In Reduction Of My Age

>>Dalam Rangka berkurangnya jatah hidupku di zona dua dua<<




Insya Allah, dua minggu lagi, aku memasuki zona dua-dua. Sebuah zona di mana usia demikian bukan lagi zona masa remaja yang di masa itu dapat tumbuh berbagai macam bentuk warna hidup >>sebagian orang menyebutnya : mencari jati diri<< tapi, sebuah pengokohan langkah untuk berpijak. Mungkin, ini pula masanya bagiku untuk mengokohkan landasan berpijak itu. Agar tak gamang menapaki masa depan yang panjang. Sungguh-sungguh sangat panjang. Masa di mana semuanya harus dipertanggungjawabkan. Segala sesuatu memiliki nilai kuantitas dan terukur. Tak ada satu per sejuta detik pun yang luput dari pengawasan. Dan bukankah dibutuhkan perbekalan yang cukup untuk menjejaki langkah panjang itu?


Mungkin ini pula masanya bagiku untuk merapihkan folder hidupku yang sempat berantakan. Pada fase ‘masa degradasi’-ku. Pada ketidakberaturan planning dan masterplan perjalanan ini. Pada grandesign yang hanya tinggal catatan di atas kertas, sementara aku pula yang menjadi paling pertama ‘melanggarnya’.


Pasca diskusi dengan akhwat (yang kucintai karena Allah, semuanya!) ada banyak inspirasi yang kuperoleh. Sungguh beruntung rasanya ketika Allah anugrahkan aku sahabat-sahabat, yang mengingatkanku ketika lalai, menguatkanku ketika lemah, mengokohkanku ketika goyah dan menopangku ketika nyaris berguling jatuh. >>mungkin, itu pula hikmah dan berkahnya berkumpul dengan pribadi-pribadi luar biasa seperti mereka, di wismaku tercinta. Dan sungguh, nikmat ukhuwah itu tidak terbeli dengan apapun. Bukankah ukhuwah itu pula yang menggentarkan kaum kafir?<<


Ada banyak hal yang ingin menjadi catatan penting dalam hidupku. Pertama, barangkali yang harus ku-delete itu adalah folder lama yang berantakkan. Yang mengotori hatiku. Kalau boleh aku membahasakannya, sesuatu yang telah merusak lebih dari separuh hatiku. Yah,… merusak dan menggerogoti hingga jauh ke dalamnya. Hingga pada jaringannya bahkan pada sel-selnya. Ada banyak sel-sel ruh di hatiku yang tiba-tiba menjadi mati karena kurangnya asupan oksigen ruh dan betapa amat sangat sering terpapar zat toksik >>dengan banyaknya interaksi tak penting dan hal-hal laghwu lainnya<<. Baiklah, aku ingin men-delete semua folder itu berikut semua konten yang ada di dalamnya. Biarkanlah ia menjadi sebingkai masa lalu. Biarlah tersimpan pada pigura dan tetap menjadi milik masa lalu. Terlalu picik rasanya tetap berkutat dengan masa lalu, sementara ada perjalanan panjang lagi yang harus kutempuh. Dan naifnya lagi, itu semua menghabiskan banyak energy yang semestinya bisa kugunakan untuk hal-hal yang lebih mendatangkan manfaat. Jadi, barangkali adalah langkah bijak untuk membingkainya. Memperlakukannya sebagaimana layaknya masa lalu.


>>>Oh, sungguh kisah itu telah banyak menginspirasiku. Sungguh. Tak pandai aku mebahasakannya lagi. Insya Allah, masih ada orang-orang yang menjaga seperti itu, dan prosesnya pun diawali dengan sesuatu yang benar. Insya Allah, pun ketika menjalaninya akan banyak keberkahan yang akan diperoleh. Orang-orang yang menjaga dirinya untuk Allah. Alangkah naifnya, jika aku adalah salah satu dari orang-orang yang ikut menorehkan tinta kotor itu pada kemuliaan wasilah ini. Alangkah naifnya.<<<


Baiklah, dari sini, langkah ini kumulai. Insya Allah, belum terlambat untuk memulai semuanya kembali. Melakukan refresh terhadap ‘kekacauan-kekacauan’ yang terjadi.


Lalu, setelah semua folder itu rapih dan terbebas dari infeksi virus ganas yang sangat sering me-restart ruh, langkah selanjutnya adalah membuat folder-folder perencanaan baru. Folder-folder akan menjadi titik tolak perjalanan ini. Allahu akbar!!!


Aku percaya, setiap orang berhak untuk menjadi pribadi LUAR BIASA! Insya Allah, tak ada pengecualian untuk ini semua. Setiap orang sama-sama punya jatah 24 jam. Sama. Namun, kenapa dalam jangka (t) yang sama, out put yang dihasilkan varitatif? Berbeda dengan angka yang sangat signifikan. Mengapa? Bukankah potensi dan energy awal (Eo) yang dimiliki setiap orang juga sama. Lalu, di mana letaknya simpangan baku yang begitu besar itu? Pada usaha (W) kah?


Aku tak ingin berspekulasi dengan rumusan fisika saat ini >>meski pun sebenarnya menurutku, segala peristiwa di alam ini yang dirumuskan dalam sebuah persamaan matematis itu, juga merupakan sebuah penyederhanaan konsep hidup<<. Apapun itu, yang jelas setiap orang siapapun dia, apapun latar belakang kehidupannya, apapun sukunya, agamanya, rasnya, gendernya, berpotensi untuk menjadi ORANG BESAR. Orang-orang yang tercatat pada sejarah peradaban. >>ijinkan aku membahasakannya sebagai salah satu amal jariyah; ‘ilmu yang bermanfaat, yang mengalir pahalanya sepanjang masa<<. Sungguh banyak orang yang hidup dengan teramat apa adanya, lalu kemudian ia mati. Yah, hidupnya hanya sampai di sana saja. Tak ada sesuatu yang ia tinggalkan. Dan, ia kemudian lenyap ditelan sejarah. Berbeda dengan orang-orang yang telah mengukir dan telah menorehkan pahatan di sejatinya masa. Tak pernah lekang, meski ia telah menjadi belulang di dalam perut bumi. Tetap saja ia menjadi orang yang dikenang.


Aku teramat sangat yakin, setelah masa ini berlalu, --saat di mana ummat besar ini bagaikan buih di tepi lautan, yang banyak tapi tak memiliki sedikitpun kekuatan-- akan datang suatu masa yang besar. Yah, aku percaya KEBANGKITAN UMMAT ISLAM ITU PASTI AKAN DATANG! Insya Allah. Lalu, apakah aku akan menjadi penonton saja atau ikut mengambil peran di sana? Apakah aku akan menjadi pelaku atau orang yang ‘diperlakukan’? Tidak! Siapa pun pasti ingin berkontribusi untuk kemenangan itu. Siapa pun pasti ingin menjadi actor! Aku pun, sangat ingin. Aku pun sangat rindu, pada masa di mana semua orang dengan bangga berkata; “Saksikanlah bahwa aku adalah seoang muslim!”. Pada masa di mana semua orang tak lagi malu dan minder dengan identitas kemuslimannya. Pada masa di mana yang berlaku adalah hukum-hukum Allah. Pada masa di mana kesejahteraan itu telah mencapai titik eustatik. Yah, pada titik stabil.


Maka, mulai saat ini, kupancangkan tekad, bahwa titik dua-dua adalah titik tolak awal perubahan ini sebagai batu loncatan menuju kebangkitan itu. Bahwasannya, perubahan itu semestinya dimulai dari diri pribadi terlebih dahulu. Yah, setiap pribadi. Bukan satu dua saja. Aku percaya, bahwa insya Allah, jika optimis, semua itu akan terwujud. Kalau pun pada akhirnya bukan aku yang akan menjadi penikmat masa itu, setidaknya ada tindakan kecil yang telah kulakukan.


Perkataan seorang ustadz di sebuah pertemuan (yang diredhai Allah, insya Allah) telah menjadi inspirasi bagiku. Panjang pendeknya nafas perjalananmu, tergantung sejauh mana cita-citamu. Yak, benar. Jika aku hanya bercita-cita untuk perjalanan satu amstrong, maka daya upaya, perbekalan, dan persiapan yang kulakukan tentulah hanya untuk satu amstong saja. Akan sangat berbeda, jika cita-cita perjalananku adalah satu mil. Apalagi cita-cita perjalanan itu lebih panjang. Sesuatu yang tidak bisa ditara lagi dengan ukuran-ukuran matematis dunia. Bukan, bukan maya. Ia adalah perjalanan yang nyata. Tapi, satuannya saja yang tak ada. Sebab, ia tak lagi bisa ditakar dengan meteran dunia. Sehebat apapun kurva kalibrasinya, tetap saja tidak akan ada data yang bisa diektrapolasi untuk satuan masa itu.


Baiklah, in reduction of my age, aku ingin menapaki langkah baru, insya Allah. Dan, tiadalah kekuatan itu melainkan milik-Nya. Faazzamta fataqqal ilallah…


Allahu’alam bishowab


1 comment:

  1. assalamu'alaikum
    kata orang zona dua poeloehan itu disebut Quarter life Crisis. terimakasih atas dokumenter bikinan anti dahsyat banget. salam ta'aruf dari ana ridwan.(www.ridonefosa.blogspot.com)

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked