Tentang Khilaf, Alfa dan Kesalahan Kita

Sungguh, ketika aku mencoba mengetikan huruf demi huruf ini, rasanya tak dapat aku lanjutkan tulisan ini. Rasanya kelu. Rasanya tak berdaya. Dan sungguh malu pada Rabb yang mengetahui segalanya bahkan sekedar lintasan hati saja.

Mungkin, kita (aku terutama) pernah berada di fase yang sama. Fase penurunan yang drastis. Fase di mana mungkin kita membersamai banyak kesalahan. Salah. Khilaf. Dan alfa. Meski insan memang tempatnya khilaf, memang gudangnya alfa, memang sarangnya salah, tapi lantas dengan begitu akankah kita begitu mudah berselindung dibalik dalih sifat keinsanan ini? Tidak. Semestinya harus ada fase peningkatan grafik kembali. Kembali pada-Nya. Kembali mengadukan segala resah dan memohon ampunan dengan sepenuh harap dan rasa takut kepada-Nya, Yang Maha Menerima Taubat hamba-Nya.

Setiap kita pernah bersalah. Mustahil ada orang yang tak pernah berdosa. Mustahil ada orang yang selalu benar. Sehebat-hebat manusia, pasti pernah tersalah. Pasti pernah berdosa. Tapi, ini menyoal bagaimanakah kita setelah salah? Bagaimanakah kita setelah alfa yang kita perbuat? Memohon dengan segenap permohonan pada-Nya untuk pengampunan dan mungkin 'remisi' atas kesalahan kita itu kah? Atau membiarkannya menjadi tumpukan noda hitam yang semakin menutupi hati kita kah?

Ah, bukan sedang ingin 'menyelamatkan diri' atau berselindung dibalik kekhilafan yang niscaya adanya, tapi ketika salah, alfa dan khilaf, maka itu sesungguhnya tetap sesuatu yang memberikan nilai bagi diri kita. Ini bukan berarti kita membiarkan begitu saja kesalahan, kehilafan dan dosa-dosa itu membentuk setumpuk 'tabungan' hitam, tapi ini menyoal penyikapan kita atas salah. Sungguh ada berita gembira atas kesalahan, dosa, khilaf dan alfa. Yaitu, Dia, Allah yang Maha Menggenggam hati-hati kita, sungguh amat berbahagia dengan taubat kita. Lebih berbahagia dari pada seorang pengembara yang kehilangan onta merah beserta perbekalannya lalu ia kembali mendapatinya dan karena rasa bahagianya itu, ia salah menyebutkan kalimat yang sesungguhnya fatal itu. Tapi begitulah, Allah amat berbahagia dengan taubat hamba-Nya. Ini adalah sebuah kesempatan baik untuk kita, hamba-Nya yang tak pernah luput dari salah, tak pernah absen dengan dosa.

Setiap kita pernah tersalah. Semoga kita termasuk orang-orang yang mengambil bagian dari taubatan itu. Memohon ampun pada-Nya. Menyesalinya dengan penyesalan yang mendalam. Ber-azzam untuk tidak pernah mengulanginya lagi.

Allah memberitakan kabar gembira itu, sungguh, agar kita tak berputus asa dari rahmat-Nya. Agar kita tak berputus asa atas kesalahan itu. Agar kita tak pernah berpikir, "Dosaku sudah banyak dan menumpuk. Mungkinkah Dia akan memaafkanku. Mungkinkah? Aku sudah terlanjur berkubang dosa. Mungkin aku tak bisa kembali." Ya, agar kita tetap yakin bahwa Ia senantiasa membentangkan pintu ketaubatan seluas-luasnya pada pagi hari atas kesalahan kita di malam hari dan Ia juga membentangkan pintu ketaubatan seluas-luasnya pada malam hari, atas segala dosa yang kita perbuat di siang hari. 

Tentang kesalahan yang lalu. Semoga Allah ampunkan segalanya. Semoga Allah tetapkan hidayah atas diri kita. Smoga Ia bersihkan noda-noda hitam yang menutupi cahaya-Nya. Smoga menjadi immunitas terhadap diri kita sendiri, di kala suatu saat terpapar hal yang sama, kita menjadi lebih aware untuk tidak mengulanginya. Smoga Dia jadikan penutup hari-hari kita adalah dengan taubat sebelum mautnya, rahmat ketika maut dan ampunan setelah mautnya kita. Smoga kita termasuk orang-orang yang beruntung itu. Aamin Allahumma aamiin...

______________
Ini adalah Peringatan keras untukku! 

2 comments:

  1. blognya bagus. memotivasi. terimakasih :) @weniwidyaa

    ReplyDelete
  2. masha Allah, ini lebih kepada diri sendiri sebenarnya mba... :)
    terima kasih yah sudah berkunjung...

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked