Ketika Memutuskan untuk Menyekolahkan Anak (3)

Buku sekolah si kakak, masih kurang 5 pcs lagi ga ikut difoto. Kekeke...
Baeqlaaah... mumpung weekend, emak bisa sedikit selonjoran. Ga gedebak-gedebuk pagi-pagi. Xixixi... Baru kali ini weekend terasa begitu nikmaaat. Biasanya selalu berasa weekend tiap hari, jadiii berasa biasa aja. Naah, karena 5 hari belakangan pagi hari ribut nyiapin sekolah kakak, pas weekend jadi terasa nikmaat. Xixixixi...

Setelah memutuskan untuk menyekolahkan kakak di sekolah internasional, kami survey juga ke sekolahnya dong yaa. Mencoba ngajakin kakak ke sana. Cuma ada 2 sekolah yang kami survey yang sekiranya masih dalam jarak jangkauan. Tapi lebih cenderung ke sekolah yang pertama karena ada 3 orang teman kami yang menyekolahkan anaknya di sana di berbagai grade. Teman dekat Aafiya juga sekolah di sana, meskipun dia ada di kelas 1 bukan di TK. Sekolah yang kedua, kakak kurang sreg dan aku juga tak begitu sreg karena kurikulumnya pakai kurikulum India-Pakistan. Jadi opsi itu kami coret. Pilihan otomatis jatuh ke sekolah pertama yang kami kunjungi yaitu al Motaqadima International School.

Alhamdulillah karena ada teman-teman yang menyekolahkan anaknya di sana, aku bisa ditanya² segala urusan terkait administrasi maupun proses belajar. Apalagi salah satunya ada yang seumuran Aafiya anaknya (lahir beda 1 bulan doang) yang nanti kami harapkan bisa jadi teman sekelas Aafiya.


Finally, tepat di minggu ke-6 sekolah berjalan, bismillaah... kami mendaftarkan Aafiya. Enaknya di sini, uang sekolah ga banyak macamnya. Ehehe. Jadi cuma 1 jenis pembayaran saja. Ga ada istilah SPP, uang pangkal, dll... Jadi 1 jenis pembayaran itu sudah all in. Sementara untuk buku, seragam dan school supplies itu kita beli sendiri ke tempat yang ditunjuk sekolah atau di mana aja yang penting bukunya sesuai dengan yang di-list dari sekolah. Uang sekolah pun boleh dibayar per 3 bulan. Hanya saja, kalau kita membayar full untuk setahun kita bisa dapat diskon.


Pas proses pendaftaran, aku harus menemani Aafiya dulu buat assasement ke gurunya, Aafiya mau dimasukkan ke KG (kindergarten) level berapa. Di sekolah ini ada 3 level KG. Kalau di Indonesia, KG 1 kayak selevel PAUD, KG 2 itu selevel TK A, dan KG 3 itu selevel TK B. Aku dari awal, mindsetnya Aafiya bakalan di KG 2 karena menginat usianya yang baru mau 5 tahun. Di Indonesia, TK A kan memang usia 5-6 tahun, TK B usia 6-7 tahun, kelas 1 usia 7-8 tahun, dan seterusnya. Tapii, ternyata di sini usia untuk TK A Itu ternyata adalah usia 4-5, dan TK B itu usia 5-6. Sedangkan Kelas 1 itu usia 6 tahun ke atas. Jadi, Aafiya menurut acuan dari kementrian pendidikan di sini harus sudah masuk KG 3 alias TK B. Lalu aku tanya, bisakah Aafiya di KG 2 aja karena awalnya aku berpikir Aafiya nanti masuk SD nya pas usia 6 tahun 9 bulan aja. Jadi menurut umurnya sekarang mestinya masih level TK A. Koordinator KG nya menjawab, bahwasannya aku harus bikin surat pernyataan yang ditandatangani bahwa Aafiya ditaruh di level KG 2 adalah berdasarkan permintaan orang tua.

Bu Gurunya nanya, "Udah bisa pegang pensil belum? Udah biasa nulis belum?" Aku jawab dia udah biasa pegang pensil (bukan hanya pensil sih, spidol, krayon, pulpeen suka² anaknya aja ahahahaha tapi tentu saja gak aku jawab kayak gini dongs kekeke...). Trus Aafiya disuruh menulis beberapa angka dan huruf. Dan alhamdulillah dia bisa menuliskan hampir semua huruf dan angka yang disuruh oleh bu guru. Trus aku disuruh nunggu lagi.


Setelah itu, bu guru memutuskan sebaiknya Aafiya di KG 3 aja. Aku call ayahnya. Karena di sini, level KG itu masuknya ke girl-section. Jadi bapak-bapak ga boleh masuk. Segala administrasi di bagian kelas (bukan di bagian pembayaran) harus diurus oleh ibu. Aku tanya ayahnya minta pendapat bagusnya masukin KG 2 apa KG 3 dengan konsekuensi kalau KG 2 aku harus tanda tangan pernyataan. Ndilalahnya, segala surat itu semuanya berbahasa arab dan aku ga ngerti sama sekali isi surat-suratnya... 😆
Ayahnya bilang, ga masalah kalau memang di KG 3. Akhirnya aku ngikut yang ayahnya bilang. Meskipun dalam hati koq kayak agak sedikit berat (dan rasa² agak berat ini sudah aku sampaikan pada ayahnya). Beratnya adalah karena bahasa pengantarnya English dan Aafiya belum dibiasakan english di rumah. Paling intensif cuma 2 minggu belakangan saja dan aku pikir not enough kalau praktek cakap² english cuma dalam 2 minggu aja. Udah gitu (dari buku KG 2) pelajarannya udah lumayan. Mengenal huruf, angka dan juga ada matematikanya.

Ketika sudah sampai di rumah, Aafiya sudah masuk kelas, aku ditelpon oleh teman yang anaknya seumuran Aafiya. Dia menanyakan jadinya Aafiya di kelas yang mana. Dan aku ceritakanlah kronologisnya bahwa akhirnya Aafiya di kelas KG 3. Temanku kaget. Lha kenapa KG3? KG3 itu udah disiapin buat anak-anak masuk grade 1. Pelajarannya sulit. Ini juga anak-anak udah berjalan 5 minggu. Aku sejujurnya agak goyah juga waktu itu. Apalagi teman menawarkan untuk menemani mengurus kepindahan ke kelas KG2 berhubung aku yg ga bisa bahasa arab dan teman tersebut suaminya adalah orang arab jadi sudah familiar dengan bahasa arab. Tapi lagi-lagi suami menguatkan dan meminta untuk support kakak dan mendoakan agar kakak bisa adaptasi, having fun, bisa berteman dan juga beroleh ilmu yang bermanfaat.

Pas udah beli buku yang diminta sekolah, aku sedikit shock. Bukunya buanyaak bangeet, ya salam. Ini anak TK lho. 😆😆😆...
Anak TK judulnya, tapi buku matematikanya aja lebih tebal dari buku SMA emaknya. Untung sih belum setebal martindale atau farmakope sih. Wkwkwkwk... Selain belajar huruf, angka, membaca, menulis... kakak juga belajar pelajaran agama, hafalan Qur'an, matematika, sains, dan juga bahasa Prancis. Ya Allah... emaknya sama sekali ga ngerti itu buku bahasa prancis. Dulu emaknya, udah lah TK kaga ada bukunya, pengantarnya pakai bahasa Indo pulak. Belajar bahasa inggris juga baru kelas 6 SD. Ini si kakak, udahlah pelajarannya bahasa pengantarnya berbahasa inggris, belajar juga bahasa lain (bahasa Arab dan Bahasa Prancis) plus buku yang segambreng-gambreng. Dan jugaaaaa, ada PR setiap hari! PR nya enggak 1 aja. Ada 3 matpel yang selalu jadi PR rutin. Ini anak TK apa anak SMA sih? 🙈


Bukannya apa-apa. Emaknya hanya rada khawatir jika sekiranya ini terlalu berat buat Aafiya. Emaknya rada khawatir kalau anaknya justru ga merasa fun dan malah terbebani dengan segitu banyak pelajaran. Apalagiii, pas ngajakin kakak ngerjain PR... baca buku pelajarannya aja emaknya udah puyeng. Ini instruksinya apaaa yaa?! Aaaak.. emak ga ngerti pelajaran anak TK. Sering kali harus buka kamus dulu untuk bantu si kakak bikin PR. Ya salaaam...


Di sinilah aku rada maju mundur. Apakah diturunin jadi KG 2 lagi aja. Setidaknya di KG 2 ini ga ada pelajaran sains dan bahasa prancisnya. Bukunya juga cuma setengah buku KG3 jumlahnya. Tapi, tetaap ayahnya Aafiya menguatkan... untuk mendo'akan agar kakak bisa. Karena akademis bukan main purpose kita menyekolahkan Aafiya saat ini. Jadi, kita ga usah maksain Aafiya belajar kalau anaknya lagi ga mau. Main purpose kita adalah membuat Aafiya mengenal lingkungan, mau berteman dan juga lebih berani! Jadi, kalau ga ngerjain PR ya sudah, tak apa-apa.

Ya udah, bismillaah... Go on kakak! 💪💪💪💪


Gimana kakak di sekolah? Gimana hari pertama sekolah? Bisa gak kakak mengikuti pelajaran yang segambreng itu yang bahasa pengantarnya bukan bahasa ibu (bahasa sehari-harinya). In shaa Allah aku post di next postingan...

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked