Hampir Seperempat Abad


Ada segurat senyum tak terdefinisi kali ini. Menatapi lembaran-lembaran rencana yang dahulu pernah kutuliskan. Seperempat abad. Mungkin terdengar ‘mengerikan’. Tapi, siapakah yang dapat menghentikan waktu? Hanya waktulah satu-satunya laju yang takkan pernah berhenti, sampai ujung ketetapan-Nya, ketika dimensi waktu itu tak lagi sama. Sama seperti saat ini.

Seperempat Abad, lalu catatan rencana. Lagi-lagi segurat senyum. Atas catatan-catatan rencana, yang belumlah menjadi wujud nyata. Perlahan. Aku mulai berdamai dengan segenap realita. Tak lagi mengawang, mengambang, dan mengangin. Sebab, beginilah catatannya. Ya, beginilah catatannya… Karena catatan itu, sungguh TAK PERNAH SALAH!

Ah, hampir seperempat abad.
Bukan…. Bukan umur yang panjang yang lebih kuingin, tapi aku ingin umur yang berkah… Umur yang memberikan kemanfaatan… Dan umur yang bernilai… Mungkin tak perlu panjang. Tapi, aku sangat berharap—sekali lagi, ia nya adalah segenap keberkahan, kemanfaatan dan bernilai…

Telah banyak waktu terbuang, telah banyak yang tertinggal, telah banyak yang luput… Semoga segalanya adalah pelajaran… Pelajaran tentang waktu yang amat singkat ini adalah homologus waktu yang amat menentukan. Pelajaran tentang kerugian besar ketika menyia-nyiakan kesempatan singkat ini… Pelajaran tentang hari esok yang lebih panjang lagi, ketika masa singkat ini dipertanggungjawabkan. Ketika segala yang telah kulakukan dipersaksikan. Lalu, akan tenggelam dalam keringat malu yang seberapa dalam kah? Astaghfirullaah…

Wahai diriku, ingat-ingatlah hari ketika ada sekelompok orang berkata, “Lebih baik dahulu aku menjadi tanah” (Qs. 78:40), ketika ia menyesali perbuatannya. Ingat-ingatlah wahai diriku…
Ingat-ingatlah waktu hampir seperempat abad yang telah kau lewati… Ingat-ingatlah, tiadalah dari setiap jenaknya, kecuali akan engkau pertanggungjawabkan…

Hampir seperempat abad…
Tak pernah ada yang bisa menjamin, seperempat abad itu akan menjadi milikmu, ataukan kereta kencana datang menjemputmu, lebih cepat dari itu, wahai diriku… Tak ada yang tahu. Dan bukankah kedatangan kereta kencana, yang akan membawamu ke dimensi waktu yang berbeda itu adalah sesuatu yang PASTI dan AMAT DEKAT? Maka, tak perlulah kau khawatirkan sesuatu yang tak pasti adanya sementara ada sesuatu yang PASTI dan AMAT DEKAT yang lebih perlu untuk engkau khawatirkan. Akan seperti apakah engkau mengakhirinya? Dengan akhir yang manis kah? Ataukah akhir yang pahit yang akan menjadi penyesalan yang takkan pernah lekang?—nau’uzdubillaah…

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked