Momentz Unand Award V

Suatu siang yang sesak, kududuk-duduk di dekanat sambil nunggu dosen pembimbingku tiba. Salah seorang anggota ** Fmipa-Farmasi UA menghampiriku dan berkata, “Thel, ikutan Unand Award, yah.”
Pernyataan sang ukhti kusambut dengan tawa, “Apa? UA? Aku tak pantas ikutan ajang begituan.” Tolakku halus.
“Kenapa tidak?!”
“Karena, aku bukan orang cerdas.” Ehm…, kalo’ boleh jujur, aku minder ikutan acara ajang kompetisi yang menunjukan “isi batok” kepala. Karena, jujur kuakui, aku merasa ilmuku memang benar2 sangat sedikit dan limit mendekati nol.
“Halah, alasan saja.” Godanya.
“Syaratnya apa aja?” aku mulai menunjukan sikap antusias. Ehm.., basa-basi sebenarnya.
“dapet dukungan dari 120 orang mahasiswa Unand, yg dibuktiiin dgn 120 fotokopi KTM, IPK minimal 2,75 , bikin karya tulis dgn tema bla….blaa..blaaa…”
“waduh, jujur nih, aku ga’ sempat buat minta dukungan ke segitu banyak mahasiswa. Aku sedang intens di lab dari pagi sampai maghrib, bahkan malam.”
“udah dehh, nanti dibantuin.”
Akhirnya kuanggukkan jua kepalaku. Lumayan, iseng-isen berhadiah. Aku tertawa dalam hati.
***
Hari terakhir ngumpulin pra-syarat bwt UA ba’da dzuhur kukunjungi jua sekre BEM-KM UA bwt ngantarin syarat. Tau ga’, bwt 120 fotokopian KTM, ga’ ada satu pun usahaku. Tinggal nebengin orang ajah. He..he.. (abiis, aku tak terlalu berkeinginan kuat untuk menjadi peserta UA V kali ini siy). Jikalau para pembesar ** tidak memintaku (bahasa halus dari : menyuruhku) untuk ikut dan jika bukan karena aku “jundi yang taat kepada qiyadah” (halahh!! Bener tuh?), mungkin takkan pernah terlintas dibenakku untuk ikut ajang begituan. Abiis, no time siy (waaaalaaah, sok sibuk banget niy gua!). Dgn rada2 (ogah2an) kuisi formulirnya.
***
Test hari pertama, test akademis. Matematika, b.ingrris, b.indo, pengetahuan Umum, sejarah. Test psikologi. Emm…, karena banyakan plajaran SMA, dan aku sudah lupa, jadi, bermainlah ‘jenggo’ku. Tinggal nyilang sesuka hati. Haha. Di test hari pertama, aku merasa tak yakin bakalan lulus. Tak lulus juga tak apa, toh, aku juga tidak terlalu tertarik untuk ikut. Lulus, alhmadulillah. Tak lulus, tak ada yang perlu dikecewakan.
“silakan liyat pengumumannya nanti sore jam 16.30 di sekre,” begitu kata panitia. Halah, mana sempat!untuk tes nih aja, aku sudah ninggalin setumpuk pekerjaan di lab yang menunggu deadline.
Sorenya, aku terima SMS :
Selamat, anda lulus sampai semifinal. Bla…bla..(yg isinya syarat buat semifinalis)
Alhamdulillah. Iseng2 berhadiah. Aku tertawa dlm hati.
***
Seleksi semifinalis, wawancara tertutup dengan 5 pakar. Sosio semua! Kagak ada yg sains. Aku menduga, bakalan KO di sini. Abiiis, selain ga’ punya tivi, aku juga ga’ baca Koran. Walhasil, berita terkini aku tak tahu.
Pertanyaan juri tentang “suplemen”. Aku heran sendiri, kenapa suplemen, kok para penguji yg berstatus professor itu tertawa. Ah, aku baru sadar ternyata suplemen yang beliau2 terhormat maksudkan adalah “obat kuat”.
Ah, sudah sampai di sini. Ga’ lulus ke final juga ga’ papa. Biar aku bisa konsen kerja di lab. Apalagi, peneliti dari Jepang itu bakalan datang minggu niy. Kalo’ gak kecapai target, semua bakalan berabe.
Aku tak berharap lagi akan lulus smpai ke tahap berikutnya.
Tapi, esoknya, aku kembali dapet SMS, “selamat, anda masuk final, bla..bla….”
Alhamdulillah.
Sebuah senyum terukir.
***
Final UA.
Diskusi dan presentasi. Temaku “Pengangguran, kemiskinan, dan tingkat kriminalitas.”
Oalah. Tema umum banget (yg aku tak nonton atwpun baca Koran, so, bloon deeh). Diskusi kali ini tidak terlalu interest bagiku. Benar2 keluar Ori-ku yg benar2 minim ilmu. Haduuuuh, gua bloon banget yah?
Pas nampilin talenta, ini lebih kacau lagi. Para finalis lainnya benar2 mempersiapkan dengan sedemikian rupa.
 Aku? Jangan di Tanya, pulang nge-lab udah nyaris isya. Itupun, nyampe’ di rumah, tewas abis, karena kecape’ an. Untuk final ini, lagi2 aku harus ninggalin lab. Haddduuuu…h. bayangkan, aku baru selesai menyiapkan penampilanku satu jam sebelum tampil. Itu pun Cuma pantun minang yang sama sekali tak ada bagusnya. Gaswat!
Akhirnya, tampillah aku dengan pantun minangku yang kacau abiez.
Ah, biarlah.
Aku tak pernah berharap untuk menang.
***
Alhamdulillah, akhirnya tiba saatnya grandfinal. Qadarullah, aku nyampe’ juga di ujung babak grandfinal, (ehm…, maksudnya, dari babak final, aku Alhamdulillah lulus ke grand final).
 Oh, kali ini, aku mulai berpikir (Emm…, harapan itu masih ada!), meski tak 100 percent, coz, seminggu intens di lab flu burung RSUP M. Djamil sudah menyita begitu banyak perhatianku, waktuku, dan tenagaku.
For the selection, ohh…, pengetahuan umumku kacau banget.
Pas, nampil, utk seleksi 5 besar, akhirnya, AKU GUGUR. Yeah. Bagiku, it’s okay. Never mind!!
Yg paling berkesan, Entah kenapa, semuanya jadi lenyap waktu pertanyaan itu dilontarkan. Padahal, pertanyaan itu sangat menarik bagiku. Tentang dunia pendidikan yg referensinya sudah kutulis di novel. Kenapa tiba-tiba public speaking ku kacau banget yahh?? Ouwww…., ancur banget deeeeh. Aku melihat banget, bgmna *** **** begitu kecewa setelah satu harapan besar ditumpangkan ke pundakku. Oh, maafkanlah aku, tidak bisa memberikan yang terbaik.

Ehmm…, sungguh, aku ‘berbesar hati’ dengan kekalahan ini. Sejak awal, aku memang tidak terlalu focus ikut ajang unand award karena aku memang lebih kepikiran dengan ‘makhluk halusku’ di labor. Lagian, kalah dan menang dalam sebuah kompetisi adalah hal yg niscaya.

Tapi, setelah berpikir seribu kali dan pada puncak perenunganku, akhirnya, aku menyadari, kekalahan ini memiliki dampak buruk secara “jamaah”. Aku secara pribadi boleh tidak kecewa dan memang aku tidak kecewa dengan sebuah kekalahan ini, tapi, ada tatanan “organ, yg terkumpul atas jaringan2, yg tersusun atas sel” ini yang telah “kucoreng-moreng”. Aku, dan ketujuh grandfinalis lainnya.

Aku, secara pribadi, tidak terlalu kecewa dengan sebuah kekalahan, namun, secara “organ” aku harus menyesalinya. Ah, barangkali, jadikan saja ini sebagai pelajaran, bahwasannya tidak boleh ada “coreng-moreng” itu lagi di momentum berikutnya! Tak boleh! Sebab, ilmu itu adalah mutiara yg hilang dari seorang muslim, dan, kitalah yang harus menemukannya. 

Bagiku, ini semua adalah lecutan pencuat semangat, untuk terus-menerus berkarya, memberikan yang terbaik bagi umat ini. Sesungguhnya, untuk memberikan karya nyata terbaik, tak perlu pengakuan public (ini yang menjadi catatan penting yang perlu aku garis bahawi). Yaaah, untuk memberikan karya nyata terbaik, tak perlu pengakuan public. Tak perlu ajang-ajang apapun itu. Sebab, setiap momentum waktu adalah ajang, untuk terus-menerus memberikan yang terbaik, bagi Negara ini, bagi agama Allah ini. Dan cukuplah Allah saja yang menjadi juri dan penilai atas karya nyata itu. Allahu akbar!!!

Gambarimasu! Ganbatte Kudasai! Hamasah! Smangat! Smangat!

Special thanks to : my lovely family yg selalu mendukungku. Sungguh, aku menjadi orang paling bahagia sedunia terlahir dari kelurgaku. Ibuku tercinta. Ayahku tercinta, dan adik2ku tercinta.
Second, temen2 se wisma yg telah menyemangatiku, yg minjemin baju kurung melayu, yg udah ngasi support lewat SMS (ketika BANDFathelvi kirim ke 1313), smua2nya dah. Luv U coz Allah, ukhty fillah…(Ratih, Citra, Titi, Dian, Dedew, Wewen, Mega,Via)
Truz,Kepada ibu Pembimbingku tercinta, Bu Marlina, yg juga nyuppport diriku. Makasih banget yah Bu.
Trus, temen2 angkatan yg udah nyupport abizzz… (aku jadi terharu banget. Padahal, aku tak memberikan ikhtiar yang optimal)
Ga’ ketinggalan jugah my team in laboratory yg udah bela2in hadir wlupun kerjaan di lab numpuk banget. Makasih banget yah temen2 and uni2 semua (Ni Ema, Ni Tria, Ni Eka, Bu Tati’, Ni Ria, Rani, Aya, Ayang, Inin, Rekha, and Mas Wahyu)
Juga buat grandfinalis semuanya (Fuad, Ona, Dian, Pute, Riri, Dona, Vania, Ayah, dan Ai, thank’s tlah bikin warna baru dalam hidupku. Senang pernah mengenal ‘makhluk-makhluk’ cerdas seperi dikau smua.
Dan semua pihak yang tak dapat kusebut satu per satu lagi, makasih buanyaaaak yah. Domou arigatou gozaimasu. Syukron katsiran.


0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked