat ke-3 dari 3 peserta. Ahahaha. Paling belakang. Dua orang lainnya adalah alumni universitas top di Indonesia. ITB dan UGM. Masih muda muda pula. Punya hasil riset yang udah dipublikasikan. Dan aku? Banyak sih yang dipublikasikan yaitu tulisan-tulisan blog aku ini yang tentu sajaaaa sama sekali gak terindeks scopus dan scimagojr. Wkwkwkwkw. Dan salah satu dari mereka adalah dosen yang memang mengajar di kampus yang aku tuju. Lengkap sudah. Aku yang sudah 8 tahun meninggalkan dunia kampus tentu saja tak berbanding dengan mereka yang memang sudah in-touch dengan dunia perkampusan. Usia kalah. Pengetahuan tentang dunia perdosenan udah kalah. Pengalaman dan praktek mengajar kalah. Publikasi kalah. So, jika dilihat dari berbagai  hal, maka probabilitas aku tentu saja kalah jauh dibanding mereka berdua ini.

Oke secara tak langsung aku menyebutkan apa formasi yang aku pilih di CPNS tahun ini. Hehe. Iyaap. Aku memang memgambil formasi dosen. Kenapa dosen? Ya, karena aku memang senang mengajar. Aku senang, apa yang aku ketahui dari secuil ilmu, bisa di share ke yang lain. Dan aku ingin ilmu itu menjadi ilmu yang bermanfaat. Sebagai mana aku pernah cerita sebelumnya, bahwa menjadi dosen adalah salah satu cita-citaku sejak dulu. Tapi, dulu aku memang pernah menolak kesempatan menjadi dosen (meskipun menjadi cita-citaku) karena lebih memilih ikut suami merantau ke negeri orang. Sebuah keputusan yang tidak pernah aku sesali sama sekali dan aku selalu bersyukur dengan keputusan itu. Dan sekarang case nya, suami 100% support aku untuk mencoba kembali kesempatan dosen ini (dengan format yang berbeda tentunya), di saat aku tak terpikirkan untuk mencoba "bertarung" di bursa CPNS. Sungguh, jika bukan dosen, aku mungkin tidak begitu tertarik untuk ikut tes CPNS.

Tapi, lagi-lagi aku mengikutinya dengan kondisi hati yang sangat netral. No preference. Jika Allah takdirkan lulus, berarti new challange, new journey. Jika tidak, berarti Allah lebih menginginkan aku untuk stay lebih lama di Riyadh in shaa Allah. Dan tentu saja; jangan lupa untuk melibatkan Allah dalam setiap keputusan yang kita ambil, dengan istikharah; memohon kepadanya pilihan yang terbaik. Dicondongkan hati kepada yang terbaik menurut-Nya. Bukan menurut kita, manusia yang sangat dhaif dan lemah.
(((Dan kalau boleh jujur, inilah tanah rantau yang sangat berat untuk kutinggalkan. Sudah seperti kampung kedua. Riyadh; dengan segenap zona nyaman di dalamnya, ma shaa Allah tabarakallaah. Tapi, jika harus kembali ke Indonesia, maka itu pastilah ketetapan terbaik dari Allah.)))

Anak-anak sendiri (mereka bertiga lahir dan dibesarkan di Riyadh) sepertinya sudah menganggap negeri ini sebagai kampung mereka sendiri. Justru Indonesia menjadi negeri yang asing bagi mereka meskipun mereka tercatat sebagai WNI. Culture dan habitnya sudah seperti anak sini. Teman-teman mereka pun anak-anak sini. Jikapun mereka bertemu dengan teman sesama indonesia, mereka tidak bercakap dengan bahasa Indonesia. Alhamdulillaah mereka masih menggunakan bahasa Indonesia di rumah. Sebagian teman-temab lain malah anak-anak mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Dan ketika anak-anak tau bahwa bundanya lanjut ke SKB, mereka menunjukkan reaksi penolakan (terutama Kakak yang memang sudah paham konsekuensi ketika bundanya lulus). Mereka berkata dengan terus terang bahwasannya mereka mendo'akan bundanya enggak lulus CPNS. 🥲🥲🥲. Tapi kalo bundanya, berdo'a yang terbaik saja. Tidak berdo'a untuk diluluskan atau diperpanjang oleh Allah masa stay di Riyadh. Tapi berdo'a semoga Allah memberikan yang terbaik untuk dunia dan terutama akhirat.


Kembali ke judul tulisan; sesungguhnya manusia diciptakan dengan kepayahan. Bahwasannya, jalan  apapun yang kita tempuh, pasti ada kabad nya. Pasti ada kepayahannya. Jika memang setiap pilihan memiliki kepayahan, maka seyogyanya setiap jalan yang telah Allah pilihkan itu pastilah yang terbaik yang sama kadarnya; sama-sama memiliki kesusahan dan kemudahan. Tugas kita hanyalah berupaya untuk melakukan yang terbaik. Ya, terbaik yang bisa kita lakukan.


Sungguh jika kita mendapat kelebihan dari sesuatu di dunia ini, yang kita dapatkan hanyalah setetes saja. Pun, jika kehilangan sesuatu dari perkara dunia, yang luput pun hanyalah setetes saja. Bukankah dunia ini di banding akhirat hanyalah setetes air berbanding luasnya samudra? Apapun itu, selamat di akhiratlah yang lebih utama. Kelak, ketika kita telah selesai masa di dunia yang singkat ini, kita akan mengetahui dengan jelas bahwasannya 2 rakaat shalat sunnah fajar itu jauh lebih utama dari pada dunia dan seisinya. Dan kelulusan CPNS itu hanyalah secuil kecil dari bagian perkara dunia yang memang pada dasarnya sudah sangat kecil juga.

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked