Ketika Memutuskan untuk Menyekolahkan Anak (1)

Setelah lamaa tak corat-coret blog, akhirnya pada blog jua aku kembali. Hehe. Oleh sebab blog adalah 'selokan' buat mengalirkan apa yang terlintas tanpa harus 'bersinggungan' dengan orang lain. Xixixi. Berbeda dengan media sosial di mana status kita bisa saja nyantol di beranda orang lain, maka blog hanyalah bagi yang benar-benar serius ingin berkunjung. Paling tidak, mesti transit di search engine dulu untuk sampai ke sini kan. Kekeke... Makanya buat aku ..., blog adalah tempat ternyaman untuk berbagi. Bukan media sosial. Hehe. Smoga blog ini ga sepi lagi yaaa. Heuheu... Doakan istiqomaaah.

Kali ini aku ingin menceritakan kenapa akhirnya memutuskan untuk menyekolahkan Aafiya tahun ini. Aaaak... ma shaa Allah... tak sangka waktu berlalu begitu cepat. Our first born udah sekolah ajaaaa. Time flies fast. Super fast. Aaakk.. my little baby now using a uniform, bring big bag and luch box. Rasanya... aahh nano-nano. Terharuu 😭... Excited ... Senang ... Sedih juga karena berpisah benerapa jam ... dan juga terselip sedikit khawatir. Namanya juga melepas anak pertama kali ke sekolah yaaa.

Aafiya in shaa Allah 6 hari lagi genap 5 tahun. Kata orang-orang, anak yang lahir september-desember itu umurnya nanggung-nanggung kalo mau disekolahkan. Heuu... Mau dibulatkan ke atas (dianggap 5 maksudnya) masi agak kekecilan. Kalau digabung ke usia di bawahnya, ehh anaknya rada ketuaan juga dibanding temannya yang sekolah nantinya yang rerata lahirnya di tahun berikutnya. Bingung kan? Heuu...

Nah, pada awalnya plan kami menyekolahkan Aafiya itu tahun depan (usia 5 tahun 11 bulan--karena tahun ajaran baru di sini dimulai september dan Aafiya lahir oktober) langsung ke TK B. Karena kami termasuk penganut 'aliran' yang tidak menyekolahkan anak terlalu dini (misal dari usia 2-3 tahun). Selain itu, biaya sekolah di sini bisa dibilang mahaaaal kalau memilih sekolah swasta. Ehehehehe. Tapiii... (ada tapinya) akhirnya jadinya kami masukkan ke sekolah tahun ini, plan nya TK A dulu.

Ada panjaaaaang pertimbangan dan mikir-mikirnya sampai kami akhirnya memutuskan dan bermuara di satu kata: sekolah.

Aafiya sebenarnya kalau ditimbang secara akademis, udah cukup siap untuk sekolah, in shaa Allah. Melihat ketertarikannya mengenal huruf dan angka. Aku sendiri sebagai ibu, tidak mengajarkan secara serius calistung (apalagi sampai les² segala) buat Aafiya di usianya di bawah 5 tahun ini. Tapi, karena anaknya terlihat interest akhirnya dia belajar sendiri mengenali angka dan huruf ini. Cukup surprise ma shaa Allah ketika Aafiya menulis semua huruf tanpa contekan di papan tulis suatu hari. Sebagai emak yang rempong dengan 3 balita dan nyaris ga sempat ngajarin Aafiya, aku surprise ketika dia bisa, ma shaa Allah... 🤩🤩 Tapii.. tentu ini bukan alasan mengapa aku menyegerakan sekolahnya.

Jadi, Aafiya ini anaknya memang agak pemalu. Sulit untuk berjumpa dengan lingkungan baru dan orang asing. Tidak mau ngomong dan terlihat sedikit cemas. Oleh sebab kultur di sini memang jarang main ke luar kayaknya yaa. Tapii, pemalunya Aafiya agak banyak dosisnya. Dalam kata lain, sebutlah 'insecure'. Heu... Nah, ketika dia berada di lingkungan yang bikin dia merasa 'secure' secara psikisnya, dia akan menjadi confidence dan sifat pemalu dan kecemasannya dengan lingkungan baru itu jadi hilang.

Ada banyak opsi yang kami list pada awalnya. Apakah dengan mengenalkannya ke grup kecil dulu. Alhamdulillah di masjid dekat rumah ada grup tahfidz anak-anak yang bisa didampingi oleh orang tua karena disediakan juga grup tahfidz buat orang tua. Sempat berpikir membawa Aafiya ke sana dulu. Atau, mengajaknya dan encourage dia untuk berani ngomong di baqala atau tukang es cream misalnya. Membawanya selalu ke lingkungan yang banyak orang semisal pengajian ibu-ibu di sini. Tapii, semuanya tetap saja masih ada emaknya di sana. Lalu kapan Aafiya berani? Padahal, pas di lingkungan yang dia merasa secure karena ada teman yang nyambung, dia berhasil ngomong banyak dan bercerita dengan PD. Tidak ngelendot aja di bawah ketiak emaknya. Hehehe...

Ketika ditanya ke teman yang kebetulan psikolog, dia juga menyarankan untuk sekolah (bukan homeschooling lah intinya). Barang kali di sekolah dia menemukan teman yang membuat dia secure di lingkungan baru. Jadi, aafiya lebih PD lah yaa... tidak malu-malu dan cemas lagi dengan lingkungan baru yang banyak orang karena sudah terbiasa dengan sekolah yang rame.

Akhirnya kami memutuskan untuk menyekolahkannya. Keputusan yang diambil bahkan ketika sekolah untuk Saudi sudah berjalan 1 bulan lamanya. Sementara kalau menurut kalender pendidikan indonesia, sudah masanya PTS malah. Sudah berlalu setengah semester. Tapii, namanya anak TK... kayaknya juga ga papa ketinggalan. Apa sih yang dipejari anak TK? Ya kan?

Awalnya begituu... hehehehe...

In shaa Allah lanjut ke part berikutnya...

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked