Aku Memang Harus Pulang


Sebuah kegetiran di subuh ini…
Hmm…., subuh ini, aku seperti dihadiahkan pada kenyataan pahit yang harus membuatku (barang kali) perlu sedikit mengeluarkan air mata. Pada kampungku tercinta, tempat di mana aku melabuhkan peristirahatan.

Berawal dari, --iseng—(ah, benarkah iseng? Tak juga siih sebenarnya), ingin mencoba duduk-duduk bersama para ibu-ibu di lingkaran tadarussan masjid. Sebenarnya sih, aku dan ibuku, lebih senang kalo tilawahnya yah di rumah saja. Tapi, kali ini, entah kenapa, tergerak hati ini untuk gabung di sana. Hanya setengah hingga satu jam saja.

Betapa aku sungguh terkejutnya, ketika kudapati, hampir separuh peserta tadarussannya TIDAK LANCAR membaca Al Qur’an. Masya Allah. Bukan hanya salah-salah sedikit. Tapi sudah fatal. Bahkan tak terbedakan lagi antara huruf nun dan ba. Antra ‘ain dan gho. Antara dzo dan tho. Antara tsa dan sya. Belum lagi panjang pendeknya! Dan itu, bukan anak-anak, tapi ibu-ibu yang umurnya sudah 50-an tahun (terlebih dan terkurang!). Ya Allah….sungguh ada tangis getir di sana.

Aku…aku bukan mengatakan bahwa aku lebih bisa atau lebih baik. Tidak! Toh, aku juga masih harus banyak belajar. Tapiii, melihat kenyataan ini, aku begitu terhenyak. Pertanyaannya, ke mana saja aku selama ini??

Ah, sangat miris sekali, di perkampungan yang bisa dibilang cukup kental keislamannya saja sudah sedemikian rupa, apa lagi di tempat-tempat yang islam hanya sebatas KTP saja. Dan bayangkanlah, seorang ibu, yang semestinya mengajarkan anaknya huruf-huruf itu, sebagai sekolah pertama sang anak, malah tidak tahu sama sekali dengan huruf alif ba ta.

Aku sungguh…sungguh sangat terhenyak!

Pada akhirnya, sampailah aku pada konklusi itu : BAHWA AKU MEMANG HARUS PULANG! Jika bukan dari diri kita sendiri, lalu siapa lagi yang akan membangun kampung ini? Siapa lagi? Tak banyak orang yang mau peduli. Maka, sudah sepatutnya, kita memulai dari diri kita, dari keluarga dan lingkungan kita.

Al Qur’an.
Sesuatu yang begitu ambisiusnya yahudi dan nasharo menjauhkannya dari hati para pemuda Islam. Sehingga militansinya menjadi begitu lemah, karena petanya, peta kehidupannya dijauhkan dari hati sang pemuda-pemudanya itu. Dan, itu memang semakin terasa….bahkan di pelosok-pelosok. Miris sekali, melihat para orang tua yang lebih bangga ketika anaknya yang masih duduk di bangku playgroup mampu menghafal lagu-lagu band terbaru ketimbang hafal Surat-surat di Al Qur’an.

Jika bukan kita, wahai saudaraku, maka siapa lagi? Bukankah dengan demikian, membuat kita juga belajar lebih banyak? Jika bukan karena cinta, maka energy apa lagi yang dapat menggerakkan kita untuk menegakkan Al Qur’an ini di lingkungan kita?

Lagi-lagi pada sebuah kenyataan, aku termangu. Pada sulitnya mencari tempat-tempat belajar Al Qur’an di kampungku ini. Tahsin dan tahfidz, misalnya. Kebanyakan, lebih mementingkan membaguskan iramanya saja, tapi melupakan makhrajnya, melupakan ke-istimroriyah-annya dalam hal berinteraksi dengan Al Qur’an. Hanya sebatas irama saja, agar bisa ikutan MTQ. Memang, sangatlah baik, membaca Al Qur’an dengan irama yang bagus, yang juga di anjurkan Rasulullah. Hanya saja, yang amat disayangkan, ia hanya sebatas untuk Lomba saja. Hanya sebatas sebuah kompetisi irama saja. Tak lebih.



Ah,…
Ingin sekali bisa menghidupkan Al Qur’an ini di lingkungan kampungku. Bukan hanya sebatas irama saja. Ingin sekali rasanya, mendirikan semacam lembaga tahsin dan Tahfidz itu. Tapi, tentu aku tak bisa sendirian. Dan lagi pula, aku pun belum berkafa’ah untuk itu (uhm…smoga ini bagiku jadi pelecut semangat untuk terus belajar dan belajar…dan meningkatkan interaksi bersama Al Qur’an). Jadiii, adakah yang bersedia menerima tantangan ini? Bersama membangun lingkungan yang Qur’ani? Hehe…

6 comments:

  1. assalamualaikum,salam kenal mbak. kok sampe gitu ya mbak..terus masalah aqidahnya gimana mbak? apa ada prubahan? dulu kan ada dakwah tauhidnya kaum padri, trus skarang masih ada nggak sisanya? semoga lancar dakwahnya mbak,ngajarkan alquran memang penting, tapi lebih penting lagi aqidahnya mbak, karena "percuma" kalau bacaaannya bagus tapi akidahnya rusak, karena aqidah itu dasar dalam beragama dan itu menyangkut surga neraka..barakallahu fiik..

    ReplyDelete
  2. Assalamualaikum Wr Wb

    Sebuah keinginan tulus dari penulis tuk kembali membangkitkan semangat tahsin dan tahfiz Al-quran. Ide cemerlang, jika ada keinginan aku yakin kamu tidak sendiri banyak yang akan membantu niat baikmu d kampung halaman itu...

    Segeralah pulang dan bangkitkan khazanah Al-quran disana. Aku sangat mendukung niat tulus itu..

    ReplyDelete
  3. Assalamualaikum Wr Wb

    Sebuah niat tulus dari penulis tuk memperkaya khazanah Alquran d kampung halaman. Aku yakin banyak orang membantu terwujudnya niat itu. Segeralah bertindak saudariku... dirikanlah lembaga tahsin dan tahfiz di kampungmu. Mulailah dari yang sederhana dulu..

    Semoga mimpimu tuk itu segera terwujud. Aku sangat mendukung ide itu...

    ReplyDelete
  4. @Nova : whuwaaaaa....TT....
    masi belum berkafa'ah niih opa...

    @Anung :
    uhm...mslh akidah yaah? *mungkin gak separah di jawa kali yaah..hihi..maap, no offense...
    tapi, betul itu...akidahnya lebih dahulu...
    slama niih praktik perdukunan siy masi ada...
    yaah, berangsur2 lah yaah bwt merubahnya...^^
    Ma'annajah!

    ReplyDelete
  5. kalo saya sih udah yakin mbak,kalo di jawa lebih parah atau cocoknya sangat parah (hehehe), sampe di jakarta aja yang namanya ibu kota, ibadah di kuburan&perdukunan masih marak.
    Tapi saya baru tahu kalau di sana masih ada perdukunan,berarti dakwahnya kaum padri nggak ada bekasnya ya mbak? semoga Allah menjaga daerah mbak dari kesyirikan,kemaksiatan dan yang mengantarkan kepada kemurkaan Allah.begitu juga tempat saya juga dong(hehehe)

    ReplyDelete
  6. amiiiin...
    qta sm2 mendo'akan yah Mas...
    setidaknya, kita perbuat apa yg bisa qta lakuin...^^

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked